HKes
Definisi Keperawatan Kritis American
Association of Critical Care Nurses
(AACN,1889) menyatakan bahwa asuhan
keperawatan kritis mencakup diagnosis dan
penatalaksanaan respons manusia terhadap
penyakit yang aktual atau potensial yang
mengancam kehidupan
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara
cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi
krusial dalam rangka mencari
penyelesaian/jalan keluar
Keperawatan kritis merupakan salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang
secara khusus menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup
Adalah sebuah area khusus dari keperawatan
professional yang melibatkan integrasi dari
praktek, penelitian dan pendidikan
professional
Pada Anak
Pertongan pertama pada anak dengan kejang
Pertolongan pertama anakdengan asma
Pertongan pertama pada anak dengan
ataukonstipasi
Dalam Rumah Sakit
Pertolongan di unit gawat darurat rumah
sakit
Pertolongan di kamar bedah (jika
diperlukan)
Pertolongan di ICU/ICCU
Adalah suatu sistem pembagian / klasifikasi
prioritas klien berdasarkan berat / ringannya
kondisi klien / kegawatannya yang
memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai
batasan waktu (respon time) untuk mengkaji
keadaan dan memberikan intervensi
secepatnya yaitu 10 menit.
Menurut Brooker (2008), dalam prinsip Triase
diberlakukan sistem prioritas, yaitu
penentuan / penyeleksian mana yang harus
didahulukan mengenai penanganan yang
mengacu pda tingkat ancaman jiwa yang
timbul dengan pasien berdasarkan :
Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam
hitungan menit
Dapat mati dalam hitungan jam
Trauma ringan
Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam Triase
dapat dilakukan dengan :
Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
Menilai kebutuhan medis
Menilai kemungkinan bertahan hidup
Menilai bantuan yang memungkinkan
Memprioritaskan penanganan definitive
Tag warna
Ada dua sistem dalam Triage
1. METTAG (Triage tagging system )
2. Sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation).
Sistim METTAG merupakan suatu pendekatan
untuk memprioritisasikan tindakan.
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang
datang ke IRD akan dilayani sesuai urutan
prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi
warna
Biru: Gawat darurat,resusitasi segera yaitu Untuk
penderita sangat gawat/ ancaman nyawa.
Kasus : Henti jantung yang kritis, Henti nafas
yang kritis, Trauma kepala yang kritis,
Perdarahan yang kritis
Merah: Gawat darurat,harus MRS yaitu untuk
penderita gawat darurat (kondisi stabil / tidak
membahayakan nyawa )
Kasus : Sumbatan jalan nafas atau distress nafas,
Luka tusuk, Penurunan tekanan darah,
Perdarahan pembuluh nadi, Problem kejiwaan,
Luka bakar derajat II >25 % tidak mengenai
dada dan muka, Diare dengan dehidrasi, Patah
tulang
Kuning: Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan
yaitu Untuk penderita darurat, tetapi tidak
gawat
Kasus : Lecet lesi, Diare non dehidrasi, luka
bakar derajat I dan II > 20%
Hijau: Gawat tidak darurat,dengan
penanganan bisa rawat jalan yaitu Untuk
bukan penderita gawat.
Kasus : gegar otak ringan, luka bakar
derajat I
Hitam: Meninggal dunia
Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong
secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan
risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak
memerlukan transport segera.
Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian
pasien 60 detik, meliputi pengamatan terhadap
ventilasi, perfusi, dan status mental. Hal ini untuk
memastikan kelompok korban :
perlu transport segera / tidak
tidak mungkin diselamatkan,
meninggal
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat
darurat harus dipandang sebagai satu sistem
yang terpadu dan tidak terpecah-pecah.
Sistem mengandung pengertian adanya
komponen-komponen yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi,
mempunyai sasaran (output) serta dampak
yang diinginkan (outcome).
Sistem yang bagus juga harus dapat diukur
dengan melalui proses evaluasi atau umpan
balik yang berkelanjutan.
Pre Hospital Stage Hospital Stage Rehabilitation
1. Emergency Room
1. First Responder 2. Operating Room 1. Fisical
2. Ambulance 2. Psycological
3. Intensif Care Unit
Service 24 jam 3. Social
4. Ward Care
Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup
penderita pasca cedera akan sangat bergantung
pada apa yang telah dia dapatkan pada periode
Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada
bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja.
Jika di tempat pertama kali kejadian penderita
mendapatkan bantuan yang optimal sesuai
kebutuhannya maka resiko kematian dan
kecacatan dapat dihindari.
Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus
mengalami perdarahan dan tidak dihentikan
selama periode Pre Hospital Stage, maka akan
sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal
ginjal. Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa
yang disebut waktu emas (The Golden periode).
Satu jam pertama juga sangat menentukan
sehingga dikenal istilah The Golden Hour.
Setiap detik sangat berharga bagi
kelangsungan hidup penderita. Semakin
panjang waktu terbuang tanpa bantuan
pertolongan yang memadai, semakin kecil
harapan hidup korban.
Terdapat 3 faktor utama di Pre Hospital Stage
yang berperan terhadap kualitas hidup
penderita nantinya yaitu :
siapa penolong pertamanya
Berapa lama ditemukannya penderita,
kecepatan meminta bantuan pertolongan
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu) adalah sebuah sistem
penanggulangan pasien gawat darurat yang
terpadu.
SPGDT-B (Bencana) adalah kerja sama antar
unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah
Sakit dalam bentuk pelayananan gawat
darurat terpadu sebagai khususnya pada
terjadinya korban massal yg memerlukan
peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan
sehari-hari.
Bencana merupakan kejadian yang menyebabkan
terjadinya banyak korban (pasien daruratyang tid
ak dapat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan s
eperti biasa,terdapat kerugian materiil dan
terjadinya kerusakan in"rastruktur fisik serta
terganggunya kegiatan normal masyarakat .
Tenaga kesehatan sebagai tim, baik perawat, dok
ter, maupun tenaga administrasi memegang
peranan penting dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan medis .
Tujuan Khusus SPGDT-B (Bencana)
Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat sebagaimana mestinya.
Merujuk melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih
memadai.
Menanggulangi korban bencana.
Reevaluasi dalam standarisasi model dan
prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana
diberbagai strata fasilitas kesehatan secara
berjenjang serta reaktivasi jejaring antar fasilitas
kesehatan satu dengan yang lain.
Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan
Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan
dengan prioritas awal di daerah rawan bencana
dan daerah penyangganya.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM
di bidang Gawat Darurat dan manajemen
Bencana secara berjenjang.
Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya
sebelum terjadinya bencana.
Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis
(gawat darurat dan bencana) baik di tingkat
pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan
semangat desentralisasi/otonomi daerah serta
memperkuat koordinasi dan kemitraan.
Pemantapan jaringan lintas program dan lintas
sektoral dalam penanganan krisis.
Membangun jejaring sistem informasi yang
terintegrasi dan online agar diperoleh data yang
valid dan real time serta mampu memberikan
berbagai informasi tentang situasi terkini pada
saat terjadi bencana.
Setiap korban akibat krisis diupayakan
semaksimal mungkin untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani
secara profesional.
Memberdayakan kemampuan masyarakat
(Community Empowerement) khususnya para
stakeholder yang peduli dengan masalah
krisis di bidang kesehatan dengan melakukan
sosialisasi terhadap pengorganisasian,
prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan
secara aktif dalam proses perencanaan,
monitoring dan evaluasi.
Pemantapan regionalisasi penanganan krisis
untuk mempercepat reaksi tanggap darurat.
Reevaluasi terhadap kemampuan dan sumber
daya yang ada, serta sejauhmana sistem tersebut
masih berjalan saat ini yang harus ditindaklanjuti
dengan perencanaan dan prioritas dalam
penganggarannya.
Revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan
pelaksanaan/pedoman, standar, SPO,
pengorganisasian dan modul pelatihan untuk
disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan kondisi lingkungan
saat ini yang terkait dengan keterpaduan dalam
penanganan gawat darurat dan manajemen
bencana.
Memperkuat jejaring informasi dan
komunikasi melalui peningkatan intensitas
pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas
program/lintas sektor, organisasi non
Pemerintah, masyarakat dan mitra kerja
Internasional secara berkala.
Dengan berjalannya SPGDT tersebut,
diharapkan terwujudlah Safe Community
yaitu suatu kondisi/keadaan yang diharapkan
dapat menjamin rasa aman dan sehat
masyarakat dengan melibatkan peran aktif
seluruh masyarakat khususnya dalam
penanggulangan gawat darurat sehari-hari
maupun saat bencana.
Meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi
dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan
masalah kesehatan lain.
Mendorong terbentuknya unit kerja untuk
penanganan masalah krisis kesehatan lain di
daerah.
Mengembangkan sistem manajemen
penanganan masalah krisis dan masalah
kesehatan lain hingga ke tingkat Desa. Setiap
Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban
membentuk satuan tugas kesehatan yang
memiliki kemampuan dalam penanganan
krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya
secara terpadu berkoordinasi
Monitoring evaluasi secara
berkesinambungan dan ditindak lanjuti
dengan pelatihan dan simulasi untuk selalu
meningkatkan profesional dan kesiap
siagaan. Itu sebabnya diperlukan upaya untuk
selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas
petugas melalui pendidikan dan latihan.
Pengembangan sistem e-health, secara
bertahap disesuai dengan prioritas kebutuhan
khususnya sistem informasi dan komunikasi
Menyiapkan sarana dan prasarana yang
memadai untuk mendukung pelayanan
kesehatan bagi korban akibat krisis dan
masalah kesehatan lain dengan memobilisasi
semua potensi.
Meningkatkan pemberdayaan dan
kemandirian masyarakat dalam mengenal,
mencegah dan mengatasi krisis dan masalah
kesehatan lain di wilayahnya.
Mengembangkan sistem regionalisasi
penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain melalui pembentukan pusat-pusat
penanganan regional
1.Syarat tranportasi penderita
a. Penderita gawatdarurat siap di transportasi
bila:
Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler
telah ditanggulangi
Perdarahan harus dihentikan
Luka harus ditutup
Patah tulang apakah meerlukan fiksasi
b.Selama transportasi harus dimonitor
Kesadaran
Pernafasan
Tekanan darah dan denyut nadi
Daerah perlukaan
c.Syarat kendaraan
Penderita dapat terlentang
Cukup luas dan lebih dari2 pasien dan
petugas dapat bergerak
Cukup tinggi shg petugas dapat berdiri dan
infus lancar
Dapat melakukan komunikasi kesentral
komunikasi dan rumah sakit
Identitas yang jelas sehingga mudah
dibedakandari ambulan yg lain
d.Syarat alat yg harus ada
Resusitasi
Oksigen
Alat hisap
Obat-obatan, infus
Balut dan bidai
Tandu
EKG monitor
Inkubator
Alat-alat persalinan
e.Syarat personal
Telah mendapat pendidikan gawat darurat
Tujuan memindahkan penderita dengan cepat
tapi selamat
Kendaraan penderita gawat darurat harus
berjalan hati-hati dan mentaati peraturan lalu
lintas
Dossey, B. M., Cathie E.G., Cornelia V. K.
(1992). Critical care nursing: body-mind-
spirit. (3rd ed.). Philadelphia: J. B. Lippincott
Company.
Emergency Nurses Association. (2000).
Emergency Nursing Core Curriculum. (5th ed.)
Sumber Referensi :
Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah sakit