Histamin (2-[4-imidazolyl]ethylamine) pertama kali ditemukan pada tahun
1910 oleh Dale dan Laidlaw dan diidentifikasi sebagai perantara reaksi anafilaktik pada tahun 1932. Histamin merupakan protein penting yang ikut serta dalam banyak reaksi alergi. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine (penghambatan saingan). PENGGOLONGAN ANTI HISTAMIN
Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang digolongkan berdasarkan
sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin, yaitu : ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH1) 1. Antihistamin ( AH1) Generasi Pertama : Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis. 2. Antihistamin ( AH1) Generasi Kedua : ). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal),. maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. 3. Antihistamin ( AH1) Generasi Ketiga : merupakan derivat dari generasi kedua yang berupa metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine) ANTAGONIS RESEPTOR H2 (AH2) ANTAGONIS RESEPTOR H1 (AH1)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin
dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Farmakokinetik : Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan maksimal setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase system, tetapi dapat juga melalui paru-paru dan ginjal. Mekanisme kerja : Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen dapat menstabilkan sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya; juga ada yang menunjukkan penghambatan terhadap ekspresi molekul adhesi (ICAM-1) dan penghambatan adhesi antara eosinofil dan neutrofil pada sel endotel. Oleh karena itu dapat mencegah pelepasan mediator kimia dari sel mast, maka ketotifen dan beberapa jenis AH1 generasi baru dapat digunakan sebagai terapi profilaksis yang lebih kuat untuk reaksi alergi yang bersifat kronik. Efek samping : Pada dosis terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini sangat mengganggu sehingga terapi perlu dihentikan. ANTAGONIS RESEPTOR H2 (AH2)
Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan
lambung, perangsangan jantung. Beberapa jaringan seperti otot polos pembuluh darah mempunyai kedua reseptor yaitu H1 dan H2. Farmakodinamik ; Simetidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat. Farmakokinetik : Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 20%. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60-90. Simetidin masuk ke dalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral simetidin dieksresi dalam bentuk asam dalam urin. Masa paruh eliminasinya sekitar 2 jam. Mekanisme kerja : Simetidin menghambat histamin N-methyl transferase, suatu enzim yang berperan dalam degrasi histamin. Simetidin menunjukkan aktivitas antiandrogen, suatu efek yang diketahui tidak berhubungan dengan kemampuan menghambat reseptor H2. Aktivitas antiandrogen didapatkan dari inhibisi kompetitif dyhidrotestosterone pada reseptor androgen perifer. Simetidin meningkatkan sistem imun dengan menghambat aktivitas sel T supresor. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh blokade reseptor H2 yang dapat dilihat dari supresor limfosit T. Imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi. Efek samping : efek samping yang ditimbulkan yaitu : Nyeri kepala, pusing, mual, dan diare. PEMILIHAN SEDIAAN
Banyak golongan AH1 yang digunakan dalam terapi tetapi efektivitasnya
tidak banyak berbeda, perbedaan antara jenis obat hanya dalam hal potensi, dosis, efek samping dan jenis sediaan yang ada. Sebaiknya dipilih AH1 yang efek terapinya lebih besar dengan efek samping seminimal mungkin, tetapi belum ada AH1 yang ideal seperti ini. Antagonis reseptor H2 disediakan sebagai obat alternatif untuk pasien yang tidak memberikan respons baik terhadap pengobatan antasida jangka panjang.