Anda di halaman 1dari 185

PLENO MODUL 3

KELOMPOK 20 D
1. Indah Indriani
2. Fanny Dwi Putri
3. Halimah Tusadiyah
4. Citra Husna Pratiwi
5. Siti Umi Kustiah
6. Khairunnisa salsabila
7. Ikrimah Sukmanius
8. Fauzan Nashrullah
9. Ridho Hariaydi Afnim
SKENARIO
TERMINOLOGI
1. Racoon eyes : Ekimosis bilateral di daerah periorbital yang timbul tidak akibat
trauma jaringan lunak muka, marupakan indikator dari fraktur basis
cranii, yang terjadi ketika fraktur mengenai meningen dan
mengakibatkan sinus-sinus vena berdarah ke vili arakhnoid.

2. Otorhea : Keluarnya cairan dari telinga, berupa seromukosa atau purulen, atau
rembesan dari LCS.

3. Rhinorhea : Suatu kondisi dimana rongga hidung dipenuhi dengan sejumlah besar
cairan lendir.

4. Adverse effect : Efek samping.


IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana mekanisme kecelakaan yang terjadi pada pasien, sehingga
menimbulkan gejala2 tersebut ?
2. Kenapa pasien tidak sadar dan keluar cairan berwarna merah dari telinga dan
hidung?
3. Bagaimana interprestasi pemerikasaan pasien ?
4. Kenapa dokter melakukan stabilisasi leher, memasang infus RL, dan memasang
kateter urin?
5. Kenapa pasien mengalami hematuria di perjalanan?
6. Kenapa terjadi trauma saat pemasangan kateter? Dan apa adverse effect nya?
BRAINSTORMING
1. Bagaimana mekanisme kecelakaan yg terjadi pada pasien yang menyebabkan
hal tersebut?

- Pasien mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm dan menabrak


pembatas jalan, hal tersebut dapat menimbulkan trauma pada kepala dan bagian
tubuh lainnya, trauma pada kepala ada yang secara langsung dan tidak langsung.
- Trauma pada kepala dapat menyebabkan Fraktur basis cranii mengalami
perdarahan pada meningen dan menyebabkan Racoon eyes, gejala lain yang
dapat ditimbulkan adalah Rhinorhea dan Otorhea.
2. Kenapa pasien tidak sadar dan keluar cairan berwarna merah dari telinga dan
hidung?

- Kesadaran menurun sebagai akibat dari berbagai macam gangguan atau penyakit
yang masing-masing pada akhirnya mengacaukan fungsi Reticular Activating
System sacara langsung maupun tidak langsung
- Disfungsi otak difus :
1. Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas neuronal
2. Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik atau oleh
pelepasan general electric diduga bersifat subseluler atau molekuler
3. Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada kerusakan
thalamus yang berat yang mengakibatkan terputusnya impuls
talamokortikal atau destruksi neuron-neuron korteks bisa karena trauma
dan stroke .
- Efek langsung pada batang otak :
1. Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang merusak atau
menghambat Reticular Activating System
2. Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain,
dimana neuron-neuron ARAS terlibat langsung
3. Lebih jarang terjadi
4. Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak akibat
oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dan
traumatic injury.
- Efek Kompresi pada batang otak :
1. Kausa kompresi primer atau sekunder
2. Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah
3. masa tumor, abses, infark dengan edema masif atau perdarahan
intraserebral, subdural maupun epidural
4. Lesi serebral sebagai penyebab sekunder dapat menekan area reticular
batang otak atas
5. Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang terkait
lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon
- Keluarnya darah pada hidung dan telinga terjadi akibat Fraktur pada Basis Cranii.
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan pasien

airways : Patent -> tidak ada hambatan jalan nafas


Nafas 28x/menit -> Cepat
Nadi 120x/menit -> Takikardi
TD 90/70 mmHg -> Hipotensi
GCS 13 -> GCS 9-13 -> Cedera kepala sedang
Racoon eyes -> indikator adannya Fraktur Basis Cranii
Ortorhea dan Rhinorhea -> adanya cairan merah keluar dari telinga dan hidung
4. Mengapa dokter melakukan stabilisasi leher, memasang infus RL dan
memasang kateter urin?

Stabilisasi leher untuk mencegah terjadinya perburukan trauma, seperti fraktur


servikal, dan untuk mencegah terjadinya hambatan jalan napas
Infus RL -> tujuan akhirnya menormalkan kembali oksigenasi jaringan, karena
penyebabnya adalah kehilangan darah, maka resusitasi cairan merupakan
prioritas, pada saat pemasangan infus ambil sampel darah secukupnya untuk
pemeriksaan dan uji silang golongan darah.
5. Mengapa pasien mengalami Hematuria diperjalan ?

Hematuria -> Urin + darah ( bercampur)


perdarahan per uretra -> Urin, darah
Darah pad awal BAK -> Pada Uretra
Darah pada pertengahan BAK -> pada Vesika urinaria, pada ginjal
Darah pada akhir BAK -> Leher Vesika Urinaria
Ada kemungkinan perdarahan karena pemasangan dan pelepasan kateter, selain
timbul perdarahan, setelah kateter dilepas biasanya juga timbul rasa nyeri saat
BAK
Jika penyebabnya karena pemasangan kateter, biasanya nyeri dan perdarahan
akan membaik dalam waktu beberapa hari hingga 2 minggu.
6. Kenapa terjadi trauma saat pemasangan kateter ? Dan apa adverse effect nya?

Pemasangan kateter sementara dilakukan untuk mengeluarkan urin dari kandung


kemih pasien
Efek samping dari pemasangan kateter adalah perdarahan, pembengkakan pada
uretra.
LERANING OBJECTIVE

Kegawatdaruran bedah
Tauma Kepala
Kegawatdaruratan THT
Kegawatdaruratan Mata
Kegawatdaruratan Obgyn
SKEMA
KEGAWATDARURATAN BEDAH
DEFINISI LUKA BAKAR
Suatu trauma panas yang disebabkan oleh air / uap panas,
arus listrik, bahan kimia, radiasi dan petir yang mengenai
kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam kerusakan/
kehilangan kulit
ANGKA MORBIDITAS DAN MORTALITAS MASIH TINGGI

DI AMERIKA : 2 3 JUTA/TAHUN
ANGKA KEMATIAN : 5 6 RIBU / TAHUN

RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO (1998)


PENDERITA YANG DIRAWAT : 107
ANGKA KEMATIAN : 37,78%

RSU DR. SOETOMO (JANUARI DESEMBER 2000)


PENDERITA YANG DIRAWAT : 106
ANGKA KEMATIAN : 26,41%

MERUPAKAN TANTANGAN BAGI KITA

A B A (AMERICAN BURN ASSOCIATION) MENGADAKAN CONTINUING


EDUCATION A B L S

A L B I (ASOSIASI LUKA BAKAR INDONESIA) ???


PENYEBAB LUKA BAKAR
1. API

2. AIR PANAS

3. BAHAN KIMIA

4. LISTRIK, PETIR, RADIASI

5. SENGATAN SINAR MATAHARI

6. LEDAKAN TUNGKU PANAS, UDARA PANAS

7. LEDAKAN BOM
DERAJAT KEDALAMAN LUKA BAKAR

1. LUKA BAKAR DERAJAT I


- EPIDERMIS

2. LUKA BAKAR DERAJAT II


- DERAJAT IIA (SUPERFICIAL)
- DERAJAT IIB (DEEP)

3. LUKA BAKAR DERAJAT III


- SAMPAI OTOT / TULANG
DERAJAT KLINIS RASA
KEDALAMAN NYERI
DERAJAT I HYPEREMIS HYPER
ESTESIA

DERAJAT II A BULLA, MERAH HYPER


ESTESIA

DERAJAT II B BULLA, PUCAT HYPO


ESTESIA

DERAJAT III HITAM, KERING AN ESTESIA


LUAS LUKA BAKAR
WALLACE
RULE OF NINE
Kepala leher 9% --------> 9%
Lengan 9% --------> 18%
Badan depan ---------------------> 18%
Badan belakang ------------------> 18%
Tungkai 18% -------> 36%
Genetalia/ perineum -------------> 1%
Jumlah -----------------------------------> 100%
DEWASA
ANAK ANAK
10 14 18

9 9 9 9 9 9

18 18 18 18 18 18

18 18 16 16 14 14

15 tahun 5 tahun 0 1 tahun


KRITERIA BERAT RINGANNYA
(AMERICAN BURN ASSOCIATION)

1. LUKA BAKAR RINGAN


- LUKA BAKAR DERAJAT II < 15%
- LUKA BAKAR DERAJAT II < 10% PADA ANAK-ANAK
- LUKA BAKAR DERAJAT III < 1%

2. LUKA BAKAR SEDANG


- LUKA BAKAR DERAJAT II 15-25% PADA ORANG DEWASA
- LUKA BAKAR DERAJAT II 10-20% PADA ANAK-ANAK
- LUKA BAKAR DERAJAT III < 10%
3. LUKA BAKAR BERAT

- LB. DERAJAT II 25% ATAU LEBIH PADA ORANG DEWASA

- LB. DERAJAT II 20% ATAU LEBIH PADA ANAK-ANAK


- LB. DERAJAT III 10% ATAU LEBIH
- LB. MENGENAI TANGAN, WAJAH, TELINGA, MATA, KAKI
DAN GENETALIA/PERINEUM.
- LB. DENGAN CEDERA INHALASI, LISTRIK, DISERTAI
TRAUMA LAIN
FASE LUKA BAKAR
1. FASE AKUT / FASE SYOK / FASE AWAL
- KEJADIAN / IRD
- PROBLEM PERNAFASAN DAN CAIRAN
- LUKA

2. FASE SUBAKUT
- DALAM PERAWATAN
- PROBLEM LUKA, INFEKSI, SEPSIS

3. FASE LANJUT
- SETELAH BEROBAT JALAN
- PROBLEM PARUT, KONTRAKTUR
PENATALAKSANAAN
PENDERITA LUKA BAKAR
FASE AKUT

I. PRIMARY SURVEY :
PEMERIKSAAN SEPERTI PADA TRAUMA YANG LAIN.

A. AIRWAY DAN CERVICAL SPINE PROTEKSI


B. BREATHING DAN VENTILASI
C. CIRCULASI DAN KONTROL PERDARAHAN
D. DISABILITY PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
E. EXPOSURE
II. SECONDARY SURVEY :

A. HISTORY / ANAMNESA
B. PEMERIKSAAN FISIK / LENGKAP
MULAI KEPALA - KAKI
PRINSIP PENANGANAN
1. HENTIKAN PROSES YANG MENYEBABKAN LUKA BAKAR
2. UNIVERSAL PRECAUTION, HIV, HEPATITIS
3. FLUID RESUSCITATION : 2-4 CC RL X BB X LUAS LB.
4. VITAL SIGN
5. PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE
6. PEMASANGAN URINE KATETER
7. ASSESSMENT PERFUSI EKSTRIMITAS

8. CONTINUED VENTILATORY ASSESSMENT

9. PAINT MANAGEMENT

10. PSYCHOSOCIAL ASSESSMENT

11. PEMBERIAN TETANUS TOKSOID

12. TIMBANG BERAT BADAN

13. PENCUCIAN LUKA DI KAMAR OPERASI (BIUS TOTAL)

14. ESCHAROTOMY DAN FASCIOTOMY


PENANGANAN RESUSITASI CAIRAN
(FLUID RESUSCITATION)
FORMULA EVANS

FORMULA BROOKE

FORMULA PARKLAND

MODIFIKASI BROOKE

FORMULA MONAFO
Formulas Used to Calculate fluid Needs in Burn Shock
NAME AND YEAR SOLUTIONS, AMOUNTS,
OF 1st 24 HOURS AND RATES
INTRODUCTION 2nd 24 HOURS

(100 ml Plasma) (measured hematocrit-45)


Harkins/ Also add 25% of this calculated dose for each
gram the serum protein is less than 6.0 gm/100 ml
plasma ----------------------------------------------------
1941 1/3 given over first 2 hrs
1/3 given over next 4 hrs
1/3 given over next 6 hrs
Recalculate at 12 hrs

75 ml Isotonic electrolyte/% BBSA previously calculated isotonic


Cope/Moore + electrolyte/plasma micture
+
1947 75 ml Plasma/% BBSA
D5W, 2000 ml
+
2000 ml D5W
----------------------------------------------------
given over 1st 8 hrs
given over remaining 16 hrs

1 ml 0.9% NaCl/% BBSA/kg


Evans +
1952 1 ml plasma/% BBSA/kg
+
2000 ml D5W
------------------------------------------------------
If greater than 50% BBSA, treat as 50%
NAME AND YEAR SOLUTIONS, AMOUNTS,
OF 1st 24 HOURS AND RATES
INTRODUCTION 2nd 24 HOURS
1.5 ml Lactated Ringers/% BBSA/kg of previously calculated
Brooke (old) + electrolyte and plasma mixture
+
1953 0.5 Plasma/% BBSA/kg
D5W, 2000 ml
+
2000 ml D5W
---------------------------------------------------------
given in first 8 hrs
given over next 16 hrs
---------------------------------------------------------
If greater than 50% BBSA, treat as if 50%
Lactated Ringers titrated to avoid shock
Moyer
1965
Dexran 70, 6% in 0.9 NaCl 120
Sorenson ml/% BBSA
Given over 48 hours with D5W, 50
1968 cc/kg/hrs

Baxter/
Lactated Ringers, 4 ml/% BBSA/kg Dextran 40, 500-1000 ml
Parkland given over first 8 hrs Begin at 1st 18 hrs
given over remaining 16 hrs
1968
NAME AND YEAR SOLUTIONS, AMOUNTS,
OF AND RATES
1st 24 HOURS
INTRODUCTION 2nd 24 HOURS

1970 : HLS 1984 : HLS Haldanes solution (1.33


Monafo/ 300 mEqNa+/L 250 mEqNa+/L NS)
hypertonic 200 mEq DL 100 mEq DL p.o. Up to 3500 ml
Lactated saline Lactate/L maximum
100 mEq Cl-/L 150 mEq/Cl-/L
1970 Given p.o./I.V, titrated to avoid shock Free water p.o.

1984

2 ml Lactated Ringers/% BBSA/kg Colloid 0.5 ml/% BBSA/kg


Brooke given over first 8 hrs +
(modified) given over next 16 hrs D5W maintenance

1970

(7.5 ml) (kg)=plasma maximum dose for 36 hrs


Odstock 1/3 given in first 8 hrs
1981 1/3 given in next 12 hrs
1/3 given in next 16 hrs
P.O intake as thirst demands
FORMULA BAXTER
RSU DR. SOETOMO
HARI PERTAMA :
DEWASA :RL 4 CC X BB X % LUAS LB / 24 JAM
ANAK : RL : DEXTRAN = 17 : 3
2 CC X BB X % LUAS LB + KEBUTUHAN FAALI

KEBUTUHAN FAALI :
< 1 TAHUN : BB X 100 CC
1-3 TAHUN : BB X 75 CC
3-5 TAHUN : BB X 50 CC

JUMLAH CAIRAN DIBERIKAN DALAM 8 JAM PERTAMA


DIBERIKAN 16 JAM BERIKUTNYA
DEWASA : DEXTRAN 40, 500-1000 CC MULAI JAM KE 18
HARI KEDUA :

DEWASA : DIBERI SESUAI KEBUTUHAN


ALBUMIN (KP)

ANAK : DIBERI SESUAI KEBUTUHAN FAALI


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
LUKA BAKAR DAPAT MENYEBABKAN GANGGUAN FUNGSI ORGAN.

LABORATORIUM DASAR (BASELINE LABORATORY TEST)


1. HEMATOCRIT
2. DARAH LENGKAP (Hb)
3. ALBUMIN
4. RFT DAN LFT
5. ELEKTROLIT, Na, K, Cl, HCO3
6. BLOOD UREA NITROGEN
7. URINALYSIS
8. FOTO THORAK
9. ARTERIAL BLOOD GASES (TRAUMA INHALASI)
10. CARBOXY HEMOGLOBIN
11. ECG (TRAUMA LISTRIK)
PERAWATAN LUKA
SECARA TERTUTUP
LUKA DICUCI, DEBRIDEMENT DAN DIDESINFEKSI DENGAN SAVLON 1 :
30
TUTUP TULLE
TOPIKAL SILVER SULFADIAZINE (SSD)
TUTUP KASA STERIL TEBAL/ELASTIC VERBAN
LUKA DIBUKA HARI KE 5 KECUALI ADA TANDA INFEKSI
DILAKUKAN DENGAN PEMBIUSAN TOTAL DI KAMAR OPERASI
MONITORING RESUSCITATION/
RESUSITASI CAIRAN

1. URINE PRODUKSI SETIAP JAM.

DEWASA: 0,5 CC/KG/JAM (30-50 CC/JAM)

ANAK : 1 CC/KG/JAM

2. OLIGO-URIA

BERHUBUNGAN DENGAN SYSTEMIK VASKULAR RESISTANCE DAN REDUKSI CARDIAC OUTPUT)

3. HAEMOCHROMOGENURIA (RED PIGMENTED URINE)

4. BLOOD PRESSURE

5. HEART RATE

6. HEMATOCTRIT DAN HAEMOGLOBIN


TRAUMA INHALASI
PENANGANAN PERNAFASAN :
TRAUMA INHALASI
TRAUMA PANAS LANGSUNG
KERACUNAN ASAP GAS TOKSIK
EFEK KARBON MONOKSIDA (CO)

KLINIS : 1. TERJEBAK RUANG TERTUTUP


2. SPUTUM TERCAMPUR ARANG
3. LUKA BAKAR PERIORAL
4. PENURUNAN KESADARAN
5. TERDAPAT DISTRESS NAFAS
6. TACHIPNEA
7. SESAK NAFAS
PERNAFASAN

UDARA PANAS IRITASI UDEMA OBSTRUKSI


GAGAL NAFAS

EFEK TOKSIK DARI ASAP :


HCN, NO2, HCl, BENSIN IRITASI BRONKOKONSTRIKSI
GAGAL NAFAS

CO HIPOKSIA
TIPE TRAUMA INHALASI
(ABLS)
1. KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

2. TRAUMA INHALASI DIATAS GLOTTIS

3. TRAUMA INHALASI DIBAWAH GLOTTIS


PENATALAKSANAAN
TANPA DISTRES PERNAFASAN :
1. INTUBASI (PEMASANGAN PIPA ENDOTRAKEA) TANPA
MENGGUNAKAN PELUMPUH OTOT DAN TANPA VENTILATOR
2. PEMBERIAN OKSIGEN 2-4 LITER/MENIT MELALUI PIPA ENDOTRAKEA
3. PENGHISAPAN SEKRET SECARA BERKALA
4. HUMIDIFIKASI DENGAN PEMBERIAN NEBULIZER MENGGUNAKAN
SUNGKUP SETIAP 6 JAM.
5. PEMBERIAN BRONKODILATOR (VENTOLIN INHALASI) DILAKUKAN
BILA JELAS DIJUMPAI GEJALA DAN TANDA DISTRES PERNAFASAN
6. PEMANTAUAN GEJALA / TANDA DISTRES PERNAFASAN :

A. GEJALA SUBYEKTIF : GELISAH, SESAK NAFAS

B. GEJALA OBYEKTIF : PENINGKATAN FREKUENSI PERNAFASAN


( > 30 KALI/MENIT), SIANOTIK, STRIDOR,
AKTIVITAS OTOT PERNAFASAN BERTAMBAH.

C. UNTUK PEMANTAUAN INI, MAKA DILAKUKAN PEMERIKSAAN :

i. ANALISA GAS DARAH

1. PADA PERTAMA KALI PENDERITA DITOLONG (SAAT RESUSITASI)

2. DALAM 8 JAM PERTAMA

3. DALAM 24 JAM PASCA CEDERA

4. SELANJUTNYA SESUAI KEBUTUHAN

ii. FOTO TORAK/PARU 24 JAM PASCA CEDERA.


7. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK (FOTO TORAK/PARU)

8. PENDERITA INI DIRAWAT PADA BED OBSERVASI, DENGAN POSISI


DUDUK ATAU SETENGAH DUDUK.

9. TINDAKAN INI DILAKUKAN SEBELUM TINDAKAN RESUSITASI


CAIRAN.

10. PELAKSANAANNYA DILAKUKAN DIRUANG RESUSITASI INSTALASI


GAWAT DARURAT.
DENGAN DISTRES PERNAFASAN

1. DILAKUKAN TRAKEOSTOMI

2. PEMBERIAN OKSIGEN 2-4 LITER/MENIT MELALUI TRAKEOSTOMI/PIPA


ENDOTRAKEA

3. PEMBERSIHAN SALURAN NAFAS SECARA BERKALA, SERTA BRONCHIAL


WASHING.

4. HUMIDIFIKASI DENGAN NEBULIZER.

5. BRONKODILATOR (VENTOLIN @ INHALASI) SETIAP 6 JAM.


6. PEMANTAUAN GEJALA DAN TANDA DISTRES PERNAFASAN :

A. GEJALA SUBYEKTIF : GELISAH, SESAK NAFAS.

B. GEJALA OBYEKTIF : FREKUENSI PERNAFASAN MENINGKAT (> 30-40


KALI/MENIT).

7. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK (FOTO TORAK/PARU)

8. KASUS INI DIRAWAT PADA BED OBSERVASI DENGAN POSISI DUDUK ATAU
SETENGAH DUDUK.

9. PELAKSANAANNYA DI RUANG RESUSITASI INSTALALASI GAWAT DARURAT


LUKA BAKAR LISTRIK
LUKA BAKAR LISTRIK
KERUSAKAN JARINGAN DISEBABKAN :
1. ALIRAN LISTRIK (ARUS BOLAK BALIK/AC)
MERUPAKAN ENERGI DALAM JUMLAH BESAR. KERUSAKAN DAPAT
EKSTENSIF LOKAL MAUPUN SISTEMIK.

2. LONCATAN ENERGI
DITIMBULKAN OLEH UDARA YANG BERUBAH MENJADI API

3. KERUSAKAN JARINGAN
AKIBAT KERUSAKAN SISTEM PEMBULUH DARAH SEPANJANG YANG
DIALIRI LISTRIK (TROMBOSIS)
PENANGANAN LUKA BAKAR LISTRIK :

A. PRIMARY SURVEY

1. AIRWAY CERVICAL SPINE

2. BREATHING

3. CIRCULATION

4. DISABILITY
PEMERIKSAAN KESADARAN G C S DAN PERIKSA PUPIL
B. SECONDARY SURVEY

1. PEMERIKSAAN DARI KEPALA SAMPAI KAKI.

2. PAKAIAN DAN PERHIASAN DIBUKA.


a. PERIKSA TITIK KONTAK
b. ESTIMASI LUAS LUKA BAKAR/DERAJAT LUKA BAKARNYA
c. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
d. PEMERIKSAAN TRAUMA LAIN, PATAH TULANG/DISLOKASI
e. KALAU PERLU PASANG ENDOTRAKEAL INTUBASI.
C. RESUSITASI
1. BILA DIDAPATKAN LUKA BAKAR, DAPAT DIBERIKAN CAIRAN 2-4
CC/KG/LUAS LB.

2. KALAU DIDAPATKAN HAEMOCHROGENS (MYOGLOBIN), URINE OUT PUT


DIPERTAHANKAN ANTARA 75-100 CC/JAM SAMPAI TAMPAK URINE
MENJADI JERNIH.

3. SODIUM BICARBONAT DAPAT DITAMBAHKAN PADA RINGERS LACTATE


SAMPAI pH > 6.0.

4. MANITOL JARANG
D. CARDIAC MONITORING

1. MONITORING ECG KONTINYU UNTUK DYSRHYTMIA

2. VENTRIKULAR FIBRILASI, ASYSTOLE DAN ARHYTMIA


DITERAPI SESUAI ADVANCED CARDIAC LIVE SUPPORT
LUKA BAKAR KIMIA
LUKA BAKAR KIMIA

DI UNITED STATE TERDAPAT LEBIH 500.000 JENIS


BAHAN KIMIA YANG BEREDAR. SEKITAR 30.000
JENIS YANG BERBAHAYA.

DILAPORKAN 2-6% KEJADIAN LUKA BAKAR


KARENA BAHAN KIMIA.
KLASIFIKASI BAHAN KIMIA :
1. ALKALIS / BASA
HYDROXIDES, CAUSTIC SODAS, POTASSIUM AMMONIUM, LITHIUM, BARIUM,
CALCIUM.
BAHAN-BAHAN PEMBERSIH.
MENYEBABKAN LIQUAFACTION NECROSIS DAN PROTEIN DENATURATION

2. ACIDS / ASAM
HYDROCHLORIC ACID, OXALIC ACID, SULFURIC ACID
PEMBERSIH KAMAR MANDI, KOLAM RENANG.
MENYEBABKAN KERUSAKAN COAGULATION NECROSIS

3. ORGANIC COMPOUNDS
PHENOL, CREOSOTE, PETROLEUM.
SEBAGAI DESINFECTANS KIMIA.
MENYEBABKAN KERUSAKAN CUTANEUS, EFEK TOKSIS TERHADAP GINJAL DAN LIVER
BERAT/RINGANNYA TRAUMA TERGANTUNG :

1. BAHAN / AGENT

2. KONSENTRASI

3. VOLUME

4. LAMA KONTAK

5. MEKANISME TRAUMA
PENATALAKSANAAN :

1. BEBASKAN PAKAIAN YANG TERKENA.

2. IRIGASI DENGAN AIR YANG KONTINYU

3. HILANGKAN RASA NYERI

4. PERHATIKAN AIRWAY, BREATHING DAN CIRCULATION

5. IDENTIFIKASI BAHAN PENYEBAB

6. PERHATIKAN BILA MENGENAI MATA

7. PENANGANAN SELANJUTNYA SAMA SEPERTI PENANGANAN LUKA


BAKAR.
LUKA BAKAR DAN
KEHAMILAN
LUKA BAKAR DAN KEHAMILAN

HATI-HATI TERHADAP KOMPLIKASI.

KOMPLIKASI PADA IBU DAN JANIN.

PADA LUKA BAKAR 60% ATAU LEBIH MENIMBULKAN


SPONTAN TERMINASI DARI KEHAMILAN.
PENATALAKSANAAN
1. SEGERA DILAKUKAN STABILISASI AIRWAY. KALAU PERLU DILAKUKAN
ENDOTRACHEAL INTUBASI. HIPOKSIA DAPAT TERJADI PADA IBU DAN
JANIN.

2. RESPIRATORY DISTRESS DAN HYPOKSIA DAPAT MENIMBULKAN RESISTAN


VASKULER PADA UTERUS, MENGURANGI UTERUS BLOOD FLOW DAN
OKSIGEN KE JANIN MENURUN.

3. MONITORING JANIN

4. KONSULTASI DENGAN SPESIALIS KANDUNGAN.


KOMPLIKASI

1. TERMINASI KEHAMILAN AKIBAT HYPOTENSI,


HYPOKSIA SERTA ADANYA GANGGUAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT

2. PERSALINAN PREMATUR

3. KEMATIAN JANIN INTRA UTERINE


CLINITRON BED
Kegawatdaruratan
Cedera Kranioserebral
Definisi Cedera Kranioserebral

Trauma terhadap sel otak secara struktural maupun fungsional dan


akibatnya baik pada masa akut maupun sesudahnya, oleh karena itu
manajemen segera dan intervensi lanjut harus sudah dilaksanakan
sejak saat awal kejadian guna mencegah/meminimalkan kematian
maupun kecacatan pasien.
KLASIFIKASI
Berdasarkan patologi :
1. Komosio serebri : tidak ada jaringan otak yang rusak tp hanya
kehilangan fungsi otak sesaat (pingsan < 10 mnt) atau amnesia
pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri : kerusakan jar. Otak + pingsan > 10 mnt atau
terdapat lesi neurologik yg jelas.
3. Laserasi serebri : kerusakan otak yg luas + robekan duramater
+ fraktur tl. Tengkorak terbuka.
Klasifikasi Cedera Kepala (CK) berdasarkan
Skala Koma Glasgow
Klasifikasi berdasarkan lama amnesia
pascacidera (APC)
Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH)
Etiologi : robeknya arteri Gejala Klinis:
meningea media lucid interval
Perdarahan terletak di antara nyeri kepala bisa disertai muntah
tulang tengkorak dan duramater. proyektil
gambaran CT scan kepala, pupil anisokor dengan midriasis
didapatkan lesi hiperdens di sisi lesi akibat herniasi unkal
(gambaran darah intrakranial)
umumnya di daerah temporal Hemiparesis
berbentuk cembung. refleks patologis Babinski positif
kontralateral lesi yang terjadi
terlambat
Hematoma Subdural (SDH)
Etiologi : akibat robeknya vena- Gejala klinis :
vena jembatan, sinus venosus nyeri kepala yang makin berat
dura mater atau robeknya
araknoidea muntah proyektil
Perdarahan terletak di antara Jika SDH makin besar, bisa
duramater dan araknoidea menekan jaringan otak,
mengganggu ARAS, dan terjadi
Gambaran CT scan kepala yaitu penurunan kesadaran.
lesi hiperdens berbentuk bulan
sabit
Edema Serebri Traumatik
Mengganggu pusat persarafan Etiologi : benturan yang dapat
dan peredaran darah di batang menimbulkan kelainan langsung
otak dengan akibat tonus pada dinding pembuluh darah
dinding pembuluh darah sehingga menjadi lebih
menurun, sehingga cairan lebih permeabel. Hasil akhirnya akan
mudah menembus dindingnya. terjadi edema.
Hematoma Subaraknoid (SAH)
Lebih kurang 40% kasus cedera Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat
disertai vasospasme -> gangguan aliran
kranioserebral darah di dalam jaringan otak.
Terjadi di daerah permukaan Keadaan ini tampak pada pasien yang
oksipital dan parietal sehingga tidak membaik setelah beberapa hari
sering tidak dijumpai tanda- perawatan.
tanda rangsang meningeal. Penguncupan pembuluh darah mulai
terjadi pada hari ke-3 dan dapat
Penguncupan arteri-arteri di berlangsung sampai 10 harii atau lebih.
dalam rongga subaraknoidea.
Fraktur Basis Kranii
Etiologi : fraktur linear fosa di daerah Fraktur anterior fosa melibatkan
basal tengkorak; bisa di anterior, tulang frontal, etmoid dan sinus
frontal
medial, atau posterior.
Gejala Klinis:
Garis fraktur bisa terlihat pada CT scan cairan likour yang keluar dari
berresolusi tinggi dan potongan yang hidung (rinorea)
tipis. Umumnya adalah gambaran telinga (otorea)
pneumoensefal. hematoma kacamata (raccoon
Risiko infeksi intrakranial tinggi eyes)
apabila duramater robek. Battle sign (hematoma
retroaurikular)
Anosmia atau gangguan nervi
kraniales VII dan VIII.
Tatalaksana Cedera Otak di Triage IRD
Triage atau penapisan, bertugas memeriksa tanda vital dan memberi
label sesuai kegawatan. Semua pasien cedera otak segera
dikonsultasikankan pada dokter jaga bedah saraf
Langkah-langkah Tatalaksana Cedera Otak di
Ruang Gawat Darurat
1. General precaution
2. Primary survey (ABCDE)
3. Survey sekunder (pemeriksaan status general terdiri dari anamnesa
dan pemeriksaan fisik seluruh organ)
4. Pemeriksaan neurologis
5. Menentukan diagnosis klinis dan pemeriksaan tambahan
6. Menentukan diagnosis pasti
7. Menentukan tatalaksana
Indikasi Pemeriksaan Foto Polos Kepala
1. Kehilangan kesadaran, amnesia 8. Kesulitan dalam penilaian klinis :
2. Nyeri kepala menetap mabuk, intoksikasi obat, epilepsi,
anak
3. Gejala neurologis fokal
9. Pasien dengan GCS 15, tanpa
4. Jejas pada kulit kepala keluhan dan gejala tetapi
5. Kecurigaan luka tembus mempunyai resiko :
6. Keluar cairan cerebrospinal atau benturan langsung atau jatuh pada
darah dari hidung atau telinga permukaan yang keras, pasienusia
7. Deformitas tulang kepala, yang > 50tahun.
terlihat atau teraba
KEGAWATDAURATAN THT
Benda Asing di THT
A (anamnesis + Pemeriksaan Fisik)
Umur
Lokasi nyeri
Sesak nafas
Stridor
Disfagia

Benda Asing B (tindakan segera)


keluarkan

Pem. Penunjang (atas indikasi)


Foto esofagus
Foto toraks
Foto jaringan lunak leher
BENDA ASING DI LARING
Benda asing pada laring berupa : duri ikan, gigi palsu, kue, buah, biji-
bijian
Benda asing dapat menyumbat saluran nafas
Gejala pertama sumbatan di laring ditemukan rasa tercekik, tersedak
dan suara serak
Bila terjadi Sumbatan Total Laring :
- Serangan batuk tiba-tiba setelah aspirasi
- Gelisah sambil pegang leher (V-Sign)
- Afoni
- Dispnea Apnea Sianosis
Bila sumbatan total > 5 menit (dewasa) dan > 8 menit anak
kerusakan jaringan otak dan henti jantung
Penatalaksanaan
bila benda asing bulat dan hampir menyumbat laring Heimlich Maneuver
Cara :
- Penolong berdiri dibelakang (memeluk)
- Tangan kanan dikepal, dengan bantuan
tangan kiri kedua tangan diletakkan
diperut bagian atas
- Lakukan penekanan rongga perut ke arah
dalam
dan keatas dengan hentakan beberapa kali
Perasat HEIMLICH
Benda asing di trakea
Gejala :
Batuk
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Audible Snap
Palpatory Thud
Tindakan : bronkoskopi + ekstraksi
Bronkoskopi kaku < 5 thn
Bronkoskopi serat optik > 5 thn
dewasa
Benda asing di bronkus
Gejala :
Batuk
Sesak nafas
Tindakan :
Bronkoskopi
Trakeostomi jika edema laring
Torakotomi benda tajam yang telah menusuk dinding bronkus
Benda Asing di Esofagus
Gejala :
Disfagia
Nyeri di dada/epigastrium tergantung lokasi
Regurgitasi (dimuntahkan kembali)
Tindakan :
Foto polos esofagus benda radio-opak
Esofagogram benda radiolusen
Esofagoskopi
Pembedahan jika tidak berhasil dengan esofagoskopi
dan benda tajam yang telah masuk ke lambung
Benda Asing di Tonsil
Gejala :
Rasa tusukan di tenggorok

Tindakan :
Ekstraksi dengan spatel lidah dan cunam
Benda Asing di Hidung
Gejala :
Hidung tersumbat
Sekret hidung unilateral dan berbau

Tindakan :
Ekstraksi dengan spekulum hidung dan pengait
Pengait Corpus Hidung
Pengait Corpus Hidung
Benda Asing di Liang Telinga
Gejala :
Sumbatan liang telinga
Rasa nyeri di telinga jika serangga
Tindakan :
Ekstraksi dengan pengait atau pinset
Jika serangga diteteskan dahulu dengan alkohol atau klor etil
EPISTAKSIS
Penyebab Epistaksis
Trauma : terpukul, korek hidung, post operasi hidung, sinus paranasal dan
nasofaring
Tumor hidung, sinus paranasal, dan nasofaring
Infeksi (sinusitis, DHF)
Deviasi septum
Osler disease
Hipertensi
Kelainan darah
Perubahan tekanan mendadak
Gangguan endokrin
A (Anamnesis dan pem.
Fisik) :
-Umur
-Keadaan umum
-Tensi dan nadi
-Trauma C (perdarahan anterior) :
-Tumor -Tampon anterior
-Deviasi septum -Kaustik
-Infeksi
-Kelainan kongenital
-Hipertensi
-Kelainan darah
-Perubahan tekanan
-Gangguan endokrin
B (Tindakan segera) :
-Perbaiki Keadaan umum
-Infus dan transfusi
EPISTAKSIS
-cari sumber perdarahan
-hentikan perdarahan
Pemeriksaan Penunjang :
-Darah Lengkap
-Funsi homeostasis D (perdarahan posterior) :
-EKG, uji faal hepar, faal -Tampon Bellocq
ginjal, foto tulang hidung
dan sinus paranasal, CT
scan (atas indikasi)
Tampon Belloque dan Kateter
Trauma hidung
A (Anamnesis dan pem.
Fisik) :
-Pasca trauma
C (Trauma Tertutup) :
-Deformitas - C1 : tidak ada
-Epistaksis edemareposisi
-Tensi normal/turun segera
- C2 : edema
reposisi setelah
edema hilang

B (Tindakan segera) :
-Bebaskan jalan nafas
Trauma hidung -hentikan perdarahan
Infus bila perlu

D (Trauma terbuka) :
Pemeriksaan Penunjang : - Eksplorasi dan reposisi
-foto rontgen tulang
hidung
-CT scan bila perlu
Penyebab :
Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lain, di rumah tangga, pekerjaan dan olahraga
Perkelahian/tindak kekerasan
Pemeriksaan fisik :
Gangguan jalan nafas
Perdarahan dari hidung/mulut
Tensi
Pemeriksaan hidung dan sekitarnya :
Edema serta hematoma hidung
Deformitas hidung
Kripitasi tulang hidung
Luka terbuka, bagian hidung lepas
Perdarahan dari hidung dan mulut
Penatalaksanaan trauma hidung :
Tindakan penyelamatan
Bebaskan jalan nafas
Perhatikan tanda vital
Hentikan perdarahan
Tindakan mengembalikan fungsi hidung dan mencegah komplikasi :
Reposisi pada deformitas tulang
KOMPLIKASI
Neurologik
Robeknya durameter
Meningitis
CSF keluar
Pneumosefalus
Laserasi otak
Avulsi dari nervus olvaktorius
Hematoma epidural atau subdural
Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
Mata
Telekantus traumatik
Hematoma pada mata
Kerusakan nervus optikus KEBUTAAN
Epifora
Ptosis
Kerusakan bola mata
Hidung
Perubahan bentuk hidung
Obstruksi rongga hidung
Gangguan penciuman
Epistaksis posterior
Kerusakan duktus nasofrontalis sinusitis frontalis atau mukokel
Abses leher dalam
Gejala :
Panas didahului ISPA
Nyeri menelan
Sulit menelan
Trismus rangsangan m. pterigoid
Benjolan
Sesak nafas bila abses meluas
Sakit gigi dapat menjadi sumber infeksi
Pemeriksaan penunjang :
Foto toraks melihat adanya komplikasi (mediastinitis, abses paru)
Foto jaringan lunak leher
Tindakan segera :
Perbaiki keadaan umum
Evakuasi pus/nanah
antibiotik
Esofagitis korosif
Merupakan luka bakar di esofagus yang disebabkan oleh tertelan zat
korosif
Asam (HCl, H2S04, HNO3, asam cuka)
Alkali (NaOH, KOH)
Zat Organik, seperti lisol dan karbol
Beratnya gejala bergantung kepada
Macam zat korosif
Konsentrasi zat korosi
Jumlah yang tertelan
Lama zat korosif kontak dengan mukosa esofagus
A (Anamnesis dan pem.
Fisik) :
-Tertelan zat korosif
Rawat
-Luka bakar di mulut Esofagoskopi
-Nyeri di dada/epigastrium dilatasi
-syok

B (Tindakan segera) :
-minum air susu
Esofagitis Korosif -infus
-antibiotika
-kortikosteroid

Pemeriksaan Penunjang :
-foto polos esofagus
Tindakan Segera
Sebelum 6 jam minum air mengencerkan zat yang ada di
lambung supaya tidak merusak saluran cerna.
Minum susu bila pasien muntah zat tersebut tidak merusak
esofagus untuk kedua kalinya
Tindakan Segera
Infus menjaga elektrolit darah
Antibiotika injeksi Penisilin 1 juta unit
Kortikosteroid
Tindakan Selanjutnya
Esofagoskopi untuk dilatasi dilakukan pada minggu kedua dengan
catatan tidak terdapat ulkus lagi
KEGAWATDARURATAN MATA
GLAUKOMA AKUT
Kelokmpok 1B:
o Alisya Putri Hannani
o Desi Kartika Sari
o Nurhatika
o R. Bobby Wibisono.S.
o Septian Hady Putra
o Sella Annisa
o Ummi Mukaromah
o Welly Elvandari
o Yolanda Yuriati
o Yogi Ersandi
DEFINISI

Glaukoma adalah kumpulan penyakit mata ditandai


oleh kerusakan saraf optik karena tekanan intraokuler
yang terlalu tinggi. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan di dalam mata yang
dapat menjadi kerusakan optik secara progresif bila tak
diobati
KLASIFIKASI GLAUKOMA

Glaukoma
Sudut terbuka
POAG
Kronis
Primer
Sudut tertutup
PCAG
Sekunder Akut

Kongenital POAG : Primer Open Angle Glaucoma


PCOG : Primer Closure Angle Glaucoma
PERBEDAAN POAG
DAN PCAG
SUDUT TERBUKA SUDUT TERTUTUP
Frekuensi kejadian Sering, 90% dari kasus Jarang

Onset Perlahan Cepat , bertahap pada kronis


Penyebab Umumnya genetik, resiko >40 Aposisi iris tanpa proses patologis.
tahun Misalnya: berdiam lama ditempat kurang
terang atau gelap. Obat pelebar pupil
(simpatomimetik, antikolinergik)
Tanda dan Gejala Tanpa gejala, mata lelah, Akut : nyeri hebat pada mata, sakit kepala,
fluktuasi tajam penglihatan. muntah, mata merah, berair, penglihatan
Lanjut : penyempitan lapang kabur.
pandang, buta. Kronik: hampir sama dengan akut, tetapi rasa
sakit, muntah dan penglihatan kabur hilang
dengan sendirinya dan terjadi berulang kali.
Pemeriksaaan Visus baik kecuali stadium Akut: visus turun hingga 1/300, konjungtiva
lanjut, bilik mata depan dalam, hiperemi, kornea keruh/udem, bilik mata
oftalmoskopik: tampak depan dangkal, pupil lebar/lonjong dengan
penggaungan yang melebar diameter 6-7 mm , oftalmoskopik: papil
(CD ratio >0,5), gonioskopik: mungkin masih normal , tonometrik : TIO
sudut terbuka dan normal bisa capai 60 -80mmHg, gonioskopik: sudut
tonometrik: tekanan >21mmHg tertutup- COA menyempit, lapang pandang
gangguan lapang pandang. menyempit, mungkin normal.

Gambaran Patologi Degeneratif trabekular Oklusi trabekular meshwork


meshwork
ETIOLOGI

Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan


intraocular , di sebabkan :
a) Peningkatan produksi cairan mata atau aqueous
humor oleh badan siliar
b) Terganggunya proses pengeluaran cairan mata
atau aqueous humor di daerah sudut bilik mata
atau celah pupil
FAKTOR RESIKO
Usia > 40 tahun
Jenis kelamin : perempuan lebih beresiko dari pada
laki-laki
Kondisi medis : diabetes melitus , hipertensi
Ras kulit hitam 4x > ras kulit putih
Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Miopia
Trauma mata
Penggunaan steroid yang berkepanjangan
Operasi yang berkomplikasi
PATOFISIOLOGI
Gangguan produksi atau
pengeluaran Aquos humor

mekanik Iskemik

Aquos
humor halo Perfusi Saraf
simpatis

TIO Merangsa
Iskemik Vasokontri
Edema ng N.V
epitel ksi PD GI
Menekan
saraf optik kornea Merusak
Nyeri mata baroresept
GRC
or
Penglihatan
Lap Implus
pandang pusat MO

GLAUKOMA Muntah
STRUKTUR YANG TERLIBAT
Aquous humour
Discus opticus
Papil saraf optic
Sel ganglion retina
Iris dan Corpus ciliaris
Processus optikus
Trabecula meshwork dan canalis schlemm
GEJALA DAN TANDA
Glaukoma sudut terbuka:
Kehilangan penglihatan perifer secara bertahap (umum:
bilateral)
Stadium lanjut Tunnel vision
Glaukoma sudut tertutup:
Sakit atau nyeri pada mata
Mual dan muntah
Gangguan visual mendadak (umum: dalam cahaya
rendah/redup)
Penglihatan kabur
Halo sekitar cahaya
Mata merah
PEMERIKSAAN FISIK
Tonometri TIO meningkat.
Oftalmoskopi discus opticus merah dan bengkak.
Gonioskopi dangkal.
Kampimetri lapangan pandang berkurang karena
peningkatan TIO dapat merusak papil saraf optik.
Visus mata atau uji tajam penglihatan visus
sangat menurun.
Tes provokasi (tes minum air dan tes kamar gelap).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Tonometri Schiotz (Normal TIO : 10-21 mmHg), pada
glaukoma akut dapat mencapai 40 mmHg.
- Opthalmoskop : melihat discus opticus merah dan bengkak,
rasio CDR 0,5 menunjukkan TIO meningkat signifikan.
- Gonioskop : untuk menilai keadaan sudut bilik mata depan :
dangkal.
- Perimetri : lapang pandang akan berkurang karena
peningkatan TIO dapat merusakan papil saraf opticus.
- Slit-lamp biomikroskopi, dapat melihat hiperemis siliar
karena injeksi pembuluh darah konjunctiva, edema kornea,
bilik mata depan dangkal, pupil oval vertikal, tidak ada reaksi
terhadap cahaya.
PENATALAKSANAAN
Iridektomi Kontraindikasi
Indikasi - Ruberosis iridis
- Glaukoma sudut - Anti-koagulan sistemik
tertutup dengan blok
pupil
Komplikasi
- mencegah terjadinya
blok pupil pada mata - kerusakan lokal pada
yang beresiko lensa dan kornea
- Dilakukan pada mata - alasio retina
kontralateral dengan - tekanan intra okuler
potensial glaukoma meningkat
akut - pendarahan
Gonioplasti
A.Indikasi
1.Acute angle-closure glaucoma
a. Angle-closure glaucoma yang tidak responsif terhadap terapi medis
b. Sebagai tindakan sementara untuk membuka sudut sampai laser iridektomi dapat dilakukan.
2.Plateau iris syndrome
3.Nanophthalmos
B.Kontraindikasi
1.Kondisi kornea yang keruh atau edema kornea
2.Bilik mata yang datar
3.Tumor pada ciliary body atau iris
4.Uveitis
Gonioplasti
C.Komplikasi prosedur,prevensi & management
1.Peningkatan tekanan intra okular dan iritis
a.Prevensi
Pemberian parasimpatomimetik untuk meregangkan iris hingga maksimal
b.management
Kortikosteroid topikal
Pengobatan glaukoma topikal
Oral acetazolamide 250-500 mg
2. Luka bakar endotel kornea
a.prevensi
Gunakan low power untuk menghasilkan kontraksi iris
b.management
Dalam hampir semua kasus, luka bakar endotel hilang dalam beberapa hari dan belum terbukti menjadi
komplikasi utama
KEGAWATDARURATAN OBGYN
Perdarahan pada Kehamilan
Abortus
Perdarahan yang terjadi saat usia kehamilan < 22 minggu
Jenis : Iminen, insipen, komplit dan inkomplit
Tatalaksana : tergantung jenis abortus
KET
Kehamilan yang berlangsung di laur kolkalisasi endometrium yang
normal
Tersering di tuba
Trias : amenore, nyeri perut, perdarahan intra abdominal dan
transvaginal
Tatalaksana awal : Resusitasi -> Rujuk -> Laparatomi.
Mola Hidatidosa
Pertumbuhan abnormal dari trofoblastik
Berhubungan dengan defisiensi gizi
Diagnosis : aminore, mual muntah hebat, TFU besar dari seharusnya,
DJJ (-)
TL : pengguguran dan kuretase mola atau histerektomi
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan: PERDARAHAN.
Penyebab perdarahan pada trimester 2 dan
3
1. Plasenta previa
Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari oui.
Klasifikasi:
a. Plasenta previa totalis
b. Plasenta previa parsialis
c. Plasenta previa marginalis
d. Plasenta previa letak rendah
Faktor Risiko
Multiparitas
Kehamilan kembar
Usia kehamilan >35 tahun.
Riwayat insisi uterus & SC.
Manifestasi Klinis
Perdarahan tanpa rasa nyeri mendekati akhir trimester II atau III
Perdarahan berwarna merah segar.
Uterus lembak, tonus normal.
Pengeluaran darah yang diobservasi sebanding dengan tanda tanda
shock.
Hasil USG --- implantasi lasenta abnormal.
tatalaksana
Intervensi medis secara umum ditentukan :
Keadaan umum penderita
Lokasi plasenta
Jumlah perdarahan.
Usia kehamilan
Keadaan janin intrauterin
tatalaksana
Prinsip dasar yang harus segera dilakukan pada semua kasus
perdarahan antepartum adalah menilai kondisi ibu dan janin,
melakukan resusitasi secara tepat apabila diperlukan, apabila terdapat
fetal distress dan bayi sudah cukup matur untuk dilahirkan maka perlu
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
Cara pesalinan ditentukan oleh jarak antara tepi plasenta dan ostium
uteri internum dengan pemeriksaan USG transvaginal pada minggu ke
35 kehamilan. Apabila jaraknya >20 mm persalinan pervaginam
kemungkinan besar berhasil. Apabila jarak antara tepi plasenta dengan
ostium uteri internum 0-20 mm maka besar kemungkinan dilakukan
bedah sesar, namun persalinan pervaginam masih dapat dilakukan
tergantung keadaan klinis pasien.
SOLUSIO PLASENTA
Lepasnya plasenta pada implantasi normal sebelum waktunya
waktunya pada kehamilan di atas 28 minggu.
Faktor penyebab
Trauma langsung pada abdomen.
Hipertensi pada kehamilan
Umbilikus yang pendek atau lilitan tali pusat.
Vena kava inferior yang tertekan.
Preeklamsi dan eklamsi saat melakukan versi luar
Gejala Klinis
Perdarahan yang disertai rasa sakit.
Tergantung jumlah perdarahan retroplasenter Gejala kardio
vaskuler ringan sampai berat. Abdomen dapat menjadi tegang.
Janin asfiksia ringan sampai kematian intrauterin.
klasifikasi
Solusio Plasenta Ringan
tanpa rasa sakit perdarahan kurang
500 cc plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian
Solusio Plasenta Sedang bagian janin
masih teraba perdarahan antara 500
1000 cc terjadi fetal distress
plasenta lepas sekitar 1/3 bagian
Solusio Plasenta Berat
abdomen nyeri palpasi janin kurang
janin telah meningal
Penderita jatuh ke dalam syok. Plasenta
lepas di atas 2/3 bagian
Terjadi gangguan pembekuan darah.
tatalaksana
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian
tunggu persalinanspontan. (2)
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila
janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi
disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
2) Solusio plasenta sedang dan berat (2)
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan
telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus
segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin. Dengan
melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah
kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam
sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi
jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai