Anda di halaman 1dari 18

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Balaghah Al-Quran

Dosen Pengampu: Dr. Khamim, M.Ag.

Oleh:
Muhammad Ainur Rifqi

Prodi IAT
Pascasarjana STAIN Kediri
Kajian Mufrodat dalam Al-Kassyaf
Kesesuaian suatu kata dengan konteksnya dalam segi kandungan
maknanya

Kesesuaian suatu kata dengan konteksnya dari segi bentuknya;
Jamak dan mufrod
Shighot-shighot kalimat fiil
Bina-bina kalimat musytaq
Kata penghubung;
dan
dan
Huruf Jer
dan
Isim marifah
Marifat dengan
Marifat dengan Isim Maushul
Marifat denga Isim Isyaroh
Marifat dengan Idlofah
Isim Nakiroh
Kesesuaian kata dengan konteks dalam
segi kandungan makna


(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha
Pemurah (Q.S. Qaf: 33)
Bagaimana bisa kalimat bersanding dengan
kalimat ?
Tujuannya adalah untuk pujian yang tinggi atas
orang yang merasa takut, yang ketakutannya
disertai dengan pengetahuan atas luasnya rahmat
Allah swt.
Al-Quran juga terkadang menetapkan makna suatu
kalimat dengan menafikan lawan dari kalimat tersebut
()


Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia
bukanlah Termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya
perbuatan yang tidak baik (Q.S. Hud: 46)
o Dalam ayat tsb kenapa tidak dikatakan saja?
o Dengan kalimat tersebut, Al-Quran menegaskan
bahwa Allah menyelamatkan keluarga Nuh as
karena kebaikan mereka, bukan karena
kekerabatan. Dengan begitu, saat kebaikan
tersebut tidak ada maka hubungan darah sama
sekali tidak memberikan kemanfaatan.
Satu kalimat yang sama dalam Al-Quran
terkadang memiliki dua isyarat yang berbeda
menyesuaikan dengan konteksnya.
Seperti kalimat dalam surat Az-Zumar ayat 71
dan ayat 73. Yang pertama dipredikatkan kepada
orang kafir dan yang kedua kepada orang yang
bertaqwa.
Kalimat yang disandarkan pada orang kafir
bermakna mereka digiring dengan kasar dan
penuh kehinaan. Sedangkan kalimat yang
disandarkan kepada orang yang bertaqwa
bermakna tunggangan-tunggangan mereka
digiring dengan cepat, karena ahli surga tidak
masuk surga melainkan dalam keadaan
menunggang kendaraan.
Az-Zamakhsyari juga menjelaskan perbedaan
dilalah suatu kalimat yang berdekatan maknanya
dan menjelaskan rahasia pemilihan setiap kalimat
tersebut.




Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan
terang, Namun orang-orang yang kafir
mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.
(Q.S. Al-Anam: 1)
Perbedaan dan dalam ayat tersebut,
bermakna ( menciptakan sesuatu yang baru
dan mengatur sesuai dengan kadarnya)
sedangkan bermakna ( menjadikan
sesuatu dari sesuatu yang lain).
Az-Zamakhsyari terkadang menyamakan dua
kalimat dalam dilalahnya yang pada
kenyataannya dua kalimat itu berbeda.

jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka
bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana,
mereka bergembira karenanya (Q.S. Ali Imron: 120).
Penyandaran pada dan pada ,
menurut Az-zamakhsyari memiliki arti sama. Kalimat
merupakan kalimat pinjaman (istiarah) untuk
kalimat , sebagaiman ayat-ayat lain seperti:
)50 : (
)79 : (
)21-20 : (


Kesesuaian kata dengan konteksnya dalam
segi bentuknya

Dari segi jamak dan mufrodnya


Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman (Q.S. Al-
Maidah: 55)
Kalimat yang digunakan dalam ayat tersebut adalah
alih-alih meskipun disebutkan banyak. Ini
dikarenakan pada dasarnya al-wilayah hanya ada
pada Allah swt, sedangkan pada Rasulullah dan
orang-orang beriman sifatnya hanya pengikut.
Contoh yang lain semisal dalam Q.S. Al-
Muminun: 3-9.
Pada ayat 2, kalimat sholat digunakan dalam
bentuk mufrod untuk menunjukkan bahwa
khusyu dilakukan dalam dzatnya sholat, sholat
apapun itu.
Sedangkan pada ayat 9, kalimat sholat digunakan
dalam bentuk jama untuk menunjukkan bahwa
menjaga sholat dilakukan dalam beberapa sholat,
yaitu sholat wajib lima waktu, dan sholat-sholat
sunnah yang muakkad.
Az-Zamakhsyari memberika perhatian pada
makna-makna sastrawi dari shighot fiil mudlori,
dan menjelaskan bahwa fiil mudlori mampu
menggambarkan dan menghadirkan suatu
kejadian seolah-olah kejadian itu hadir di depan
mata dan didengar oleh telinga. Misal ayat:





Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-
gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di
waktu petang dan pagi (Q.S. Shad: 18).
Dalam ayat tersebut Al-Quran menggunakan
kalimat , bukan , untuk menunjukkan
tasbihnya gunung-gunung itu terjadi sesaat
demi sesaat, terus-menerus, dan memberikan
kesan orang akan mendengarkan tasbih gunung-
gunung tersebut.
Dalam satu ayat terkadang fiil mudlori dan isim fail
juga tampil bersamaan, semisal dalam ayat:



dan Apakah mereka tidak memperhatikan burung-
burung yang mengembangkan dan mengatupkan
sayapnya di atas mereka? (Q.S. Al-Mulk: 19).
Ayat tersebut menggunakan kalimat , bukan
, padahal kalimat sebelumnya, , berbentuk
isim fail. Hal itu memberikan isyarat bahwa shaffat
(mengepakkan sayap) merupakan sifat yang asli dan
melekat selamanya pada burung. Sedangkan qabdl
(mengatupkan sayap) hanya sesekali dilakukan oleh
burung saat terbang, dan buka sifat bawaan.
Hal ini sesuai dengan kaidah semantik bahasa Arab
bahwa kalimat fiil berfaidah dan ,
sedangkan kalimat isim berfaidah dan
(menetap dan terus menerus).
Fiil Mudlori terkadang menempati posisi fiil
madli, dan Az-Zamakhsyari memberikan
penjelasan tentang nilai uslub dari penggunaan
fiil mudlori tersebut. Semisal dalam ayat:





dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu
angin itu menggerakkan awan (Q.S. Fathir: 9).
Kalimat bershighot fiil mudlori, padahal dua
fiil sebelum dan sesudahnya bershighot fiil
madli, bertujuan untuk hikayatul hal
(menceritakan keadaan), di mana angin mampu
menggerakkan awan. Kemudian gambaran yang
menunjukkan kekuasan Allah itu berusaha
dihadirkan ke benak pembaca/pendengar.
Az-Zamakhsyari juga memberikan perhatian
tentang makna-makna kalimat yang musytaq
dan menjelaskan rahasia dan nilai balaghah
perubahan suatu kalimat dari satu bentuk ke
bentuk yang lain. Semisal pendapatnya
mengenai ayat:

Dalam kalimat ada makna mubalaghah
(lebih) yang tidak terdapat dalam kalimat
. Karena itu ulama berpendapat
adalah sifat welas asihnya Allah di dunia dan
akhirat, sedangkan hanya di dunia.
Contoh yang lain dalam ayat:



(ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat
kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang
menyusui anaknya dari anak yang disusuinya.. (Q.S.
Al-Hajj: 2)
Kenapa kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut
, bukan ?
Az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa memiliki
arti perempuan yang sedang dalam keadaan
menyusui, dan bayinya masih menempel pada
payudaranya. Sedangkan adalah perempuan
yang menyusui namun tidak harus dalam keadaan
bayinya menempel payudaranya. Karena itulah ayat
tersebut menggunakan kalimat untuk
menunjukkan betapa hebatnya kekacauan itu,
sehingga bayi yang sedang menyusu ibunya, oleh
ibunya dilepas begitu saja.
Huruf yang terdapat dalam Al-Quran
mempunyai dua makna pokok:
Pertama, Al-istibad, yaitu ketika sesuatu
yang jatuh sesudah adalah perkara yang
sulit dipercaya jika dibandingkan dengan
perkara sebelumnya. Contoh:


Dan siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang telah diperingatkan dengan
ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling
daripadanya? (Q.S. As-Sajdah: 22)
Az-zamakhsyari menjelaskan bahwa dalam
ayat tersebut berfaidah istibad, dalam arti
bahwa berpalingnya seseorang dari ayat-ayat
yang begitu jelasnya, dan memberikan
petunjuk kepada jalan yang lurus dan
kebahagian yang abadi merupakan sesuatu
yang tidak masuk akal.
Contoh lain:





Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian
mereka mengingkarinya dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang kafir. (Q.S.
An-Nahl: 83)
Huruf dalam ayat tersebut juga berfaidah
istibad. Karena pengingkaran seseorang atas
nikmat yang telah ia ketahui darimana
asalnya merupaka suatu perkara yang sulit
dipercaya.
Makna yang kedua adalah menjelaskan
jarak antara dua perkara.

Anda mungkin juga menyukai