Anda di halaman 1dari 16

Defenisi pneumonia

Penyakit infeksi akut dapat terjadi dibagian manapun dari sistem


pernapasan, dari bagian telinga tengah ke hidung ke paru-paru.
Pneumonia merupakan bentuk kondisi parah dari infeksi akut saluran
pernapasan bawah yang khusus mempengaruhi paru-paru (WHO, 2006).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas
cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam
pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk
pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut
pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia merupakan kondisi kelebihan cairan di paru yang diakibatkan
oleh sebuah peroses inflamasi. Proses inflamasi tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dan disebabkan oleh inhalasi
agen penyebab iritasi (Ignatavicius & Workman, 2010).
Pneumonia merupakan sebuah peroses peradangan pada parenkim paru
yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri,
mikrobakteria, chlamydiae, mycoplasma, jamur, parasit dan virus (
Brunner& Suddarths, 2008).
Pneumonia mempunyai banyak penyebab, diantaranya yaitu :
Pneumonia akibat bakteri ( Bacterial Pneumonia)
Penyebab terbanyak dari pneumonia akibat bakteri yang terjadi di masyarakat (Community-
Acquired Pneumonia) disebabkan oleh Streptococcus pneumonia yang juga dikenal
sebagai pneumococcal pneumonia. Organisme ini menjadi 90% penyebab tersering pneumonia
akibat bakteri. Sedangkan bakteri lainnya yang juga menjadi penyabab paling sering adalah
Staphylococcus aureus dan Mycoplasma pneumonia.
Untuk infeksi Bakteri pneumonia yang terjadi di rumah sakit (Hospital-Acquired Pneumonia)
paling banyak disebapkan oleh Escherichia coli, Haemophilus inuenzae, dan Pseudomonas
aeruginosa. Untuk Hospital-Acquired Pneumonia ini, seringkali lebih serius karena bakteri
penyebab lebih resisten terhadap antibiotik.
Pneumonia akibat virus ( Viral Pneumonia)
Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Influenza Virus merupakan pathogen yang paling sering
menyebabkan pneumonia akibat virus. Hadirnya penyakit pneumonia akibat virus ini juga,
dapat meningkatkan kerentanan pasien untuk mengalami infeksi pneumonia sekunder yang
disebabkan oleh bakteri. Secara umum, pasien mengalami sakit yang lebih ringan akibat
pneumonia yang disebapkan virus dibandingkan dengan pneumonia yang disebapkan bakteri.
Pneumonia akibat jamur (Fungal pneumonia)
Candida dan Aspergillus merupakan dua tipe jamur yang dapat menyebabkan pneumonia.
Pneumocystis carinii (PCP) merupakan salah satu tipe jamur yang menyebabkan peneumonia
pada pasien dengan AIDS.
Pneumonia akibat aspirasi (Aspiration Pneumonia)
Beberapa pneumonia disebabkan oleh aspirasi substansi asing. Hal ini paling sering
terjadi pada pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran atau pasien
yang mengalami kegagalan reflek muntah. Kondisi ini dapat terjadi akibat ingesti
alkohol, stroke, anestesi umum, seizure, dan akibat penyakit serius lainnya.
Pneumonia akibat aspirasi dapat meningkatkan resiko untuk kemudian mengalami
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.
Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (VentilatorAssociated
Pneumonia)
Tipe pneumonia akibat aspirasi dan yang berhubungan dengan ventilator, terjadi
pada pasien-pasien yang terpasang alat intubasi dan mesin ventilasi. Selang
endotrakeal menjaga agar glottis terbuka, sehingga hasil sekresi dapat teraspirasi
kedalam paru.
Pneumonia akibat kondisi hipostatik (Hypostatic Pneumonia)
Pasien yang mengalami kondisi hipoventilasi akibat tirah baring, immobilitas, atau
pernapasan dangkal, beresiko mengalami pneumonia ini. Sekresi yang terkumpul
di seluruh area paru dapat menyebabkan peradangan dan infeksi.
Pneumonia akibat bahan kimia (Chemical Pneumonia)
Inhalasi bahan kimia beracun dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan
jaringan sehingga menyebabkan pneumonia (Linda S. Williams & Paula D, 2007).
Klasifikasi pneumonia Berdasarkan Umur
Kelompok umur < 2 bulan
Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang,
rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada
anak yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu
tubuh yang rendah (di bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60
kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat,
sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi
abdomen dan abdomen tegang.
Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per
menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit
dibangunkan.
Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang
sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan
yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003).
Klasifikasi berdasarkan etiologi
Bakteri Aktinomisetes
penyebab Penyebab:
Streptokokus pneumonia Aktinomisetes Israeli
Streptokokus piogenesis Nokardia asteroides
Stafilokokus aureus Tipe : Aktinomisetes
Klebsiela pneumonia pulmonal
Eserikia koli Nokardia pulmonal
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
Tipe : Pneumoni bakterial
Legionnaires disease
Fungi Riketsia
penyebab penyebab
Kokidioides imitis Koksiela burneti
Histoplasma kapsulatum Tipe : Q fever
Blastomises dermatitidis Klamidia
Aspergilus penyebab
Fikomisetes Chlamydia trachomatis
Tipe : Tipe: Chlamydial
Pneumonia
Kokidioidomikosis Mikoplasma
Histoplasmosis Penyebab
Blastomikosis Mikoplasma pneumonia
Aspergilosis Tipe : Pneumonia
Mukormikosis mikoplasmal
Virus Protozoa
penyebab penyebab
Influenza virus, adeno Pneumositis karini
Virus respiratory Tipe : Pneumonia
Syncytial pneumosistis
Tipe : Pneumonia virus (pneumonia plasma
sel)
Penularan pada Anak
Pathogen penyebab pneumonia anak dapat mencapai
paru-paru melalui berbagai rute. Meskipun informasi
pathogenesis pneumonia pada anak terbatas, tetapi
secara luas dipercaya bahwa bakteri pathogen yang
biasanya menyebabkan pneumonia sering berada di
hidung dan mulut anak dan selanjutnya terinhalasi
kedalam paru-paru dan menyebabkan infeksi.
Pathogen juga di tularkan melalui kontaminasi udara
oleh droplet atau melalui darah. Selama atau setelah
proses persalinan, bayi memiliki resiko tinggi
mengalami pneumonia akibat kontak dengan saluran
rahim yang terkontaminasi selama proses melahirkan
(UNICEF/WHO, 2009).
Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Pneumonia
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
pneumonia pada balita (Depkes, 2004), diantaranya :
Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya
pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya
tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
1. Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi
timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan
kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi
akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu
penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).
2. Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes
RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan
kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui
imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi.
3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan
bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk
menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia
pada balita (Dailure, 2000).
4. Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah
2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit (Daulaire,
2000).
Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang
berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh
diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan
media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi
di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat
disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).
Patofisiologi
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang
biak, mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang
mengakibatkan peradangan pada jaringan paru yang dapat
menyebabkan kerusakan pada membran mukus alveolus.
Hal tersebut dapat memicu perkembangan edema paru
dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas
permukaan alveoli untuk pertukaran karbon dioksida dan
oksigen. Peradangan mungkin terfokus hanya pada satu
lobus atau tersebar di beberapa bagian paru, jika hanya
terfokus pada satu lobus disebut lobar pneumonia.
Sedangkan secara umum, pneumonia yang lebih serius
disebut bronchopneumonia yang lebih sering terjadi akibat
infeksi nosokomial pada pasien yang mengalami
hospitalisasi (Linda S. Williams & Paula D, 2007).
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala untuk pneumonia akibat bakteri dan
virus hampir sama. Akan tetapi, tanda dan gejala
pneumonia akibat virus lebih banyak dari pada tanda
dan gejala pneumonia yang diakibatkan bakteri. Tanda
dan gejala yang diakibatkan oleh pneumonia meliputi;
napas cepat atau sulit bernapas, batuk, demam,
mengigil, hilang nafsu makan dan suara napas
tambahan wheezing.
Pada anak, ketika pneumonia menjadi parah, biasanya
terjadi retraksi dinding dada bawah. Infant menjadi
tidak dapat makan atau minum dan juga mengalami
ketidaksadaran, kondisi hipotermia, dan kejang (WHO,
2009).
Komplikasi
Komplikasi pada pneumonia sering terjadi pada pasien dengan
penyakit kronis lainnya. Pleurisy dan pleural effusion merupakan
dua komplikasi yang sering terjadi dan secara umum terjadi dalam 1
hingga 2 minggu. Atelectasis dapat terjadi sebagai akibat
penumpukan secret. Komplikasi lainnya dapat menyebabkan
penyebaran infeksi kebagian tubuh yang lain, menyebabkan sepsis,
meningitis, artitis septik, perikarditis, atau endokarditis. (Linda S.
Williams & Paula D, 2007)
Pada anak, khususnya infants dengan staphylococcal pneumonia
dapat mengalami empyema, pyopneumothorax, atau tension
pneumothorax. Otitis media akut dan efusi pleura merupakan
kondisi yang biasa menyertai staphylococcal pneumonia. Sebuah
laporan baru-baru ini menunjukan peningkatan angka anak yang
mengalami hospitalisasi dengan komplikasi berat akibat
staphylococcal pneumonia seperti nekrosis, empyema, komplikasi
efusi pneumonik, dan abses paru-paru. Alasan untuk peningkatan
komplikasi tersebut tidak diketahui (Hockenberry & Wilson, 2007).
Intervensi terapeutik
Antibiotik spektrum luas diberikan pertama kali sebelum hasil
analisis spesimen kultur diperoleh secara lengkap. Setelah hasil
kultur dan sensitifitas didapat, spesifik antibiotik digunakan bila
penyebabnya adalah bakteri. Banyak pasien yang dapat di terapi
menggunakan antibiotik oral, khususnya untuk pasien yang tidak
rawat inap (out patient). Sedangkan untuk pasien balita muda dan
orang lanjut usia, perawatan hospitalisasi dan terapi intravena di
butuhkan. Jika pneumonia diakibatkan oleh virus, istirahat dan
pemenuhan cairan di rekomendasikan dan biasanya terapi obat
antiviral digunakan. Expektorant, bronkhodilator, dan analgesik
dapat diberikan untuk kenyamanan dan pengurangan
gejala. Nebulizer uap atau inhaler dosis meter digunakan dalam
pemberian bronkodilator. Nasal kanul dan masker juga digunakan
untuk pemberian oksigen jika dibutuhkan (Linda S. Williams & Paula
D, 2007).

Anda mungkin juga menyukai