Anda di halaman 1dari 25

Filsafat Barat

Abad pertengahan

Abad pertengahan merupakan kurun waktu yang


sangat khas. Secara singkat dikatakan bahwa dominasi
agama Kristen pada abad ini sangatlah menonjol.
Perkembangan alam pikiran harus disesuaikan dengan
ajaran agama.
Menurut Petrus (2004: 103) perkembangan
filsafat pada abad pertengahan dibagi
menjadi dua periode, yakni zaman pratistik
dan zaman skolastik.
Zaman Patristik (100-700 M)

Partisik sebagaimana dijelaskan Hadiwijono (2001: 70)


berasal dari kata Latin Patter atau Bapa, yang artinya para
pemimpin Gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari
golongan atas atau dari golongan ahli fikir. Bapa yang
dimaksud adalah bapa Gereja.
makna Partisik dapat diartikan sebagai
tokoh-tokoh Gereja yang mempunyai
peranan besar dalam pemikiran kekristenan
yang mewarnai dengan filsafat agamanya.
Ajaran Tokoh Filosof Partisik

Tokoh-tokoh filosof partisik sebagaimana


dijelaskan oleh Tafsir (2013: 66) diantaranya
Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes,
Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos,
dan Augustinus.
Justinus Martir

Ajaran Justinus Martir sebagaimana dijelaskan Tafsir


(2013:80) Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung
dengan idea-idea keagamaan akan menguntungkan. Esensi
dari pengetahuan ialah pemahaman tentang Tuhan.
Semakin banyak kita memikirkan kesempurnaan Tuhan,
semakin bertambah kemampuan intelek kita.
Klemens (150 215 M)

Menurut pendapatnya, bahwa memahami Tuhan bukanlah


dengan keyakinan irasional, melainkan melalui disiplin
pemikiran rasional. Filsafat merupakan persiapan

Akan tetapi menurut Klemens disamping iman masih ada


hal yang lebih tinggi yaitu pengetahuan (Gnosis).
Pengetahuan atau Gnosis ini bukan meniadakan iman tapi
menerangi iman. Oleh karena itu iman harus berkembang
menjadi pengetahuan.
Tertullianus (160 222 M)
Menurutnya (2012) tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat

agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara

gereja dengan akedemi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan

penemuan baru.

Tertullianus sebagaimana dijelaskan Tafsir (2013: 83) Tuhan adalah

pemegang kekuasaan dan peraturan. Kepatuhan kepada Tuhan

merupakan kewajiban. Bila menantang Tuhan, maka akan masuk

neraka dan neraka itu benar-benar ada. Dalam bukunya Adversus

Marcion, ia menjelaskan bahwa Tuhan itu Esa.


Origenes (185-254 M)

Tuhan menurut Orignes adalah transenden. Transenden


ialah suatu konsep yang menjelaskan bahwa Tuhan berada
di luar alam, tidak dapat dijangkau oleh akal rasional,
lawannya ialah konsep imanen yang berarti Tuhan itu di
dalam alam, karena Tuhan transenden itulah maka menurut
Origenes kita tidak mungkin mampu mengetahui esensi
Tuhan, kita dapat mengkaji Tuhan melalui karya-karya-Nya
(Syadali dan Mudzakir, 2004: 156).
Plotinus (204-270 M)

Sistem metafisika Plotinus ditandai oleh konsep


transendens. Menurut pendapatnya, di dalam pikiran
terdapat tiga realitas: The One, The Mind, dan The Soul. The
One (Yang Esa) adalah Tuhan, yaitu suatu realitas yang tidak
mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika.

Manusia mempunyai kebebasan, tetapi tidak dapat


dipahami secara lahiriah. Manusia jahat akan manjadi
budak nafsunya, maka ia tidak bebas.
Augustinus (354-430 M)

Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang


dilakukan oleh Protestan khususnya kepada Luther, Zwingli,
dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada
kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal,
semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi
untuk wujud pandangan-pandangan abad pertengahan.
Zaman Skolastik Awal (800-1200M)

Zaman skolastik ini memiliki perbedaan dengan zaman partisik.


Perbedaan zaman skolastik dengan patrisik yaitu tokoh masa
patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan
bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya
sedangkan para tokoh zaman skolastik adalah para pelajar dari
lingkungan sekolah kerajaan dan dari lingkungan universitas serta
penerus biarawan.
Ajaran Tokoh Filosof Skolastik Awal

Penulis menuturkan terdapat beberapa tokoh yang


berperan dalam mengembangkan filsafat skolastik awal,
diantaranya adalah Johanes Scotes Eriugena (810-870 M),
Peter Lombard (1100-1160 M), Jhon Salisbury (1115-1180
M), Santo Anselmus (1033-1109 M)
Johanes Scotes Eriugena (810-870 M)

Johanes Scotes Eriugena berasal dari Irlandia.


Pemikiran filsafatnya berdasakan pemikiran Kristiani.
Oleh karena itu segala penelitiannya dimulai dari iman,
sedangkan wahyu ilahi dipandang sebagai sumber
bahan-bahan filsafatnya. Menurut dia, akal betugas
mengungkapkan arti yang sebenarnya dari bahan-
bahan filsafat yang digalinya dari wahyu Ilahi itu.
(Hadiwijono, 2001: 91).
Santo Anselmus (1033-1109 M)
Di dalam filsafat Anselmus terlihat bahwa iman merupakan tema

sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling

penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami

pernyataannya, credor ut intelligamm yang terkenal itu. Ungkapan

ini menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal.

Arti ungkapan itu kira-kira percaya agar mengerti (believe in order

to understand), yang secara sederhana ialah percayalah terlebih

dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu harus

diterima lebih dahulu sebelum mulai berpikir ( Mayer: 384 dalam

Tafsir 2013: 95).


Zaman Akhir Skolastik (1400-1500 M)

Zaman skolastik akhir terjadi pada abad ke 14-15 yang


ditandai dengan pemikiran Islam yang berkembang
kearah nominalisme yaitu aliran yang berpendapat
bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang
aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya
sesuatu hal.
Tokoh Filosof Skolastik Arab

Al- Kindi (801- 865M)


Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang
kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi
martabatnya. Dan agama merupakan ilmu mengenai
kebenaran akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Mengenai hakikat Tuhan, Al-Kindi menegaskan bahwa
Tuhan adalah wujud yang hak (benar),
Al-Farabi (850-950 M)

filsafat Al-Farabi adalah filsafat yang bercorak spiritual-


idealis. Menurut Al-Farabi, akal yang dikonsepsikannya
yaitu Uqul Mufariqah (akal yang terlepas dari benda)
merupakan makhluk rohani murni. Roh itu pula yang
menggerakkan benda-benda langit dan mengatur alam di
bawah bulan.
Ibnu Sina(980-1037M)
Menurut Syadali dan Mudzakir (2004: 175) Ibnu Sina
mengatakan bahwa Tuhan itu adalah Al-aqlu (akal), ia
memikirkan diri-Nya sendiri lalu memikirkan sesuatu di
luar diri-Nya menyebabkan timbulnya akal lain yang
dinamakan akal pertama (Al-Aqlu Awwal), akal
pertama ini berpikir pula dan mengeluarkan akal
kedua dan seterusnya.
Filsafat Barat
Zaman Modern (1600-1800)

Pada zaman Barat Modern, disebut sebagai


masa pencerahan atau disebut juga
aufklarung, dimana pikiran orang-orang
dibebaskan dari doktrin-doktrin gereja yang
membatasi pemikiran para filsufnya.
Filsafat Barat Modern abad ke-17 Aliran Idealisme

Idealisme berasal dari kata idea yang berarti sesuatu yang


hadir dalam jiwa dan isme yang berarti paham atau
pemikiran. Sehingga, idealisme adalah doktrin yang
mengajarkan bahwa hakekat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan
spirit (roh) Pandangan ini telah dimiliki oleh Plato yang
sudah jauh ada sebelum adanya tokoh-tokoh idealisme
Filsafat Barat Zaman Modern abad ke-18

Pada abad ke-18, era filsafat semakin berkembang ke arah


yang lebih modern, berbeda sekali dengan zaman-zaman
sebelumnya, yang filsafat itu sendiri didoktrin oleh gereja,
sehingga pembahasan para filsuf tidak jauh dari jiwa atau
roh yang didasari oleh doktrin metafisik.
Zaman Pencerahan

Abad pencerahan merupakan masa transisi akhir abad


pertengahan menuju awal zaman modern, sehingga
terjadinya suatu paham dari orang-orang intelektual
Eropa yang mem percayai bahwa penggunaan akal
pikir akan membimbing manusia untuk menemukan
hukum-hukum alam yang semuanya bisa memberi
pencerahan
Ciri-ciri abad pencerahan

Penduniawian Terhadap Ajaran

Keyakinan Pada Pemikiran

Paham Serba Guna

Optimisme atau Percaya Diri Sendiri

Anda mungkin juga menyukai