Anda di halaman 1dari 30

Harga pokok berdasarkan

Kelompok aktivitas
5 :
1. Theresia Ayu O.
1510109287
2. Bella Esther E.J.S
1510109315
3. Winda Ningsih
1510109361
4. Sri Hariyanik
1510109362
5. Megaria Astri U.
1510109587
LATAR BELAKANG
Pada bab ini akan dijelaskan cara penentuan harga pokok
berdasarkan aktivitas dan sekaligus akan dibandingkan dengan penentuan
harga pokok berdasarkan volume menurut traditional costing. Pada
pembahasan sebelumnya, telah dibahas bahwa mengabaikan tingkat
penggerak biaya menimbulkan masalah serius jika terjadi keragamam produk
atau keragaman volume.

Keragaman produk terjadi jika produk yang dihasilkan memerlukan


sesuatu kegiatan dan masukan dalam proporsi yang berbeda. Produk yang
komplek memerlukan lebih banyak input tingkat non unit (non unit related
activities) yang lebih banyak daripada produk yang lebih sederhana.
CONTOH 1 PERBANDINGAN PERHITUNGAN
TRADITIONAL COSTING & ABC
Contoh 1 :

Data satu unsur BOP dari PT. Tolges adalah sebagai berikut :

Keterangan Produk A Produk B

- Unit yang diproduksi 100 100


- Material handling per lini produk 3 7
- Jam kerja langsung per unit 435 435
Anggaran biaya material handling Rp 435.000,-

Traditional costing menerapkan tarif pembebanan sebesar :


= Rp 435.000,- : [ (100 x 435) + (100 x 435) ]
= Rp 435.000,- : 87.000,-
= Rp 5,- per jam kerja langsung
Dengan tarif biaya material handling tersebut maka produk akan dibebani :
Keterangan Produk A Produk B
- Total pembebanan biaya material handling Rp 217.500 Rp 217.500
(5 x 43.500) (5 x 43.500)
- Biaya material handling perunit Rp 2.175 Rp 2.175
(217.500 : 100) (217.500 :100)

ABC menerapkan tarif pembebanan sebesar :


= Rp 435.000,- : ( 3 + 7 )
= Rp 43.500,- per material handling
Dengan demikian setiap produk dibebani biaya material handling :
Keterangan Produk A Produk B
- Total pembebanan biaya material handling Rp 130.500 Rp 304.500
(3 x 43.500) (7 x 43.500)
- Biaya material handling perunit Rp 1.305 Rp 3.045
(130.500 : 100) (304.500 :100)
Dari perhitungan traditional costing terlihat bahwa setiap
unit produk A & B menyerap sejumlah biaya material
handling yang sama meskipun produk B lebih banyak
mengkonsumsi kegiatan ini.
Traditional Costing tidak mampu menelusuri
perpindahan sejumlah besar bahan untuk produk B.
Sebaliknya ABC, karena produk B lebih banyak
mengkonsumsi kegiatan material handling maka produk B
dibebani lebih besar biaya aktivitas ini.
CONTOH 2 PERBANDINGAN PERHITUNGAN
TRADITIONAL COSTING & ABC
PT. Coplak menghasilkan produk X, Y, Z dengan data sebagai berikut :
- Perusahaan diasumsikan hanya memiliki satu departemen produksi yang
memerlukan estimasi 84.000 jam mesin dengan anggaran BOP :
Machine depreciation & maintenance Rp 8.400.000,-
Receiving costs 4.186.000,-
Engineering costs 3.600.000.-
Machine set up costs 374.000,-
Inspection costs 1.920.000,-
Rp 18.480.000,-
- Perusahaan diasumsikan menghasilkan tiga produk, dengan data :
Keterangan Produk X Produk Y Produk Z Total
Unit yang diproduksi 28.000 18.000 6.000
Biaya bahan baku 250 155 120
per unit (Rp)
Upah langsung 220 155 210
per unit (Rp)
Jam mesin yang 1,5 2 1 84.000
Dibutuhkan per unit
Jumlah per lini produk :
Receiving orders 16 40 200 256
Production orders 14 12 19 45
Production runs 4 8 22 34
Inspections 8 4 20 32
Dengan menggunakan traditional costing maka tarif BOP ditentukan sebagai
berikut :
Tarif BOP = Rp 18.480.000,- : 84.000
= Rp 220,- per jam mesin

Sehingga harga pokok per unit menurut traditional costing :


Keterangan Produk X Produk Y Produk Z
Biaya bahan baku Rp 250 Rp 155 Rp 120
Upah langsung 220 155 210
BOP : 1,5 x 220 330 - -
2 x 220 - 440 -
1 x 220 - - 220
------------ ------------ ------------
Harga pokok produk Rp 800 Rp 750 Rp 550
per unit ======= ======== =======
Jika menggunakan ABC maka tarif BOP dihitung dengan menggunakan dasar
pembebanan yang berbeda untuk setiap unsur BOP :
Unsur BOP Anggaran Jumlah Tarif Aktivitas
Unsur BOP Aktivitas
Machine Rp 8.400.000,- 84.000 Rp. 100,- Machine
depreciation & hours
maintenance
Receiving costs Rp 4.186.000,- 256 Rp 16.350,- Receiving
orders
Engineering Rp 3.600.000,- 45 Rp 80.000,- Production
costs orders
Machine set up Rp 374.000,- 34 Rp 11.000,- Production
costs runs
Inspection costs Rp 1.920.000,- 32 Rp 60.000,- Inspection
Proses Dua Tahap Dalam Pembebanan BOP

ABC juga melakukan proses dua tahap :


1. Menelusuri unsur BOP ke aktivitas
bukan ke pusat biaya
2. Baik traditional costing maupun ABC
membebankan BOP ke produk .
Contoh:
PT. Biluk menghasilkan dua produk yang dproses melalui dua departemen
produksi data berikut ini berkaitan dengan produk yang dihasilkan selama tahun
20XI :

Data per Produk

Cordless Regular Total


a. Unit yang diproduksi 1.000 10.000 -
b. Biaya utama : bahan baku ( Rp) 46.000 442.000 488.000
Upah langsung (Rp) 32.000 296.000 328.000
c. Kapasitas /aktivitas yang
diharapkan dan aktual :
Jam kerja langsung 10.000 90.000 100.000
Jam mesin 5.000 45.000 50.000
Production run 20 10 30
Number of moves 60 30 90
Data per departemen

Fabrication Assembling Total


a. BOP : Set up 84.000 36.000 120.000
Material handling 42.000 18.000 60.000
Power 70.000 30.000 100.000
Testing 56.000 24.000 80.000
252.000 108.000 360.000
b. Jam kerja langsung :
Cordless 7.000 3.000 10.000
Regular 13.000 77.000 90.000
20.000 80.000 100.000
c. Jam mesin :
Cordless 4.000 1.000 5.000
Regular 36.000 9.000 45.000
40.000 10.000 50.000

Berdasarkan data diatas ,maka tarip tunggal BOP menurut Traditional Costing
jika mengunakan dasar pembebanan jam kerja langsung, dihitung :

Tarip BOP = Rp 360.000 : 100.000

= Rp 3,6 per jam kerja langsung


Perhitungan Harga Pokok Produk
Tarip Tunggal BOP
Cordless Regular
Biaya utama : bahan baku Rp. 46.000 Rp. 442.000
upah langsung 32.000 296.000
BOP : 10.000 X Rp 3,6 36.000 -
90.000 X Rp 3,6 - 324.000

Total biaya produksi Rp. 114.000 Rp. 1.062.000


Unit produksi 1.000 10.000

Harga pokok per unit Rp. 114 Rp. 106,2

Jika mengunakan tarip departemental BOP,dimana departemen Fabrication mengunakan


dasar jam mesin ( capital intensive ) dan departemen Assembling mengunakan dasar jam
kerja langsung ( labor intensive ) ,maka :

Tarip BOP dep. Fabrication = Rp 252.000 : 40.000

= Rp 6,3 per jam kerja

Tarip BOP dep. Assembling = Rp 108.000 : 80.000

= Rp 1,35 per jam kerja langsung


Dengan tarip BOP departemental tersebut maka penetuan harga pokok menurut
traditional costing adalah :

Perhitungan Harga pokok Produk


Tarip Departemental BOP
Cordless Regular
Biaya utama : bahan baku Rp. 46.000 Rp. 442.000
Upah langsung 32.000 296.000
BOP :
Departemen Fabrication
4.000 X Rp. 6,3 25.200 -
36.000 X Rp. 6,3 - 226.800
Departemen Assembling
3.000 X Rp. 1,35 4.050 -
77.000 X Rp. 1,35 - 103.950

Total biaya produksi Rp. 107.250 Rp. 1.068.750


Unit produksi 1.000 10.000

Harga pokok per unit Rp. 107.25 Rp. 106,875


Tahap Kedua
Pada tahap ini setiap tarip BOP digunakan sebagai dasar pembebanan ke masing-masing
produk berdasarkan altivitas yang dikomsumsi .

Perhitungan Harga Pokok Produk


Tarip Kelompok BOP
Menurut ABC

Cordless Regular
Biaya utama : bahan baku Rp 46.000 Rp 442.000
Upah langsung Rp 32.000 Rp 296.000
BOP : Kelompok tingkat batch:
20 X Rp 6.000 Rp 120.000 -
10 X Rp 6.000 - Rp 60.000
Kelompok tingkat unit:
5.000 X Rp 3,6 Rp 18.000 -
45.000 X Rp 3,6 - Rp 162.000

Total biaya produksi Rp 216.000 Rp 960.000


Unit produksi 1.000 10.000
Harga pokok per unit Rp 216 Rp 96
Berikut ini terdapat perbandingan harga pokok menurut kedua metode :

Perbandingan Harga Pokok


Cordless Regular
Traditional Costing : Tarip Tunggal Rp 114 Rp 106,2
T. Departemental Rp 107,25 Rp 106,875
Activity Based Costing Rp 216 Rp 96

Perbandingan ini secara jelas mengiliustrasikan dampak penggunaan pengerak aktivitas


atas dasar unit untuk membebankan BOP. Pembebanan BOP atas dasar aktivitas
mencerminkan secara lebih baik pola komsumsi BOP dan oleh sebab itu merupakan
pembebanan yang paling akurat.
Activity Based Customer Costing

ABC dapat digunakan untuk menentukan secara akurat biaya


dengan menggunakan objek (cost object) menurut pelanggan dan
pemasok.
Pelanggan merupakan cost object fundamental yang menarik.
Dengan mengelola pelanggan perusahaan dapat menghasilkan
peningkatan laba secara signifikan. Hal ini dimungkinkan karena
adanya keragaman pelanggan dapat kemungkinan membutuhkan
keragaman produk.
Mengetahui jumlah biaya pelayanan yang dikonsumsi oleh
pelanggan yang berbeda dapat menjadi informasi penting untuk
penentuan harga jual, penentuan komposisi pelanggan dan
pengembangan profitabilitas. Selanjutnya, karena keragaman
pelanggan, keragaman pemicu dibutuhkan untuk menelusuri biaya
secara akurat, sehingga ABC dapat digunakan perusahaan dalam
upaya menurunkan biaya dalam penentuan harga pokok.
Contoh Soal :
1. PT Gappora memproduksi sparepart untuk melayani 11 kelompok
pembeli (pelanggan). ABC digunakan untuk menentukan harga pokok
produk. Dari 11 kelompok pelanggan terdapat 1 kelompok (Large
Customer) yang pembeliannya mencapai 50%, sisanya 10 pelanggan (10
Smaller Customers) jumlah pembeliannya masing-masing relatif sama
(termasuk penempatan order dari masing-masing Smaller Customers).

Data yang berhubungan dengan aktivitas pelanggan :


Large Customer 10 Smaller Customers
Unit yang dibeli 500.000 unit 500.000 unit
Order Placed 2x 200x
Number of Sales Calls 10x 210x
Biaya Produksi Rp.3.000.000 Rp.3.000.000
Order Filling Cost Rp. 202.000 Rp. 202.000
dialokasikan
Sales Force Cost dialokasikan Rp. 110.000 Rp. 110.000
Keterangan :
Alokasi dilakukan berdasarkan volume pembelian
Dari data diatas, maka dapat ditentukan tarif order filling cost dan sales
force cost :
Tarif Order Filling Cost = Rp.404.000 : 202
= Rp.2.000,- per order
Tarif Sales Force Cost = Rp.220.000 : 220
= Rp.1.000 per call

Berdasarkan tarif diatas maka biaya yang dibebankan ke setiap pelanggan


berdasarkan kelompok pelanggan :

Large Customer 10 Smaller Customers


Order Filling Costs Rp. 4.000,- Rp.400.000,-
Sales Force Costs Rp.10.000,- Rp.210.000,-

Hasil perhitungan diatas menyatakan bahwa terdapat perbedaan biaya jasa


untuk setiap kelompok pelanggan. Smaller customer lebih banyak
menyerap biaya, lebih banyak melakukan order pembelian dan lebih
banyak membutuhkan sales force untuk menciptakan penjualan.
2. PT Inca menghasilkan lini vas yang berkualitas yaitu vas desain Indian dan
Kontemporer. Perusahaan memutuskan untuk mengubah perhitungan data
pokok berdasarkan volime menjadi berdasar aktivitas. Berikut ini data yang
terkumpul untuk kedua jenis vas tersebut.

Vas Volume Biaya Jam Mesin Perpindahan Persiapan


Utama Bahan
Indian 20.000 Rp.700.000 5.000 70.000 100
Kontemporer 5.000 150.000 1.250 10.000 50
Biaya - Rp.850.000 Rp.250.000 Rp.300.000 Rp.450.00
0

Biaya Pemeliharaan
Menurut sistem penentuan harga pokok berdasarkan volume biaya pemeliharaan,
penanganan bahan dan persiapan dibebankan berdasarkan jam mesin.

Diminta :

a. Tentukan harga pokok per unit setiap produk berdasarkan volume


(traditional costing)
b. Tentukan harga pokok per unit setiap produk berdasarkan aktivitas (ABC)
Jawaban :
a. Tarif BOP = Rp.1.000.000 : 6.250 = Rp.160,- per jam mesin
Vas Indian Vas Kontemporer
Unit Produk 20.000 5.000
Biaya Utama Rp.700.000 Rp.150.000
BOP : 5.000 x 160 800.000 -
1.250 x 160 - 200.000
Biaya Produksi Rp.1.500.000 Rp.350.000
Harga Pokok per Rp.75,- Rp.70,-
unit
b. Tarif b. Pemeliharaan = Rp.250.000 : 6.250 = Rp.40,-
Tarif b. Penanganan Bahan = Rp.300.000 : 80.000 = Rp.3,75
Tarif b. Persiapan = Rp.450.000 : 150 = Rp.3.000,-
Vas Indian Vas
Kontemporer
Unit Produk 20.000 5.000
Biaya Utama Rp.700.000 Rp.150.000
BOP :
B. Pemeliharaan : 5.000 x 40 200.000 -
1.250 x 40 - 50.000
B. Penanganan Bhn : 70.000 x 3,75 262.500 -
10.000 x 3,75 - 37.500
B. Persiapan : 100 x 3.000 300.000 -
50 x 3.000 - 150.000
Biaya Produksi Rp.1.462.500 Rp.387.500
Harga Pokok per unit Rp. 75,125 Rp. 77, 5
Activity-Based Supplier Costing
Pembebanan biaya pemasok didasarkan pada semua
aktivitas dengan cara pemasok seperti pembelian, penerimaan,
inspeksi, pengerjaan kembali produk (karena cacat), pengiriman
produk (karena keterlambatan pengiriman dari pemasok) dan
kegiatan penjaminan mutu (karena kerusakan bahan dari
pemasok) harus diidentifikasi dan disusun dalam kumpulan
aktivitas (activity dictionary). Biaya sumber daya yang
dikonsumsi dibebankan ke aktivitas dan biaya aktivitas
dibebankan ke masing-masing pemasok
Contoh Soal
Activity-Based Supplier Costing
PT. Sapeken menggunakan 2 pemasok, PT. Katta dan PT. Cobik untuk
melayani kebutuhan sparepart A dan B. Manajer pembelian lebih
menyukai menggunakan sparepart dari PT. Katta karena berharga
lebih murah, namun bagaimanapun juga PT. Cobik merupakan
pemasok yang mempunyai reliabilitas sparepart tinggi. Ada 2 aktivitas
yang dipertimbangkan yaitu perbaikan produk (dalam garansi
pemasok) dan pengiriman sparepart. Perbaikan produk terjadi karena
kegagalan sparepart (yang dibeli dari pemasok) atau kerusakan
sparepart. Pengiriman sparepart terjadi karena keterlambatan
pengiriman oleh pemasok.
Informasi biaya dan data lain yang diperlukan :
Aktivitas Biaya biaya
Repairing product............................................................... Rp 800.000,-
Expediting product ............................................................ Rp 200.000,-

PT Katta PT Cobik
Keterangan
Part A Part B Part A Part B
Harga beli perunit Rp 20,- Rp 52,- Rp 24,- Rp 56,-
Unit yang dibeli 80.000 40.000 10.000 10.000
Unit rusak 1.600 380 10 10
Keterlambatan 60 40 0 0
pengiriman
Berdasarkan data tersebut, tarif setiap aktivitas yang akan dibebankan ke pemasok
Tarif Repairing product = Rp 800.000 : 2.000
= Rp 400,- / unit rusak
Tarif Expediting product = Rp 200.000 : 100
= Rp 2.000,- / keterlambatan pengiriman
Atas dasar tarif diatas maka total biaya pemasok perunit sparepart :
PT Katta PT Cobik
Part A Part B Part A Part B
Harga Beli :
Rp 20 x 80.000 Rp 1.600.000
Rp 52 x 40.000 Rp 2.080.000
Rp 24 x 10.000 Rp 240.000
Rp 56 x 10.000 Rp 560.000
Repairing Product
Rp 400 x 1.600 Rp 640.000
Rp 400 x 380 Rp 152.000
Rp 400 x 10 Rp 4.000
Rp 400 x 10 Rp 4.000
Expediting Product
Rp 2.000 x 60 Rp 180.000
Rp 2.000 x 40 Rp 80.000
Total Biaya............... Rp 2.360.000 Rp 2.312.000 Rp 244.000 Rp 564.000
Unit........................... 80.000 40.000 10.000 10.00
Biaya Sparepart....... Rp 29,50 Rp 57,80 Rp 24,40 Rp 56,40
per unit
Dari perhitungan diatas, termasuk biaya pemasok menjadi rendah
setelah memperhitungkan biaya aktivitas yang berhubungan dengan
perbaikan dan pengiriman sparepart.

Dengan demikian PT Cobik merupakan pemasok yang lebih baik


dibanding PT Katta dengan kualitas, ketepatan pengiriman, lebih baik
yang diikuti biaya pemasok lebih rendah.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai