Anda di halaman 1dari 21

Disusun oleh :

Nur Aprillia
Dinda Maharani
Mutiara Izati Putri Sahroni
Rizki Purnami Desi
Jelita Amelia
Sekilas Perkembangan Jurnalistik

Pada zaman pemerintahan Cayus Julius Caesar (100-44 SM) di negara


Romawi, Dipancangkan beberapa papan tulis putih dilapangan terbuka
ditempat rakyat berkumpul. Papan tulis tersebut Forum Romanum
(Stadion Romawi) yang berisi pengumuman pengumuman resmi. Papan
tersebut dapat dibedakan atas 2 macam

Acta Diurna Populi :


keputusan-keputusan dari
Acta Senatus : laporan rapat-rapat rakyat dan
peraturan-peraturan
laporan singkat tentang
penting yang perlu
sidang-sidang senat dan disampaikan dan
keputusan-keputusanya. diketauhi oleh rakyat

Jurnalistik Indonesia, Drs. AS Haris Sumadiria Msi, Bandung 2006 hlm 17-18
Kelahiran Wartawan Pertama
Pada zaman Romawi kata Hamzah dkk (1987:29-30) lahir wartawan-wartawan
pertaman. Wartawan-wartawan ini terdiri atas budak-budak yang oleh pemiliknya di
berikan tugas mengumpulkan informasi, berita-berita, sidang senat, dan melaporkan
semua hasilnya baik secara lisan maupun tulisan. mereka juga mempunyai petugas-
petugas di daerah-daerah yang bertugas untuk mengirimkan berita-berita yang ada di
daerah dan melakukan kerja sama dalam memperoleh berita lalu melaporkan berita
kepada orang yg menugaskannya.

Hamzah dkk (1987:33) pada tahun 1351 surat


menceritakan surat kabar cetakan
terbaru terbit pada tahun 911 di kabar terbit seminggu
cina yang bernama King Pau (Kabar sekali. Isinya keputusan- Pada tahun 1885 terbit tiap
dari istana) . Surat kabar ini keputusan rapat hari dengan 3 edisi
memiliki peraturan khusus dari
Kaisar Quang Soo mula,mula terbit
permusyawaratan dan
tidak tetap berita-berita dari istana

Jurnalistik Indonesia, Drs. AS Haris Sumadiria Msi, Bandung 2006 hlm 17-18
Wartawan Sebagai
Profesional
Profesionalisme Wartawan
Dalam literatur, pekerjaan seperti pemimpin redaksi, redaktur, wartawan
atau reporter disebut sebagai profesi. Profesi wartawan adalah profesi yang
bukan sekedar mengandalkan keterampilan seorang tukang. Ia adalah profesi
yang watak. Semangat, dan cara kerjanya berbeda dengan seorang tukang.
Oleh karena itu, masyarakat memandangwartawan sebagai profesional.

Selanjutnya, terdapat dua norma yang dapat diindentifikasikan


1. Norma teknis (keharusan menghimpun berita dengan cepat, keterampilan
menulis dan menyunting, dsb.)
2. Norma etis (kewajiban pada pembaca dan nilai-nilai seperti tanggung
jawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif, dll.)

( Hikmat kusuma ningrat- Purnama kusuma ningrat, ROSDA, Bandung, 2012, hlm115)
Profesional memiliki tiga arti :
Dalam presepsi diri para wartawan sendiri, istilah
Profesional memiliki tiga arti :
1. Profesional adalah kebalikan dari amatir
2. Sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan
khusus
3. Norma- norma yang mengatur perilakunya dititik
beratkan pada kepentingan khalayak pembaca.

(Hikmat kusuma ningrat - Purnama kusuma ningrat, ROSDA, Bandung, 2012,


hlm 115)
Upaya - upaya untuk memperbaiki pendidikan kewartawanan menunjukkan
bahwa Profesionalisasi dapat diharapkan semakin meningkat dalam lapangan
pekerjaan jurnalistik, yang kemungkinana besar mengarah pada otonomi yang
lebih besar untuk menahan tekanan-tekanan dan pengaruh dari kelompok-
kelompok kepentingan dalam masyarakat.

Professionalisasi akan menimbulkan dalam diri wartawan sikap menghormati


martabat individual dan hak-hak pribadi dan personal warga masyarakat yang
diliputinya.

Seorang wartawan harus memiliki kedewasaan pandangan dan kematangan


pikiran, bahwa wartawan harus memiliki landasan unsur-unsur yang sehat tentang
etika dan rasa tanggung jawab atas perkembangan budaya masyarakat di mana
wartawan itu professional.

Dalam halnya wartawan Indonesia, kode etik yang saat ini dikenal adalah Kode Etik
Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia ( PWI )

(Hikmat kusuma ningrat - Purnama kusuma ningrat, ROSDA, Bandung, 2012,


hlm 115)
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan
menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan
fakta dan opini, berimbang dan selalu meniliti kebenaran informasi, serta tidak
melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan
cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi
latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan
serta melayani hak jawab.

(Sedia Willing Barus, Erlangga, Jakarta, 2010, hlm 253)


Profesionalisme dalam
Pemberitaan
Menyebut Nama dan Identitas

Beberapa surat kabar dan majalah hanya menuliskan singkatan atau inisial
nama dan identitas si pelaku, tetapi suratkabar dan majalah lainnya dengan
terang-terangan menuliskan namanya secara lengkap.

Bunyi pasal 7 Kodek Etik Jurnalistik PWI yang terbaru menyebutkan : Wartawan Indonesia
dalam memberitahukan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses
peradilan, harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang
berimbang

(Hikmat kusuma ningrat - Purnama kusuma ningrat, ROSDA, Bandung, 2012, hlm116)
Menyebutkan Nama dalam
Kejahatan Susila
Sikap profesional ini tercermin dalam tindakan wartawan
dalam memberitakan peristiwa tersebut yang tept harus
mengacu pada Kode Etik Jurnalistik. Simak misalnya isi
pasal 8 Kode Etik Jurnalistik PWI yang berbunyi :
wartawan dalam memberitakan kejahatan kejahatan
susila tidak merugikan pihak korban

(Hikmat kusuma ningrat - Purnama kusuma ningrat, ROSDA, Bandung, 2012, hlm 117)
Perlindungan terhadap hak pribadi
Menghormati Hak Atas Privasi
Hak atas privasi hak untuk menikmati keadaan menyendiri, tanmpaknya
masih belum dirasakan penting dalam masyarakat indonesia. Tetapi,
kaidah untuk melindungi hak privasi ini dalam profesi kewartawaanan
sudah cukup diatur dalam Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 6 misalnya merumuskan perlindungan ini dengan kata-kata:


wartawan menghormati dan menjujung tinggi kehidupan pribadi
dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara,
serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik atau perasaan
susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

(Hikmat kusuma ningrat - Purnama kusuma ningrat, ROSDA, Bandung, 2012, hlm 120)
Tugas Utama seorang Wartawan

WillingTugas awal seorang wartawan adalah


mengetahui secara persis apa itu berita, ia harus
tahu persis mana fakta yang layak menjadi berita,
dan mana yang tetap dionggokkan sebagai peristiwa
biasa saja.

Karna wartawan mencari sebuah fakta maka


wartawan sering juga disebut reporter.

Sedia Barus, Erlangga, Jakarta, 2010, hlm 27


Reporter

Reorter merupakan faktor terpenting dalam semua kegiatan


pembuatan berita. Dia harus mengunjungi suatu peristiwa dan
mencari informasi yang dapat dijadikan berita.
Keistimewaannya, ia adalah petugas yang ulet, memiliki kecakapan
pribadi yang lebih sempurna ketimbang rasa sekedar ingin tahu saja.

(Kustadi Suhandang,Nuansa,Bandung,2010 hlm 55)


Desk, Beatman, Legman
Semua reporter bekerja langsung di bawah penguasaan redaktur
tertentu (kriminal, kota, olahraga, dan lagi sebagainya). Mereka
tergabung dalam jajaran redaksi yang disebut Desk.
Reporter dikenal sebagai beat man dan rekannya yang lain disebut leg
man.
Beat man ditandai dengan tugas rutinnya meliput keadaan kota,
pengadilan, markas besar polisi, hotel-hotel dan sebagainya.
Leg man adalah reporter khusus yang di tugaskan meliput peristiwa-
peristiwa tertentu oleh desk nya.
(Kustadi Suhandang,Nuansa,Bandung,2010 hlm 56)
Koresponden

Koresponden adalah wartawan yang menetap di suatu daerah dan


bertugas meliputi semua peristiwa yang terjadi didaerahnya,
kemudian melaporkannya kepada para editor media massa dimana ia
tercatat sebagi karyawannya.
Koresponden terbagi menjadi 4 macam :
1. Koresponden luar kota
2. Koresponden luar negeri
3. Koresponden perang
4. Koresponden Binagraha

(Kustadi Suhandang,Nuansa,Bandung,2010 hlm 57)


Koresponden Luar Kota
Memasok berita-berita tentang daerah-daerah yang jauh dari kantor
media massanya, namun masih berada dalam wilayah dimana surat
kabar atau siarannya beredar.
Koresponden Luar Negeri
Bertugas di negara asing untuk menyampaikan informasi informasi
apa yang terjadi di negara tersebut.
Koresponden Perang
Melaporkan cerita dari zona perang, dan merupakan bentuk jurnalisme
paling berbahaya.
Koresponden Binagraha
Wartawan khusus yang ditugaskan untuk meliput segala peritiwa yang
terjadi di kantor tempat bekerjanya presiden RI.

(Kustadi Suhandang,Nuansa,Bandung,2010 hlm 58-61)


Sukarelawaan

Merupakan jurnalis informal, yang melakukan


kegiatan jurnalis tanpa ada ikatan dengan surat
kabar atau media massa tertentu.

(Kustadi Suhandang,Nuansa,Bandung,2010 hlm 63)


Beberapa kriteria yang menempatkan fakta
keposisi berita
Segar
Besar
Bencana
Dekat
Langka
Terkenal
Bahaya
Pengetahuan baru
Sex
Human interest

(AA Kunto A,cara gampang jadi wartawan, indonesia cerdas, yogyakarta


2006. hlm. 25-28)
Dimana kerjanya wartawan?

Media cetak
Koran
Tabloid
Majalah
Kantor berita
Media komunitas
Televisi
Kekuatan gambar
Dominasi unsur hiburan
Nasional dan daerah
Radio
Online: visual-audio interaktif
Blog

(AA Kunto A, Cara Gampang Jadi Wartawan, Indonesia Cerdas, Yogyakarta 2006
hlm 41-59)
Modal menjadi wartawan
Modal Modal
dasar: khusus:

Berani bertanya
Heran, kaget, peka
Skeptis
Rendah hati
PENGETAHUAN Tangguh bekerja
KEMAUAN sendiri
Bersedia bekerja sama
KETERAMPILAN
Menganggap diri tidak
lebih tahu
Mudah beradaptasi
Mengerti bahasa asing
Siap hidup dalam
(AA Kunto A, Cara Gampang Jadi Wartawan, Indonesia tekanan deadline
Cerdas, Yogyakarta 2006 Dll.
hlm 65-85)
Alat kerja wartawan
Buku catatan
Recorder
Kamera
Laptop
Telepon seluler
Koneksi internet

AA Kunto A, Cara Gampang Jadi Wartawan, Indonesia Cerdas, Yogyakarta 2006


hlm 99-106)

Anda mungkin juga menyukai