Anda di halaman 1dari 31

Status Epileptikus

Qori Fadillah
Latar Belakang
Status Epileptikus merupakan masalah kesehatan umum yang diakui
meningkat akhir-akhir ini terutama di Negara Amerika Serikat. Ini
berhubungan dengan mortalitas yang tinggi dimana pada 152.000 kasus
yang terjadi tiap tahunnya di USA menghasilkan kematian.
Berdasarkan kompleksitas dari penyakit ini, Status Epileptikus tidak hanya
penting untuk menghentikan kejang tetapi identifikasi pengobatan penyakit
dasar merupakan bagian utama pada penatalaksanaan Status Epileptikus.
Tujuan
Mengetahui dan memahami tentang status epileptikus
Mengetahui dan memahami tentang tanda dan gejala
status epileptikus
Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan
pada status epileptikus.
Definisi
Menurut International League Againts Epilepsy (ILAE)
hanya menyatakan bahwa SE adalah kejang yang
berlangsung terus-menerus selama periode waktu
tertentu atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran
diantara kejang selama 30 menit.
Epidemiologi
Insidens SE pada anak diperkirakan sekitar 10 58 per
100.000 anak.
Status epileptikus pada anak usia muda, terutama usia
kurang dari 1 tahun dengan estimasi insidens 1 per 1000
bayi.
Etiologi
Simtomatis:
Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau keseimbangan
elektrolit, trauma kepala, perdarahan, atau stroke.
Remote, bila terdapat riwayat kelainan sebelumnya: ensefalopati
hipoksik-iskemik (EHI), trauma kepala, infeksi, atau kelainan
otak kongenital
Kelainan neurologi progresif: tumor otak, kelainan metabolik,
otoimun (contohnya vaskulitis)
Epilepsi

Idiopatik/kriptogenik: penyebab tidak dapat diketahui


Faktor Resiko
Kriptogenik epilepsi
Simptomatik epilepsi
Idiopatik epilepsi
Klasifikasi
Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan,
spontan, dan sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi motorik
(kejang), sensorik, otonom atau fungsi kompleks (kognitif, emosional)
secara lokal atau umum. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia
dan hipomagnesemia.
Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat
akan menimbulkan kejang.
Manifestasi Klinis
Epilepsi Parsial Sederhana
Ciri dan jenis epilepsy ini adalah :
Serangan pertama biasa terjadi antara usia 5 10 tahun.
Serangan terutama terjadi sewaktu tidur.
Respon terhadap obat antikonvulsan baik.
Prognosis baik.
Sumber ( focus ) epilepsinya adalah di daerah temporal tengah, pada satu sisi
atau pada kedua sisi di otak
Serangan serangan kejang akan menghilang atau berhenti bila mencapai usia
remaja, demikian juga halnya dengan gelombang paku di daerah temporal
tengah yang terlihat pada pemeriksaan EEG akan menghilang
Epilepsi Parsial kompleks
gangguan kesadaran atau sebaliknya, mulainya kejang parsial kompleks
ini dapat bersama dengan keadaan kesadaran yang berubah.
Aura terdiri dari rasa tidak enak, samar samar, sedikit rasa tidak enak
epigastrium, atau ketakutan pada sekitar sepertiga anak.
Kejang parsial kompleks yang disertai gelombang tajam atau paku
paku setempat pada EEG. Daerah yang terkena kejang parsial
kompleks lebih luas dibandingkan dengan kejang parsial sederhana dan
biasanya didahului dengan aura.
Epilepsi Parsial Kemudian Menjadi Umum
Bentuk kejang biasanya kejang klonik ( kelojotan ). Tiap bagian tubuh
dapat terlibat, misalnya tangan, muka, dan kaki. Kejang ini dapat
terbatas dan dapat pula menjalar ke bagian tubuh lainnya.

Epilepsi Tonik Klonik Umum


Penderita secara mendadak menghilang kesadarannya, disertai
kejang tonik, yang kemudian diikuti oleh kejang klonik
Bila kejang tonik ini kuat, udara dikeluarkan dengan kuat dari paru-paru
melalui pita suara sehingga terjadi bunyi yang disebut sebagai jeritan
epilepsy ( epileptic cry ). Sewaktu kejang tonik ini berlangsung,
penderita menjadi biru ( sianosis )
Biasanya fase kejang tonik ini berlangsung selama 20 60 detik.
Kemudian disusul oleh fase klonik. Pada fase ini terjadi kejang klonik
yang bersifat umum, melibatkan semua anggota gerak.
Kelemahan umum, muntah, nyeri kepala hebat, pegal otot, gelisah, mudah
tersinggung, dan berbagai perubahan tingkah laku merupakan gejala
pasca serangan yang sering dijumpai.
Epilepsi Tonik Umum
Kejang ini biasanya terdapat pada BBLR dengan masa kehamilan
kurang dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat
misalnya perdarahan intraventrikuler.
Epilepsi Klonik Umum
kejang ini merupakan gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak
yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang
klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan.
Kejang yang satu dengan yang lain sering berkesinambungan, seolah-
olah memberi kesan sebagai kejang umum

Epilepsi Absence (petit mal)


Pada serangan petit mal terdapat hal berikut:
Penderita tiba-tiba berhenti melakukan apa yang sedang ia
lakukan (misalnya makan, bermain, berbicara, membaca).
Ia memandang kosong, melongo ( staring ). Pada saat ini ia tidak
bereaksi bila diajak bicara atau bila dipanggil, karena ia tidak sadar.
Setelah beberapa detik ia kemudian sadar dan melanjutkan lagi apa
yang sedang ia lakukan sebelum serangan terjadi.
Epilepsi Atonik
Biasanya disebut juga dengan bangkitan akinetik ( serangan jatuh ).
Epilepsi ini biasanya mulai antara 2 5 tahun. Pada jenis ini sewaktu
serangan penderitanya tiba tiba secara mendadak jatuh.
Epilepsi Mioklonik
Epilepsi masa anak ditandai dengan kejang berulang yang terdiri dari
kontraksi otot sebentar, sering kontraksi otot simetris dengan kehilangan
tonus tubuh dan jatuh atau menelungkup ke depan.
DIAGNOSA
Anamnesis
Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut
Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?
Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak
enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi?
Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung?
Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?
Apakah ada faktor pencetus ?
Bagaimana frekwensi serangan kejang ?
Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ?
Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam?
Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan
serangan kejang?
Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat?
Pemeriksaan fisik
Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi
didaerah leher untuk mendeteksi adanya penyakit vaskular.
pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali
serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip
dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti
sinkop kardiovaskular
Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, gait , koordinasi, saraf
kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon

Pemeriksaan Penunjang
EEG
MRI atau CT Scan,
PENATALAKSANAAN

Fenobarbital 15-20 mg/kg iv dengan Fenitoin 15-20 mg/kg iv


(diencerkan dalam 50 ml NaCl 0,9% selama
kecepatan 10-20 mg/menit
20 menit (2 mg/kg/menit)
dosis max 1000 mg dosis max 1000 mg)

Fenobarbital 15-20 mg/kg iv dengan Fenitoin 15-20 mg/kg iv


(diencerkan dalam 50 ml NaCl 0,9% selama
kecepatan 10-20 mg/menit
20 menit (2 mg/kg/menit)
dosis max 1000 mg dosis max 1000 mg)
KOMPLIKASI
Komplikasi primer akibat langsung dari status epileptikus
Kejang dan status epileptikus menyebabkan kerusakan pada neuron dan
memicu reaksi inflamasi, calcium related injury, jejas sitotoksik,
perubahan reseptor glutamat dan GABA, serta perubahan lingkungan
sel neuron lainnya

Komplikasi sekunder
Komplikasi sekunder akibat pemakaian obat anti-konvulsan adalah
depresi napas serta hipotensi, terutama golongan benzodiazepin dan
fenobarbital
propofol infusion syndrome yang ditandai dengan rabdomiolisis,
hiperkalemia, gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung, serta asidosis
metabolik.
asam valproat dapat memicu ensefalopati hepatik dan hiperamonia
PROGNOSIS
Gejala sisa lebih sering terjadi pada SE simtomatis; 37% menderita defisit
neurologis permanen, 48% disabilitas intelektual.
Sekitar 3-56% pasien yang mengalami SE akan mengalami kembali kejang
yang lama atau status epileptikus yang terjadi dalam 2 tahun pertama.
STATUS PASIEN
Identitas
Nama : Nn. SM
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Baja Kuning-Tanjung Pura
Masuk RS : 06 Agustus 2017

Anamnesa
Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kejang disertai demam, sejak pukul
14.00 wib tiba di rumah sakit Tanjung Pura os dalam kondisi sudah tidak
kejang dan sudah dalam kondisi sadar. Kejang dialami seluruh tubuh,
hari ini kejang dialami 4-5x/hari selama 5 menit, pada hari
sebelumnya os mengalami kejang 2-3x/hari selama 2-3 menit tetapi
tidak disertai demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang pada umur 1,5 tahun
Riwayat berobat ke RS. H. Adam Malik di poli neurologi anak.
Riwayat EEG di RS. H. Adam Malik
Riwayat Pemakaian Obat
Carbamazepin
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan yang sama
dengan pasien
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran : Apatis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit ; reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/mnt
Suhu : 37,70 C
GCS : 12
BB: 34 kg

Status Generalis
Kepala
Bentuk : Normochephal, simetris
Mata : Palpebra oedema -/-,sklera ikterik -/-, Konjungtiva anemis -/-,
Pupil isokor, Refleks cahaya (+ / +), penglihatan baik.
Hidung : Bentuk normal, simetris, septum tidak deviasi, sekret tidak ada
Telinga : Simetris, liang lapang, serumen (-)
Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah kotor, tremor (-), stomatitis (-), tidak
bisa dibuka.
Leher
Inspeksi : Simetris, trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar
tiroid.

Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan nafas
simetris kiri kanan
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri
sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler ekspirasi
memanjang, ronkhi (+/+), wheezing
(+/+)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V di sebelah lateral linea midklavicularis
sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea sternalis dextra,
batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra,
batas jantung kiri ICS V lateral linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I II reguler (+), murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar simetris
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-), Organomegali (-)
Perkusi : Tympani (+)
Auskultasi : Bising usus (+), normal.

Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-)
Inferior : Oedem (-/-)

Genitalia
Tidak di periksa
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 6 Agustus 2017


Hematologi
Hemoglobin : 12,5 gr %
Eritrosit : 4,32 106/mm3
Hematokrit : 30,8%
Leukosit : 14.500/mm3
Trombosit : 308.000/mm3
MCV : 71,3 fl
MCH : 28,4 ng
MCHC : 39.8 %

Kimia Klinik
Gula Darah Random : 82 mg/dl

Diagnosis Kerja
Status Epileptikus

Diagnosis Banding
Kejang demam
Kejang Non-Epilepsi
Penatalaksanaan
O21-2 L Nasal kanul
IVFD RL 10 gtt/I Mikro
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Pct 3x1
Depakote 1x500 mg
FOLLOW UP
Tanggal Status Penatalaksanaan
07/08/2017 S/ Kejang (+), dialami sejak 1 hari yang lalu, saat ini kejang - O2 1-2L/i (Nasal Kanul)
- IVFD RL 10 gtt/i
belum teratasi, demam (-).
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Phenitoin LD 400 mg diencerkan dalam 30 cc Nacl 0,9% bolus
O/ Kesadaran : GCS : 12 E3V4M5 perlahan 30 menit (menggunakan Syringe Pump) bila dalam 12 jam

dibawah pengaruh kejang (+) diberikan LD II 400 mg diencerkan dalam 30 cc Nacl 0,9%
bolus perlahan selama 30 menit
obat
- Setelah 12 jam kejang (-) inj. Fenitoin (MD) 90 mg diencerkan dengan
HR : 90x/i 10 cc Nacl 0,9 % diberi selama 10 menit/12j/ iv
RR : 22x/i - Inj. Paracetamol 350 mg/iv (drip)

T : 36,70C - Diet SU. 500 cc/8 jam NGT (bila pasien tidak sadar)
- Pasang monitor
Lab : Leukositosis
- Bila kejang belum teratasi tambahkan inj. Fenobarbital dengan dosis
yang sama dengan pemberian inj.Fenitoin
A/ Status Epileptikus - Rujuk NICU bila kejang berlum teratasi dengan inj. Fenitoin +
Fenobarbital.
07/08/2017 S / kejang < 5 menit setiap 2 menit - Inj.stesolid 5 mg bolus pelan, Jika masih kejang berikan 5mg (maks.10
O/ HR : 90x/i mg)
RR : 20x/i - Keluarga menolak dipasang NGT
T : 37,70C

A/ Status Epileptikus
08/08/2017 S/ kejang < 5 menit setiap 3 menit sekali - O2 1-2 L/I nasal kanul
- IVFD RL 10 gtt/i
O/ HR : 84x/mnt - Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
RR : 24x/mnt - Inj fenitoin 400 mg diencerkan dalam 30 cc Nacl 0,9% bolus perlahan
T : 37,50C 30 menit + Inj. Fenobarbital 170 mg
A/ Status Epileptikus + Refrakter - Inj. Paracetamol 350 mg/iv (drip)
- Rujuk ke NICU
KESIMPULAN
Seorang pasien umur 16 tahun dirawat inap di Rumah Sakit Tanjung Pura
pada tanggal 06 Agustus 2017 dengan keluhan kejang 2 sebelum masuk
rumah sakit, hingga saat ini. demam (+), riwayat kejang (+), riwayat obat
kejang (+)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan Leukosit =
14.5 103/L dari nilai normal 4-11 103/L.
Selama perawatan os telah mendapatkan pengobatan berupa O2, IVFD
RL,Inj. Ceftriaxone, Inj. Fenitoin, Inj. Fenobarbital

Anda mungkin juga menyukai