Anda di halaman 1dari 39

PENAFSIRAN

DALAM
HUKUM PAJAK
1.Penafsiran Otentik
Penafsiran atas suatu keten-
tuan dlm UU dgn melihat pd
apa yg telah dijelaskan dlm
UU tsb (bersifat mengikat).
(Dlm UU umumnya ada 1 pasal menge-
nai ketentuan umum, yg menjelaskan
arti & maksud dr ketentuan yg telah di
atur (terminologi / tafsiran otentik).
2.Penafsiran Sistematik
Penafsiran atas suatu keten-
tuan dlm UU dgn mengaitkan
nya dgn pasal lain dr UU di
maksud (UU tsb) atau dgn
pasal dr UU yg lainnya.
(membentuk suatu sistem yg
saling berhubungan / terkait)
3.Penafsiran Historis
Penafsiran atas suatu UU dgn
melihat pada sejarah dibuatnya
suatu UU.
(dokumen rapat, pembahasan
dan surat menyurat para pem-
buat UU)
4.Penafsiran Sosiologis
Penafsiran atas suatu keten-tuan
dlm UU yg disesuaikan dgn
perkembangan kehidup- an
masyarakat.
(Kehidupan masyarakat dinamis,
UU yg bentuknya tertulis tidak selalu
bisa mengikuti)
5.Penafsiran Tata Bahasa
Penafsiran atas suatu ketentuan
dlm UU berdasarkan bunyi kata
secara keseluruhan dlm kalimat
yg disusun oleh pembuat UU.
(Penafsiran menurut tata bahasa sangat
penting, karena kalau sdh jelas tdk boleh
dipergunakan penafsiran lain)
6.Penafsiran A Contrario
Penafsiran atas suatu ketentuan
dlm UU yg didasarkan pd perla-
wanan pengertian antara soal yg
dihadapi & soal yg diatur dlm suatu
pasal UU.
(Berdasarkan perlawanan pengertian
tsb, ditarik suatu kesimpulan bahwa
soal yg dihadapi tidak diatur dlm UU)
Penafsiran secara A Contrario

TIDAK DIPERBOLEHKAN dipakai


dalam UU Pajak karena dapat
merugikan WP dan tidak memberi
kepastian hukum.
7.Penafsiran Analogis
Penafsiran atas suatu ketentuan
dlm UU dgn cara memberi kiasan
(ibarat analog) pd kata yg tercan-
tum dlm UU, sehingga suatu peris-
tiwa yg sebenarnya tidak termasuk
dalam suatu ketentuan jadi termasuk
berdasarkan analog yg dibuat.
Penjelasan>>>>>
Contoh :
Kata Penjualan = pemindahan ke
tangan lain ditarik kesimpulan
termasuk juga Hibah, pemasukan
harta (inbreng) dan wasiat

Penafsiran analogis TIDAK BOLEH


dipakai dlm UU Pajak krn dpt meru-
gikan WP & tdk memberi kepastian
hukum thd peristiwa yg terjadi.
SISTEMATIKA
HUKUM PAJAK
1. HUKUM PAJAK FORMAL

Memuat peraturan & ketentuan


yang mendukung ketentuan
hukum pajak material, yang
diperlukan utk melaksanakan atau
merealisasikan ketentuan hukum
material
HUKUM PAJAK FORMAL

1. UU No. 28 / 2007 tentang KUP


2. UU No. 17 / 1997 tentang BPSP
3. UU No. 19 / 2000 tentang PPSP
4. UU No. 14 / 2002 tentang Pengadilan Pajak

*) berlaku baik untuk : PPh maupun PPN dan


PPn BM
Hal-hal yg diatur dalam UU KUP
1. Surat Pemberitahuan (SPT Masa & Tahunan)
2. Surat Setoran Pajak (SSP)
3. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
4. Surat Tagihan Pajak (STP)
5. Pembukuan dan Pemeriksaan
6. Penyidikan
7. Surat Paksa
8. Keberatan dan Banding
9. Sanksi Administrasi, Pidana dan lain-lain
Hal-hal yang diatur dalam
UU Pengadilan Pajak
1. Sengketa Pajak
2. Banding dan Gugatan
3. Susunan Pengadilan Pajak
4. Hukum Acara
5. Pembuktian
6. Pelaksanaan Putusan, dan lain-lain
Hal-hal yang diatur dalam UU Penagihan
Pajak dgn Surat Paksa
1. Penagihan Pajak
2. Juru Sita Pajak
3. Penagihan Seketika dan Sekaligus
4. Surat Paksa
5. Penyitaan
6. Pencegahan dan Penyanderaan
7. Gugatan, dan lain-lain
2. HUKUM PAJAK MATERIAL

Adalah hukum pajak yang memuat :


a. Subjek Pajak;
b. Wajib Pajak;
c. Objek Pajak;
d. Tarif Pajak

UU No. 36 tentang PPh


UU No. 42 tentang PPN & PPn BM)
UU Yang Memuat Hukum Pajak
Material dan Formal
1. UU No. 12 / 1994 tentang PBB
(Pajak Bumi dan Bangunan)
2. UU No. 28 / 2009 tentang PDRD
(Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)
3. UU No. 20 / 2000 tentang BPHTB
(Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan)
PENGGOLONGAN
JENIS
PAJAK
1. Menurut SIFATNYA
a.Pajak Langsung
Pajak yg hrs ditanggung sendiri oleh
WP ybs & tdk dpt dialihkan kpd pihak
lain. Dpt dikenakan scr berkalan dan
berulang-ulang pd wkt tertentu (PPh)
b.Pajak Tak Langsung
Pajak yg bebannya dpt dialihkan atau
digeser kpd pihak lain & hanya dike-
nakan pd hal tertentu saja (PPN)
2. Menurut SASARAN / OBJEKNYA
a. Pajak Subjektif
Pajak yg memperhatikan kondisi / ke-
adaan WP (subjeknya) baru kemudian
objeknya sesuai gaya pikul, dapat di
kenakan pajak / tidak. (PPh 21)
b. Pajak Okjektif
Pajak dikenakan pertama memper-
hatikan objeknya (berupa keadaan
perbuatan / peristiwa) barulah dicari
subjeknya (hubungan Hukum). (PPN)
3. Menurut LEMBAGA PEMUNGUT
a. Pajak Pusat
Wewenang pemungutannya ada pd
Pemerintah Pusat yg pelaksanaan
nya dilakukan oleh Dep Keu melalui
DJP (APBN)
Contoh Jenis Pajaknya :
- Pajak Penghasilan (PPh)
- PPN & PPn BM
- Bea Materai
b. Pajak Daerah
Pajak yg wewenang pemungutan- nya
ada pada Pemerintah Daerah yg
pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah (APBD).

Contoh Jenis Pajaknya :


- Pajak Daerah Tk. I (Propinsi):
PKB, BBNKB, Pajak Bahan Bakar
KB,
- Pajak Daerah Tk. II (KM/Kbptn)
PBB, PBHTB, Pajak Hotel & Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Air Tanah, Pajak Parkir, Pajak
Sarang Burung Walet, dll.

Selain memungut pajak, Pemda juga


memungut RETRIBUSI (yaitu pembayaran
jasa / pemberian izin tertentu yg khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemda
utk ke pentingan orang pribadi / badan).
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi: Pelayanan Kesehatan, Pelayanan
Kebersihan, Air Bersih, Pengujian
Kendaraan Bermotor, Pasar, dll

2. Retribusi Jasa Usaha


Retribusi: Terminal, Rumah Potong Hewan,
Tempat Penitipan Anak, Pasar Grosir
Tempat Rekreasi & Olah Raga, dll.

3. Retribusi Perizinan Tertentu


Retribusi: IMB, Izin Gangguan, Izin Trayek, Izin
Peruntukan Penggunaan Tanah, Izin
Tmp Penjualan Minimuan Beralkohol, dll
SISTEM
PEMUNGUTAN
PAJAK
1. OFFSIAL ASSESMENT SYSTEM
Suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemungut
pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (pajak
yang terutang).
(WP Pasif . Fiskus Aktif)

*) Utang pajak timbul apabila sudah ada


ketetapan pajak dari fiskus (sesuai
menurut ajaran formil).
2. SEMISELF ASSESMENT SYSTEM
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (fiskus)
dan WP untuk menentukan besarnya pajak
yang harus dibayar (pajak yang terutang).
(WP dan Fiskus Aktif)

*) Diawal tahun WP sudah menghitung dan


membayar sendiri pajak yang terhutang baru
kemudian di akhir tahun fiskus menentukan
besarnya utang pajak yang sesungguhnya
(MPS-MPO; 1968-1983)
3. SELF ASSESMENT SYSTEM
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada WP untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetorkan
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yg
terhutang
*) WPAktif
*) FiskusPenyuluhan & Pengawasan/kepatuhan

*) Untuk Sukses Sistem Ini dibutuhkan :


1. Kesadaran WP (Tax consciousness)
2. Kejujuran WP
3. Kemauan membayar pajak WP (Tax mindedness)
4. Kedisiplinan WP (Tax disciplin)
4. WITH HOLDING SYSTEM
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang pada pihak ketiga untuk
memotong/memungut besarnya pajak yang
terutang, selanjutnya menyetor dan
melaporkannya kepada fiskus
*) WP dan Fiskus Pasif
*) Pihak ketiga Aktif
Pihak ketiga, antara lain :
1. Pemberi kerja (PPh : 21, 23, 26)
2. Bendaharawan pemerintah (PPh 22)
MACAM
TARIF PAJAK
1. Tarif Progresif (Meningkat)
% tarif pajak semakin besar bila jml yg
dijadikan dasar pengenaan pajak juga
semakin besar.
(% tarif Pasal 17 UU PPh)

2. Tarif Degresif (Menurun)


% tarif pajak semakin kecil bila jml
yang dijadikan dasar pengenaan
pajak juga makin kecil
3. Tarif Proporsional (Sebanding)
% tarif pajak tetap tanpa memper-
hatikan jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak.
(% tarif : PPN, PBB & BPHTB)

4. Tarif Tetap
% tarif pajak yg besar nominalnya
tetap tanpa memperhatikan jml yg di
jadikan dasar pengenaan pajak. (BM)
5. Tarif Advolorem
Suatu tarif pajak dgn % tertentu yg
dikenakan / ditetapkan pada harga
atau nilai suatu barang. (Bea Masuk
barang tertentu = unit x harga x % tarif)

6. Tarif Spesifik
Tarif pajak dgn suatu jml tertentu atas
suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis
barang tertentu. (Bea Masuk barang tertentu =
Unit x tarif Rp per unit)
PERLAWANAN
TERHADAP PAJAK

Hambatan-hambatan yang ada


atau terjadi dalam upaya
pemungutan pajak.
1. PERLAWANAN PASIF
: Berkaitan erat dgn keadaan sosial ekono- ni,
pd umumnya masyarakat tdk melaku- kan
suatu upaya sistematif dlm rangka u/
menghambat penerimaan negara, tetapi lebih
dikarenakan o/ kebiasaan yg berlaku dlm
masyarakat.
Misal : Kebiasan masyarakat desa utk
menyimpan uang di rumah atau
dibelikan emas (simpan uang di
bank > bunga > PPh)
2. PERLAWANAN AKTIF
: Serangkaian usaha yg dilakukan WP
untuk tidak membayar pajak atau
mengurangi jumlah pajak yang
seharusnya dibayar.

1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)


2. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

: Suatu usaha pengurangan pajak secara


legal (sah) yg dilakukan WP dgn cara
memanfaatkan peraturan perpajakan
secara optimal.

Misal : - Pengecualian / diperbolehkan


- Pemanfaatan hal-hal yg belum
diatur
2. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

: Suatu usaha pengurangan pajak secara


ilegal (tidak sah) yg dilakukan WP dgn cara
melanggar peraturan perpajakan.

Misal : - Data palsu / fiktif


- Tidak menyetorkan pajak yg
telah dipungut / dipotong

Anda mungkin juga menyukai