Anda di halaman 1dari 38

HUBUNGAN DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN

TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANJUNG REJO


KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2017

DI SUSUN OLEH :
Yogi Abdul Aziz
Yahyanti
Martin Agusta
I. Nyoman Agung Dwi S
Putri Rizki Amalia
Kadek Maha D
Amirul Prasetio
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2014, Diabetes Mellitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Adanya infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan
kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk
infeksi, salah satu infeksi yang banyak terjadi pada saluran nafas adalah TB
paru dan pneumonia.
Menurut WHO pada tahun 2000 jumlahh penduduk
dunia yang menderita diabetes sudah mencapai
171.230.000 orang dan pada tahun 2030 diperkirakan
jumlah penderita diabetes di dunia akan mencapai
jumlah 366.210.100 orang atau naik sebesar 114%
dalam kurun waktu 30 tahun. Indonesia menduduki
tempat ke 4 terbesar dengan pertumbuhan sebesar 152%
atau dari 8.426.000 orang pada tahun 2000 menjadi
21.257.000 orang di tahun 2030.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diabetes mellitus
dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui karakteristik pasien DM yang terinfeksi TB paru di
Puskesmas Tanjung Rejo berdasarkan umur dan jenis kelamin.
Untuk mengetahui hubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian
tuberkulosis paru di Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Manfaat Praktis
Bagi Penulis
Bagi Instansi
Bagi Masyarakat
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
di Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara tahun 2017 dengan melakukan pengumpulan data
sekunder berupa catatan rekam medik di Puskesmas Tanjung Rejo
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, lalu peneliti
menggunakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.
Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
WHO menyatakan diabetes melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan dan keturunan secara bersama-sama,
mempunyai karakteristik hiperglikemia kronis tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan menurut
American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus
merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.1.2 Prevalensi Diabetes Melitus
WHO memperkirakan Indonesia menduduki
rangking ke-4 dunia dalam hal jumlah penderita
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Pada
tahun 2000, jumlah penderita diabetes melitus
tipe 2 mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes Indonesia
akan bejumlah 21,3 juta. Tetapi hanya 50% dari
penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa
mereka menderita diabetes dan hanya 30% dari
penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.
2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
American Diabetes Assosiation
mengklasifikasikan DM menjadi:
Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus Gestasional


2.1.4 Faktor Resiko Diabetes melitus
Faktor-faktor resiko terjadinya Diabetes
melitus tipe 2 menurut ADA,2012 dengan
modifikasi terdiri atas :
Faktor Resiko Mayor

Faktor Resiko Lainnya


2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes Tipe I

Diabetes Tipe II

Diabetes Gestasional
2.1.6 Gejala Klinis Diabetes Melitus
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala
kronik.
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus
Gejala penyakit diabetes dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan mungkin tidak menunjukkan apapun sampai saat tertentu. Pada
permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak ( Poli)
Banyak makan
Banyak minum
Banyak kencing
2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timubul gejala :
Banyak minum
Banyak kencing
Nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat
Mudah lelah
Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
ke koma yang disebut koma diabetic
2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Penatalaksanaannya berupa :
Penyuluhan

Diet

Latihan Jasmani

farmakoterapi
2.2.1 Definisi TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya
Prevalensi TB Paru

WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB paru setiap tahun
dan diperkirakan 5000 orang setiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta
penderita TB paru baru dari 25% kasus kematian dan kesakitan.
Masyarakat yang menderita TB paru adalah orang-orang pada usia
produktif yaitu dari 15 sampai 54 tahun (Depkes RI,2008). Prevalensi
TB paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga
kali lebih tinggi dipedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali
lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi.
Di Sulawesi utara, penderita TB paru pada tahun 2009 yaitu 423 dan
meningkat pada tahun 2010 yaitu 466 penderita. Case Detection Rate
TB paru di Indonesia per juni 2012 terdapat sekitar 60,81% kasus TB
paru di Sulawesi Utara dan angka ini menunjukkan kasus paling
tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia menurut Kemenkes RI 2012
2.2.3 Patofisiologi TB Paru
2.2.4 Klasifikasi TB Paru
1. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:

Tuberkulosis paru

Tuberkulosis ekstra
paru
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis

Tuberkulosis paru BTA


positif

Tuberkulosis paru BTA


negatif
2.2.5 Gejala Klinisi TB Paru
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan
gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.
Gejala
sistemik/umum

Gejala khusus
2.2.6 Diagnosa TB Paru
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka
beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah:
Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
2.2.7 Penatalaksanaan TB Paru

Prinsip pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi


menjadi dua fase, yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3
bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 4-6 bulan.

fase intensif

fase lanjutan
2.3 Kajian Literatur Terkait Hubungan Kejadian DM
dengan Tb Paru
Pada tahun 2009, para pakar menemukan bukti yang
menunjukkan hubungan antara pasien diabetes melitus (DM) dan
tuberkulosis (TB), dan sejak tahun 2011 diluncurkan kerangka
kerja untuk pengobatan kolaborasi TB dan DM salah satunya
adalah deteksi dini dan pengelolaan TB pada pasien dengan
penyakit DM.9 WHO juga menunjukkan bahwa pasien DM dapat
meningkatkan risiko 3 kali lebih besar terinfeksi TB daripada
masyarakat umum9-10, penelitian lain menyatakan bahwa DM
adalah salah satu faktor risiko yang dapat memperburuk kejadian
TB.15 Pasien DM meningkatkan risiko TB Pasien DM
menyumbang sebanyak 14,8% kasus TB baru, dan sebanyak
20,2% ditemukan kasus TB dengan BTA positif.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan melihat
hubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian tuberkulosis paru secara
retrospektif melalui kartu catatan rekam medik yang berisi data pasien diabete
mellitus yang terinfeksi tuberculosis paru di Puskesmas Tanjung Rejo
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara tahun 2017.
3.1.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah observasi analitik dengan pendekatan potong
lintang (cross sectional). Setelah penulis mengenali variabel-variabel
penelitian berdasarkan masalah diatas, maka variabel yang pertama adalah
Diabetes Melitus yang diberi notasi huruf (X), sebagai variabel bebas.
Sedangkan variabel yang kedua adalah Tuberkulosis Paru yang diposisikan
sebagai variabel terikat atau dependen variabel yang konvensionalnya diberi
notasi huruf (Y).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian

Waktu Penelitian

3.3 Populasi Penelitian

3.4 Sampel Penelitian


Definisi Operasional

Alat Skala
Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur
ukur ukur

DM DM adalah pasien yang telah Melihat Rekam 1. Tidak, jika pada data rekam medik Ordinal
terdiagnosa DM berdasarkan rekam medis medis tertulis bahwa responden bukan
guideline PERKENI pasien DM
2. Ya, jika pada data rekam medik
tertulis bahwa responden
merupakan pasien DM

TB Paru Tb paru adalah Melihat Rekam medis 1. Tidak, jika pada pemeriksaan Ordinal
pasien DM yang rekam medis Sputum pada pasien DM hasilnya
meakukan negative
pemeriksaan sputum 2. Ya, jika pada pemeriksaan
dan dinyatakan Sputum hasilnya positif.
positif terinfeksi TB
Paru
Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan Data

PENABULASIAN

CLEANING

CODING

EDITING
3.8.2 Analisa Data
Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran statistik deskriptif dari


masing-masing variabel, baik variabel independent maupun dependent. Dalam
analisis univariat untuk data kategori digunakan ukuran persentase (%). Data yang ada
dikelompokkan dan dikategorikan dengan sebuah skala tertentu kemudian dicari
kelompok responden dengan kategori tertentu yang jumlah respondennya terbanyak
dan paling sedikit.

Analisa Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan yaitu
mempelajari hubungan antar variabel dengan menggunakan Uji Chi Square.
2.4 Kerangka Teori

Faktor yang dapat dikendalikan :


Faktor yang tidak dapat dikendalikan :
1. gaya hidup (diet, olahraga, Resistensi Insulin & 1. Umur
merokok, dll) Defisiensi Insulin 2. Jenis Kelamin
2. status Gizi

Intoleransi Glukosa

Diabetes Melitus Imunitas tubuh

Terpapar Bakteri
M.Tuberk ulosis

Terinfeksi TB Paru
3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Diabetes Melitus TB Paru


Usia Usia
Jenis Kelamin Jenis kelamin
3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
DM DM adalah pasien Melihat rekam Rekam 0. Tidak, jika pada data Ordinal
yang telah medis medis rekam medik tertulis
terdiagnosa DM bahwa responden
berdasarkan bukan pasien DM
guideline 1. Ya, jika pada data
PERKENI rekam medik tertulis
bahwa responden
merupakan pasien DM
TB Paru Tb paru adalah Melihat rekam Rekam 0. Tidak, jika pada Ordinal
pasien DM yang medis medis pemeriksaan Sputum
melakukan pada pasien DM
pemeriksaan hasilnya negative
sputum dan 1. Ya, jika pada
dinyatakan positif pemeriksaan Sputum
terinfeksi TB Paru hasilnya positif.
Usia Melihat rekam Rekam 0. dewasa awal Ordinal
medis medis 1. dewasa akhir
2. lansia awal
3. lansia akhir
4. masa manula
5. Tidak teridentifikasi
Jenis Jenis kelamin Melihat rekam Rekam 0. laki-laki Ordinal
Kelamin pasien DM dengan medis medis 1. perempuan
TB Positif
3.3 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara Diabetes Melitus dengan kejadian TB
Paru di Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara tahun 2016.
Ha : Ada hubungan antara Diabetes Melitus dengan kejadian TB Paru di
Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara tahun
2016.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Hasil Penelitian
Selama kurun waktu penelitian dari Juli 2017 sampai Agustus 2017,
didapatkan data dari rekam medik yang telah memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 59 data rekam medik. Karena telah memenuhi kriteria inklusi, maka
seluruh data dijadikan sebagai sampel penelitian.
4.2 Hasil Analisis Univariat
Analisis dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian, baik variabel dependent
maupun variabel independent. Hasil dari tiap variabel ini ditampilkan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi berikut ini.
4.2.1 Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)

Laki-Laki 41 69.1 %
Perempuan 18 30.9 %

Total 59 100 %
4.2.2 Usia

Diabetes Melitus Frekuensi Presentase (%)


Dewasa Awal (26-35 tahun) 3 5.1 %
Dewasa Akhir (36-45 tahun) 8 13.6 %
Lansia Awal (46-55 tahun ) 10 16.9 %
Lansia Akhir (56-65 tahun) 12 20.4 %
Masa Manula (>65 tahun) 15 25.4 %
Tidak Teridentifikasi 11 18.6 %
Total 59 100 %
4.3 Hasil Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara diabetes
melitus dengan tuberkulosis paru di Puskesmas Tanjung Rejo
Tahun 2017. Uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat
ini adalah Chi-square dengan derajat kepercayaan 95%
(=0,5%). Berdasarkan hasil uji statistik akan diperoleh nilai
probabilitas (p-value) 0,5 (pada CI:95%) maka Ho ditolak
dan Ha diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna
dan jika probabilitas (p-value) > 0,5 maka Ho diterima dan Ha
ditolak yang bearti tidak ada hubungan yang bermakna.
4.3.1 Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru

Kategori Diabetes Melitus

jumlah p-value
Tb Paru Ya Tidak OR

n % n % n % (CI 90%)

Ya 44 84.6% 3 42/8% 47 79.6 %


Tidak 8 15.4% 4 57.2% 12 20.4 %

7,300
0,026 (1,652-
136,172)

Total 52 100 % 7 100 % 59 100 %


4.4 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanjung Rejo kabupaten Deli Serdang,
dimana penelitian tentang Hubungan Diabetes Melitus dengan kejadian
Tuberkulosis Paru masih jarang dilakukan di daerah ini sehingga dapat
menjadi dasar acuan bagi peneliti lain untuk jadi bahan perbandingan pada
pada penelitian berikutnya.

Hasil data bivariat dapat disimpulkan bahwa hasil analisis terdapat hubungan
variabel diabetes melitus terhadap variabel tuberkulosis paru diperoleh nilai
Chi-Square hitung dengan (p=0,029 < p=0,1), hal ini menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara diabetes melitus terhadap tuberkulosis paru di
Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017. Data OR (Odd
Ratio) didapatkan 7,300 dengan confidence interval (CI) 90% sebesar (1,652-
136,172), artinya responden dengan diabetes melitus beresiko 7 kali lebih
besar terkena tuberkulosis paru. Dimana nilai OR diantara dari nilai CI dengan
selisih OR dan upper 136,172 dan selisih OR dan lower 1,652. Hal ini
menunjukan bahwa rentan tingkat kepercayaan pada aspek diabetes melitus,
karena terdapatnya selisih yang signifikan antara upper dan lower terhadap
OR.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil data univariat yaitu distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin, laki-
laki berjumlah 41 responden (69.1%), dan perempuan berjumlah 18 responden
(30.9%).
Hasil data univariat yaitu distribusi responden berdasarkan usia, didapatkan
dewasa awal berjumlah 3 responden (5.1%), dewasa akhir berjumlah 8
responden (13.6%), lansia awal berjumlah 10 responden (16.9%), lansia akhir
berjumlah 12 responden (20.4%), masa manula bejumlah 15 responden
(25.4%), dan tidak teridentifikasi berjumlah 11 responden (18.6%).

Terdapat hubungan variabel diabetes melitus terhadap variabel tuberkulosis


diperoleh nilai Chi-Square hitung dengan (p=0,029 < p=0,1), hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara diabetes melitus
terhadap tuberkulosis paru di Puskesmas Tanjung Rejo Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2017. Data OR (Odd Ratio) didapatkan 7,300 dengan
confidence interval (CI) 90% sebesar (1,652-136,172), artinya responden
dengan diabetes melitus beresiko 7 kali lebih besar terkena tuberkulosis paru.
Dimana nilai OR diantara dari nilai CI dengan selisih OR dan upper 136,172
dan selisih OR dan lower 1,652. Hal ini menunjukan bahwa rentan tingkat
kepercayaan pada aspek diabetes melitus, karena terdapatnya selisih yang
signifikan antara upper dan lower terhadap OR.
5.2. Saran

Bagi Institusi Terkait

Bagi Dinas Kesehatan


DeliSerdang

Bagi Peneliti Lain

Anda mungkin juga menyukai