Oleh
SUWANDI, S.H.,M.H.
Widyaiswara Utama Kemenkumham
1
1. KEDUDUKAN PANCASILA DAN UUDN RI TAHUN
1945 DALAM PEMBENTUKAN PUU
Konstitusi dalam berbagai bahasa
Konstitusi, Undang-Undang Dasar, Constituer,
Constitution, Grondwet, Grundgesetze, Vervassung,
Masyrutiyah ;
Konstitusi = UNDANG-UNDANG DASAR (Oliver
Cromwel, Sri Sumantri, Lord James Bryce, CF Strong);
Konstitusi lebih luas dari pada UUD (Apeldoorn);
(Carl Schmitt) Konstitusi dalam artian positif berisi
keputusan politik tertinggi suatu bangsa (rakyat) yang
dalam perspektif Indonesia suatu perjanjian luhur
bangsa Indonesia yang dituangkan dalam PANCASILA
dan UUDN RI Tahun 1945, dimana PANCASILA
merupakan sumber dari segala sumber hukum negara
Indonesia dan UUDN RI Tahun 1945 sebagai hukum
dasar dari Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.
2
PENGERTIAN
Konstitusi adalah sistem yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang
tertulis, maupun tidak tertulis yang menjadi pola dasar acuan suatu
negara dalam menjalankan roda pemerintahan.
Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam PUU.
Peraturan Daerah adalah Peraturan PUU yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan
persetujuan bersama (Gubernur/Bupati/Walikota)
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama
Presiden.
Program Legislasi Nasional adalah Instrumen perencanaan program
pembentukan Peraturan UU yang disusun secara terencana, terpadu,
dan sistimatis.
3
Dalam menyusun suatu PUU, landasan konstitusional
memegang peranan penting dan strategis, karena konstitusi
merupakan Hukum dasar bagi suatu bangsa. Sebagai hukum
dasar suatu bangsa atau negara, maka secara hierarki semua
PUU yang dibentuk oleh negara haruslah tidak boleh
bertentangan dengan konstitusi.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat) sebagaimana yang ditentukan dalam penjelasan
UUD Tahun 1945 yang kemudian diangkat ke dalam Pasal 1
ayat (3) perubahan ke-tiga UUDN RI Tahun 1945 dengan
rumusan Negara Indonesia adalah negara hukum
Dalam TAP MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang sumber
hukum dan tata urutan perundang-undangan, menempatkan
Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUDN RI Tahun
1945, dan Batang Tubuh UUDN RI Tahun 1945 sebagai
sumber hukum dasar nasional
HMA 4
Dengan perkataan lain, TAP MPR No.III/MPR/2000 telah
menetapkan bahwa Sumber hukum dasar nasional
Pancasila dan UUDN Negara 1945 adalah Hukum dasar
tertulis.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan konstitusional,
maka semua tindakan negara dan pemerintah (termasuk
seluruh masyarakat), haruslah sesuai dan berlandaskan
kepada konstitusi.
Demikian pula PUU yang dibuat sebagai pelaksanaan atau
penjabaran konstitusi harus mencerminkan isi dari
konstitusi, bukan malah bertentangan dengan konstitusi.
Norma dasar yang merupakan norma tertinggi dalam
sistem norma yang ditetapkan terlebih dahulu merupakan
gantungan bagi norma yang berada dibawahnya.
5
Menurut Maria, yang mengutip pendapat A.Hamid,SA berdasarkan
teori jenjang Stoefen Theory Hans Kelsen, suatu norma hukum itu
selalu berdasar dan bersumber pada norma diatasnya, norma hukum
tersebut menjadi sumber dan dasar bagi norma yang lebih rendah.
NORM Staats
fundamental
norm
NORM Staatsgrund
gezetz
NORM
Formell Gesetz
NORM VVVbbbDASAR M
vveVerordnung
NORM danrAutonome Satzung
6
Kelompok pertama (Staatsfundamentalnorm) bila
dikaitkan dengan sistem hierarki Peraturan PUU di
Indonesia, yang disebut dengan norma fundamental
negara maka Pancasila adalah merupakan cita hukum
(rechts idee), sebagai bintang pemandu (leitstern) bagi
UUDN RI Tahun 1945 yang berisi aturan dasar/pokok
negara (sebagaimana dikatakan oleh A Hamid SA.)
Kelompok kedua (Staatsgrundgezetz) atau aturan
dasar/pokok negara, yang merupakan aturan umum dan
masih bersifat garis besar, sehingga masih merupakan
norma tunggal dan belum disertai norma skunder (yang
berisi sanksi). Aturan dasar/pokok kalau dituangkan dalam
satu dokumen resmi menurut A.Hamid SA yang mengutip
pendapat Hans Nawiasky, dinamakan staatsverfassung dan
bila dituangkan dalam berbagai dokumen disebut
staatsgrundgesetz.
7
Kelompok ketiga (Formell gesetz) yang kita kenal
dengan Undang-Undang. Pengertian UU dalam arti formil
(wetin formele zin) dan UU dalam artian materiel (wet in
materiele zin) kurang tepat diterapkan disini, karena yang
dimaksud dalam Formell Gesetz disini hanyalah peraturan
yang dibentuk DPR dan Presiden yang namanya Undang-
Undang. Dalam kelompok inilah norma hukum yang dapat
dilekati dengan norma skunder yaitu berupa sanksi untuk
penegakan hukumnya.
Kelompok keempat (Verordnung dan Autonome
Satzung) yaitu peraturan pelaksanaan dan peraturan
otonom yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang (Fomell Gesetz) yang dibuat oleh
lembaga atau pejabat baik berdasarkan kewenangan
atribusi
8
Sistem Hukum Indonesia
9
SISTEM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
10
DASAR HUKUM
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
Merupakan Pelaksanaan dari perintah Pasal 22A
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembentukan undang-undang diatur lebih
lanjut dengan undang-undang
11
Peraturan Perundang-undangan yang baik
Memperhatikan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 Pancasila Merupakan Sumber Segala
Sumber Hukum negara
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Praturan Perundang-Undangan
Tunduk dan patuh kepada asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan, agar PUU dapat
berlaku secara efektif di masyarakat (Pasal 5 UU N0.
12 Tahun 2011);
Jenis, Hierarki PUU (Pasal 7, dan Pasal 8 UU
12/2011);
Azas Materi muatan (Pasal 6 UU No. 12/2011);
12
Lanjutan.......
14
Azas-Azas Pembentukan PUU
(Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011)
Kejelasan Tujuan
1
kelembagaan/pejabat
keterbukaan 7 2 pembentuk yg tepat
Pengayoman
1
Keseimbangan, keserasian Kemanusiaan
dan keselarasan 10 2
Kesamaan kedudukan
8 4 Kekeluargaan
Dlm Hk & Pem
Keadilan 7 5 Kenusantaraan
6
Binneka Tunggal Ika
Landasan Formil Konstitusional Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Daerah adalah Pasal 18, Pasal
18A dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang. **)
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)
19
Pasal 18A
20
Pasal 18B
HMA 21
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
DASAR HUKUM
Merupakan Pelaksanaan dari perintah Pasal 18 ayat
(6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 :
Pemerintah daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan
tugas pembantuan
HMA 22
Beberapa Prinsip yang perlu diperhatikan dalam
Pembentukan PUU
1. Pancasila : merupakan sumber dari segala sumber hukum negara;
(Pasal 2) ;
2. Pasal 18 ayat (6) UUD NEGARA RI Tahun 1945 merupakan
Hukum Dasar negara (tertulis) dalam Peraturan PUU yang meru
pakan dasar kewenangan dalam pembentukan PERDA;
3. Undang-Undang No 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan
PUU (Azaz pembentukan, Materi muatan, Jenis dan khirarki
PUU):
4. Undang-undang tentang Pembentukan daerah yang bersangkutan;
5. Undang Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;
6. PUU (dibawah UUD Negaras RI Tahun 1945) yang memerintah
kan secara langsung pembentukan ; Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah;
7. Khirarki PUU dan kepentingan umum
24
Gambaran Empiris Regulasi Perda
SEBAB
JENIS
AZAS-AZAS AZAS MATERI
HIERARKI
PEMBENTUKAN MUATAN
PUU (Ps. 7 ayat
PUU (Pasal 5) Ps.6 ayat (1)
(1), Ps.8
MATERI
MUATAN
PERDA (Ps. 14)
SUMBER DAYA
MANUSIA
PERKEMBANGAN KONSTITUSI INDONESIA
INDIESCHE Perubahan status dari negara
STAATSREGELING jajahan Belanda (Nederlands Indie) UUD 1945
menjadi Negara Indonesia (18-8-1945)
(IS 1925)
yang merdeka dan berdaulat
UUD 1945
BPK bank
Presiden/
Wkl-Presiden DPR MPR DPD MA MK
kpu sentral KY
Kementerian
Negara
DP-Presiden
Lingkungan
perwklan PEMDA
Peradilan PROVINSI
BPK PROVINSI Pengadilan
Tinggi Umum
KEPDA DPRD
Pengadilan Tinggi
Agama
Pengadilan Tinggi
TUN
Pengadilan Militer
Lingkungan KAB/KOTA
Peradilan
PEMDA Pengadilan
KAB/KOTA Umum
Pengadilan TUN
35
Pengadilan Militer
I
KEKUASAAN KEHAKIMAN
MENURUT UUDN RI TAHUN 1945
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
(Bab IX UUD 1945)
MK MA KY
(Psl 24 (2) dan (Pasal 24 (2), Psl 24A,
(Psl 24A (3), Psl 24B
Psl 24C UUD 1945) dan Psl 25 UUD 1945)
UUD 1945)
LINGKUNGAN
PERADILAN UMUM
LINGKUNGAN
PERADILAN MILITER
PENYIDIKAN
(POLRI)
Pasal 24 (3)
UUD 1945
PENUNTUTAN
(KEJAKSAAN AGUNG)
36
GAGASAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DAN
PEMBENTUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Gagasan Mohammad Yamin bukannya tidak ditindaklanjuti setelah
kemerdekaan. Dengan berlakunya KRIS 1949 dan UUDS 1950 walaupun tindak
lanjut tersebut sebatas pada salah satu fungsi Mahkamah Konstitusi yaitu
menguji UU. Hanya saja pengujian itu pun terbatas pada pengujian UU dan
peraturan perundang-undangan negara/daerah bagian terhadap KRIS 1949.
Lembaganya pun bukan bernama Mahkamah Konstitusi namun Mahkamah
Agung. Pada masa UUDS 1950 Mahkamah Agung juga diberikan kewenangan
menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU (bukan
terhadap UUD).
37
APAKAH UU BOLEH DIUJI TERHADAP UUD 1945 ?
Kalau dalam KRIS 1949 dan UUDS 1950 ada larangan secara tegas bahwa UU
tidak boleh diuji terhadap UUD atau UU tidak dapat diganggu gugat
(ondschendbaar) , bagaimanakah pengujian UU terhadap UUD di bawah
naungan UUD 1945 (pra amendemen)?
Dalam UUD 1945 tidak diatur larangan semacam dalam KRIS 1949 dan UUDS
1950. Oleh karena itu secara teoritis-akademis pengujian UU terhadap UUD
dapat dilakukan di bawah naungan UUD 1945. Alasannya, secara
konstitusional pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya ada di tangan MPR.
Sedangkan pembentuk UU (wetgever) yaitu Presiden dan DPR, bukan
pelaksana kedaulatan rakyat, sehingga secara teoritis-akademis, UU dapat
diuji konstitusionalitasnya terhadap UUD 1945.
Karena dalam UUD 1945 sistem yang dianut adalah sistem Supremasi MPR ,
menurut Prof. Padmo Wahyono karena posisi Mahkamah Agung berada di
bawah MPR kedudukannya , MA tidak dapat menguji produk hukum yang
dibuat oleh DPR dan Presiden yang sederajat dengannya. Oleh karena itu UU
dapat diuji terhadap UUD hanya oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Dengan demikian pengujiannya bukanlah pengujian yang dilakukan oleh
lembaga peradilan (judicial review) namun oleh lembaga politik
(political/legislative review).
HMA 38
Lanjutan..........
39
Lanjutan ......
HMA 40
BENTUK/JENIS DAN HIRARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN (ORDE LAMA)
41
Lanjutan ...........
HMA 42
BENTUK/JENIS PERATURAN NEGARA VERSI MOHAMMAD YAMIN YANG
MENGILHAMI LAHIRNYA TAP MPRS NO. XX/MPRS/1966
43
Lanjutan.........
44
JENIS/BENTUK DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN MENURUT TAP MPRS NO. XX/MPRS/1966
PANCASILA
DEKRIT DAN SUPERSEMAR
UUD 1945
TAP MPR(S)
UU/PERPU
PP
KEPPRES
46
PERUBAHAN UUD 1945
PERUBAHAN (AMENDEMEN) BESAR-BESARAN (1999-2002)
TERHADAP UUD 1945 YANG MENGUBAH SISTEM SUPREMASI
MPR MENJADI SISTEM SUPREMASI KONSTITUSI YANG
MEMPENGARUHI SISTEM PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN INDONESIA.
PERGESERAN KEKUASAAN LEGISLATIF DARI PRESIDEN
KEPADA DPR, SEHINGGA DPR MENJADI PEMBENTUK
UNDANG-UNDANG YANG UTAMA (PRIMAIRE WETGEVER)
SEDANGKAN PRESIDEN MENJADI PEMBENTUK UNDANG-
UNDANG SERTA (MEDE WETGEVER)
DIBENTUKNYA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBAGAI
PEMBENTUK UNDANG-UNDANG SERTA YANG MINI (KLEINE
MEDE WETGEVER) DENGAN SEGALA KETERBATASANNYA.
DIBENTUKNYA MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) YANG SALAH
SATU KEWENANGANNYA MENGUJI UNDANG-UNDANG
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
47
LANDASAN FORMAL MATERIIL KONSTITUSIONAL
48
Lanjutan .........
54
Lanjutan ............
LAMA BARU
25 BUTIR
LAMA (12%)
199 BUTIR
174 BUTIR
BARU (88%)
56
KEDUDUKAN TAP MPR
DALAM DASAR HUKUM MENGINGAT
Ketetapan MPR (TAP MPR) dapat dimuat dalam mengingat
sebagai landasan materiil konstitusional (kalau TAP MPR
dikategorikan aturan/hukum dasar).
TAP MPR sebagai landasan materiil-yuridis atau yuridis-
materiil namun dalam TAP MPR tersebut ada perintah
langsung (secara tegas) untuk mengatur lebih lanjut dengan
UU.
Pada masa Orde Baru TAP MPR tentang GBHN pada umumnya
menjadi dasar hukum (mengingat) suatu UU . Contoh lain
misalnya TAP MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum
memerintahkan secara tegas agar dibentuk UU tentang
Referendum.
Jadi sepanjang terdapat mendelegasian (perintah tegas) maka
TAP MPR dapat dimasukan dalam dasar hukum /konsiderans
Mengingat
57
Lanjutan .........
58
POLITIK HUKUM DAN PERATURAN
PUU
Pembuatan regulasi atau PUU di Indonesia dilaksanakan
melalui tahapan perencanaan, penyusunan, pembahsan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentu
kan PUU menentukan bahwa perencanaan penyusunan
Undang-Undang dilakukan dengan Program Legislasi
Nasional (Prolegnas).
Maka dari itu Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
merupakan potret politik hukum Indonesia yang berisi
rencana pembangunan PUU dalam periode tertentu.
Misalnya ; 5 tahun kedepan, sasaran politik hukum akan
dibawa kepada good governace.
59
Maka baik RUU yang diajukan oleh Pemerintah dan DPR
maupun RUU yang di prioritaskan untuk dibahas di DPR
akan berkaitan dengan good governace.
Sasaran politik hukum nasional dirumuskan untuk
mencapai tujuan negara seperti yang dimuat dalam
Pembukaan UUDN RI Tahun 1945.
Politik Hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan)
resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan
pembuatan hukum baru, maupun dengan penggantian
hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara
(Mahfud MD).
Politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum
yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-
hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan, yang
kesemuanya itu untuk mencapai tujuan negara.
60
Hubungan Politik Hukum dengan PUU
Peraturan Perundang-Undangan merupakan bagian dari
Hukum yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang, hal itu tidak muncul secara tiba-tiba, akan tetapi
dibuat dengan tujuan dan beberapa alasan tertentu,
mengingat harus ada konsistensi dan korelasi antara apa yang
ditetapkan sebagai politik hukum dengan yang inrgin dicapai
sebagai tujuan negara.
Politik hukum dibedakan dalam DUA dimensi :
PERTAMA adalah politik hukum yang menjadi alasan dasar
dari diadakannya suatu PUU;
KEDUA tujuan atau alasan yang muncul dibalik
pemberlakuan suatu PUU, yang kemudian disebut sebagai
Kebijakan Pemberlakuan. Karena melalui kebijakan ini
dapat dilakukan pengidentifikasian beragam kebijakan
pemberlakuan Undang-Undang di Indonesia.
61
Dalam setiap proses pembentukan PUU didalamnya terjadi
politik hukum yang hendak dilakukan terhadap hukum
tidak boleh bertentangan dengan cita hukum yang telah
disepakati bersama.
Cita hukum haruslah dipahami sebagai dasar pengikat
dalam pembentukan PUU.