Anda di halaman 1dari 22

KEWENANGAN KEJAKSAAN

TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

1
Kewenangan Kejaksaan terhadap Tindak Pidana Korupsi :

1. Pasal 284 ayat 2 UU RI No. 8 Tahun 1981 Tentang


KUHAP :
Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini
diundangkan maka terhadap semua perkara
diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan
pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan
khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada
undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan
atau dinyatakan tidak berlaku lagi.

2. Pasal 30 huruf d tentang Kejaksaan RI :


Kejaksaan berwenang melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
2
Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana diatur dalam
UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
TPK sebagaimana yang telah dirubah dan diperbarui
pada UU RI Nomor : 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
:

1. Pasal 2 ayat 1 :
Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
2. Pasal 3 :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.

Pasal 4 :
Pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara tidak menghapuskan
pidananya sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan
pasal 3.

4
Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara
dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang
tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena :
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga negara baik
di tingkat pusat maupun daerah.
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan,
badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan
modal negara, atau perusahaan yang menyertakan
modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian
dengan negara.
5
Perekonomian Negara adalah kehidupan
perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan atau usaha masyarakat
secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun tingkat
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran, dan
kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

6
3. Pasal 5 ayat 1 :
Setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya.
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiba, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
4. Pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 6 ayat 1 huruf b :
Setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili atau :

a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada


seseorang yang menurut ketentuan
perundang-undangan ditentukan menjadi
advokat untuk menghadiri sidang pengadilan
dengan maksud untuk mempengaruhi
nasehat atau pendapat yang akan diberikan
berhubung dengan perkara yang
diserahkankepada pengadilan untuk diadili.

8
5. Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 :
1.a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.
1.b. Setiap yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
1.c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang
keperluan TNI dan atau POLRI melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang; atau.
1.d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan
barang keperluan TNI dan atau POLRI dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c.
9
2. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan
bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan TNI dan atau
POLRI dan membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
huruf c, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

10
6. Pasal 8 :
Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negara
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga yang disimpan karena jabatannya, atau
membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

7. Pasal 9 :
Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsukan buku buku atau daftar daftar
yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
11
7. Pasal 9 :
Pegawai Negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku buku
atau daftar daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

8. Pasal 10 :
1.a. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang
digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;
atau
1.b. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar tersebut; atau
1.c. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar tersebut.

12
9. Pasal 11 :
Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah
atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

13
10. Pasal 12 huruf a, b, c, d, e, f, g, h dan i :
1.a. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya.

1.b. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang


menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya.

1.c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal


diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
14
1.d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undanganditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan, berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
1.e. Pegawai Negeri atau penyelenggara negarayang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lainsecara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

15
1.f. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum
seolah olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain tau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang.

1.g. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada


waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

16
1.h. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah
merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan; atau

1.i. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara baik langsung


maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta
dalam pemborongan, pengadan, atau persewaan, yang
pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

17
Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi:
1. Pasal 21 :
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
peuntutan dan pemeriksaan pengadilan terhadap tersangka atau
terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

2. Pasal 22 :
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 (tsk wajib
memberikan keterangan tentang harta bendanya dan harta istri
dan anaknya), pasal 29 (BI memberikan keterangan keuangan tsk
atau tdw), pasal 35 (wajib keterangan keterangan saksi atau ahli
kecuali ada hubungan keluarga hrs ada persetujuan tsk atau tdw)
atau pasal 36 (mereka karena pekerjaan, harkat dan martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia) yang dengan sengaja
tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar.
3. Pasal 23 :
Dalam perkara korupsi pelanggaran terhadap ketentuan
pasal 220 KHUP (laporan pidana, padahal diketahui itu
tidak terjadi). Pasal 231 KUHP (terkait dengan barang
bukti), pasal 421 KUHP (pejabat menyalahgunakan
kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak
melakukan, atau membiarkan sesuatu), pasal 422 KUHP
(pejabat dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana
paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk
mendapatkan keterangan), pasal 429 KUHP (ayat 1 :
pejabat masuk rumah atau ruangan atau pekarangan yang
melampaui kekuasaan atau tanpa mengindahkan cara
cara yang ditentukan dalam peraturan umum.
Ayat 2 : pejabat menggeledah rumah melampaui
kekuasaan atau tanpa mengindahkan cara cara yang
ditentukan dalam peraturan umum), pasal 430 KUHP
(ayat 1 : Seorang pejabat yang melampaui kekuasaannya,
menyuruh memperlihatkan kepadanya atau merampas
surat, kartu pos, barang atau paket yang diserahkan
kepada lembaga pengangkutan umum atau kabar kawat
yang dalam tangan pejabat telegrap untuk keperluan
umum. Ayat 2 : pejabat yang melampaui kekuasaannya
menyuruh seorang pejabat telepon untuk keperluan
umum, memberi keterangan kepadanya tentang sesuatu
percakapan yang dilakukan dengan perantaraan
lembaga itu.)
Ayat 2 : pejabat menggeledah rumah melampaui
kekuasaan atau tanpa mengindahkan cara cara yang
ditentukan dalam peraturan umum), pasal 430 KUHP (ayat
1 : Seorang pejabat yang melampaui kekuasaannya,
menyuruh memperlihatkan kepadanya atau merampas
surat, kartu pos, barang atau paket yang diserahkan kepada
lembaga pengangkutan umum atau kabar kawat yang
dalam tangan pejabat telegrap untuk keperluan umum.
Ayat 2 : pejabat yang melampaui kekuasaannya menyuruh
seorang pejabat telepon untuk keperluan umum, memberi
keterangan kepadanya tentang sesuatu percakapan yang
dilakukan dengan perantaraan lembaga itu.)
TERIMAKASIH .

Anda mungkin juga menyukai