Anda di halaman 1dari 10

LATAR BELAKANG

Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang


disebabkan oleh virus influenza yang dapat
menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat
(Abelson, 2009).
Penyebab influenza adalah virus RNA yang termasuk
dalam keluarga Orthomyxoviridae yang dapat menyerang
burung, mamalia termasuk manusia.
Virus ditularkan melalui air liur terinfeksi yang keluar
pada saat penderita batuk, bersin atau melalui kontak
langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita
Untuk menghilangkan gejala yang menyertai dapat
menggunakan obatobatan yang sesuai bila diperlukan
(Mubarak, 2009). Perlu diperhatikan bahwa
obat- obatan ini hanya digunakan untuk meringankan
gejala bukan untuk mengatasi virus penyebabnya.
Pengetahuan tentang influenza sangat diperlukan
dalam pemilihan obatnya sehingga masyarakat dapat
memperhatikan komposisi obat flu yang diminum agar
komponen obat sesuai dengan gejala yang flu yang
dialami (BPOM, 2006).
Jenis-Jenis Vaksin
a) Vaksin Toksoid
b) Vaksin Acellular dan Subunit
c) Vaksin Idiotipe
d) Vaksin Rekombinan
e) Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
f) Vaksin Pneumokokus
Produksi Vaksin Influenza Inaktif
Proses produksi vaksin Influenza menggunakan telur
ayam berembrio
Tahap 1 : Telur ditaruh dalam inkubator hingga usia
yang tepat (embrio berumur 9-11 hari). Kemudian
telur dilihat dibawah lampu untuk memisahkan telur
yang mengandung embrio dan telur yang embrionya
tidak tumbuh.
Tahap 2 : Setelah cangkang telur disterilkan, maka
telur diinokulasi dengan cara menyuntikkan virus
influenza spesifik ke dalam bagian allantoic dari telur.
Tahap 3 : Telur diinkubasi untuk waktu yang optimal (biasanya
48-96 jam) pada suhu optimal (33-36C) dan kemudian dilihat
lagi dibawah lampu untuk memisahkan telur yang mati
(nonviable eggs).

Tahap 4 : Telur didinginkan (chilled) terlebih dahulu dalam


lemari pendingin untuk meningkatkan hasil pada saat
pemanenan dari cairan allantoic yang terinfeksi. Cairan allantioc
atau cairan kultur jaringan kemudian diproses lebih lanjut untuk
menghilangkan protein telur atau protein sel dan sisa-sisa sel,
kemudian diinaktivasi secara kimia, dan disimpai sebagai bulk
vaccines hingga proses formulasi berlangsung
Tahap 5 : Cairan allantoic yang dipanen harus
dijernihkan dengan cara filtrasi dan/ atau
sentrifuga sebelum proses pemurnian lebih lanjut.

Tahap 6 : Penetapan potensi dilakukan pada


setiap kelompok vaksin monovalen menggunakan
antigen standar yang diketahui jumlah HA
(Hemagglutinin)-nya dan suatu antiserum HA
spesifik.
Pembahasan
Kekurangan sistem produksi menggunakan telur berembrio

Perlu ribuan telur per minggu, sekitar 1-2 telur untuk 1 dosis vaksin (cth.influenza),
sehingga untuk jutaan dosis vaksin, perlu lebih dari 1 juta telur berembrio yang harus
diolah

Pada prosesnya, telur harus disinari satu per satu untuk melihat pertumbuhan embrio.
Cangkang telur harus disterilkan, dan setiap telur harus diinokulasi dengan
menyuntikkan sejumlah virus ke dalam bagian allantoic telur

Telur kemudian diinkubasi selama 48-96 jam dan kemudian harus disinari kembali satu
persatu untuk memisahkan telur yang embrionya tumbuh dan yang mati.

Selain itu, produksi vaksin dengan metoda telur berembrio memiliki risiko alergi pada
pasien terhadap protein yang berasal dari telur (egg proteins).
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai