Ayu Aksara
2
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS
3
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS.
Pasien mengendarai motor dan jatuh sendiri dari motor pada
kira-kira pukul 2.30. Pasien kemudian dibawa pulang ke
rumahnya.
Saat di rumah, keluarga pasien mengatakan pasien muntah-
muntah. Jawaban pasien melantur jika diajak berbicara.
Keluarga pasien juga mengatakan tercium bau miras dari
pasien.
Kejang (-), kelemahan anggota gerak (-).
Pasien dibawa ke IGD RSUD Dr. Harjono pada pukul 8.00. 4
Riwayat sakit tekanan darah tinggi dan kejang sebelumnya
disangkal.
Riwayat alergi juga disangkal.
8
EKG : normal sinus rhytm
Foto Skull AP
9
Cedera Kepala Ringan
10
Rawat luka
Hecting
Inf. RL 15 tpm
Inj. Tetagram 250 IU (I.M)
Inj. Cefoperazone 1 x 1 gram
Inj. Ranitidin 1 x 50 mg
Inj. Ketorolac 1 x 30 mg
Pemeriksaan fisik:
Pupil: bulat, reguler, anisokor 3mm / 5mm, refleks cahaya + /
Ekstremitas: laterisasi dekstra (+)
14
15
16
17
18
19
CEDERA KEPALA
Normal
CEDERA OTAK
Terapi adekuat
PRIMER
(CK)
Cedera Kepala
Impact KEPALA
Barrier
(Stiffness)
Cedera Otak
(CO)
21
CIDERA KEPALA CIDERA OTAK
Direct Impact
Acceleration - Decceleration
Shock waves - Cavitation effect
Angular force
22
23
Direct Impact
(gaya langsung kepala)
Skull deformation
27
Angular Force
28
MEKANISME
SEVERITY
MORFOLOGI
29
Motorbike accident
Automobile collision
Tumpul
(Blunt) Falls
Blunt assault
Luka tembak
Penetrasi
Luka penetrasi
Mild (GCS: 14-15)
33
2. Stabilisasi Sistem Kardiorespirasi
Primary Survey
Pemeriksaan Evaluasi Perhatikan, Catat, Perbaiki
A (Airway) Patensi saluran nafas? Obstruksi?
Suara tambahan?
B (Breathing) Apakah oksigenisasi efektif? Rate dan depth
Gerakan dada
Air entry
Sianosis
C (Circulation) Apakah perfusi adekuat? Pulse rate dan volume
Warna kulit
Capilarry return
Perdarahan
Tekanan darah
D (Disability) Apakah ada kecacatan Sistem GCS atau AVPU
neurologis? Pupil (besar, bentuk, reflek cahaya,
34
bandingkan kanan-kiri
2. Stabilisasi Sistem Kardiorespirasi
Primary Survey
A Keluhan utama
N Mekanisme trauma
P
E
M BREATH BLADDER
E F
R I
BLOOD BONE
I S
K I
S K BRAIN BOWEL
A
A
N
37
3. Secondary survey
P
N
E
E
M Tingkat kesadaran (GCS) Saraf Kranial
U
E
R
R
O
I
L Motoris, Sensoris,
K Funduskopi
O Autonomis
S
G
A
I
A
S
N
38
Tingkat kesadaran (GCS)
39
40
Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil :
besar & bentuk, reflek cahaya, reflek
Saraf Kranial konsensuil bandingkan kanan-kiri
Tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
GCS
Pupil
Neurologis
Motorik
Sensorik 42
43
Kehilangan kesadaran atau amnesia
Nyeri kepala menetap
Gejala neurologis fokal
Jejas pada kulit kepala
Kecurigaan luka tembus
Keluar cairan serebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
Deformitas tulang kepala yang terlihat maupun teraba
Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi,
anak
Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai
resiko: benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras,
usia >50 tahun 44
GCS <13 setelah resusitasi
Deteriorisasi neurologis : penururan GCS 2 poin atau lebih,
hemiparesis, kejang
Nyeri kepala, muntah yang menetap
Terdapat tanda fokal neurologis
Terdapat tanda fraktur, atau kecurigaan fraktur
Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
Evaluasi pasca operasi
Pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ)
Indikasi sosial 45
Kebingungan atau riwayat pingsan atau penurunan kesadaran
Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala yang menetap
dan muntah
Kesulitan dalam penilaian klinis misalnya pada alkholisme dan epilepsi
Kondisi medik lain contohnya koagulopati, diabetes mellitus (komorbid)
Fraktur tengkorak
CT-scan abnormal
Tidak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah
sakit
Umur pasien di atas 50 tahun
Anak-anak
Indikasi sosial 46
GCS < 8
GCS < 13 dg tanda TIK tinggi
GCS < 15 dengan lateralisasi
GCS < 15 dengan Hemodinamik tidak stabil.
Cedera kepala dengan defisit neurologis belum indikasi
tindakan operasi.
Pasien pasca operasi
47
Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan
Tidak ada gejala neurologis
Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala hilang
Tak ada fraktur kepala atau basis kranii
Ada yang mengawasi di rumah
Tempat tinggal di dalam kota
Gelisah atau
Muntah makin sering
Pasien pulang + kesadaran menurun
KEMBALI KE UGD!
Lembar catatan Nyeri kepala atau Kejang & kelumpuhan
vertigo memberat anggota gerak
48
Algoritma Pasien
Otak Ringan
IRD
2. Anamnesis, fisik diagnostik
3. Pemeriksaan radiologis, sesuai indikasi
4. Pemeriksaan , labolatoris DLdan GDA + Lab sesuai indikasi
5. Tx. Simtomatik + Antibiotik sesuai indikasi
6. Lapor jaga bedah saraf
VS. Stabil
Neurologis Stabil Cepat
memburuk
R. Perawatan
Resusitasi + Rediagonosis
KRS NeICU/
ROI Operasi 49
Algoritma Penderita
Membaik Memburuk
Stabilisasi + Resusitasi
VS. Stabil
Rediagnosis cito
Neurologis Stabil
NeICU/
ICU Operasi
Ruang 50
Perawatan
Algoritma Penderita Resusitasi airway, breathing dan sirkulasi, dijamin ABC baik.
Bersihkan lendir, benda asing, jawthrust bila perlu, kepala tidak boleh
hiperextensi, hiperflexi atau rotasi, pasang orofaring atau
Penanganan Cidera
nasofaring tube bila perlu. Bila ada sumbatan jalan nafas akut
dilakukan cricothyrotomi dan persiapan intubasi atau tracheostomi
Intubasi + kontrol ventilasi ( PCO2 35 40 mmhg,, PaO2 : 80 200
Otak Berat
atau Spo2 >97 % ) pasang orogastric tube
Pasang collar brace
IRD Lihat gerakan nafas, auskultasi, palpasi, perkusi dada. Cari tanda-
tanda pneumothorak, hematothorak, flail chest atau fraktur costa..
Bila shock, segera atasi dengan cairan isotonis (RL, NaCl, atau koloid
atau darah). Cari penyebab, atasi, pertahankan tensi > 90 mmHg.
Bila ada tanda-tanda TIK meningkat dan tidak ada hipotensi atau
gagal ginjal dan atau gagal jantung, diberikan manitol 20% 200 ml
bolus dalam 20 menit atau 5 ml/kgBB, dilanjutkan 2 ml/ kgBB dalam
20 menit setiap 6 jam, jaga osmolalitas darah < 320 mOsm.
Bila kejang : Diazepam 10 mg iv pelan, dapat ditambah hingga kejang
berhenti. Awasi depresi nafas, dilanjutkan phenitoin bolus10-18
Lapor jaga bedah saraf mg/kgBB encerkan dengan aqua steril 20 ml iv pelan, dilanjutkan 8
mg/kgBB
Bila telah stabil Infus cairan isotonis (NaCl 0,9 %)
1,5 ml/kgBB/jam pertahankan euvolume,pemasangan CVP atas
indikasi.
. Pemeriksaan kimia darah (DL, BGA, GDA, cross match)
Anamnesis, termasuk pemakaian obat-obatan, sedasi, narkotika,
intake terakhir.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis secara cepat
Obat simptomatik IV atau supp dan antibiotika sesuai indikasi
Pasang kateter, catat keadaan dan produksi urine
Bila tanda vital stabil : CT scan kepala, foto leher lat, thorak fot AP,
Pemeriksaan radiologis lain atas indikasi
Pemeriksaan refleks batang otak. Hati-hati pada pemeriksaan reflek
oculocephalik
Pasang ICP monitor, pertahankan tekanan <15 mmhg.atau<22 cm
H2O pada pasien yang tidak ada indikasi operasi lesi intrakranial.
Bila ada lesi intrakranial indikasi operasi, ICP monitor dipasang
bersamaan saat operasi emergensi
MRS di 51
ICU - NeCU R. Perawatan
ANTI KEJANG
52
ANTI KEJANG
Kriteria pasien resiko tinggi kejang pasca trauma:
1. GCS 10
2. Immediate seizures
3. Kontusio kortikal
4. Fraktur linier
5. Penetrating Head Injury
6. Fraktur depresi
7. Alkoholik kronis
8. Post traumatic Amnesia> 30 menit
9. Epidural, subdural, atau intracerebral hematom
10. Defisit neurologis fokal
11. Usia 65 tahun atau 15 tahun
53
Profilaksis anti kejang efektif diberikan pada 1 minggu
pertama pasca trauma. Alternatif obat yang efektif adalah
phenytoin dan levetiracetam.
PHENYTOIN LEVETIRACETAM
LOADING DOSE:
5-20 mg/kgBB dalam Tanpa loading dose
100 cc NS 0,9% kec. 50
mg/menit
55
MANITOL DAN SODIUM LAKTAT
ANTI KEJANG
HIPERTONIS
56
MANITOL DAN SODIUM LAKTAT HIPERTONIS
Manitol membantu menurunkan TIK pada pasien COB.
Pemberian manitol secara bolus dengan dosis 0,251 gr/kgBB
lebih dianjurkan dibandingkan pemberian secara terus
menerus.
Pemberian manitol dapat dilakukan sebelum pemasangan ICP
Monitor jika didapatkan tanda-tanda herniasi transtentorial
atau terjadi penurunan kesadaran yang progresif.
Terapi dengan menggunakan larutan sodium laktat
hiperosmolar lebih efektif dalam menurunkan TIK bila
dibandingkan dengan manitol.
57
MANITOL SODIUM LAKTAT HIPERTONIS
58
MANITOL DAN SODIUM LAKTAT
ANTI KEJANG
HIPERTONIS
ANALGETIK
59
ANALGETIK
Ketorolac dan acetaminophen dapat digunakan pada pasien
trauma kepala. Ketorolac hanya boleh diberikan maksimal 5
hari. Dosis ketorolac adalah 30 mg intravena dosis tunggal
atau 30 mg / 6 jam intravena dengan dosis maksimal 120
mg/hari.
Belum ada data yang tidak membolehkan metamizol diberikan
pada pasien trauma kepala (Insiden agranulocytosis 92%
terjadi pada 2 bulan pertama pemakaian metamizol)
Indometasin dapat bermanfaat untuk menurunkan tekanan
intrakranial yang refrakter pada cedera kepala berat.
60
MANITOL DAN SODIUM LAKTAT
ANTI KEJANG
HIPERTONIS
61
PEMBERIAN NUTRISI
Pemberian nutrisi diberikan secara bertahap dan kebutuhan
total harus tercapai dalam 7 hari setelah trauma.
Kebutuhan nutrisi pasien cedera otak yang tidak dilumpuhkan
sebesar 140% dari kebutuhan basal, dan pada pasien yang
dilumpuhkan sebesar 100% dari kebutuhan basal.
Nutrisi dapat diberikan secara enteral dan parenteral.
Sedikitnya 15% dari asupan energi harus mengandung protein
Pemberian lemak sebaiknya yang merupakan kombinasi Long-
Chain Triglyserides (LCT) dan Medium-Chain Triglyserides
(MCT).
62
Non-paralyzed
patients: 140%
dari prediksi BEE
Paralyzed
patients: 100%
dari prediksi BEE
63
64
MANITOL DAN SODIUM LAKTAT
ANTI KEJANG
HIPERTONIS
65
GASTRIC MUCOSAL PROTECTOR DAN ACID
SUPRESSOR AGENT
Pemberian terapi farmakologis profilaksis acid supressive
agent dengan H2 blocker, proton pump inhibitor (PPI), dan
gastric mucosal protector dapat membantu penurunan
insiden perdarahan gastrointestinal dan stress related
mucosal damage (SRMD).
Proton pump inhibitor (PPI) lebih dianjurkan.
66
IV : 40mg / 12jam
OMEPRAZOLE
Peroral atau personde : 40mg / hari
67
Alcohol plays a causative role in up to 50% of injuries
requiring trauma center admission
As a potent central nervous system (CNS) depressant,
alcohol may reduce level of consciousness and result in
stupor, coma, and even death due to respiratory
depression.
68
If alcohol intoxication results in overestimation of the severity
of TBI, unnecessary diagnostic studies, overly aggressive
monitoring and treatments, and unwarranted Intensive Care
Unit (ICU) admissions may occur.
Alternatively, if a depressed level of consciousness in a TBI
patient is mistakenly attributed to alcohol intoxication,
clinicians may decide to delay urgently needed diagnostic and
therapeutic interventions such as ICP monitoring or
craniotomy, expecting the GCS to improve as alcohol is
metabolized. 69
70
71
72