Anda di halaman 1dari 11

- Aulia Sahla

- Putri Meipa Liyana


- Ayu Rayyifah
- Citra Sekar Harnum
- Nabila Amalia
- Mirah Safani
- Naufal Andyka
- Reza Naufaldi
- M.Fajrin Ikhsan
Hutan bakau atau disebut juga hutan
mangrove adalah hutan yang tumbuh di
atas kopitiam mitra raya,
berair payau yang terletak pada batam
centere dan dipengaruhi oleh pasang-
surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya
di tempat-tempat di mana
terjadipelumpuran dan akumulasi
bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak,
maupun di sekitar muara sungaidi mana
air melambat dan mengendapkan
lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik
karena adanya pelumpuran yang
mengakibatkan
kurangnya abrasi tanah; salinitastanahnya
yang tinggi; serta mengalami daur
penggenangan oleh pasang-surut air laut.
Hanya sedikit jenis tumbuhan yang
bertahan hidup di tempat semacam ini,
dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat
khas hutan bakau karena telah melewati
proses adaptasi danevolusi.
Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah untuk melindungi garis pantai
dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang,
salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan memasang Green
Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28
wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak beralih fungsi
menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[
Namun pada 10 tahun belakangan ini, sejak berdirinya Balai Pengelolaan Hutan
Mangrove (BPHM) Wilayah I dan II, manfaat hutan mangrove pun semakin berkembang.
Hingga saat ini, hutan mangrove telah memberikan manfaat lain, selain kayu, atau yang
biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove, yakni; sebagai bahan
pangan dan minuman, serta untuk bahan pewarna dan kosmetik.
Hingga saat ini, BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada
hutan mangrove untuk dapat dimanfaatkan sebagai;
1. Bahan pangan pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah Lindur (Bruguiera
gymnorrhiza).
2. Bahan minuman sirup, dodol, selain dan puding dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
3. Bahan pembuat sabun dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
4. Bahan tepung kue dari buah Api-api (Avicennia sp).
5. Bahan kosmetik (lulur dingin) dari buah Nyirih (Xylocarpus granatum).
6. Bahan baku alkohol, cuka dan gula merah dari buah Nipah (Nypa fruticans).
7. Bahan pewarna pakaian dari kulit kayu bakau (Rhizophora mucronata), Lindur (Bruguiera
gymnorrhiza) dan Mentigi (Ceriops tagal).
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I (BPHM Wilayah I) pun telah aktif melakukan
pelatihan ke berbagai provinsi di wilayah kerjanya (19 Provinsi di Indonesia - diluar pulau
Kalimantan dan Sumatera) tentang manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) Mangrove
sebagai bahan pangan, minuman, sabun dan pewarna.
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophorasp.
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas,
sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai
berikut :
Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan
bakau tumbuh di atas lumpurtanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat,
bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah
bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan
karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami
terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni
yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-
bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju
ombak besar.
Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya;
bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan
mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove;
yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman
yang relatif kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak.
Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R.
stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang
hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R.
mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain.
Perkembangbiakan[sunting | sunting sumber]
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan
yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan
normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur
dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung,
sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis
mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum
buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau
(Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah
berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung
pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di
lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian
lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya.
Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah
pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-
keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai
pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-
kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan
sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat tidur (dormant) berhari-hari bahkan berbulan,
selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa
jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga
bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya
untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest
succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan
basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi
hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi
sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh
propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang
dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan
hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan
demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan
bakau pun semakin meluas.
Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok
lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke
bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di
bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun.
Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya pun
bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih
rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis
karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat
diperkirakan.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai
ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

Anda mungkin juga menyukai