Anda di halaman 1dari 67

Kelas FARMASI D 2014

Kelompok III
Vinda Wahyu Kusuma
(201410410311172)
Dian Karasvita Latarigu
(201410410311173)
Moch. Yusuf Agung T
(201410410311175)
Mahya Rizki A
(201410410311176)
Apotek Rumah Sakit - Puskesmas
Edo Kurnia Putra
(201410410311177)
Rosmalina Laksmi Rosanti
(201410410311178)
Rika Rahim
(201410410311179)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes
RI) No. 1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan
MenKes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan
farmasi kepada masyarakat.
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang perubahan kedua


atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang penyempurnaan
pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan.
Sarana farmasi yang telah melaksanakan
peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan
penyerahan obat atau bahan obat.
Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus
menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat
secara luas dan merata.
Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan
perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat.
Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980
Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan,
namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan
pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan
kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan
lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan
kendaraan.
Bangunan dan Kelengkapan, Bangunan apotek harus mempunyai luas
dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan
teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di
bidang farmasi.
Perencanaan
Penganggaran
Pengadaan
Pengadaan Obat Narkotika Dan Psikotropika
Penerimaan Obat
Penataan Obat
Penyimpanan Obat
Pendistribusian Obat
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. dispensing;
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
4. konseling;
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep
dilakukan hal sebagai berikut:
A. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep
B. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
C. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan
menghindari penggunaan yang salah.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan
Informasi Obat :
Topik Pertanyaan;
Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium);
Uraian pertanyaan;
Jawaban pertanyaan;
Referensi;
Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data
Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil
dan menyusui).
Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid
dengan tappering down/off).
Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).
Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit
yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk
penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.
Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu:
Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi Obat tersebut?
Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan Obat
Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan
Identifikasi kepatuhan pasien
Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien
Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
Kriteria pasien:
Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
Adanya multidiagnosis.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi
Obat yang merugikan.
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan yang diperlukan
dalam menunjang upaya pelayanan kesehatan. Sebuah apotek wajib dikelola
oleh seorang apoteker. Apoteker adalah seseorang yang menerima hingga
menyerahkan obat kepada pasien diiringi dengan informasi terkait cara
penggunaan hingga efektivitas dari obat tersebut.Pendirian, pengelolaan,
penataan hingga standart pelayanan kefarmasian telah diatur dalam
PERMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai
acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan komitmen
dan kerjasama semua pemangku kepentingan. Hal tersebut akan menjadikan
Pelayanan Kefarmasian di Apotek semakin optimal dan dapat dirasakan
manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap
sekitar 40-50% biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi yang
demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini diperlukan
mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak seslalu sesuai dengan
kebutuhan.
Pemikiran tentang perlunya Tata Kelola Obat yang Baik di Sektor Farmasi
berkembang mengingat banyaknya praktek ilegal di lingkungan kefarmasian mulai
dari clinical trial, riset dan pengembangan, registrasi, pendaftaran, paten, produksi,
penetapan harga, pengadaan, seleksi distribusi dan trasportasi. Bentuk intransparansi
di bidang farmasi antara lain: pemalsuan data keamanan dan efikasi, penyuapan,
pencurian, penetapan harga yang lebih mahal, konflik kepentingan, kolusi, donasi,
promosi yang tidak etis maupun tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan
dengan obat. Dampak dari intransparansi di sektor farmasi mempunyai dampak
seperti: Ekonomi, Kesehatan , Citra dan kepercayaan
TUJUAN

Terwujudnya sistem
Terlaksananya informasi
pengelolaan pengelolaan Terlaksananya Terlaksananya
perbekalan perbekalan farmasi pengendalian pengelolaan
kesehatan yang
farmasi yang dapat digunakan mutu perbekalan
bermutu, sebagai dasar perbekalan farmasi satu
efektif, dan perencanaan farmasi. pintu.
kebutuhan
efisien.
perbekalan farmasi.
KEBIJAKAN YANG HARUS DIBUAT OLEH RUMAH SAKIT DALAM
PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika - Peraturan pemerintahan No. 72 tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi
SK Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Obat Nasional
SK Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
SK Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan bagi masyarakat miskin.
Peraturan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan
barang negara.
Susunan kebijakan obat di rumah sakit menurut PP yang
mencakup:

Pengadaan dan penerimaan


Pengaturan perbekalan farmasi yang dibawa penderita
Pengaturan perbekalan farmasi sumbangan
Pengaturan obat-obat yang diproduksi sendiri dan tidak ada di pasaran
Pengaturan distribusi obat
Pengaturan pemberlakuan formularium sebagai dasar pengadaan obat
Pengaturan uji coba produk baru
Pengaturan penetapan harga jual perbekalan farmasi
Pengaturan pengelolaan obat satu pintu
Pengaturan perbekalan farmasi khusus
Pengaturan pengelolaan resep kadaluwarsa dan pemusnahannya
Fungsi
Tugas Pokok 1.Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit.
1. Mengelola perbekalan farmasi 2.Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
yang efektif dan efisien. 3.Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuanyang
2. Menerapkan farmakoekonomi
berlaku.
dalam pelayanan. 4.Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
kompetensi/kemampuan tenaga 5.Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
farmasi. ketentuan yang berlaku
4. Mewujudkan Sistem Informasi 6.Menyimpanan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
5. Manajemen berdaya guna dan persyaratan kefarmasian.
tepat guna. 7.Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
6. Melaksanakan pengadilan mutu
8.Melakukan pencatatan dan pelaporan persediaan perbekalan
pelayanan. farmasi di RS.
9.Melakukan monitoring dan evaluasi, terhadap persediaan
perbekalan farmasi di RS.
PENGELOLAAN PERBEKALAN
FARMASI
Pemilihan

Kompilasi Penggunaan

1. Perencanaan
Perhitungan Kebutuhan

Evaluasi Perencanaan
2. Pengadaan

kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan


disetujui, melalui:
1. Pembelian : Tender terbuka, Tender terbatas,
Pembelian dengan tawar menawar, Pembelian langsung
2. produksi/pembuatan sediaan farmasi : kegiatan
membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3. Sumbangan/droping/hibah : kegiatan untuk
menerima perbekalan farmasi yang telahdiadakan
sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender,konsinyasi atau sumbangan.
3. Penerimaan

kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai


dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,konsinyasi
atau sumbangan yang dilakukan khusus oleh petugas yang bertanggung
jawab.
4. Penyimpanan

Pengaturan Tata Ruang Penyusunan Stok


Perbekalan Farmasi
Kemudaha Sirkulasi Rak dan
udara yang disusun menurut bentuk
n bergerak baik Pallet
sediaan dan alfabetis.
Kondisi Pencegaha
penyimpanan n
khusus kebakaran
5. Pendistribusian

Resep Sistem distribusi


perorangan persediaan
lengkap di ruang

Sistem distribusi
dosis unit
6. Pengendalian

kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai


dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit
pelayanan.
Kegiatan mencakup

Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah


stok inidisebut stok kerja.
Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari
mulaipemesanan sampai obat diterima.
Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agartidak mengalami kelurangan/kekosongan
7. Penghapusan

kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak


terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan
farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
8. Pencatatan dan
pelaaporan

Pencatatan
kegiatan yang bertujuan untuk memonitortransaksi perbekalan farmasi yang
keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Pelaporan
kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi,
tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang
berkepentingan.
upaya untuk terus mempertahankan mutu
pengelolaan perbekalan farmasi di
9. Monitoring dan rumah sakit adalah dengan melakukan
Evaluasi kegiatan monitoring dan evaluasi (monev).
Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai
msukan guna penyususnan perencanaan
dan pengambilan keputusan.
Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat yang dikelola secara optimal untuk
menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan
farmasi dan alat kesehatan
Menurut Indrawati (1999) Manajemen logistik obat adalah
proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan,
distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai
kinerja yang optimal
Tujuan Manajemen Logistik Obat di Puskesmas ialah
terlaksananya pelayanan obat kepada masyarakat secara
rasional dan menyeluruh.
Tujuan pengelolaan obat adalah menjamin tersedianya
obat dengan mutu yang terjamin, aman, dan tersebar secara
merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat
dan waktu yang tepat (Depkes, 2005).
Fungsi pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah
digariskan dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan
dan penganggaran
Fungsi penyimpanan dan penyaluran
Fungsi ini merupakan pelaksanaan penerimaan,
penyimpanan dan penyaluran perlengkapan yang telah
diadakan melalui fungsi-fungsi terdahulu untuk kemudian
disalurkan kepada instansi-instansi pelaksana.
Pemeliharaan adalah suatu usaha untuk memaksimalkan umur
kegunaan dari alat sehingga peralatan dapat bekerja secara
memuaskan dan meminimalkan biaya kerusakan. Fungsi
pemeliharaan sendiri adalah usaha atau proses kegiatan untuk
mempertahankan kondisi teknis, daya guna barang inventaris
Fungsi penghapusan
Penghapusan suatu barang logistik dilakukan apabila barang telah
mencapai titik akhir manfaatnya. Penghapusan logistik dapat
dilakukan tergantung dari kebijakan yang diterapkan oleh instansi
ataupun perusahaan.
Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari
pengelolaan logistik yang meliputi usaha untuk
memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan
logistik. Dalam fungsi pengendalian ini terdapat
kegiatan-kegiatan yakni pengendalian inventarisasi dan
Expediting yang merupakan unsure-unsur utamanya
Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar.
Tahap-tahap yang dilalui dalam proses perencanaan obat adalah :
1. Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik
terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dengan
harga berpedoman pada penetapan Menteri.
2. Tahap kompilasi pemakaian obat
3. Tahap perhitungan kebutuhan obat
4. Tahap proyeksi kebutuhan obat
5. Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat
Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk
Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu :
1. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria
umum dan persyaratan umum. Kriteria umumnya yaitu obat
termasuk dalam daftar obat pelayanan kesehatan dasar
(PKD), obat program kesehatan, obat generic yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih
berlaku, telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari
Depkes/Badan POM
2. Persyaratan pemasok , yaitu :
Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat
CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis
sediaan obat yang dibutuhkan.
Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab
Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau
tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.
Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan
masa kontrak.
1. Cek kehabsahan dokumen
2. Cek kehabsahan barang

3. Cek jenis barang yang sesuai dengan SOP(surat order pembelian) dan faktur pengantar
4. Cek kualitas barang

5. Cek jumlah barang yang sesuai dengan SOP(surat order pembelian) dan faktur pengantar
6. Bila semua sesuai, buat BA(berita acara) penerimaan

7. Buat laporan penerimaan


8. Catat pada buku masuk

9. Catat pada kolom gudang pada kolom kurang


10. lanjut dengan proses penyimpanan
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004)
penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan
terhadap obat-obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin
Menurut Warman (2004) tujuan dari penyimpanan antara lain :

Mempertahankan mutu obat dari kerusakan akibat


penyimpanan yang tidak baik.

Mempermudah pencarian di gudang/kamar penyimpanan

Mencegah kehilangan dan mencegah bahaya

Mempermudah stock opname dan pengawasan


PENCATATAN DAN PELAPORAN OBAT

Tujuan :
1. Bukti bahwa suatu kegiatan yang telahdilakukan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturandan pengendalian
3. Sumber data untuk pembuatan laporan
Sarana Pencatatan dan pelaporan Penyelenggaraan Pencatatan :
- Di gudang obat Puskesmas: a. Di gudang Puskesmas :
Kartu stok obat 1). Setiap obat yang diterima
LPLPO (laporan pemakaian lembar dan dikeluarkandari gudang dicatat di
permintaan obat dalam Kartu Stok
2). Laporan penggunaan dan lembar
- Di kamar obat Puskesmas : permintaan obat dibuat berdasarkan:
Catatan penggunaan obat (a). Kartu Stok Obat
LPLPO (b). Catatan harian penggunaan obat
b. Di kamar obat
- Di Puskesmas pembantu : c. Di kamar suntik
Catatan penggunaan obat d. Di Puskesmas keliling, Puskesmas
LPLPO Sub unit Pembantu dan tempat perawatan
serta di ruang pertolongan gawat
- Di kamar suntik : darurat, pencatatan diselenggarkan
LPLPO Sub unit seperti pada kamar obat.
Catatan harian penggunaan obat suntik
Data LPLPO merupakan kompilasi dari dataLPLPO sub
unit dan Puskesmas Induk, LPLPO dibuat 3 (tiga)
rangkap, yakni :

Dua rangkap diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui


Instalasi FarmasiKabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang
diserahkan. Setelah ditanda tangani disertai satur angkap LPLPO
dan satu rangkap lainnya disimpan di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota.

Satu rangkap untuk arsip Puskesmas


Pengelolaan obat di farmasi puskesmas harus efektif dan
efisien karena obat harus ada saat dibutuhkan, dalam
jumlah yang cukup, mutu terjamin dan harga yang
terjangkau.
Tingkat kualitas pengelolaan obat di farmasi puskesmas
perlu dinilai dan salah satu tolok ukur yang digunakan untuk
menilai adalah indicator.
Sejumlah indikator pengelolaan obat yang dipilih dapat dilihat
pada table berikut ini.
PELAYANAN INFORMASI OBAT
Berdasarkan peraturan Menkes RI No. 30 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
seorang apoteker melakukan pelayanan kefarmasian
berupa pemberian informasi obat. Pelayanan Informasi
Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat,
jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan puskesmas, pasien dan masyarakat.

Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan


obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).

Menunjang penggunaan obat yang rasional.


Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan pasif.

Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga esehatan melalui telepon, surat dan tatap muka.

Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dll.

Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya
terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai.

Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.

Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien dan masyarakat.


Definisi

Proses diskusi antara tenaga kefarmasian dengan pasien atau


keluarga yang dilakukan secara sistematis untuk
mengidentifikasi masalah dan penyelesaian dalam
penggunaan obat

Tujuan

Memberikan pemahaman yang benar terkait pengobatan,


penggunaan dan penyimpanan kepada pasien.
Penentuan Prioritas Pasien

Persiapan dalam melaksanakan konseling

Pelaksanaan konseling obat


Pasien
dengan
Pasien penyakit Pasien
yang kronik dengan
mengalami sejarah
masalah ketidakpat
terkait uhan
penggunaa Prioritas dalam
n obatnya. pasien pengobata
yang n.
dikonselin Pasien
Pasien g dengan
anak multirejime
melalui n obat /
orang tua. polifarmasi
.
Pasien
lanjut usia.
Menanykan 3 pertanyaan kunci:
Membuka komunikasi
Melakukan konseling Informasi dari dokter?
dengan pasien atau
sesuai kondisi pasien
keluarga Cara penggunaan obat?
Harapan dalam pengobatan?

Melakukan verifikasi akhir


Mencatat hasil Mengecek pemahaman pasien Menjelaskan dan
konseling pada kartu Mengidentifikasi masalah penggunaan memperagakan cara
pengobatan obat untuk optimalisasi terapi penggunaan obat tertentu
Ruang lingkup manajemen kefarmasian di Puskesmas secara keseluruhan mencakup pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan dan permintaan obat; penerimaan, penyimpanan dan
distribusi obat, pencatatan dan pelaporan obat; seta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat. Pelayanan
kefarmasian yang meliputi pengkajian dan pelaynan resep; pelayanan informasi obat; dan konseling juga
merupakan bagian dari manajemen kefarmasian di Puskesmas.

Perencanaan yang merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan
jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di Puskesmas.

Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh
Kepala Puskesmas, penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas.

Penyimpanan Obat di Puskesmas yang merupakan suatu kegiatan pengamanan terhadap obatobatan yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.
Pendistribusian obat di puskesmas yang kegiatan pengeluaran dan
penyerahannya dilakukan secara merata dan teratur untuk memenuhi sub-sub
unit pelayanan kesehatan. Proses distribusi obat juga dibarengi dengan
pencatatan dan pelaporan obat dimana ini merupakan rangkaian
penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat- obatan yang
diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas dan atau unit
pelayanan lainnya.
Evaluasi pengelolaan obat ini sendiri dilakukan oleh petugas pengelolaan
obat dari unit yang lebih tinggi yaitu instalasi farmasi dari
provinsi/kabupaten/kota. Pengamatan ini dilakukan untuk menjaga agar
semua pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman
yang disepakati bersama.
Pengelolaan Pelayanan Informasi Obat (PIO)juga harus dperhatikan dengan
baik agar apoteker dapat menyediakan dan memberikan informasi obat
kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain untuk menunjang
ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional dengan baik.
Manajemen Kefarmasian di Puskesmas sangat diperlukan. Untuk
meningkatkan kinerja Kabupaten/Kota dalam pembangunan diperlukan suatu
instrumen monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu diperlukan untuk
menyediakan modul manajemen kefarmasian di Puskesmas yang akan
menjadi acuan bagi petugas pengelola obat di Puskesmas.
Manajemen Kefarmasian di Puskesmas secara keseluruhan meliputi :
Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
Pelayanan Kefarmasian
Penggunaan Obat Rasional

Anda mungkin juga menyukai