Anda di halaman 1dari 26

Pembimbing

dr. YULIANI MARDIATI LUBIS, Sp.THT-KL


Disusun Oleh:
FITRIANA FADILAH
Npm. 7112081504
Fraktur maxillofacial adalah putusnya
kontinuitas tulang maxillofacial. Trauma
muka disebabkan oleh berbagai hal dan
dapat menimbulkan kelainan berupa
sumbatan jalan nafas syok,gangguan pada
vertebrae cervikalis atau terganggunya syaraf
otak.
Fraktur pada wajah dibagi atas dasar organ
yang terkena:
Fraktur tulang hidung
Fraktur tulang zygoma dan arcus zygoma
Fraktur maksilla
Fraktur orbita
Fraktur mandibulla
Terdapat 3 klasifikasi :
a) Fraktur tulang hidung sederhana
b) Fraktur Tulang Hidung Terbuka
c) Fraktur Tulang Nasoorbitoetmoid Kompleks
komplikasi Robeknya duramater
Keluarnya cairan LCS
Laserasi otak
Kerusakan nervus opticus
Hematom epidural dan subdural
Nekrosis jaringan otak
Fraktur Le Fort I
yaitu fraktur Guerin yang terjadi di atas level
gigi yang menyentuh palatum, meliputi
keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah
palatum dan prosesus pterigoid dalam blok
tunggal. Fraktur membentang secara horizontal
menyeberangi basis sinus maksila. Dengan
demikian buttress maksilaris transversal bawah
akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya
maupun kranium.

Fraktur Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang
berasal dari arah frontal menimbulkan fraktur
dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk
piramida. Karena sutura zygomaticomaxillary dan
frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur
maka keseluruhan maksila akan bergeser terhadap
basis kranium.
Fraktur Le fort III
Garis fraktur yang akan memisahkan struktur
midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga
disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila
tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur
nasal
Anamnesis
Inspeksi :
Epistaksis, ekimosis (periorbital, konjungtival,
dan skleral), edema, dan hematoma subkutan
mengarah pada fraktur segmen maksila ke bawah
dan belakang mengakibatkan terjadinya oklusi
prematur pada pergigian posterior.
Palpasi
Palpasi bilateral dapat menunjukkan step
deformity pada sutura zygomaticomaxillary,
mengindikasikan fraktur pada rima orbital
inferior.
Manipulasi Digital
Mobilitas maksila dapat ditunjukkan dengan cara memegang dengan kuat
bagian anterior maksila diantara ibu jari dengan keempat jari lainnya,
sedangkan tangan yang satunya menjaga agar kepala pasien tidak
bergerak. Jika maksila digerakkan maka akan terdengar suara krepitasi
jika terjadi fraktur.4
Cerebrospinal Rhinorrhea atau Otorrhea.
Cairan serebrospinal dapat mengalami kebocoran dari fossa kranial
tengah atau anterior (pneumochepalus) yang dapat dilihat pada keluar
dari hidung ataupun telinga. Fraktur pada fossa kranial tengah atau
anterior biasanya terjadi pada cedera yang parah. Hal tersebut dapat
dilihat melalui pemeriksaaan fisik dan radiografi.
Maloklusi Gigi.
Jika mandibula utuh, adanya maloklusi gigi menunjukkan dugaan kuat ke
arah fraktur maksila. Informasi tentang kondisi gigi terutama pola oklusal
gigi sebelumnya akan membantu diagnosis dengan tanda maloklusi ini.
Pada Le Fort III pola oklusal gigi masih dipertahankan, namun jika maksila
berotasi dan bergeser secara signifikan ke belakang dan bawah akan
terjadi maloklusi komplit dengan kegagalan gigi-gigi untuk kontak satu
sama lain.
Radiologi
Ct-scan
terjadi fraktur pada
buttress maksilari medial
dan lateral di superior
maupun inferior
(perpotongan antara panah
hitam dan putih). Perlu
dilakukan foto CT scan
aksial untuk mengkonfirmasi
diagnosis dengan mengamati
adanya fraktur pada
zygomatic arch dan buttress
pterigomaksilari.
Penatalaksanaan pada fraktur maksila meliputi
penegakan airway, kontrol
pendarahan,penutupan luka pada jaringan lunak,
dan menempatkan segmen tulang yang fraktur
sesuai dengan posisinya melalui fiksasi
intermaksilari
Fiksasi Maksilomandibular
Akses Fiksasi
Reduktasi fraktur
Stabilisasi Plat dan Sekrup
Cangkok Tulang Primer.
Pelepasan Fiksasi Maksilomandibular.
Fraktur Sagital dan Alveolar Maksila.
Fraktur
mandibula adalah
putusnyakontinuitas tulang mandibula.
Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah
(mandibula), yang diakibatkan trauma oleh
wajah ataupun keadaan patologis,
Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat
Sekitarnya:
1. Fraktur simple/tertutup
2. Fraktur terbuka
3. Fraktur komplikasi
Menurut Bentuk Fraktur:
1. Fraktur komplit
2. Fraktur inkomplit
3. Fraktur komunitif
4. Fraktur kompresi
1. Menunjukkan regio-regio pada mandibula
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau
anterior, diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan,
apakah ada bengkak atau kebiruan, pada luka yang mengarah ke
fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut
derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
- Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan.
Krepitasi : biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu
pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan
sendi di sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi
terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak,
abdomen, traktus, urinarius dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian
distal fraktur yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur
kulit, pengembalian darah ke kapiler
rasa sakit,
pembengkaan,
nyeri tekan, dan maloklusi.
Patahnya gigi,
adanya gap,
tidak ratanya gigi,
tidak simetrisnya arcus dentalis,
adanya laserasi intra oral,
gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan
kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus
(nyeri waktu rahang digerakkan).
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral.
Bila perlu dilakukan foto waters
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada
langkah awal bersifat kedaruratan seperti jalan
nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi
darah termasuk penanganan syok (circulaation),
penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi
sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan
cedera otak.
Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara
definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur
(secara tertutup (close reduction) dan secara
terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen
fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang
yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai
fase penyambungan dan penyembuhan tulang
selesai
Trauma pada leher terjadi dikarenankan
trauma tumpul maupun trauma tajam akibat
luka tusuk ataupun luka sayat, trauma pada
leher bisa mengenai struktur yang ada
dileher, struktur yang paling sering terkena
adalah laring. Kerusakan pada pembuluh
darah dan syarah yang ada dileher juga
sangat memungkinkan terjadi.
Laring adalah suatu organ yang terletak pada
leher dimana terdiri struktur yang masing-masing
saling berhubungan. Secara penyebab trauma
laring dibagi menurut Ballanger:
1. Trauma mekanik eksternal
( trauma tumpul,trauma tajam,komplikasi
trakeostomi)
2. Mekanik internal
3. Akibat tindakan endoskopi,intubasi
4. Trauma akibat luka bakar oleh panas
5. Trauma akibat radiasi
6. Trauma otogen ( terlalu banyak memakai suara)
Stridor yang muncul perlahan dan makin
berat
Suara serak ( disfoni)
Suara hilang ( afoni)
Emfisema subcutis terjadi jika ada robekan
mukosa laring atau trachea
Hemoptsis
Disfagia
Dilakukan penilaian ABC
Bebaskan jalan nafas
Trakeostomi dengan menggunakan kaeter
balon sehingga tidak terjadi aspirasi.
Pembidaian pada luka
Reposisi jika ada dislokasi
Untuk menyangga lumen laring dapa
digunakan mold dari silatik dan diperahankan
selama 4-6 minggu
TERIMAKASIH ...

Anda mungkin juga menyukai