Anda di halaman 1dari 46

Standard Internasional

Penanganan Tuberkulosis
(International Standard for Tuberculosis Care)
Edisi 2
2009
PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Bagian Perbedaan Pokok

Standard untuk Diagnosis

Standard 1 Penekanan dalam penemuan kasus secara aktif


berdasarkan gejala pada populasi berisiko tinggi.

Standard 2 Perubahan pilihan kata untuk merekomendasikan


pemeriksaan dahak minimal 2 spesimen dibanding minimal
3 spesimen.

Standard 3 Kalimat --- dan jika tersedia fasiliti dan sumber daya,
dilakukan pemeriksaan biakan---. dihapus untuk
menekankan bahwa biakan mikobakterium merupakan
bagian penting dari evaluasi diagnostik pada pasien yang
dicurigai tuberkulosis ekstra paru.

Standard 4 Standard ini tidak mengalami perubahan.


PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Kalimat --- jika tersedia fasiliti, biakan dahak seharusnya


dilakukan. dihapus untuk menekankan bahwa biakan dahak
merupakan bagian penting evaluasi diagnostik pada pasien
dengan sediaan apus dahak negatif.
Algoritme lama untuk mengevaluasi pasien yang diduga
menderita tuberkulosis namun dengan sediaan apus dahak
negatif telah digantikan dengan algoritme baru.
Standard 5
Menjelaskan mengenai fungsi media biakan cair dan line-
probe assays untuk mendeteksi resistensi terhadap isoniazid
dan rifampisin.
Menambahkan penjelasan lebih lanjut mengenai peran
radiografi dan pentingnya pengontrolan kualitas radiografi.
PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Standard ini ditulis ulang agar sesuai dengan dokumen


WHO, Guidance for national tuberculosis programmes on
the management of tuberculosis in children.
Standard 6 Kalimat --- bila tersedia fasiliti --- dihapus untuk
menekankan bahwa biakan dahak merupakan bagian
penting dari evaluasi diagnostik.
PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Standard untuk Pengobatan

Standard 7 Standard ini tidak mengalami perubahan.

Standard 8 Standard ini ditulis ulang agar sesuai dengan revisi panduan
WHO.

Standard 9 Penekanan pada pentingnya pengawas menelan obat.


Menampilkan temuan tinjauan sistematis penelitian
kualitatif mengenai kepatuhan terhadap pengobatan
tuberkulosis.

Standard 10 Standard ini diubah untuk menggambarkan revisi


rekomendasi pengobatan oleh WHO.
PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Standard 11 Standard 14 kini menjadi Standard 11. Standard diubah


untuk mengindikasikan pentingnya menilai resistensi obat jika
sediaan apus dahak positif setelah pengobatan 2-3 bulan dan
dan pada kasus gagal pengobatan dan kasus kambuh. Tabel
yang menjelaskan faktor risiko resistensi obat telah
ditambahkan. Bagian untuk membahas tuberkulosis XDR telah
ditambahkan.

Standard 12 Standard 15 kini menjadi Standard 12. Standard ini diubah


untuk menggambarkan revisi rekomendasi WHO mengenai
manajemen tuberkulosis resisten obat yang terencana.

Standard 13 Standard 11 sekarang menjadi standard 13.


PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Standard untuk Penanganan TB dengan Infeksi HIV dan Kondisi Komorbid


Lain.
(Bagian ini merupakan kategori baru dalam standard.)

Standard 14 Standard 12 kini menjadi Standard 14. Standard ini ditulis


ulang untuk menunjukkan bahwa seluruh pasien
tuberkulosis dan, pada daerah risiko tinggi atau pada
individu dengan faktor risiko, orang yang diduga
menderita tuberkulosis harus diperiksa HIV.

Standard 15 Standard 13 kini menjadi Standard 15.

Standard 16 Ini merupakan standard baru yang menggambarkan


rekomendasi penggunaan terapi preventif isoniazid pada
pasien yang terinfeksi HIV.

Standard 17 Standard ini merupakan standard baru yang menjelaskan


pentingnya penanganan kondisi komorbid.
PERBEDAAN POKOK ANTARA ISTC EDISI 2006 DAN 2009

Standard untuk Kesehatan Masyarakat


Standard 18 Standard 16 kini menjadi Standard 18 dan ditulis
ulang agar sesuai dengan rekomendasi untuk
evaluasi dan manajemen kontak yang berlaku saat
ini.

Standard 19 Standard ini merupakan standard baru yang


menjelaskan kegunaan terapi preventif pada anak
dan pasien yang terinfeksi HIV yang memiliki kontak
dengan kasus infeksius.

Standard 20 Standard ini merupakan standard baru yang


menjelaskan pentingnya pengendalian infeksi di
sarana pelayanan kesehatan.

Standard 21 Standard 17 kini menjadi Standard 21 dan tidak


mengalami perubahan.
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 1
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3
minggu atau lebih, yang tidak jelas penyebabnya,
harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
Addendum: Untuk pasien anak, selain gejala batuk,
entry untuk evaluasi adalah berat badan yang sulit
naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir
atau gizi buruk.
Gejala Penyakit TB

Batuk berdahak Batuk darah Sesak napas dan


> 2-3 minggu nyeri dada

Nafsu makan Berat badan menurun


berkurang atau menjadi kurus

Demam > 1 bulan Keringat di malam hari


meskipun tidak beraktivitas
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 2
Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang mampu
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita tuberkulosis paru
harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali
yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin. Jika
mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak pagi
hari.
Addendum:
Bila hasil pemeriksaan BTA 1 negatif, maka dilakukan pemeriksaan
sputum kedua pagi hari. Satu spesimen harus berasal dari pagi hari
Pewarnaan Ziehl Nielsen
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 3
Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yang diduga
menderita tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari bagian
tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan
mikroskopik, biakan, dan histopatologi.
Addendum:

Pemeriksaan kearah TB paru tetap dilakukan yaitu pemeriksaan dahak


dan foto toraks
Gambaran Mikroskopik Tuberkel
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 4
Semua orang dengan temuan foto toraks
diduga tuberkulosis seharusnya menjalani
pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Addendum:

Untuk pasien anak dilakukan uji tuberkulin


STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 5
Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus
didasarkan kriteria berikut:
minimal dua kali pemeriksaan dahak mikroskopik negatif
(termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari);
temuan foto toraks sesuai tuberkulosis;

dan tidak ada respons terhadap antibiotika spektrum luas

(catatan: fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap


M. tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan
perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).
Untuk pasien ini biakan dahak harus dilakukan.
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Pada pasien yang sakit berat atau diketahui atau diduga


terinfeksi HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan dan jika
bukti klinis sangat mendukung ke arah tuberkulosis, pengobatan
tuberkulosis harus dimulai.
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 6
Pada semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks
(yakni paru, pleura, dan kelenjar getah bening mediastinum atau
hilus), konfirmasi bakteriologis harus dilakukan dengan
pemeriksaan dahak (dengan cara batuk, kumbah lambung, atau
induksi dahak) untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan.

Jika hasil bakteriologis negatif, diagnosis tuberkulosis harus


didasarkan pada kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis,
riwayat terpajan kasus tuberkulosis yang menular, bukti infeksi
tuberkulosis (uji tuberkulin positif atau interferon gamma release
assay) dan temuan klinis yang mendukung ke arah tuberkulosis.
STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Untuk anak yang diduga menderita tuberkulosis ekstra paru,


spesimen dari lokasi yang dicurigai harus diambil untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopik, biakan, dan histopatologis.
Addendum:
Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan
dari kasus tuberkulosis yang menular , bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit
tuberkulin positif atau interferon gamma release assay) dan kelainan
radiografi toraks sesuai TB.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 7
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban
tanggung jawab kesehatan masyarakat yang penting untuk
mencegah penularan infeksi lebih lanjut dan terjadinya
resistensi obat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi
tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai
tetapi juga memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat
lokal dan sarana lain, jika memungkinkan, untuk menilai
kepatuhan pasien serta dapat menangani ketidakpatuhan bila
terjadi.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 8
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum
pernah diobati harus diberi paduan obat yang disepakati secara
internasional menggunakan obat yang bioavailabilitinya telah
diketahui.
Fase inisial seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol.
Fase lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang
diberikan selama 4 bulan.

Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai dengan


rekomendasi internasional.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat


(isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin, dan
pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
dan etambutol) sangat direkomendasikan.

Addendum:
Khusus untuk anak, rejimen yang diberikan terdiri atas RHZ, ditambahkan
E bila penyakitnya berat. Secara umum terapi TB diberikan selama 6
bulan, namun pada TB Ekstraparu (meningitis TB, TB tulang, TB milier, TB
Kulit, dan lain-lain) terapi TB dapat diberikan lebih lama sesuai evaluasi
medis.
Kombinasi 4 Obat Kombinasi 2 Obat
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

STANDARD UNTUK PENGOBATAN


Standard 9
Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) terhadap
pengobatan, suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak
kepada pasien, berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling
menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan,
seharusnya dikembangkan untuk semua pasien.
Pengawasan dan dukungan seharusnya berbasis individu dan harus
memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang
direkomendasikan dan layanan pendukung yang tersedia, termasuk
konseling dan penyuluhan pasien.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien


adalah penggunaanberbagai upaya untuk menilai dan
mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan
menangani ketidakpatuhan, bila terjadi.

Upaya ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat


diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pasien dan
penyelenggara pelayanan.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Upaya ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan obat


(directly observed therapy-DOT) serta identifikasi dan pelatihan
bagi pengawas menelan obat (untuk tuberkulosis dan, jika
memungkinkan, untuk HIV) yang dapat diterima dan dipercaya
oleh pasien dan sistem kesehatan.
Insentif dan dukungan, termasuk dukungan keuangan dapat
diberikan untuk mendukung kepatuhan.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 10
Respons terhadap terapi pada pasien tuberkulosis paru harus
dimonitor dengan pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua
spesimen) saat fase inisial selesai (dua bulan). Jika apus dahak
positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus diperiksa kembali
pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan uji resistensi
terhadap isoniazid dan rifampisin harus dilakukan. Pada pasien
tuberkulosis ekstra paru dan pada anak, penilaian respons
pengobatan terbaik adalah secara klinis.
Addendum:

Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB


paru BTA negatif dapat dinilai dengan foto toraks.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 11
Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan
riwayat pengobatan terdahulu, pajanan dengan
sumber yang mungkin resisten obat, dan prevalensi
resistensi obat dalam masyarakat seharusnya
dilakukan pada semua pasien. Uji sensitivitas obat
seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk
semua pasien yang sebelumnya pernah diobati. Pasien
yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan
tiga bulan selesai dan pasien gagal pengobatan,
putus obat, atau kasus kambuh setelah pengobatan
harus selalu dinilai terhadap resistensi obat.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi


obat, biakan dan uji sensitivitas/resistensi obat
setidaknya terhadap isoniazid dan rifampisin
seharusnya dilaksanakan segera untuk
meminimalkan kemungkinan penularan. Upaya
pengendalian infeksi yang memadai
seharusnya dilakukan sesuai tempat pelayanan
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 12
Pasien yang menderita atau kemungkinan besar
menderita tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten
obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan
paduan obat khusus yang mengandung obat anti
tuberkulosis lini kedua.
Paduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai
pola sensitiviti obat berdasarkan dugaan atau yang telah
terbukti.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN
Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih
efektif, termasuk obat suntik, harus diberikan paling
tidak 18 bulan setelah konversi biakan.
Tindakan yang berpihak kepada pasien disyaratkan
untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara
pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan
pasien dengan MDR/XDR TB harus dilakukan.
STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 13
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan,
respons bakteriologis, dan efek samping seharusnya
dibuat untuk semua pasien.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI


HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 14
Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada
semua pasien yang menderita atau yang diduga
menderita tuberkulosis.
Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari
manajemen rutin bagi semua pasien di daerah dengan
prevalensi infeksi HIV yang tinggi dalam populasi umum,
pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang
berhubungan HIV, dan pasien dengan riwayat risiko tinggi
terpajan HIV.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI
HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Mengingat terdapat hubungan yang erat antara


tuberkulosis dan infeksi HIV, pada daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi pendekatan yang
terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan kedua infeksi.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV DAN
KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 15
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV
seharusnya dievaluasi untuk menentukan
perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan
selama masa pengobatan tuberkulosis.
Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti
retroviral seharusnya dibuat untuk pasien yang
memenuhi indikasi.
Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan
tuberkulosis tidak boleh ditunda.
Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya
diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN
INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 16

Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi


dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif
seharusnya diobati sebagai infeksi tuberkulosis laten
dengan isoniazid selama 6-9 bulan.
Addendum:

Pemberian isoniazid profilaksis belum menjadi kebijakan


program nasional penanggulangan TB.
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN
INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 17
Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan
penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid
yang dapat mempengaruhi respons atau hasil
pengobatan tuberkulosis.
Saat rencana pengobatan mulai diterapkan,
penyelenggara kesehatan harus mengidentifikasi
layanan-layanan tambahan yang dapat mendukung
hasil yang optimal bagi semua pasien dan
menambahkan layanan-layanan ini pada rencana
penatalaksanaan.
Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan
pengobatan untuk penatalaksanaan penyakit lain
dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit yang
mempengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes
mellitus, program berhenti merokok, dan layanan
pendukung psikososial lain, atau layanan-layanan
seperti perawatan selama masa kehamilan atau
setelah melahirkan.
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standard 18
Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien
tuberkulosis seharusnya memastikan bahwa semua
orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien
tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan
ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional.
Penentuan prioritas evaluasi kontak didasarkan pada
kecenderungan bahwa kontak: 1) menderita tuberkulosis
yang tidak terdiagnosis; 2) berisiko tinggi menderita
tuberkulosis jika terinfeksi; 3) berisiko menderita
tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; dan 4)
berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien.
Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah:
Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis.
Anak berusia <5 tahun.

Kontak yang menderita atau diduga menderita


imunokompromais, khususnya infeksi HIV.
Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.

Kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang


lebih rendah.
Addendum:
Apabila menangani TB anak maka cari sumber penularnya.
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standard 19
Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi
HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis dan
setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita
tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten
tuberkulosis dengan isoniazid.
Addendum:
Pemberian Isoniazid untuk profilaksis sedang dalam proses persiapan
menjadi program nasional
Standard 20
Setiap fasiliti pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang
menderita atau diduga menderita tuberkulosis harus
mengembangkan dan menjalankan rencana pengendalian
infeksi tuberkulosis yang memadai.
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

Standard 21
Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus
melaporkan kasus tuberkulosis baru maupun kasus
pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor
Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan peraturan
hukum dan kebijaksanaan yang berlaku.
Addendum: Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan
oleh Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
Contact Information for International Standards for Tuberculosis Care:

Dr. Philip C. Hopewell, MD


Division of Pulmonary and Critical Care Medicine
University of California, San Francisco - San Francisco General Hospital
San Francisco, CA 94110 USA
Tel.: 415-206-3510
Email: phopewell@medsfgh.ucsf.edu

Dr. Erlina Burhan, MSc, SpP (K)


Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Tel.: +628161628471
Email eburhan@yahoo.com
Website www.

Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional


Tel.: +6221 42804154, +6221 42877589
Email: tbsurveillanceid@yahoo.com
Website: www.tbindonesia.or.id

Anda mungkin juga menyukai