Anda di halaman 1dari 14

TH TEAM (ANALISIS INDEKS GEOMORFIK SECARA KUANTITATIF

DAERAH ALIRAN SUNGAI NGALANG, KECAMATAN GEDANGSARI,


KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

MEMBER OF THE TEAM :

Icar Ribeiro Ho Loes (15147)


Abstrak

Peran geomorfologi secara kuantitatif dalam menentukan proses geologi yang paling
dominan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngalang, Kecamatan Gedangsari,
Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat penting
mengingat kompleksitas geologi daerah tersebut, tetapi sampai saat ini belum ada kajian
yang membahas hal ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses geologi dan membuat delineasi
zona kontak litologi dan struktur geologi pada bagian-bagian dari DAS Ngalang
berdasarkan karakteristik dari tiga indeks geomorfik, yaitu hypsometric curve,
streamlength gradient index (SL), dan transverse topographic symmetry factor (T-index).
Dari ketiga indeks geomorfik tersebut, didapatkan bahwa secara umum DAS Ngalang
sangat dipengaruhi oleh tektonik dengan tingkat erosi lebih besar di bagian selatan.
Kombinasi data SL dan data T-index dapat menunjukkan zona kontak litologi dan zona
sesar.
PENDAHULUAN

Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngalang, Kecamatan Gedangsari,


Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, telah dilakukan banyak penelitian mengenai geologi
daerah tersebut, namun belum ada yang membahas tentang peran geomorfologi secara kuantitatif dalam menentukan
proses geologi yang paling mempengaruhi pola sungai pada DAS Ngalang. Penekanan kajian secara kuantitatif akan
memberikan hasil analisis yang bersifat objektif. Hal ini dapat diartikan bahwa hasil analisis akan sama walaupun
dilakukan oleh peneliti yang berbeda, tidak tergantung pada kondisi peneliti dan tidak bisa diperdebatkan karena data
bersifat faktual.

Salah satu metode dalam kajian geomorfologi secara kuantitatif adalah analisis indeks geomorfik. Indeks geomorfik
merupakan pengukuran (measurement) parameter-parameter bentuklahan (misalkan elevasi, luas daerah, panjang sungai
dan lain-lain) yang memiliki nilai numerik yang pasti. Indeks geomorfik dapat menjadi indikator yang sensitif terhadap
perubahan litologi, pengaruh tektonik dan proses erosi yang berkembang pada daerah tersebut. Nilai indeks geomorfik
dari masing-masing ketiga proses geologi tersebut akan menunjukkan karakteristik tertentu.

Indeks geomorfik tidak hanya digunakan dalam penentuan proses geologi yang dominan pada suatu daerah. Kombinasi
beberapa data indeks geomorfik dapat pula digunakan untuk delineasi zona struktur geologi (sesar) dan zona kontak
litologi.
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Lokasi daerah penelitian berada di


Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar
1). DAS Ngalang termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan dengan luas daerah sekitar 32,58 km2.

Menurut Van Bammelen (1970), daerah penelitian terletak pada Pegunungan Selatan di Jawa Tengah bagian timur yang pada umumnya
menampakan perbukitan homoklin yang miring ke arah selatan. Batas utara ditandai oleh gawir memanjang yang kompleks. Secara
morfologi, daerah penelitian termasuk ke dalam morfologi perbukitan berelief sedang sampai curam yang memiliki litologi berupa
batupasir dan breksi volkanik serta batuan beku dari formasi Semilir dan Nglanggran. Daerah ini terdapat mulai dari daerah Imogiri di
bagian barat, memanjang ke utara hingga Prambanan, membelok ke timur (Pegunungan Baturagung) dan terus ke arah timur melewati
perbukitan Panggung, Plopoh, Kambengan hingga di kawasan yang terpotong oleh jalan raya antara Pacitan-Slahung.

Menurut Sudarno (1997), Stratigrafi pada daerah penelitian secara umum masuk ke dalam stratigrafi Pegunungan Selatan yang memiliki
kemiringan relatif ke arah selatan. Formasi paling tua pada daerah penelitian adalah formasi Kebobutak dengan litologi berupa
konglomerat dan batupasir. Formasi ini berada paling utara dari daerah penelitian. Kemudian di atasnya diendapkan formasi Semilir yang
tersusun oleh batupasir yang bersifat tufan, kadang-kadang berseling dengan breksi. Kemudian diendapkan formasi Nglanggran yang
memiliki litologi berupa breksi dengan penyusun material vulkanik. Di atas formasi Nglanggran diendapkan formasi Sambipitu yang
tersusun oleh perselingan batupasir dan serpih, bagian bawah formasi ini bersifat vulkanik, semakin ke atas akan semakin bersifat
gampingan. Di atas formasi Sambipitu diendapkan formasi Wonosari dengan litologi berupa batugamping dan napal. Formasi ini berada
paling selatan pada daerah penelitian.
Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.
METODE

Metode pada penelitian ini menggunakan bahan berupa file digital basemap topografi daerah Pegunungan Selatan. File digital
meliputi data kontur dengan interval 12,5 meter, data daerah administrasi, data sungai, data jalan, dan data geologi dan struktur
geologi regional.

Pada tahap pengukuran kurva hypsometric (Gambar 2A), dilakukan plot titik titik lokasi pada satu drainage basin pada peta
topografi. Kemudian dilakukan pengukuran luas permukaan yang dihitung dari elevasi yang diinginkan (a), luas permukaan
seluruh drainage basin (A), elevasi yang diinginkan (h) dan elevasi tertinggi pada drainage basin tersebut (H) pada tiap titik
lokasi. Pengukuran ini dibantu dengan perangkat lunak ArcView 3.3. Kemudian dilakukan perhitungan proporsi total luas drainage
basin (a/A) dan proporsi total elevasi drainage basin (h/H) dan memplot tiap titik tersebut ke diagram hypsometric. Tahap
berikutnya adalah mencocokan bentuk kurva dengan kurva ideal Strahler sehingga dapat diketahui stadia sungainya.

Pada tahap pengukuran stream-length gradient index atau SL (Gambar 2B), dilakukan plot titik titik lokasi yang tersebar pada
seluruh DAS Ngalang. Kemudian mengukur jarak antara dua elevasi pada titik yang diinginkan (L), selisih dari dua elevasi pada
titik yang diinginkan (H). panjang sungai dari titik lokasi yang diinginkan sampai ke titik tertinggi sungai (L). Pengukuran ini
dibantu dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3. Tahap selanjutnya adalah menghitung (SL) sesuai dengan rumus :
Setelah didapatkan data SL, tahap terakhir adalah membuat peta sebaran SL dengan
menggunakan perangkat lunak Surfer 8.0 dengan metode interpolasi kriging.

Pada tahap ini pengukuran transverse topographic symmetry factor atau T-index (Gambar 2C),
dilakukan plot titik titik lokasi tiap 50 meter pada setiap sungai orde dua. Kemudian dilakukan
pengukuran jarak garis tengah drainage basin sampai ke garis sungai (Da), jarak garis tengah
drainage basin sampai ke pada drainage divide (Dd) dan azimuth tilting T-index. Pengukuran ini
dilakukan dengan perangkat lunak ArcView 3.3. Tahap berikutnya adalah perhitungan magnitude
T-index sesuai dengan rumus:

Tahap akhir yaitu menghitung rerata azimuth tilting T-index dan rerata magnitude T-index.
Kemudian membuat domain/kelompok berdasarkan perbedaan arah azimuth tilting T-index.
Gambar 2. Gambar ideal yang menunjukkan cara
perhitungan kurfa hypsometric (A) Stream (B) Length (C) T-
index
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis kurva hypsometric (Gambar 3), perbandingan DAS Ngalang utara dan selatan menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Stadia pada DAS Ngalang bagian utara cenderung dewasa sedangkan DAS
Ngalang bagian selatan cenderung mulai menuju tua, bahkan ada yang sudah memasuki stadia tua pada bagian selatan

DAS Ngalang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa selain peran erosi, pengaruh litologi juga membantu mempercepat proses DAS menuju stadia tua. Pada
bagian utara DAS Ngalang, terdapat formasi Kebobutak, Semilir dan Nglanggran yang memiliki tingkat resistensi relatif tinggi (litologi berupa batupasir,
batupasir tufan, dan breksi vulkanik), sedangkan pada bagian selatan DAS Ngalang, terdapat formasi Sambipitu yang memiliki tingkat resistensi yang
relatif rendah (litologi berupa perselingan batupasir dan serpih) bila dibandingkan dengan formasi pada bagian utara.

Dari hasil perhitungan SL di 75 titik lokasi dan peta kontur SL (Gambar 4), didapatkan bahwa pada nilai kontur SL yang rendah merupakan zona kontak
litologi atau struktur geologi berupa sesar. Pada saat sungai melewati zona kontak litologi atau sesar, proses erosi akan berjalan lebih intensif daripada
daerah lainnya sehingga topografi akan menjadi lebih landai. Hal ini akan menyebabkan nilai SL pada zona tersebut akan mengecil, karena nilai L yang
merupakan parameter pembagi SL akan bernilai besar, sehingga nilai SL akan mengecil. Hal ini mengindikasikan bahwa SL sensitif terhadap perubahan
litologi atau adanya struktur geologi.

Berdasarkan perhitungan T-Index (Gambar 5A), didapatkan bahwa proses tilting pada DAS Ngalang secara umum diakibatkan oleh proses tektonik dan
struktur geologi. Hal ini dapat dilihat dari arah azimuth yang bervariasi dan distribusi nilai T-Index seluruh DAS Ngalang dan pada 10 domain sub DAS
Ngalang, 8 diantaranya termasuk ke dalam pengaruh tektonik. Sedangkan 2 domain lainnya termasuk ke dalam pengaruh monoclinal shifting (Gambar 5B).
Hal ini diperkuat dari letak kedua domain tersebut pada backslope yang relatif lebih sedikit kontrol struktur geologi daripada bagian foreslope. Sebab
foreslope merupakan suatu bidang sesar yang memungkinkan banyak terdapat retakan yang mempengaruhi pola arah azimuth T-index dan besarnya
magnitude T-index.
Hasil kombinasi hasil perhitungan SL dan T-index (Gambar 6), didapatkan bahwa kontur SL yang bernilai rendah memiliki
hubungan lokasi yang hampir berdekatan dengan batas domain T-index yang merupakan zona sesar. Hal ini mengindikasikan bahwa
zona sesar tidak hanya merupakan batas yang memisahkan dua wilayah dengan arah azimuth tilting yang berbeda secara signifikan,
tetapi sesar juga merupakan zona yang memiliki nilai SL relatif rendah. Hal tersebut sesuai asumsi bahwa zona sesar merupakan
zona lemah, sehingga mudah tererosi oleh sungai. Semakin intensif proses erosi akan menjadikan topografi semakin datar.
Sedangkan bila kontur SL yang rendah belum tentu daerah tersebut merupakan zona sesar. Pada wilayah selatan DAS Ngalang,
terlihat bahwa nilai kontur SL rendah melampar dengan arah barat-timur tetapi data T-index tidak menunjukkan adanya zona sesar.
Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kontur SL yang rendah dapat juga merupakan kontak litologi bila tidak ditemukan batas
T-index. Hal ini dapat terjadi karena kontak litologi tidak merubah arah tilting suatu morfologi. Kontak litologi juga merupakan zona
lemah sehingga nilai SL akan rendah, tetapi kontak litologi yang selaras memiliki dip direction yang sama karena terbentuk pada
rezim tektonik yang sama, sehingga arah azimuth T-index atau arah tilting tidak akan banyak berubah.

Hasil kombinasi hasil perhitungan SL dan


T-index (Gambar 7) menunjukkan korelasi positif data sekunder peta geologi regional lembar Surakarta (Surono dkk, 1992). Batas
formasi pada geologi regional relatif memiliki lokasi yang hampir sama pada peta tampalan data SL dan T-index, begitu pula data
sesar juga relatif hampir sama. Pada peta tampalan terdapat beberapa sesar yang belum terplot pada peta regional, hal ini
menunjukkan bahwa peta tampalan data SL dan T-index lebih detail dalam analisis struktur geologi.
Gambar 3. Peta pembagian sub-sub DAS Ngalang Gambar 4. Peta hasil interpolasi perhitungan Stream Length pada
berdasarkan kurva hypsometric dan kurva hypsometric DAS Ngalang
setiap sub DAS.
Gambar 5. Peta zonasi perhitungan Tindex serta arah Gambar 6. Peta overlay Stream Length dan T-index
azimuthnya (A) dan plot tiap domain Tindex menghasilkan delineasi kontak litologi dan sesar.
pada diagram Garrote (B).
Gambar 7. Perbandingan peta overlay dengan peta geologi regional
Secara umum menunjukkan korelasi positif.
KESIMPULAN

1. Berdasarkan kurva Hypsometric, daerah selatan DAS Ngalang memiliki stadia yang lebih tua daripada daerah utara,
hal ini diduga disebabkan oleh jenis litologi daerah selatan (batupasir dan batulempung Formasi Sambipitu) yang
memiliki resistensi lebih rendah dibandingkan daerah di utara (breksi Formasi Nglanggran, tuff Formasi Semilir dan
batupasir Formasi Kebobutak).

2. Berdasarkan data T-Index, proses geologi yang paling mempengaruhi DAS Ngalang secara umum adalah pengaruh
tektonik. Hal ini dapat dilihat dari distribusi rerata azimuth tilting dan rerata magnitude T-index pada diagram Garrote
seluruh DAS Ngalang termasuk ke dalam pengaruh tektonik.

3. Kombinasi data SL dan data T-Index dapat menunjukkan secara relatif kontak litologi dan struktur geologi berupa
sesar pada DAS Ngalang. Anomali nilai rendah pada data SL dapat diinterpretasikan sebagai kontak litologi jika tidak
menunjukkan batas antara dua domain T-index dengan azimuth berbeda, sedangkan adanya struktur geologi yaitu
sesar dapat diinterpretasikan saat anomali nilai SL yang rendah dan data Tindex menunjukkan batas dua domain yang
memiliki arah azimuth yang berbeda.

4. Data kombinasi SL dan T-index secara umum menunjukkan korelasi yang positif dengan peta geologi regional
Surakarta-Giritontro. Sehingga data indeks geomorfik dapat digunakan sebagai data tentatif dalam melakukan studi
pemetaan geologi tahap awal.

Anda mungkin juga menyukai