Anda di halaman 1dari 89

PELATIHAN

VAKSINOLOGI DASAR
SATGAS IMUNISASI
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

Modul 1

INTRODUKSI PENYAKIT
YANG DAPAT DICEGAH DENGAN
IMUNISASI (PD3I)
Introduksi PD3I

Tujuan umum
Memahami masing-masing penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi

Tujuan khusus
Memahami besaran masalah PD3I
Mengetahui tanda dan gejala serta komplikasi PD3I
Mengetahui kelompok masyarakat yang rentan
terhadap PD3I
Mengetahui bahaya dan risiko KLB
Program Imunisasi Nasional
Hepatitis
PD3I
Polio (penyakit yang
B dapat dicegah
dengan imunisasi)

Pertusis Difteri Hib

Campak
VPD
Tetanus (vaccine
preventable
diseases)
PD3I Indonesia, 2006-2014

Kasus KLB campak Jumlah KLB dengan Konfirmasi Lab3


Tahun Tetanus
Campa Frek Kasus Total Campak Rubella M+R Neg Difteri
neonatal
k
2006 55348 86 1595 111 78 18 9 6 118 432
2007 31891 114 2408 53 35 12 3 3 141 183
2008 24338 110 1705 952 42 36 1 15 198 218
2009 18055 190 2770 181 46 98 9 28 158 189
2010 19111 188 3044 187 107 45 10 25 147 432
2011 23282 356 4993 356 251 60 23 19 114 816
2012 18798 163 2328 163 65 76 8 14 119 1192
2013 11521 128 1677 128 73 27 5 23 78 775
2014 10651 170 2038 100 77 7 3 7 64 394

Sumber Ditjen P2M-PL,


Kemkes
Data sdi 31 Dec 2014
Tuberkulosis (TB)

Global (tahun 2013)


19%-43,5% penduduk Robert Koch
dunia terinfeksi M. 1843-1941

tuberculosis, Kasus TB
baru > 9 juta per tahun
Insidens SEA 35%, Afrika
30%, Western Pacific
20%
Anak: kasus baru
500.000/tahun; 80.000
meninggal
Prevalens TB di Indonesia
Indonesia (Riskesdas 2013)
Prevalens TB tahun 2007 & 2013 tidak berbeda
(0,4%)
Provinsi tertinggi: Jabar (0.7%),
Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%),
Banten (0.4%), Papua Barat (0.4%)

Sumber: Riskesdas 2013


Manifestasi klinis

Children: no increase of body weight,


recurrent URI, positive tuberculin test
Epidemiologi infeksi Hepatitis B

Prevalensi provinsi tertinggi


NTT, Papua, Sulsel, Sulteng, Maluku.
Spektrum Klinis Hepatitis B
Kecenderungan menjadi kronis

Bayi dan anak


80%90% bayi yang terinfeksi pada tahun
pertama kehidupan cenderung menjadi kronik
Umur <6 tahun: 30%-50% cenderung menjadi
kronik

Dewasa
<5% dewasa sehat, infeksi menjadi kronik
20%30% dari hepatitis kronik cenderung
menjadi sirosis atau kanker hati.
Makin kecil umur terkena infeksi makin
besar
kecenderungan menjadi kronis
Transmisi neonatal
70%-90% dari ibu HBsAg dan HBeAg positif
20% apabila ibu HbsAg positif

Bayi tertular saat dilahirkan


(penularan vertikal)

90% menjadi menahun


Terjadi sirosis hepatis >> kanker hati

www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/index.html
Difteri
Sangat menular
Disebabkan Corynebacterium
diphtheriae
Sumber infeksi hanya manusia
Ditularkan melalui aspirasi
pernafasan1
Penyakit saluran pernafasan Corynebacterium diphtheriae
bagian atas
Angka kematian tertinggi pada
usia muda dan lansia 1,2
1. Bethell & Hien 2003, In: Oxford Textbook of Medicine (Ch 7.11.1)
2. CDC Pink Book. 2008:5570
Insidens Difteri Tahun 2006
(% cakupan vaksin)

EUR
320 (95%)

EMR
AMR
180 (86%)
36 (93%)
WPR
SEAR 75 (92%)
3016 (63%)
AFR
351 (73%)

Global
3978 (79%)
% cakupan vaksin = proporsi papulasi yang divaksinasi (DTP3)
1. WHO Global and regional data and statistics 2006.
http://www.who.int/immunization_monitoring/data/data_regions/en/index.html
Difteri di Indonesia 2006-2014
Kasus Difteri dan Jumlah Kab/Kota Jatim Tahun 2006-2014
Tahun 2013
Tahun Jumlah
775 kasus
kasus
2006 432
2007 183
2008 218
2009 189
Tahun 2014
2010 432 394 kasus
2011 816
2012 1192
2013 775
2014 394
: 1 kasus difteri dalam provinsi
Perjalanan Penyakit Difteri
Penularan penyakit
Inkubasi (25 hari)
Gejala awal
Iritabilitas
Aktivitas menurun
Bercak eksudat di faring
Days to months

23 hari
Gejala akut
Membran tebal, keabu-abuan, menutupi faring
KGB servikal nyeri dan membesar
Jaringan sekitar faring inflamasi dan udema menyebabkan
gambaran klasik bull-neck appearance
Takikardi Komplikasi
7 hari

Membran mengelupas dan gejala


Kematian pada 5-10 %
akut menghilang
kasus
1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)
Pemulihan 2. CDC Pink Book. 2008:5970
Pertusis
(batuk rejan, batuk 100 hari)
Sangat menular
Etiologi: Bordetella pertussis
Penularan melalui kontak dengan
pasien saat batuk1,2
Insidensi meningkat pada bayi
muda (usia pra-vaksinasi)
Beban penyakit global:
136,372 kasus vs estimasi 17.6
juta (2003)3 Bordetella pertussis
152,535 kasus (2007)4
1. CDC Pink Book. 2008:81100
2. Linnemann Jr 2003, In: Oxford Textbook of Medicine (Ch 7.11.14)
3. WHO 2005; 4. WHO 2008
Insidens Pertusis Tahun 2006
(% cakupan vaksin)

EUR
30,168 (95%)

EMR
AMR
10,060 (86%)
21,980 (93%)
WPR
SEAR 7660 (92%)
27,657 (63%)
AFR
18,399 (73%)

Global
115,924 (79%)

% cakupan vaksin = proporsi populasi yang dipopulasi (DTP3)


1. WHO Global and regional data and statistics
200http://www.who.int/immunization_monitoring/data/data_regions/en/index.html
Kasus Pertusis di Amerika
Meningkat pada Remaja dan Dewasa
Kasus pertusis (N)1 <1 th 19 th 1014 th 1519 th 20 th
12,000

10,000

8000

6000

4000

2000

0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Year
20032004:2 jumlah 2 kali lipat
2005:2 angka tertinggi pada kelompok usia 1019 th dan 20 th
(60%)
1. CDC. MMWR 2005;54:12836
2. McNabb et al. MMWR 2007;54:292
Insidens Pertusis, Indonesia
2006

Fasilitas Kesehatan Kasus Usia (tahun)1 Kasus


Fasilitas kesehatan 7,185 <1 640
primer 1-4 1,840
Rumah Sakit 5-14 2,060
Rawat jalan 252 15-44 1,692
Rawat inap 144 > 45 1,349
Total 7,581

1.IMOH. Indonesian Health Profile 2006


: 42
Manifestasi klinis

Batuk >2minggu diakhiri


dengan muntah. Bila terjadi
pada
bayi kecil, nafas dapat berhenti
dan
terjadi kematian mendadak
(86%) pembuluh
Batuk menyebabkan
darah mata pecah
terjadi perdarahan pada
konyungtiva dan jaringan lunak
di sekitar mata
Penularan Komplikasi
Pertusis Pertusis
Infeksi saluran nafas
sekunder (contoh:
pneumonia)1,2
Konsekuensi batuk parah:
Konjungtivitis, epistaksis,
hernia, atelektasis paru
SSP (dari kejang sampai
koma/
kerusakan otak permanen*)
87% kematian terjadi pada
bayi
1. th3 2008:81100
<1 Book.
CDC Pink
2. Mortimer Adv Pediatr Infect Dis
1990;5:133
3. Wortis et al. Pediatrics 1996;97:60712
CNS, central nervous system
Tetanus
Tidak menular
Disebabkan
Clostridium tetani
Didapatkan dari
pajanan lingkungan
Khas: menyebabkan
Clostridium tetani
spasme otot

1. Bleck. Princ Pract Inf Dis. 6th edn 2005:281722


2. CDC Pink Book. 2008:7180
Global neonatal tetanus incidence
2006
* Case (immunization coverage)
EUR
195 (95%)

EMR
AMR
1023 (86%)
907 (93%)
WPR
SEAR* 2213 (92%)
4866 (63%)
AFR
5325 (73%)

Global
14,529 (79%)

% immunization coverage= proportion of vaccinated children (DTP3)


1. WHO Global and regional data and statistics 2006.
http://www.who.int/immunization_monitoring/data/data_regions/en/index.html
Tetanus neonatorum
Indonesia 2006-2014

Tahun Kasus Tetanus yang terjadi pada bayi


baru lahir disebabkan
2006 118
2007 141 Pemotongan talipusat
2008 198 yang tidak steril
Pembungkus tali pusat
2009 158
dengan bahan yang
2010 147 tidak steril
2011 114 Bayi kejang terus
2012 119 menerus sehingga tidak
dapat menetek (mulut
2013 78
mecucu)
2014 64 Angka kematian tinggi
Perjalanan Penyakit Tetanus
Transmisi penyakit
Inkubasi (biasanya <14 hari)
Gejala awal
Trismus atau lockjaw
Kelemahan umum
12 months

Nyeri leher
Kaku kuduk
Periode onset (14 hari)

Spasme (ringanberat) menjadi lebih sering dan melibatkan


Fleksi siku dan pergelangan tangan
Ekstensi kaki
12 minggu
ReKelemahan residual dan kekauan Kematian
10% kematian pada tetanus ringan/sedang
>50% kematian pada dewasa akibat tetanus berat
>90% kematian pada neonatus akibat tetanus berat
Pemulihan
1. Wassilak et al. 2004, In: Vaccines (Ch 27)
2. CDC Pink Book. 2008:7180
Haemophyllus influenzae b
Haemophyllus influenzae B
Angka Kematian Bayi, Indonesia Demographic &
Health Survey, Badan Pusat Statistik 2008

Mengapa imunisasi Hib perlu


masuk dalam Program Imunisasi
karena
Nasional?

Infeksi Hib merupakan salah satu


penyebab kematian pada bayi
Perjalanan Infeksi Hib
Manifestasi klinis Hib
Manifestasi klinis, terbanyak pada umur 6-
12 bulan
Epiglotitis (17%)
Pneumonia (15%)
Meningitis (50%): gejala sisa kelainan syaraf
dan ketulian (15-30%), kematian 2-5%
Bakteriemi, osteomielitis, artritis, selulitis (2-
6%)
Campak
(morbilli, measles)
Masa inkubasi10-12 hari
Stadium prodromal
demam makin tinggi dapat
mencapai >38,50C
batuk, pilek, konjungtivitis
dan Koplik spots
Stadium ruam (rash)
2-4 hari setelah prodromal
Ruam makulopapular, dimulai dari muka dan
kepala, berlangsung 5-6 hari
Stadium penyembuhan: hiperpigmentasi
Campak
(Measles, Rubeola)
Hari sakit
Hari sakit

Suhu tubuh
Bercak merah

Koplik spot

Mata merah

Pilek

Batuk
Komplikasi Campak

Komplikasi campak
(terutama pada gizi
buruk)
Diare 8%
Otitis media 7%
Pneumonia 6%
Ensefalitis 0,1%
Kejang 0,6-0,7%
Ruam makulo papular Kematian 0,2%
pada campak
Streptococcus pneumoniae
Agen Kausatif Penyakit Pneumokokus

Bakteri Gram-positif 1
Kapsul polisakarida1,2
Faktor virulensi
Menetapkan serotipe
Target vaksin
Lebih dari 90 serotipe1,2
11 serotipe menyumbang 70% Bar=100 nm
- 93% kasus pneumokokus
invasif di dunia3
1. CDC. Epidemiology and prevention of vaccine-preventable diseases. 11th ed. 2009;217-230.
2. WHO. Acute respiratory infections (update September 2009).
http://www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html. Accessed March 16, 2010.
3. Hausdorff WP et al. Clin Infect Dis. 2000;30(1):100-121.
Pengaruh Kapsul S.Pneumoniae
pada Penyakit
S. pneumoniae capsule
Menghambat sistem komplemen Faktor virulensi
kapsular1,2
*
* ** Komposisi capsular
* polysaccharide (CPS) dan
sifat antigenik
Perubahan opsonisasi oleh
fagosit
C Receptor Polisakarida kapsul
* bervariasi antar
Fc Receptor
serotipe 1,2
Targets for
protective antibody Antibodi terhadap
Image courtesy of Dr. David Goldblatt polisakarida kapsul
bersifat
1. CDC. Epidemiology and prevention of vaccine-preventable protektif
Diseases. 1
11th ed. 2009:217-233.
34 2. WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009).
http://www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html. Accessed March 16, 2009.
Kolonisasi Pneumokokus
S. pneumoniae dapat tinggal di nasofaring apatogen1
Kolonisasi global nasopharyngeal (NP):
10 - 85% pada anak usia <5 th2,
4 - 45% pada dewasa2-4
AOM
Sinusitis Menyebar ke individu lain

Pneumonia

Bakteremia

Meningitis

Penyakit pneumokokus invasif atau pneumokokus mukosa umumnya


didahului adanya kolonisasi di NP2,4
Penularan Pneumokokus
NKolonisasi
a s o p h a ry n g edia lnasofaring
c a rria g e m a yterdapat
o c c u r in upada
p to 6 lebih
0 % o f dari
h e a lth60
y p% anak
re -s c h o o pra-
l
csekolah
h ild re n a nyang
d u p tosehat3 0 % odanf h e apada
lth y o ldlebih
e r c h dari
ild re n30
a n%
d aanak-anak
d u lts dan
dewasa sehat NKavum
a s a l c a v ity
nasi
Karier
A s y m p to m a tic
c a rrie r
asimtomatik
NNasofaring;
a s o p h a ry n x : s ite
o tempat
f c o lo n is a tio n
kolonisasi
Aerosol
A e ro s o l
Inhalasi
In h a la tio n Trakea
T ra c h e a

Pasien dengan
P a tie n t w ith
penyakit
pneum ococcal
pneumokokus
d is e a s e
DDiseminas
is s e m in a tio n
Fedson, Musher, in Vaccines, 1994 i
Musher, in Principles and Practice of Infectious Diseases, 1995
Beban Penyakit S. pneumoniae
pada Anak-anak

* Perkiraan sementara

Adapted from: American Academy of Pediatrics. Pediatrics. 2000;106:367-376 & MMWR. 1997;46:1-
24
Insidens pneumonia pada balita
(Riskesdas 2013)

Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah NTT (38,5),
Aceh (35,6), Bangka Belitung (34,8), Sulawesi Barat (34,8), dan Kalteng (32,7)
Pneumonia menurun tahun
2013 (semua umur)

Prevalensi pneumonia tahun 2013 menurun


dibandingkan tahun 2007
Prevalens th 2007 versus 2013: 4,5% versus 1,8%
Insiden dan prevalensi pneumonia pada 5 provinsi
tertinggi
Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%),
Papua (2,6% dan 8,2%),
Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%),
Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%),
Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%)
Virus Influenza

Haemagglutinin (HA)
Berikatan dengan
permukaan sel
Antigen terpenting dalam
pembentukan imunitas
Mengalami antigenic drift
(influenza A dan B) dan
antigenic shift (hanya
influenza A)
Neuraminidase (NA)
Menunjukkan antigenic drift dan shift,
namun bukan penentu utama dari
imunitas Kingsbury D. W., Virology, IInd edition, New York, 1990, 1076-87
Nomenklatur
Virus Influenza
Influenza bukan Common Cold
Kasus Positif Influenza
Puskesmas Indonesia 2014
Perjalanan Penyakit
Influenza
Masa inkubasi
Isolasi virus
LOG10 titer virus
(RMKTCID50/ml)

nasofaringeal

41

Temperature (C)
5 Kurva demam
4

Oral
3 39
2
1
0 37
Hari 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyeri tenggorok, mialgia


Nyeri kepala
Batuk
Coryza
Malaise, lemah

Onset penyakit Komplikasi


Kilbourne E. D., Influenza, New York, plenum 1987:156-218
Frekuensi Gejala
Pernafasan dan Sistemik
Demam > 39C 65%
Demam > 3 hari 81%
Sakit kepala 77%
Menggigil 83%
Mialgia 85%
Lemas/ lemah 100%

Faringitis
71%
Rinorrea
54%
Batuk
54%
Suara serak
38%

0% 20% 40% 60% 80% 100%


Source: Schaack JC, Harmonisation of Vaccination Policy, Biologicals 1997; 25: 243-245. Role of influenza vaccination in
the elderly during an epidemic of A/H1N1 virus in 1988-89:Clinical and serological date. Gerontology 1993; 39: 109-116
Komplikasi Influenza
pada Anak
Demam lebih tinggi dibandingkan demam
pada dewasa
Insiden coryza, otitis media, dan
manifestasi gastrointestinal lebih tinggi
Dapat berupa croup atau bronchiolitis
Insiden lebih tinggi drowsiness dan
delirium
Komplikasi seperti myositis dan
pneumonia lebih sering
Rubella

Tahun Kasus Rubella


2011 1747 kasus rubella konfirmasi
403 (23%) kasus >15 th
2012 2030 kasus rubella konfirmasi
532 (27%) kasus >15 th
2013 1132 kasus rubella konfirmasi
wanita saja 347 (31%) kasus >15 th
Sumber: MOH, RI and WHO Indonesian Representative 2013
Sindrom Rubella Kongenital

SSP
Retardasi Mental Mata
Retardasi Motorik Katarak
Mikrosefali Glaukoma
Ensefalitis Retinitis
Meningitis

Lain-lain
Ketulian Jantung
Keterlambatan Patent ductus arteriosus
perkembangan Stenosis arteri pulmonalis
Tidur berlebihan Kelaian jantung lainnya
Iritabel
BBLR
Kejang
Ruam kulit saat lahir
Poliomielitis
South-East Asia Regional Polio-Free
Certification on 27 March 2014

Countries without cases >12


months
IND-13 Jan 2011 P1
NEP-30 Aug 2010 P1

Polio free >5 years


BHU-1986 MMR-2007
BAN-2006 SRL-1993
KRD-1996 THA-1997
INO-2007 TLS-1996
MAL-1994

Disclaimer: The boundaries and names shown and the designations used on all the maps do not imply the expression of any opinion whatsoever on the part of the WHO
concerning the legal status of any country, territory, city or area or of its authorities, or concerning the delimitation of its frontiers or boundaries.
Respons Infeksi Poliomielitis

Klinis
Asimtomatik 90-95% 0,1-1% Polio paralitik
- Viremia minor - Virus dalam CNS
- Tanpa gejala - Rangsang meningeal
- Bentuk klinis 4-8% 1-2% - Paralisis flaksid
terbanyak (lumpuh layu)

Polio abortif Meningitis aseptik


- Ringan Sawar darah - Bergejala
- Tanpa gejala otak - Mild transient muscle
neurologis weakness atau paralisis

Ringan Derajat Berat


penyakit
Melnick J.L. In Plotkin SA, Mortimer EA (eds). Vaccines, 2nd ed. 1994.p.155-204
Perjalanan Penyakit
Polio paralitik
30% 10%

Sembuh Tipe respiratorik


- Beberapa bulan fatal
-Tanpa gejala sisa 30% 30%
Prognosis jangka
panjang

Gejala sisa Gejala sisa


- meningitis - muscular atrophy
- facial paralysis - gangguan
- ensefalitis
pertumbuhan
Sawar darah otak
KLB polio th 2005 & 2006
Mop
50 Up 26 June, 2006

45 PIN PIN PIN


40

35

30
Kasus
Kasus

index 25

20

15

10

0
11 14 17 20 23 26 29 32 35 38 41 44 47 50 1 4 7 10 13 16

Minggu

Daerah Mop Up Virus Virus


Daerah Non Mop Up Virus Virus
Varisela-Zoster
Etiologi: virus varisela-zoster, herpesvirus
Manusia hanya reservoir
Infeksi primer varisela (chickenpox)
reaktivasi herpes zoster (shingles)
Transmisi virus dari pasien varisela dan
herpes zoster terutama melalui saluran
pernafasan, lesi kulit, atau kontak langsung
Masa inkubasi: 10-21 hari
Sangat infeksius, dengan R0* ~ 12-18 dan
rerata penularan rumah tangga >80% (61-
100%)
Epidemiologi
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 14-16 hari
(antara 10-21 hari)
Prodromal 1-2 hari
Umumnya muncul
pertama kali di kepala,
terkonsentrasi di trunkus
(tubuh)
Crops (2-4 hari)
Komplikasi
infeksi bakterial pada lesi
manifestasi SSP
pneumonia
berat pada kondisi
imunosupresif
Japan
USA
Varisela Kongenital
Infeksi maternal selama kehamilan
Berisiko pada usia kehamilan 20 minggu
pertama
Manifestasi klinis:
Atrofi ekstremitas
Bekas luka pada kulit
BBLR
Kelainan mata dan neurologis
Rotavirus (RV)
Risiko kejadian khusus Kejadian
1 : 205 610,000 kematian
(U5: setidaknya 1x/th)
1 : 50 2.4 juta rawat inap
(Asia: 1/3-2/3 )

1:5 24 juta kunjungan


dokter

1:1 114 juta episode

1.Glass et al, Lancet 2006; 368: 323-332; Tate, Patel et al Expert Rev Vaccines 2010; 9(4);395-407 Adapted
from The Weekly Epidemiological Record (WER), 21 November 2008; 83(47): 421-428Nelson EA., et al. Vaccine
2008; 26 (26): 31926, Mirzayaeva R et al Vaccine 2009;27S:F120-F129
2. Emerg Infect Dis 2006; 12: 304
3. Lancet 2006; 368: 323
2007: median RV+:rawat jalan: 60% (N:2240); rawat inap: 41% (N: 176 )

Jakarta 67%
Palembang
60% Denpasar 59%
Bandung 47%

Yogyakarta 35%
Mataram 63%

Soenarto, et. al. J Infect Dis 2009 ; 200 : S188-9


Infection Diarrhoea

Fever

Vomiting
Viral shedding

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Day of onset to symptoms
Infeksi Rotavirus
Probabilitas Kumulatif usia 24 bulan

1.0
1st infection
0.9
0.8
0.7
2nd infection
0.6
0.5
0.4 3rd infection
0.3
0.2 4th infection
0.1 5th infection
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Reprinted with permission from Velzquez FR, et al. N Engl J Med. 1996;335:10221028.
Salmonella typhi

Cell membrane (antigen Vi)

Flagellum
(antigen H)
Capsule
(antigen O)

Fimbria
Distribusi Demam Tifoid

Sumber: Caumes E, Health & Travel, 2000


Perjalanan Penyakit
Demam Tifoid
Masa inkubasi Fase invasif Fase tifoid Penyembuhan
Asimtomatik Demam intermiten Demam menetap Karier
Nyeri kepala Bradikardi Relaps
Lesu,lelah Hepatomegali
Tidak enak di perut Splenomegali
Konstipasii Konstipasi
Diare Diare
Rose spot
Komplikasi
400C
370C

Hari -15 Hari 0 Hari 7 Hari 21

Mulai demam
Gambaran Klinis
Demam Tifoid Anak (n=150)
Demam
Menggigil
Nyeri perut
Mual
Muntah
Diare
Obstipasi
Mengigau
Kesadaran menurun
Lidah tifoid
Nyeri epigastrium
Hepatomegali
Splenomegali
10 25 50 75 100%
Hepatitis A
Merupakan penyakit hati yang serius
yang disebabkan oleh virus hepatitis A
(HAV)
HAV ditemukan pada tinja pasien
hepatitis A
Virus ditularkan melalui makanan atau
minuman yang mengandung virus HAV
Penularan terjadi pada orang lain yang
tinggal satu rumah dengan pasien
Epidemiologi Hepatitis A

Endemisitas Tinggi
80% sebelum 10 th
antibodi anti-HAV (+) Intermediate
80% sebelum 25 th Rendah
antibodi anti-HAV (+) 80% sebelum 50 th
antibodi anti-HAV (+)
Insidens Hepatitis A

Prevalens VHA Prevalens antibodi


Tinggi, terjadi pada HAV
usia <10 thn Daerah urban Jakarta,
Sedang, terjadi pada Usia <9 tahun: 39,6%
usia remaja dan Usia 10-19 tahun:
dewasa muda, 67,8%
Usia >50 tahun: 95%
Rendah, infeksi terjadi
Sosial ekonomi tinggi
pada dewasa dan usia
(6-8 th): 1,6%
lanjut
Bandung
Prevalens antibodi HA
V 63,2% dan di rural
Seroprevalens hepatitis A di Yogyakarta

Studi dilaksanakan di Yogyakarta tahun 1995, subyek = 1.103


Prevalensi anti-HAV studi kohort sebesar 28.7%,
< 30% sampai usia 15 th & < 40% sampai usia 25 th
SOUTHEAST ASIAN J TROP MED PUBLIC HEALTH, 2000;103: 21-4
Manifestasi Klinis Hep A

Gejala awal penyakit mirip-flu


Ikterus, urin berwarna coklat (seperti coca-cola)
Nyeri perut berat dan diare (pada anak)
Sekitar 1 dari 5 kasus hepatitis A seringkali
memerlukan perawatan di rumah
Pasien dewasa
seringkali tidak dapat bekerja sampai satu bulan dan
dapat menyebabkan kematian (sekitar 3-6 kematian
per 100 kasus).
Human Papilloma Virus
(HPV)

Human Papilloma Infeksi genital


Virus paling sering di
dunia

Penyakit menular 50%-80% wanita


seksual paling mendapat infeksi
sering di dunia HPV dalam hidupnya
Insidens Kanker Serviks
Indonesia, 2007 (data rumah sakit)

20 wanita meninggal akibat kanker serviks setiap hari di Indone

Setiap hari, 38 wanita didiagnosa kanker serviks


Infeksi HPV lokal dan persisten
menuntun pada Kanker Serviks
Rabies

Rabies pada manusia adalah infeksi virus pada


susunan saraf pusat
Penularan
Melalui luka yang terkontaminasi ludah binatang yang
terinfeksi virus rabies
Ludah yang mangandung virus rabies mengenai
selaput mukosa
Penyebaran antar manusia terjadi melalui
transplantasi organ dari donor yang tidak terdiagnosis
menderita rabies.
Kasus gigitan hewan tersangka
rabies Indonesia, 2011 - 2013
No Provinsi 2011 2012 2013
GHPR Rabies GHPR Rabies GHPR Rabie
s
1 Sumatra Utara 3909 31 4563 18 3468 5
2 Sumatra Barat 2586 7 2606 14 3037 8
3 Riau 930 6 1500 0 4838 12
4 Sulawesi Utara 2961 26 3127 35 1924 29
5 Maluku 3206 31 2545 19 1529 11
6 Sulawesi Tenggara 976 21 1197 4 1239 8
7 Maluku Utara 237 6 198 3 303 5
8 Bali 52798 23 55856 8 37066 1
9 Provinsi lain 16407 33 13278 36 13782 38
Indonesia 84010 184 84750 137 67187 117
Patogenesis Rabies
Manifestasi Klinis
Meningokokus
Wabah Meningokokus tahun
2000
Japanese Encephalitis (JE)
Ensefalitis disebabkan JE ditemukan di Asia &
sebagian Pasifik.
Lebih sering ditemukan di negara tropis dari
pada negara subtropis
Insidens JE
35.000-50.000/tahun kasus JE
20%- 30% meninggal
Gejala sisa neurologis 30-50%
Insiden JE, Bali 2001-2003
Kriteria surveilans: demam >38oC, defisit neurologis
termasuk kejang, dan/atau perubahan status mental
dan/atau gejala rangsang meningeal.
86 kasus confirmed, positive IgM JE di dalam cairan serebrospinal
4 kasus probable, positive IgM JE dalam serum.
Incidence rate (jumlah anak 599.120)
ensefalitis JE: 7 per 100.000 anak umur <10 tahun,
70% kasus umur <5 tahun,
1 kasus umur >10 tahun.
Pemantauan
11% kasus meninggal dunia
36% di antara kasus hidup mengalami gejala sisa neurologis.
Manifestasi Klinis
Prodromal Ensefalitis Akut Sekuele
1-6 hari Dimulai hari ke 3-5 (permanen)
Demam, nyeri Demam tinggi 7-10 hari Sekuele neuropsikiatri 30-
kepala, malaise 50% dari yang selamat
Mual, muntah, Penurunan kesadaran: Tanda kerusakan SSP
nyeri perut tremor, paralisis, koma menetap
Mengantuk Kejang: lokal atau Cacat mental, kelainan
umum perilaku
Kaku kuduk Gagal nafas Peningkatan refleks tendon
dalam
Kejang Rangsang meningeal Paresis upper/lower motor
neuron
Gangguan bicara
Epilepsi 82
Infeksi Dengue
The tip of the iceberg
dengue burden estimates
21,000 Deaths

DSS
2 million
DHF

Dengue Fever 96 million

Infections 390 million

At-Risk Population 3.6 billion

Bhatt, S. et al. Nature (2013), 496(7446), 5047.


Perjalanan Infeksi
Virus Dengue

Warning signs
Klasifikasi Infeksi Dengue
Kesimpulan
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
masih mengancam dunia
Angka kejadian masih tinggi di negara Asia Tenggara,
termasuk Indonesia

Kejadian penyakit menular cenderung menjadi


KLB
Kematian tinggi, biaya pengobatan individu
meningkat mengakibatkan meningkatkan biaya
kesehatan nasional
Kesimpulan
Untuk memahami upaya pencegahan diperlukan
pengetahuan mengenai epidemiologi,
manifestasi klinis, dan komplikasi serta
penularan penyakit.

Perlu ditekankan bahwa gejala penyakit lebih


berat (dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian) daripada efek samping vaksinasi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai