SKRIPSI
Oleh :
Ananti Destiari Prasinta
NIM 122310101041
Studi pendahuluan
Jumlah Remaja di Indonesia
Jumlah Remaja di Indonesia
Jumlah (juta)
Menurut Erickson (1968) remaja dihadapkan pada krisis di antara dua polaritas
yaitu identity versus identitiy confusion (kekacauan identitas). Fokus dari tugas
perkembangan tahap remaja awal adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi
fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
Perubahan fisik tubuh yang ditandai dengan pubertas memunculkan suatu aspek
psikologis pada remaja berupa preokupasi (perhatian) remaja awal terhadap
tubuhnya. Preokupasi terhadap citra tubuh ini cukup kuat di masa remaja yang
secara khusus kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas. Preokupasi
yang baik akan menciptakan gambaran diri yang positif begitu juga sebaliknya
(Santrock, 2007).
Body dissatisfaction atau ketidakpuasan terhadap tubuhnya
memiliki efek-efek yang negatif, yaitu diantaranya kelebihan berat
badan, turunnya kepercayaan diri, harga diri rendah, depresi,
serta eating disorder (Sharf, 2000).
Gambaran diri positif pada remaja awal terbentuk melalui proses belajar sejak masa
pertumbuhan dan perkembangan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan,
pengalaman dan gaya asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
gambaran diri yang terbentuk. Sikap atau respon dan lingkungan akan menjadi bahan informasi
bagi anak untuk menilai siapa dirinya (Safaah, 2009).
HASIL STUDI PENDAHULUAN
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Tujuan
E. Hubungan Gaya Asuh Authorithative dengan Gambaran Diri Positif Remaja Awal
KERANGKA TEORI
KERANGKA KONSEP
METODE PENELITIAN
Lokasi
Penelitian SMP Negeri 2 Jember
Analisis Univariat
Kemanfaatan
Editing
1. Gaya Asuh
Authorithative
(independen) Informed consent
2. Gambaran Diri Positif
Coding (dependen)
Kerahasiaan
Analisa Bivariat:
Entry Keadilan
1. Jenis skala: ordinal-
ordinal
2. Uji Statistik: Korelasi
Spearman Rank, Keanoniman
dengan hasil r =0,280.
Cleaning
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS UNIVARIAT
1. Usia
Hasil penyajian data pada tabel menunjukkan bahwa responden penelitian adalah
kelompok remaja awal dengan rata-rata usia 14 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan
pada masa remaja awal terjadi cepat dan merupakan puncak dari kecepatan pertumbuhan.
Karakteristik seks sekunder mulai muncul pada tahap ini. Remaja memulai tahap
pencarian identitas remaja dengan perasaan senang pada perubahan fisik yang terjadi
begitu cepat dan memulai melakukan peran dalam kehidupannya (Wong, 2009). Penelitian
yang dilakukan oleh Rohmaniah (2014) didapatkan hasil bahwa persebaran responden
terbanyak adalah remaja usia 14 tahun sebesar 30 responden (33,3%) dari 90 responden.
Terdapat hubungan yang sangat penting antara tubuh serta ciri-ciri fisik pada masa remaja
dengan gambaran tentang dirinya. Persepsi tentang gambaran ini yang dinamakan dengan
body image.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel didapatkan bahwa jenis kelamin remaja terbanyak dalam penelitian
adalah laki-laki 48 orang (56,5%). Jenis kelamin berpengaruh dalam pembentukan
gambaran diri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2011) menyebutkan bahwa
45,2 % responden laki-laki menunjukkan gambaran diri positif dan 32,3% responden
perempuan menunjukkan gambaran diri positif. Menurut Cash (2002). Ketidakpuasan
terhadap tubuh lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Pada
umumnya perempuan, kurang puas terhadap tubuhnya dan memiliki body image yang
negatif. Laki-laki lebih cepat beradaptasi dengan situasi yang sedang dialaminya dan juga
sifat laki-laki yang tidak terlalu peduli dengan penampilan dirinya. Berbeda dengan
perempuan yang cenderung sensitif dengan penampilan dan juga pengaruh media sosial
mempengaruhi persepsi perempuan akan tubuhnya, sehingga ketika terjadi kerusakan atau
perubahan pada tubuhnya Perempuan kurang mampu untuk menyesuaikan diri.
3. Kelas
Penyajian data pada tabel menyebutkan bahwa terdapat 31 responden (36,5%) dari kelas
IX. Perubahan dari aspek fisiologis maupun psikologis terjadi pada usia remaja awal. Rata-
rata siswa-siswi kelas IX berusia 14 tahun dan merupakan puncak dari fase perkembangan
remaja awal yang dilalui (Retnowati, 2011). Siswa-siswi kelas IX memiliki lebih banyak
pengalaman dibandingkan dengan siswa-siswi yang baru. Remaja mulai objektif dalam
mengenali diri sendiri sejalan dengan pengalaman yang di dapat (Stuart, 2013). Gambaran
diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan
terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Selama
proses interaksi setiap individu akan menerima tanggapan (Annuzul, 2012)
4. Frekuensi Komunikasi dengan Orang Tua
Penyajian data pada tabel menyebutkan bahwa paling banyak frekuensi komunikasi
dengan orang tua terjadi setiap hari yaitu sebanyak 45 responden (52,9%). Salah satu
aspek gaya asuh authorithative adalah orang tua dapat menciptakan suasana komunikatif
antara orang tua dan anak serta sesama anggota keluarga lainnya (Idris, 1992 dalam
Wulansari, 2014). Menurut Fitzpatrick dan Ricthie (2014) komunikasi mengacu kepada
komunikasi yang terbuka dan sering diantara orang tua dan anak-anak dengan tujuan
menggali bersama makna lambang-lambang dan objek yang merupakan lingkungan sosial
keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri tahun 2016 di peroleh data 30,76%
bahwa responden kurang intensif dalam berkomunikasi antara orang tua dengan anak. Dan
kenakalan remaja dominan pada kategori melakukan, yaitu 26,92%.
5. Gaya Asuh Authorithative
Gaya asuh authorithative adalah tehnik yang menerapkan adanya suatu keharmonisan,
saling menghargai, toleransi, dan saling hormat dalam hubungan antara orang tua dengan
anak sehingga remaja merasakan adanya kecocokan, kehangatan dan suasana kekeluargaan
dalam memenuhi kebutuhan perkembangan masa dewasanya (Agustiawati, 2014).
Baumrind (1967 dalam Agustiawati, 2014) mengatakan kualitas anak dalam gaya asuh
authorithative adalah berada di posisi bahagia dan lincah, self-confident tentang
kemampuan untuk menguasai tugas dengan baik
Indikator Gaya Asuh Authorithative
Indikator gaya asuh authorithative yang memiliki kategori paling tinggi adalah indikator
adanya komunikasi dua arah adanya kebebasan yang bertanggung jawab
Kebebasan yang bertanggung jawab dalam gaya asuh authorithative adalah penerapan
pengasuhan orang tua dengan cara memberikan hak kepada anak untuk bebas melakukan
sesuatu yang anak inginkan tanpa harus melepas kewajibannya untuk mempertanggung
jawabkan apa yang telah dikerjakan (Wulansari, 2014)
Komunikasi dua arah pada gaya asuh authorithative meliputi memberikan kesempatan
kepada anak untuk bertanya tentang sesuatu dan menjelaskan alasan ditetapkannya suatu
peraturan (Wulansari, 2014).
6. Gambaran Diri Positif
Gambaran diri positif didefinisikan sebagai kesadaran akan diri berdasarkan atas observasi
mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri sendiri dan perasaan tentang
ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh serta bisa menerima perubahan fisik yang
terjadi (Potter & Perry, 2005)
Indikator Gambaran Diri Positif
Indikator gambaran diri positif yang memiliki kategori paling tinggi adalah indikator
appearance orientation (orientasi penampilan)
Orientasi penampilan adalah perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang
dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.
Perawat memiliki peran untuk memberikan orientasi realita terkait perubahan yang terjadi di
usia remaja termasuk perubahan fisik. Orientasi realita tersebut bertujuan untuk meyakinkan
para remaja akan perubahan yang memang seharusnya terjadi pada usianya sehingga remaja
akan adaptif dalam orientasi terhadap penampilan tubuhnya saat ini
ANALISIS BIVARIAT
Hubungan Gaya Asuh Authorithative dengan Gambaran Diri Positif Remaja Awal
Hasil uji statistik spearman rank correlation diperoleh nilai p value = 0,010 ( < 0,05), artinya
ada hubungan antara dukungan gaya asuh authorithative dengan gambaran diri positif remaja
awal. Nilai koefisien korelasi yang didapatkan pada analisis bivariat dalam penelitian ini yakni
0,280 dengan jumlah responden 85 orang. Hasil uji statistik menunjukkan keeratan korelasi
yang memiliki keeratan rendah.
.
CROSSTAB
Berdasarkan tabel diketahui bahwa proporsi klien dengan gaya asuh non authorithative
dan memiliki gambaran diri positif yang tidak tercapai sebanyak 15 klien (17,6%). Klien
dengan gaya asuh non authorithative dan memiliki gambaran diri positif yang tercapai 10
klien (11,8%). Klien dengan gaya asuh authorithative dan memiliki gambaran diri positif
yang tidak tercapai sebanyak 16 klien (18,8%), Klien dengan gaya asuh authorithative dan
memiliki gambaran diri positif yang tercapai sebanyak 44 klien (51,8%).
Hubungan Gaya Asuh Authorithative dengan Gambaran Diri Positif Remaja Awal
Harapan, pandangan dan pesan secara verbal atau non verbal dalam keluarga
berkontribusi terhadap pembentukan body image (Lemberg & Cohn, dalam Chairiah, 2012).
Pesan secara verbal atau non verbal dapat dinilai dari bagaimana orang tua memberikan
pengasuhan pada anak remajanya.
Kualitas anak dalam gaya asuh authorithative adalah berada di posisi bahagia dan lincah,
percaya diri tentang kemampuan untuk menguasai tugas dengan baik dan dapat
mengembangkan emosinya. Remaja yang dapat memahami kemampuan dirinya dan
berusaha untuk mampu melakukan tugasnya akan cenderung memiliki konsep diri yang
positif. Konsep diri yang positif dapat tercermin dari cara individu memandang dirinya
secara keseluruhan secara positif pula. Cara individu menilai dan memandang dirinya serta
sikap, persepsi keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap
tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan secara positif akan membentuk
remaja yang memiliki gambaran diri positif. (Potter & Perry, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah tahun 2015 menunjukkan bahwa pola asuh
orang tua yang positif berhubungan dengan konsep diri anak yang positif pula (r=0,689;
sig = 0,00)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nirwana tahun 2013 menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara konsep diri dan pola asuh orang tua demokratis dengan
kepercayaan diri siswa.yang ditandai dengan nilai p = 0,000 (p < 0,01).
Penelitian lain dilakukan oleh Annuzul tahun 2012 tentang pengaruh pola asuh orang tua
terhadap konsep diri positif dengan rata-rata tertinggi yaitu gaya asuh demokratis.
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan analisis anova satu jalur diperoleh nilai f
hitung = 182,395 dengan nilai lebih besar daripada f tabel, baik pada taraf signifikansi 5%
maupun 1%. Kesimpulan akhir yaitu ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap
konsep diri positif peserta didik
Keterbatasan Penelitian
Kuesioner yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner buatan sendiri dan
adopsi sehingga perlu disempurnakan lagi pada penelitian selanjutnya.
Keterbatasan dalam kuesioner yakni terlalu banyak item dan modifikasi yang
kurang sempurna.
Birokrasi serta kondisi dilapangan tidak sesuai dengan rencana penelitian
Keterbatasan waktu dan tempat yang diberikan pihak sekolah
Kurangnya fenomena terkait gambaran diri remaja baik yang positif maupun
yang negatif di Kabupaten Jember.
Implikasi Keperawatan
Perawat dapat melakukan upaya promotif dan preventif sebagai perawat jiwa sekaligus
perawat keluarga. Sesuai dengan UU No 18 tahun 2014
1. Upaya promotif di lingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk pola asuh dan pola
komunikasi dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang
sehat dan dapat dilakukan di lingkungan sekolah dengan cara menciptakan suasana belajar
mengajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa serta keterampilan
hidup terkait kesehatan jiwa bagi peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Upaya preventif yang dapat dilakukan antara lain pengembangan pola asuh yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa, mengoptimalkan komunikasi,
informasi, dan edukasi dalam keluarga dankegiatan lain sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
SIMPULAN
Responden paling banyak memiliki gaya asuh authorithative sebanyak 60 orang (70,6%).
Responden paling banyak memiliki gambaran diri positif sebanyak 54 orang (63,5%).
Ada hubungan antara gaya asuh authorithative dengan gambaran diri positif pada remaja
awal di SMP Negeri 2 Jember (p value= 0,010).
SARAN