kurang diimbangi oleh peningkatan pemahaman mengenai logika medis dan logika hukum. Semakin litigious Semakin memandang dokter bukan sebagai partnership dalam mengatasi problem kesehatannya. Semakin menerima konsep hak asasi manusia sebagai acuan bagi penentuan kebijakan dibidang sosial dan hukum Semakin tinggi penghargaannya terhadap prinsip-prinsip konsumeris-me. Terjadi perkembangan teknolologi. UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Undang-undang ini terkategori Administrative Penal Law Mengatur tentang penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari penyelenggaraan upaya kesehatan oleh dokter dan dokter gigi. Pelaksanaan praktik kedokteran diatur lebih lanjut oleh Peraturan menteri Ketentuan Umum Pasal 1 Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi yang dimaksud adalah dokter maupun dokter spesialis lulusan dalam maupun luar negeri. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) adalah suatu badan yang otonom, mandiri, bersifat independen, nonstruktural. Terdiri atas KK dan Kkgigi. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk dokter, PDGI untuk dokter gigi. Kolegium Kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing- masing cabang disiplin ilmu. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter, dokter gigi dalam penerapan ilmu kedokteran/gigi dan menetapkan sanksi. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter/dokter gigi. Pasal 39 : Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan Pasal 42 Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter yang tidak memiliki sip untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Pasal 44 Standar pelayanan : dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran. Pasal 45 Setiaptindakan kedokteran yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Pasal 50 : hak dokter Pasal 52 : hak pasien Pasal 51 : kewajiban dokter Pasal 53 : kewajiban pasien Ketentuan Pidana (Pasal 75-80) Pasal 75 ayat (3) : Sanksi pidana bagi setiap dokter/dokter gigi WNA yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR bersyarat. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah. Delik yang dilanggar adalah pasal 32 ayat (1) : STR bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis WNA yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia. Yang dimaksud STR bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh KKI kepada peserta didik WNA (dokter/dokter gigi spesialis) untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran/kedokteran gigi di Indonesia Pasal 66 UU 29/2004 Pasal 66 UU 29/2004 mengatur bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua MKDKI. Tetapi kalau ia tidak mampu membuat secara tertulis maka dapat diadukan secara lisan ke MKDKI. Setiap orang yang dimaksud baik individu maupun korporasi yang dirugikan kepentingannya. Pengaduan dibuat dengan memuat : identitas pengadu, nama dan alamat praktik dokter/dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan alasan pengaduan. Implikasi Terhadap Rumah Sakit.
1. Hanya boleh mempekerjakan dokter berlisensi (STR).
2. Memberikan Clinical Privilege sesuai kompetensi yang dimiliki dokter. 3. Memfasilitasi agar dokter selalu melaksanakan layanan kesehatan sesuai standar pelayanan. 4. Melaksanakan : a. Manajemen Informed Consent yang benar. b. Manajemen Rekam Medik yang baik dan rapi. c. Manajemen Rahasia Kedokteran yang tertib. d. Manajemen Kendali Mutu (Audit Medik dsbnya). 5. Memfasilitasi terlaksananya semua Hak Pasien. 6. Melakukan tindakan korektif terhadap dokter yang pelanggaran.