Anda di halaman 1dari 62

Penanganan Awal Kegawatdaruratan

Pada Kehamilan Muda


Dewi Setianingsih
Ririn Febriani
Ristianty Agustin
Syafira Purnamadyani
Kegawatdaruratan Pada Kehamilan
Muda
Pada kasus kegawatdaruratan pada masa
kehamilan muda terdapat tiga kemungkinan dan
ini merupakan tanda dan bahaya yang harus
diwaspadai oleh wanita yang sedang hamil muda.
Kondisi yang dapat menimbulkan tanda bahaya
adalah perdarahan, yang dapat dimungkinkan
karena terjadi abortus, dan kehamilan ektopik
terganggu (KET) ataupun molahydatidosa. Namun
ketiganya ini mempunyai tanda dan gejala
spesifik yang dapat dikenali.
ABORTUS

Abortus adalah berakhirnya


kehamilan melalui cara
apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu
didasarkan pada tanggal hari
pertama haid normal terakhir
atau berat janin kurang dari
500 gram ( Obstetri Williams,
2006).
Faktor-faktor Penyebab Abortus

Faktor janin Faktor ibu Faktor Ayah


kelainan Kelainan endokrin Kelainan
genetik pada (hormonal) misalnya kromosom dan
janin terjadi kekurangan tiroid, kencing infeksi sperma
pada 50%- manis. diduga dapat
Faktor kekebalan
60% kasus (imunologi), misalnya pada
menyebabkan
keguguran. penyakit lupus, Anti abortus
phospholipid syndrome.
Infeksi, diduga akibat
beberapa virus seperti cacar
air, campak jerman,
toksoplasma , herpes,
klamidia.
Kelemahan otot leher rahim
Kelainan bentuk rahim.
Faktor Lain Penyebab
Abortus

USIA ANEMIA

PARITAS
Penanganan Umum
Abortus

1. Lakukan penilaian awal untuk


segera menentuhkan kondisi pasien Gunakan jarum infus besar
(gawat darurat, komplikasi berat (16G atau lebih besar) dan
atau masih cukup stabil) berikan tetesan cepat (500 ml
2. Pada kondisi gawat darurat, dalam 2 jam pertama) larutan
segeraupayakan stabilisasi pasien garam fisiologis atau Ringer
sebelum melakukan tindakan Periksa kadar Hb, golongan
lanjutan (evaluasi medik atau darah dan uji padanan-silang
merujuk) (crossmatch)
3. Penilaian medik untuk 4. Bila terdapat tanda-tanda
menentuhkan kelainan tindakan di sepsis, berikan antibiotika yang
fasilitas kesehatan setempat atau sesuai.
dirujuk ke rumah sakit. 5. Temukan dan hentikan dengan
Bila pasien syokk atau segera sumber perdarahan
kondisinya memburuk akibat 6. Lakukan pemantauan ketat
perdarahan hebat, segera atasi tentang pascatindakan dan
komplikasi tersebut. perkembangan lanjutan.
Penilaian Awal Abortus

Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari:


Keadaaan umum pasien
Tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
<90 mmHg, nadi > 112 x/menit)
Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah,
adanya cairan bebas dalam kavum pelvis; pikirkan kemungkinan
kehamilan ektopik yang terganggu.
Tanda-tanda sepsis atau infeksi (demam tinggi, sekret berbau pervaginam,
nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang porsio, dehidrasi,
gelisah atau pingsan)
Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada
fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)
Abortus
Imminen

Abortus tingkat
permulaan,
terjadi
perdarahan per
vaginam,
sedangkan jalan
lahir masih
tertutup dan hasil
konsepsi masih
baik di dalam
rahim.
Abortus
Imminen

Tanda dan Gejala

Spotting (perdarahan) sedikit, menetap selama


beberapa hari, nyeri dan kram perut, nyeri
punggung bawah disertai perasaan tertekan di
pinggul, Perdarahan pervaginam sedikit, Hasil
konsepsi masih di dalam Uterus Tidak ada
pembukaan ostium uteri internum (OUI), Nyeri
memilin, Uterus sesuai dengan usia kehamilan,
Tes hamil (+).
Abortus
Imminen

Penegakan Diagnosa
Anamnesis :
Tanyakan pada ibu apakah ibu Pemeriksaan Fisik :
hamil? Jika iya, tanyakan HPHT Periksa TFU
nya apakah sesuai
Tanyakan pada ibu apakah dengan usia
terdapat perdarahan yang banyak
kehamilan
atau sedikit? Jika iya, tanyakan
Periksa apakah
sudah berapa lama
Tanyakan apakah ibu merasa ada ada pembukaan
nyeri dan kram perut atau nyeri Ostium Uteri
punggung bawah disertai Internum (OUI)
perasaan tertekan di pinggul?
Abortus Imminen

Penatalaksanaan
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini mengurangi rangsangan mekanis dan
menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang
bila pasien gelisah.
Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual.
Bila Perdarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal terjadwal.
Lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi.
Jika Perdarahan terus berlangsung : Lakukan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemui uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
Rujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai setelah
distabilisasi.
Abortus Insipient

Terjadi perdarahan
dari uterus disertai
dilatasi serviks yang
meningkat, rasa
mules menjadi lebih
sering dan kuat,
perdarahan
bertambah tetapi
hasil konsepsi masih
berada dalam uterus.
Abortus Insipient

Tanda dan Gejala


Perdarahan >> kadang bergumpal, Hasil konsepsi
masih di dalam uterus, Terdapat pembukaan servik,
uterus sesuai dengan usia kehamilan, mules/nyeri
sering dan kuat, hasil pemeriksaan USG mungkin
didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantung
gestasi kosong (5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5
minggu) atau perdarahan subkorionik banyak
dibagian bawah.
Abortus Insipient

Penegakan Diagnosa
Anamnesis :
Tanyakan pada ibu apakah
ibu hamil? Jika iya, tanyakan Pemeriksaan Fisik :
HPHT nya (dilakukan jika tidak
Tanyakan pada ibu ada syok)
Periksa TFU apakah
bagaimana bentuk sesuai dengan usia
perdarahannya? kehamilan
Tanyakan pada ibu apakah Periksa apakah
ibu merasa mules/nyeri yang terdapat
sering dan kuat? pembukaan servik
atau tidak
Namun jika ibu datang
dengan tanda-tanda syok,
segera atasi
Abortus Insipient

Penatalaksanaan
Lakukan penilaian awal (Tanda-tanda Vital),
bila terdapat tanda-tanda syok maka harus
segera distabilisasi dengan memberikan
tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama)
larutan garam fisiologis atau Ringer Laktat..
Lakukan konseling terhadap kehamilan yang
tidak dapat dipertahankan
Lakukan rujukan ibu ketempat layanan
sekunder
Informasi mengenai kontrasepsi pasca
keguguran
Abortus Inkomplit

Abortus inkomplit
adalah perdarahan pada
kehamilan muda
dimana sebagian dari
hasil konsepsi telah
keluar dari kavum uteri
melalui servikalis
Tanda dan Gejala
Pengeluaran sebagian hasil
konsepsi
Terdapat pembukaan ostiumuteri
internum (OUI)
Perdarahan tidak berhenti jika
hasil konsepsi belum keluar
semua
Pemeriksaan dijumpai gambaran
kanalis servikalis terbuka
Penegakan Diagnosa

Anamnesis :
Tanyakan pada ibu apakah ibu hamil?
Jika iya, tanyakan HPHT nya Pemeriksaan Fisik :
Tanyakan pada ibu bagaimana bentuk (dilakukan jika
perdarahan, dan sudah berapa lama tidak terdapat
berlangsung syok)
Namun bila perdarahan sangat Periksa apakah
banyak dan terdapat tanda-tanda ada pembukaan
syok, segera atasi Ostium Uteri
Internum
Penatalaksanaan
Lakukan penilaian awal (Tanda-tanda Vital), bila terdapat tanda-tanda
syok maka harus segera distabilisasi dengan memberikan tetesan cepat
(500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis atau Ringer
Laktat.
Lakukan konseling kemungkinan adanya sisa kehamilan,
sehingga pasien harus dirujuk setelah keadaannya stabil
Jika perdarahan ringan atau sedang dan usia kehamilan < 16 mg,
gunakan forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 mg, dilakukan
evakuasi isi uterus.
Kehamilan > 16 mg, berikan infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%
atau RL 40 tetes per menit untuk pengeluaran hasil konsepsi.
Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa
kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Abortus Komplit

Hasil konsepsi keluar dari


cavum uteri secara
keseluruhan. Perdarahan
terjadi meningkat seiring
dengan mulas yang terjadi,
hingga hasil konsepsi
terkeluarkan seluruhnya dan
ostium uretri akan menutup
serta perdarahan akan
berangsur-angsur berhenti.
Tanda dan Gejala

Semua hasil konsepsi sudah


dikeluarkan

ostium sudah menutup

perdarahan sedikit

uterus lebih kecil


Penegakan Diagnosa
Anamnesis :
Tanyakan pada ibu apakah ibu Pemeriksaan Fisik :
hamil? Jika iya, tanyakan HPHT Periksa TFU
nya apakah sesuai
Tanyakan pada ibu sudah kehamilan atau
berapa lama perdarahan tidak
berlangsung? Dan bagaimana Periksa apakah ada
bentuknya? pembukaan
Tanyakan pada ibu apakah Ostium Uteri
perut ibu terasa mulas/nyeri Internum atau
atau tidak? tidak
Penatalaksanaan
Rujuk ke Rumah Sakit untuk melihat apakah masih ada hasil
konsepsi yang tersisa di dalam rahim.
Jika tidak ada hasil konsepsi yang tersisaTidak diperlukan evakuasi
lagi
Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan
menawarkankontrasepsi pasca keguguran
Observasi keadaan ibu
Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600
mg/hari selama 2minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah
Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di mana
setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar
endometrium kavum teri. Hampir 90%
kehamilan ektopik terjadi di tuba uterine.
Kehamilan Ektopik Terganggu
Jika terjadi perdarahan pada kehamilan kurang
dari 22 minggu, kondisi ini berkaitan dengan
kehamilan ektopik terganggu (KET) yang terjadi
karena sel telur yang sudah dibuahi dalam
perjalanan menuju endometrium tersendat
sehingga embrio sudah berkembang sebelum
mencapai kavum uteri dan akibatnya akan
tumbuh di luar rongga rahim. Bila tempat nidasi
tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan
besarnya buah kehamilan, akan terjadi ruptura
dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu
(KET).
Tanda dan Gejala
Kehamilan Ektopik yang Belum Terganggu
Gejala kehamilan awal
Nyeri pada abdomen dan pelvis
Adanya massa lunak di adneksa
Nyeri goyang porsio.
Kehamilan Ektopik Terganggu
Pucat/anemis
Kesadaran menurun dan lemah
Syok (hipovolemik)
Perut kembung (adanya cairan bebas
intraabdomen) dan nyeri tekan. Sakit perut
mendadak yang mula-mula terdapat pada satu sisi
kemudian menjalarke bagian tengah atau ke
seluruh perut sehingga menekan diafragma.Nyeri
perut bawah yang makin hebat apabila tubuh
digerakkan.
Nyeri bahu (iritasi saraf frenikus).
Darah intraperitoneal meningkat timbul nyeri dan
terjadi defence muskuler dan nyeri lepas.
Bila terjadi hematoke retrouterina dapat
menimbulkan nyeri defekasi dan selanjutnya diikuti
dengan syok (Hipotensi dan hipovolemia)
Serviks tertutup.
Nyeri goyang portio
Perdarahan dari uterus tidak banyak dan berwarna
merah tua
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan
USG
Penegakan Diagnosa
Anamnesis
Amenorrhea
Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET)
Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut,
seperti diiris dengan pisau disertai muntah dan
bisa jatuh pingsan
Nyeri bahu
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda akut abdomen
Tanda Cullen
Pemeriksaan ginekologik
Adanya nyeri ayun
Douglas crise
Kavum Douglasi teraba menonjol
Teraba massa retrouterina (massa pelvis)
Pervaginam keluar decidual cast
Pada palpasi perut dan pada perkusi
Penatalaksanaan
Observasi keadaan umum dan kesadaran pasien.
Stabilisasi keadaan umum pasien. Restorasi cairan
tubuh pasien dengan cairan NaCl 0,9% atau
cairan Ringer Laktat (500 ml dakam 15 menit
pertama atau 2L dalam 2 jam pertama)
Setelah diagnosa ditegakan sesuai kewenangan
bidan lakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
dapat menangani kasus KET.
Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi
syarat untuk melakukan tindakan operatif karena
sumber perdarahan harus segera dihentikan.
Bila darah pengganti belum tersedia, berikan
autotransfusion berikut ini:
Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen
telah melalui alat penghisap dan wadah
penampung yang steril.
Saring darah yang tertampung dengan kain steril
dan masukkan ke dalam kantung darah (blood
bag). Apabila kantung darah tidak tersedia,
masukkan dalam botol bekas cairan infus (yang
baru terpakai dan bersih) dengan diberikan
larutan sodium sirat 10 ml untuk setiap 90 ml
darah.
Transfusikan darah melalui slang transfuse yang
mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa adalah
kehamilan abnormal
dimana seluruh villi
korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik.

Penyebab

Faktor ovum (ovum memang sudah


patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan)
Imunoselektif dari Tropoblast
keadaan sosioekonomi yang rendah
paritas tinggi
kekurangan protein
infeksi virus dan factor kromosom yang
belum jelas
Klasifikasi
Tanda dan Gejala
Gejala sangat bervariasi mulai perdarahan mendadak disertai shock
sampai perdarahan samar samar sehingga sukar untuk dideteksi
Amenorrhoe dan tanda tanda kehamilan
Seperti hamil muda, tetapi derajat keluhan sering lebih hebat
Uterus lebih besar dari usia kehamilan
Tidak ada tanda-tanda adanya janin. Tidak dirasakan tanda tanda adanya
gerakan janin maupun ballotement
Nyeri perut
Serviks terbuka
Mungkin timbul preeklamsia atau eklamsia pada usia kehamilan > 24
minggu
Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
Tirotoksikosis
Penegakkan diagnosis kehamilan mola dibantu dengan pemeriksaan USG
Penegakan Diagnosa
Data Objektif
Data Subjektif Inspeksi
Amenorea muka dan kadang-kadang badan kelihatan
Nyeri Perut kekuningan yang disebut muka mola (mola face)
Palpasi
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement
dan gerakan janin.
Auskultasi
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
Penegakan Diagnosa

Pemeriksaan Laboratorium

Radiologik

Uji Sonde

Histopatologik
Penatalaksanaan

Tatalaksana Umum

Diagnosis dini tanda mola


Beri infus NS/RL preventif terhadap perdarahan hebat
Observasi kadar HCg
Observasi kadar Hb dan T/N/S serta perdarahan pervaginam
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk dilakukan evakuasi
jaringan mola
Jurnal Tentang Aborsi

Determinan Abortus di Indonesia


Oleh : Titik Kuntari*, Siswanto Agus
Wilopo**, Ova Emilia**
Prevalensi Abortus di Indonesia
Tahun 2002-2003
Variabel Kategori Kasus Populasi Prevalensi
Abortus (%)
Usia <20 tahun 21 269 7,80
20-24 tahun 54 878 6,15
25-29 tahun 67 974 6,88
30-34 tahun 61 720 8,47
> 35 tahun 77 560 13,75
Paritas 0-2 204 2152 9,48
>3 76 1251 6,08
Riwayat Ya 28 232 12,07
Abortus Tidak 252 3169 7,95
Pekerjaan Bekerja 149 1082 13,77
Tidak Bekerja 131 2319 5,65
Variabel Kategori Kasus Populasi Prevalensi
Abortus (%)
Tingkat <SLTP 9 127 7,09
Pendidikan SLTP 103 1441 7,19
SLTA 134 1563 8,57
Sarjana 34 379 8,97
Usia Menikah <20 tahun 148 1823 6,09
20-24 tahun 89 1120 7,94
25-29 tahun 32 379 8,44
30 tahun 11 73 15,09
Sosial Sangat 64 1060 6,04
Ekonomi Miskin 43 642 6,69
Miskin 55 575 9,56
Menengah 59 524 11,26
Kaya 59 6000 0,98
Sangat Kaya
Hasil
Dengan jumlah kasus abortus = 280 dan populasi = 3401 maka
prevalensi abortus adalah = 8,23%. Kasus abortus paling tinggi
pada: kelompok usia 35 tahun atau lebih, (13,75%); kelompok
paritas 0-2 (9,48%), yang pernah mengalami abortus
sebelumnya (12,07%); wanita bekerja (13,77%) yang
berpendidikan sarjana (8,97%); usia menikah > 30 tahun
(15,09%); sosial ekonomi kaya (11,29%).
Risiko abortus meningkat sesuai dengan peningkatan usia ibu,
kecuali ibu berusia kurang dari 20 tahun berisiko lebih tinggi
daripada usia 20-24 tahun. Risiko abortus juga meningkat
pada wanita dengan paritas 0-2, wanita yang bekerja serta
wanita yang menikah pada usia 30 tahun atau lebih. Risiko
abortus tidak berhubungan bermakna dengan riwayat abortus
sebelumnya, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi
Kesimpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah risiko abortus
berhubungan dengan usia ibu, paritas, pekerjaan ibu dan
usia ibu saat menikah. Semakin bertambah usia ibu,
semakin tinggi risiko untuk mengalami abortus.
Berdasarkan paritas, wanita dengan paritas 0-2 berisiko
lebih tinggi untuk mengalami abortus dibandingkan wanita
dengan paritas 3 atau lebih (OR=5,2; IK95%=3,49-7,89).
Wanita yang bekerja berisiko lebih tinggi dibandingkan
wanita yang tidak bekerja (OR= 2,7; IK 95%= 2,10-3,58).
Selain itu, risiko abortus meningkat pada wanita yang
menikah pada usia 30 tahun atau lebih (OR=1,8; IK95%=
1,30-2,48). Risiko abortus tidak berhubungan bermakna
dengan riwayat abortus sebelumnya, tingkat pendidikan
dan tingkat sosial ekonomi.
Jurnal Tentang KET

Kehamilan Ektopik
Oleh : Gusti Ayu Putu Kriswedhani, Novita
Carolia
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Sebagian besar wanita mengalami kehamilan
ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur
rata-rata 30 tahun. Berdasarkan bebrapa
penelitian menyatakan bahwa semakin
bertambahnya usia maka semakin tinggi angka
kejadian KET yaitu 4 kali lebih besar diatas
usia35 tahun.
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan
pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit
putih.Perbedaan ini diperkirakan karena
peradangan pelvis lebih banyak ditemukan
pada golongan wanita kulit hitam.
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung
lebih memperhatikan kesehatannya selama
kehamilan bila dibanding dengan ibu yang
tingkat pendidikannya lebih rendah.
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan
menunjukkan tingkat kesejahteraan dan
kesempatannya dalam menggunakan dan
menerima pelayanan kesehatan.
Riwayatpenyakit yang berhubungan dengan
resiko kehamilan ektopik adalah infeksi, tumor
yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan
keadaan infertil.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral
atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan
dengan kehamilan intrauterin adalah lebih
besar daripada wanita-wanita yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi.
Jurnal Tentang Molahidatidosa

Profil penderita mola hidatidosa di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado
Oleh :
1Tiara V. Paputungan
2Freddy W.Wagey
2Rudy A. Lengkong
Dalam penelitian yang telah dilakukan pada
Desember 2015 di bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado ditemukan 35 kasus mola hidatidosa
selama periode Januari Desember 2014. Dari
35 kasus mola hidatidosa, hanya 18 kasus
yang mempunyai data lengkap di catatan
medik.
Pada tahun 2014 di bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
ditemukan kasus mola hidatidosa terbanyak pada
kelompok umur 35 tahun yaitu sebanyak 6
kasus. Pada kelompok umur 16-20 tahun
sebanyak 4 kasus dan pada kelompok umur 30-34
tahun dengan angka kejadian yang sama. Pada
kelompok umur 21-24 tahun dan 25-29 tahun
juga mempunyai angka kejadian yang sama yaitu
sebanyak 2 kasus. Pada kelompok umur 15
tahun tidak terdapat kejadian mola hidatidosa.
Dari hasil penelitian dan bahasan dapat
disimpulkan bahwa dari 35 kasus mola
hidatidosa, distribusi terbanyak terdapat pada
kelompok umur 35 tahun, pendidikan terakhir
tingkat SMA, multipara, penderita dengan kadar
hemoglobin 11 gr/dl, besar uterus sesuai usia
kehamilan >20 minggu, penyulit hiperemesis
gravidarum dan tirotoksikosis, tindakan
penanganan yang dilakukan yaitu kuretase hisap,
dan kadar -hCG 5 mIU/ml.
TERIMAKASIH
Pertanyaan
Tania : perlukah kita menanyakan pada saat
perdarahan saat berhubungan apakah sperma
dikeluarkan di dalam atau di luar?
Lilis : bagaimana konseling dan
penatalaksanaan agar kehamilan dengan
abortus iminens dapat dipertahankan?
Tita : apakah perdarahan abortus dapat
menyebabkan syok? Dan kapan syok terjadi?
Dyah: periksa adneksa bagaimana? Nyeri
goyang porsio dilakukan sebelum atau
sesudah penegakan diagnosa?
Selvi : KET shifting dullness? Leukositosis pada
KET Masih ada?
Rivani : hcg yg tinggi mempengaruhi
molahidatidosa?
Zulian : apakah bisa hasil kuretase tidak
bersih ? Apa penyebab dari kuretase yg tdk
bersih ?
Deya : apakah mola parsial dapat di dengar djj
nya ? Apakah harus dikuret secara besih? Apa
pengaruh kulit pada KET?
Mengapa terdapat pemeriksaan amenorea
pada penegakan diagnosa ?

Anda mungkin juga menyukai