Anda di halaman 1dari 50

SCENARIO III

T U TOR IA L 1 5
BLOK AG ROMEDICI NE
( BI S S INOSIS)
MEMBER
1. Muhammad Fakih 8. Meilisa H Putri
Abdurrohman
9. Muty Hardani
2. Rahmatullah Rayman
10. Popi Zeniusa
3. Ardiansyah Harahap
11. Nidia Putri Meisuri
4. Sutansyah Ahmad Iman
12. Sumayyah Annida
5. Andini Bakti Putri
13. Vinnyssa Anindita
6. Aulia ulfa Raydian
14. Wita Aulia
7. Dwi Jayanti TL
STEP 1
__
STEP 2
STEP 3
Pertanyaan
1. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding ?
2. Apakah ada hubungan waktu pekerjaan dan jenis pekerjaan
terhadap penyakit yang dialami?
3. Patofisiologi dan patogenesis dari penyakit skenario?
4. Diagnosis okupasi pada skenario?
5. Tatalaksana dan pencegahan dari skenario?
6. Work related lung disease?
1. DIAGNOSIS KASUS
Diagnosis Kerja
Bisinosis et causa debu pada kapas

Diagnosis Banding
Occupational astma
Silikosis
Bagasosis
Asbestosis
2. Apakah ada hubungan waktu pekerjaan dan
jenis pekerjaan terhadap penyakit yang
dialami?
Hubungan waktu :
Semakin pendek waktu terkena pajanan debu kapas maka debu kapas hanya
akan sampai ke saluran nafas bagian atas bahkan meskipun ke saluran nafas
bagian bawah tidak akan sampai mengendap karena dieliminasi sistem
pertahanan tubuh.
Jenis pekerjaan :
Jenis partikel debu yang masuk akan berbeda mulai dari organik sampai an
organik, semakin kecil partikel yang masuk maka partikel akan semakin
masuk ke saluran nafas bagian bawah bahkan sampai mengendap di paru-
paru, misalnya
Silikosis (akibat partikel silika)
Bagasosis (akibat partikel jamur pada serat tebu)
Asbestosis (akibat partikel asbes)
Siderosis (akibat partikel besi)
1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan.,
ini dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala
faringitis.
2. Partikel diameter 0,5 5,0 mikron terkumpul di paru paru hingga
alveoli, ini dapat menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma
3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat
terabsorbsi ke dalam darah.
3.Patofisiologi dan patogenesis
Bisinosis bukan disebabkan oleh inert debu Bisinosis disebabkan oleh zat-
zat yang terdapat di dalam debu kapas
Bract
Bract = daun kering atau debris tanaman yang turut serta saat pemanenan kapas
Paparan pekerja kapas dengan bract menyebabkan bronkokonstriksi
Tannin yang ada di debu kapas
Tannin dapat menyebabkan perubahan pada otot polos dan epitel dari saluran napas
Dibuktikan dengan timbulnya gambaran mirip bisinosis pada pekerja teh
Bakteri di dalam debu kapas
Inhalasi dari endotoksin bakteri (LPS) bronkokonstriksi dan respon inflamasi
(recruitment PMN)
Setelah paparan kronis dengan LPS timbul gambaran mirip bronkitis kronis
secara histologik

Bisinosis bukan penyakit yang diperantarai oleh IgE Adanya peningkatan


IgG pada pekerja kapas di hari pertama bekerja

Terdapat aktivasi komplemen + aktivasi dan recruitment PMN pada uji


paparan debu kapas pada hewan coba
Bisinosis Hipertrofi otot polos saluran napas + hiperplasia kelenjar mukosa airway
(mirip gambaran pada asma dan bronkitis)
4. Diagnosis okupasi pada
skenario?
Langkah I : Diagnosis Klinik
Anamnesis
A. Identitas pasien : Nama pasien , Usia, Tempat tinggal, Pekerjaan, dan suku
B. keluhan pasien,seperti adakah sesak napas, nyeri dada,batuk, demam, apakah
membaik jika pekerja berlibur dan kambuh jika pasien kembali bekerja, apakah
pekerjaan menyebabkan atau berhubungan dengan penyakit,
Alasan lain di tanyakan untuk menanyakan riwayat pekerjaan pasien yang kembali
bekerja, seperti apakah kembali bekerja menyababkan kambuhnya penyakit, atau
kembali bekerja menyababkan kerugian dan mengganggu kesehatan teman sekerja
atau masyarakat.
C. riwayat pekerjaan yang perlu di tanyakan seperti sudah berapa lama bekerja,
riwayat pekerjaan sebelumnya, alat kerja, bahan kerja, serta proses kerja, sampai
dengan hasil produksi, lain nya seperti apa alat pelindung diri yang dipakai,waktu
bekerja sehari, apakah punya kebiasaan merokok , apakah ada pekerja lain yang
mengeluh hal yang sama seperti pasien dan apakah ada keadaan lain yang
memperberat penyakit pasien pada saat kembali bekerja.
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan Suhu.
Pada pasein dengan bisinosis didapatkan terjadi penurunan frekuensi
nafas dan peningkatan suhu, sedangkan nadi dan tekanan darah dalam
batas normal kecuali ada penyakit penyerta lainnya.
Didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti : bersin-
bersin, iritasi pada mata, hidung, stridor.
Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi
jalan napas dan secara klinik sulit di bedakan dengan bronchitis kronis
dan emfisema, maka pada saat Inspeksi terdapat retraksi inspirasi
abnormal dari intercostal.
Pemeriksaan Penunjang
Uji fungsi Paru
Pada kasus bisinosis pemeriksaan dilakukan pada hari pertama bekerja,
dilakukan sebelum dan sesudah pajanan selama 6 jam, dapat
menghasilkan penurunan FEV I.
Gambaran penurunan FEV I yang bermakna (10% atau lebih) , derajat
perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV I
sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.
Pemeriksaan Tempat kerja
Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada
tempat kerja.
Yang perlu di nilai adalah tentang pabrik ( bahan baku, proses produksi
,dan hasil produksi),aspek fisik , kimia, mekanik, ergonomic, biologi,
psikososial, data tenaga kerja( menunjukan jumlah populasi yang
terpajan), pelayanan kesehatan yang tersedia, serta fasilitas pendukung
lain nya.
Working diagnosis
Gejala bisinosis di bagi dalam 4 derajat , yaitu :

Derajat 0 Tidak ada gejala

Derajat Kadang-kadang dada tertekan pada hari pertama kerja

Derajat 1 Dada tertekan atau sesak napas tiap hari pertama minggu kerja

Derajat 2 Rasa berat didada dan sukar bernafas tidak hanya pada hari
pertama tapi pada hari lain minggu kerja

Derajat 3 Gejala seperti derajat 2 ditambah toleransi terhadap aktivitas


secara menetap dan pengurungan kapasitas ventilasi
Langkah II : Pajanan yang dialami
Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan
tekanan udara, ventilasi.
Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu
terbang dan benda padat.
Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan
atau hewan.
Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan
cara kerja. Dan
Faktor mental - psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara
pekerja dan pengusaha
Debu kapas merupakan salah satu debu yang berasal dari makhluk
hidup atau di sebut debu organic, nilai ambang batas untuk debu kapas
menurut WHO ; 0,2 mg/m3 untuk pemintalan dan 0,75 mg/m3.
Sedangkan penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ
sebagai berikut :
1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan.,
ini dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala
faringitis.
2. Partikel diameter 0,5 5,0 mikron terkumpul di paru paru hingga
alveoli, ini dapat menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma
3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat
terabsorbsi ke dalam darah.
Langkah III : Hubungan pajanan
dengan Penyakit
reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada paru tergantung
pada sifat alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu
yang terinhalasi, kadar partikel debu, lamanya paparan, kerentanan
individu dan pembersihan partikel debu.
Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi
sebagaimana debu yang lain seperti serpihan kayu, tenun, wol dan
kapur.
Hal ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I dimana debu kapur
yang menempel pada permukaan mukosa saluran nafas disertai dengan
media reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel mukosa yang
dapat berakibat sel mukosa akan melepaskan bahan vasoaktif termasuk
histamine. Reaksi alergi ini menyebabkan terjadinya bronkhostriksi,
meningkatnya sekresi mucus, dan meningkatnya permeabilitas kapiler
sebagai akibat dari rekasi histamine
Langkah IV : Pajanan Cukup
Besar ?
Untuk debu kapas standar menurut WHO yang di perbolehkan 0,2 /m3.
Angka-angka prevalensi Bisinosis antara 20-50% telah dilaporkan pada
ruang penyisiran (cadroom) kapas dengan kadar debu respirasi antara
0,35 mg/m3, dan 0,60 mg/m3 .
Prevalensi kurang dari 10% di temukan pada ruang dengan kadar debu
respirasi kurang dari 0,1 mg/m3.
Penurunan FEV I pertahun lebih besar didapatkan diantara para pekerja
tekstil dengan riwayat paparan debu yang lama , bila di bandingkan
dengam subjek yang tidak terpapar. Perokok juga lebih rentan terhadap
bisinosis dan mungkin mengalami bentuk lanjut dari penyakit ini.
Cara kerja , Proses kerja , lingkungan kerja
Proses spinning yakni proses mengolah kapas atau polyester menjadi benang.
Soft winder adalah proses penggulungan benang hasil dari pemintalan.
Proses pencelupan benang. Tujuannya adalah untuk memberi warna pada benang
sebelum ditenun menjadi kain. Jadi warna dari kain itu berasal dari proses
pencelupan benang ini. Setelah proses pencelupan benang selesai kemudian benang
dikeringkan.
Weaving biasa disebut juga proses penenunan, yaitu proses mengolah benang
menjadi kain. Sebelum masuk ke proses penenunan atau weaving, .
Proses pemeriksaan atau disebut Shiage dimana kain akan dicek dan ditentukan
gradenya. Bila dari pemeriksaan ditemukan kecacatan maka kain dikirim ke bagian
perbaikan.
Proses Dyeing. Proses ini merupakan proses terakhir dari proses produksi, mulai dari
pengolahan bahan baku kapas atau polyester hingga menjadi kain.
Sebelum kain dikirim ke pasaran ada proses terakhir yaitu proses penggulungan dan
pengepakan kain sesuai dengan pesanan dari pelanggan.
Alat Pelindung Diri
Pada kasus bisinosis salah satu APD yang utama adalah APD untuk alat
pernapasan yakni respirator atau masker khusus.APD seperti masker
filter berguna jika secara teratur di periksa filtrasi udara efektif dan
sempurna.sayangnya pemakaian masker seringkali tidak mengenakan ,
khususnya di daerah yang beriklim panas.
Langkah V Faktor Individu
Pada penderita bisinosis yang mempunyai riwayat atopi atau alergi,
kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau riwayat
penyakit dalam keluarga yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih
berat serta memperburuk keadaan bisinosis yang dialami. Kerentanan
masing-masing individu juga mempengaruhi cepat-lambat munculnya
bisinosis ini.
Higiene
Olahraga
Merokok
Alkohol
Gangguan keseimbangan antara rangsangan vagus dan simpatolitik
tampaknya mempengaruhi sensitivitas seseorang terhadap rangsang
debu.Diperkirakan juga dalam paparan terhadap debu dapat merusak
epithelium saluran napas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat
meningkatkan reflex bronkokonstriksi.
Langkah VI Faktor lain di Luar
individu
Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap
bisinosis oleh karena zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak
system pertahanan alamin dalam tubuh kita, sehingga tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan dengan
adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya
penyakit bisinosis.
Adanya kelainan yang ada di selaput lendir akan menimbulkan gejala
berupa penyumbatan.sedangkan enfisema adalah jenis penyakit paru
obstruktif yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di
paru, sehingga membuat pasien sulit bernapas/sesak napas.
Langkah VII Apakah Penyakit
Akibat Kerja?
Penyakit Akibat kerja
Penyakit bukan akibat kerja
5. Tatalaksana dan
pencegahan dari skenario?
Tatalaksana
A. Terapi medikamentosa:
- Terhadap kasual (bila mungkin)
- Pada umumnya PAK/PAHK irreversibel, sehingga terapi
sering kali hanya secara simptomatis saja
contoh: silikosis (irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak
nafas, nyeri dada
Prinsip: lebih baik mencegah PAK/PAHK

B. Terapi okupasi:
- Pindah ke bagian yang tidak terpapar
- Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik
Pencegahan
Prinsip pencegahan
Pencegahan awal (primer)
- penyuluhan
- perilaku K3 yang baik
- olahraga
Pencegahan setempat (sekunder)
- pengendalian melalui undang-undang
- pengendalian melalui administrasi/organisasi
- pengendalian secara teknis (substitusi, ventilasi,
isolasi, ventilasi, alat pelindung diri)
Pencegahan dini (tertier)
- pemeriksaan kesehatan berkala
Penatalaksanaan kasus -> cepat dan tepat
Upaya rehabilitasi
6. Work related lung disease?
Penyakit Paru akibat kerja (pnemokoniosis) :
Silikosis [SiO2] (Disebabkan oleh silika)
Asbestosis [asbestos] (Disebabkan oleh asbes)
Coal worker pnumokoniosis (CWP) [batubara]
Byssinosis [kapas, henep, rosela]
Berillosis
Asma akibat pekerjaan
Akibat debu organik, misalnya debu kapas
(Bissinosis), debu padi-padian (Grain workers
disease), debu kayu
Akibat debu anorganik misalnya debu silika
(silikosis), debu asbes (asbestosis), debu timah
(stannosis)
Penyakit kerja paru akibat gas iritan.
STEP 4
Bagassosis, dan lain-lain
ORGANIK
Bisinosis
Diagnosis okupasi
Patogenesis dan
patofisiologi
WORK-RELATED Tatalaksana
LUNG DISEASE
Pencegahan

ANORGANIK Silikosis, silikatosis,


asbetosis, coal workers
disease, dan lain-lain
STEP 5
LEARNING OBJECTIVES

1. Pemeriksaan penunjang laboratorium yang bisa dilakukan pada


kasus di skenario
2. Kebijakan K3 yang bisa diterapkan oleh perusahaan
3. Pencegahan
1. Pemeriksaan penunjang lab pada bisinosis
Workup for work-related lung diseases

Chest radiograph (X-ray)


Is the most important means in detecting pneumoconioses (asbestosis, silicosis,
CWP) showing
Byssinosis no specific characteristics on radiograph
Basic Lung Function
FEV1, normal FVC, FEV1/FVC ratio obstructive lung diseases
FEVI, FVC, normal FEVI/FVC ratio restrictive lung diseases
Test for atopy Allergen-inhalation test

Sputum examination
Can be examined for any infectious agents (ex: M. tuberculosis), malignant cells,
asbestos bodies, and other biological markers
2. Kebijakan k3 perusahaan

Flow diagram of various processes at textile industries.


Engineering Controls

Preprocessing Washing, bactericidal treatment


led to reduced decline in lung function as compared to exposure to
unwashed cotton; significant decline (up to 95%) in endotoxins level
in the airborne cotton dust; but led to processing difficulties
Bactericidal spraying benzododecinium bromide was found to be
effective in decreasing the endotoxins content of cotton
Improving workplace design and machinery
At the gin use of lint cleaners
automation at the time of bale opening, enclosure at the time of
bale opening and carding, oil overspraying at the time of carding,
humidifing at the time of spinning and winding, and applying air
cleaning devices at the time of winding
Administrative controls

setting and implementing standards and guidelines for dust control,


Dust control (1) cleaning floors with a vacuum; (2) disposing of
dust in such a way that little dust scatters; (3) using mechanical
methods to stack, dump or handle cotton; (4) checking, cleaning,
and repairing dust control equipment and ventilation systems.
Employers must supply employees with respirators
environmental surveillance,
periodic medical examinations spirometry, worker training and
smoking cessation programmes.

PPE respirator/masks
3. PENCEGAHAN (hazard control)
Hazard Control
Elimination
This control measure involves eliminating or removing the risk in it entirely.
For example:
Risk: High levels of manual handling when loading and unloading glassware onto
trolleys from shelving.
Control: Store glassware directly onto trolleys hence eliminating the need to unload
and load from the shelves.

Substitution
This form of control involves substituting a safer process or material for the hazardous
process/material identified.
For example:
Risk: Cleaning solution causing allergic reactions and nausea.
Control: Substituting a less toxic or non-allergenic cleaning solution for the task.
Hazard Control
Isolation
This control involves separating the hazard or hazardous work practice from employees.
This may involve sectioning off the area by erecting barriers or by relocating either the
hazardous work practice or the other employees and their work practices.
For example:
Risk: Excessive noise emanating from machinery.
Control: Enclosing the machinery or the personnel hence creating an isolating barrier
between the hazard and the person by using a barrier.

Engineering
This form of control involves substituting a safer process or material for the hazardous
process/material identified.
Including : Equipment and Workplace Design, Automation, Containment, Guarding Guards,
Hazard Control
Administration
Administrative controls involve changes in workplace policies and procedures.
They can include such things as:
Warning alarms,
Labeling systems,
Reducing the time workers are exposed to a hazard, and
Training

PPE
This control is used when exposure to hazards cannot be engineered out, and when safe
work practices and other forms of administrative controls cannot provide sufficient
additional protection.
PPE a way of controlling hazards by placing protective equipment directly on workers'
bodies.
SUMBER
Asaad Ahmed Nafees and Zafar Fatmi. Available Interventions for Prevention
of Cotton Dust-Associated Lung Diseases Among Textile Workers. [Journal]
WHO. Early Detection of Occupational Diseases
WHO. Tests for detecting diseases induced by exposure to mineral dust
[Publication]
Sherry Scott and Doug Kimmel. Hazard Prevention and Control
[Presentation]
Health and Safety Curtin University. Hierarchy of Control.

Anda mungkin juga menyukai