Anda di halaman 1dari 44

MATERIAL KAYU

Kegiatan penyediaan perumahan terus meningkat seiring dengan


bertambahnya jumlah penduduk. Penyediaan perumahan dengan
memanfaatkan material lokal sebagai bahan utama struktur
dapat mengurangi biaya konstruksi dan membuka lapangan
pekerjaan. Upaya upaya untuk pemanfaatan material-material
local sebagai bahan struktur di Negara kita perlu terus
dikembangkan mengingat bangsa kita memiliki potensi sumber
daya alam yang beranekaragam.
Kayu adalah salah satu bahan material struktur sudah lama
dikenal oleh masyarakat kita. Kayu sebagai hasil utama hutan
akan tetap terjaga keberadaanya selama hutan dikelola secara
lestari dan berkesinambungan. Bila dibandingkan dengan
material struktur lain, material kayu memiliki berat jenis yang
ringan dan proses pengerjaannya dpat dilakukan dengan
peralatan yang sederhana dan ringan. Sebagai bahan dari
alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada
istilah limbah pada konstruksi kayu (environmental friendly).
Pada masa lalu, perancangan konstruksi kayu dilakukan
berdasarkan intuitif dan coba-coba sehingga pemanfaatan
kayu menjadi kurang optimal. Akan tetapi pada saat ini
dimana teknik-teknik analisis dan perencanaan sudah semakin
berkembang, maka perencanaan konstruksi kayu dapat
dilakukan secara rasional dan mengikuti kaidah-kaidah atau
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Sebelum menguraikan detail perencanaan konstruksi kayu,
pengetahuan tentang sifat-sifat fisik dan perilaku kayu dalam
mendukung beban perlu dipahami terlebih dahulu. Secara
singkat, topic ini dibahas pada bahasan berikuti ini. Sedangkan
bahasan lengkap dapat ditemukan pada banyak buku maupun
hand book kayu.
I. Klasifikasi dan penanaman kayu

Berdasarkan klasifikasi taksonomi, tumbuhan terbagi ke


dalam empat divisi, yaitu: thallophyta, pteridophyta,
bryophyte, dan spermathophyte. Divisi spermathophyta dibagi
lagi atas dua sub-divisi, yaitu: gymnospermae dan
angiospermae yang artinya berturut-turut adalah tumbuhan
berbiji telanjang dan tumbuhan berbiji tertutup. Kelompok
kayu berdaun jarum berasal dari pohon yang tergolong sub-
divisi gymnospermae.
Ciri-ciri pohon sub-divisi gymnospermae mempunyai tajuk
berbentuk kerucut serta daunnya berbentuk seperti daun
atau setidak-tidaknya meruncing. Sub-divisi angiospermae
dibagi lagi atas dua kelas monocotyledonae dan
dicotyledonae. Kelompok kayu berdaun lebar berasal dari
pohon-pohon yang tergolong kelas dicotyledonae. Hampir
semua kayu di Indonesia termasuk kelas dycotyledonae,
kecuali kayu glugu dan nyiur yang termasuk kelas
monocotyledonae.
Satu jenis kayu memiliki dua buah nama yaitu nama
perdagangan dan nama ilmiah. Nama perdagangan
merupakan nama kayu yang biasa dikenal masyarakat umum
seperti: jati, bangkirai, mahoni, giam, tusam, dll. Sedangkan
nama ilmiah suatu jenis kayu terdiri atas dua kata. Kata yang
pertama menunjukkan nama marga (genus), sedangkan kata
yang kedua menunjukkan spesies kayu tersebut. Umumnya
nama ilmiah yang lengkap disertai nam orang yang pertama
kali memberikan nama yang tepat untuk jenis kayu yang
bersangkutan.
Contoh: Pinus merkusii Jungh et de Vr.

Pinus = nama marga, merkusii = nama spesies, Jungh et de Vr


adalah nama orang yang member nama merkusii.

(nama perdagangan : tusam)


Kadangkala nama orang yang memberikan nama ilmiah tidak
ditulis secara lengkap, melainkan dengan cara singkat,
misalnya : Santalum album L. (nama kayu perdagangan :
cendana). Untuk beberapa pohon kayu yang mempunyai cirri
dan sifat yang hampir sama, seringkali nama ilmiah yang
dipakai hanyalah kata pertamanya (nama marga) daja
ditambah spp atau spec. div. misalnya: alstonia spp atau
alstonia spec.div. (nama perdagangan: pulai)
II Anatomi kayu

Senyawa utama penyusun sel kayu adalah selulosa,


hamiselulosa, dan lignin dengan komposisi kira-kira 50%
selulosa, 25% hemiselulosa, dan 25% lignin (Desch dkk, 1981).
Sel-sel kayu ini kemudian secara berkelompok membentuk
pembuluh, parenkim, dan serat. Pembuluh memiliki bentuk
seperti pipa yang berfungsi untuk saluran air dan zat hara.
Parenkim memiliki bentuk kotak, berdinding tipis dan
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara hasil
fotosintesis. Serat memiliki bentuk panjang langsing dan
berdinding tebal serta berfungsi sebagai penguat pohon.
Kelompok sel kayu bergabung membentuk bagian atau
anatomi pohon seperti pada gambar 1.1. bagian luar
kayu yang disebut kulit (bark), merupakan lapisan yang
padat dan cukup kasar. Pada bagian sebelah dalam kulit
terdapat lapisan tipis yang disebut lapisan cambium,
lapisan ini merupakan tempat pertumbuhan sel-sel kayu.
Di sebelah dalam lapisan cambium terdapat bagian kayu lunak
yang berwarna keputih-putihan disebut kayu gubal
(sapwood), bagian ini berfungsi sebagai penghantar zat-zat
makanan dari akar menuju daun dan dapat pula berfungsi
sebagai tempat menyimpan bahan makanan. Karena itu jika
dipakai sebagai bahan konstruksi, kayu ini akan cepat lapuk.
Tebalnya lapisan kayu gubal ini lebih kurang 2 cm sampai10
cm dan relative tetap demikian sepanjang hidup pohon
(Mandang dkk, 1997).
Ketika pohon mulai dewasa (tua), sebagian kayu di dalam
batang mati berangsur-angsur sehingga tidak dapat berfungsi
sebagai saluran air atau zat hara dan tidak dapat berfungsi
pula sebagai tempat penyimpanan hasil fotosintesis. Warna
kayu berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zat-zat
ekstraktif. Lapisan kayu ini dikenal dengan nama teras
(heartwood) dengan fungsi sebagai penguat pohon. Karena
pada kayu teras akan menjadi lebih awet.
Pertumbuhan sel-sel kayu ini disertai dengan munculnya
struktur seperti cincin tahunan (annual ring). Pohon kayu yang
mengalami pertumbuhan cepat akan memiliki cincin tahunan
yang lebih lebar bila dibanding dengan pohon kayu yang
memiliki pertumbuhan lambat. Pada bagian tengah batang
disebut inti (pith) yang dikelilingi oleh sejumlah cincin
tahunan yang memperkirakan umur dari pohon kayu.
Kayu adalah bahan alam yang tidak homogen. Sifat tidak
homogen ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan
kondisi lingkungan pertumbuhan yang sering tidak sama.
Sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis kayu berbeda pada arah
longitudinal, radial, dan tangensial. Kekuatan kayu pada arah
longitudinal lebih besar bila dibanding dengan arah radial
ataupun tangensial, dan angka kembang susut pada arah
longitudinal lebih kecil dari pada arah radial maupun arah
tangensial.
Sifat-sifat fisis kayu

1. Kandungan Air

Kayu merupakan material higroskopis, artinya kayu memiliki


kaitan yang sangat erat dengan air baik berupa cairan ataupun
uap. Kemampuan menyerap dan melepaskan air sangat
tergantung dari kondisi lingkungan seperti temperature dan
kelembaban udara. Kandungan air yang terdapat pada sebuah
pohon kayu sangat bervariasi tergantung pada spesiesnya
Dalam satu spesies yang sama terjadi pula perbedaan
kandungan air yang disebabkan oleh umur, ukuran pohon dan
lokasi penanamannya. Pada bagian batang sebuah kayu,
terjadi perbedaan kandungan air, kandungan air pada kayu
gubal lebih banyak dari pada kayu teras
Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk yaitu: air

bebas (free water) yang terletak diantara sel-sel kayu, air ikat (bound
water) yang terletak pada dinding sel. Selama air bebas masih ada, maka
dinding-dinding sel kayu akan tetap jenuh. Air bebas merupakan air yang
pertama yang akan berkurang seiring dengan proses pengeringan,
pengeringan selanjutnya akan dapat mengurangi air ikat pada dinding sel.
Ketika batang kayu mulai di olah (ditebang dan dibentuk), kandungan air
mulai bergerak keluar. Suatu kondisi dimana air bebas yang terletak
diantara sel-sel dsudah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih
jenuh dinamakan titik jenuh serat (fibre saturation point). Kandungan air
pada saat titik jenuh serat berkisar antara 25% sampai 30%.
Pengeringan selanjutnya (dibawah titik jenuh serat) akan mengurangi

kandungan air ikat pada dinding sel, menyebabkan terjadinya perubahan


dimensi tampang melintang batang kayu, perubahan sifat-sifat mekanis,
dan ketahanan lapuk. Kandungan air pada kayu akan sangat dipengaruhi
oleh kelembaban udara lingkungan. Bila kelembaban udara lingkungan
meningkat, maka kandungan air pada kayu meningkat pula, dan begitu
pun sebaliknya. Pada lingkungan yang memiliki kelembaban udara yang
stabil, maka kandungan air pada kayu juga akan cenderung tetap, kondisi
kandungan air pada kayu yang tetap ini disebut kadar air ombang
(equilibrium moisture content).
2. Kepadatan dan Berat Jenis

Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume.


Pengukuran kepadatan ditujukan untuk mengetahui porositas atau
persentase rongga (void) pada kayu. Kepadatan dan volume sangat
bergantung pada kandungan air . cara menghitung kepadatan suatu
jenis kayu adalah dengan cara membandingkan antara berat kering
kayu dengan volume basah. Berat kering kayu dapat diperoleh
dengan cara menimbang specimen kayu yang telah disimpan dalam
oven pada suhu 105C selama 24 hingga 48 jam atau hingga berat
specimen kayu tetap.
Berat jenis adalah perbandingan antara kepadatan kayu dengan kepadatan
air pada volume yang sama. Kayu terdiri dari bagian padat (sel kayu), air
dan udara. Ketika kayu dimasukkan kedalam oven atau dikeringkan maka
volume yang tetap tinggal adalah volume bagian padat dan volume udara
saja sedangkan airnya sudah menguap/hilang. Berat jenis kayu memiliki
korelasi positif dengan kekuatan kayu. Secara kasar hubungan ini dapat
dilihat pada persamaan 1.1, dimana F adalah parameter kekuatan kayu
(seperti: modulus elastisitas lentur, kuat tekan, dan lain-lain), G adalah
berat jenis kayu, K dan n adalah konstanta yang bergantung pada
parameter kekuatan kayu yang ditinjau.
F = KG
3. Cacat kayu
Cacat atau kerusakan kayu dapat mengurangi kekuatan dan bahkan kayu yang
cacat tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi. Cacat kayu
yang sering terjadi adalah retak (cracks), mata kayu (knots), dan kemiringan serat
(slope of grain). Retak pada kayu terjadi karena proses penyusutan akibat
penurunan kandungan air (pengeringan). Pada batang kayu yang tipis, retak dapat
terjadi lebih besar dan disebut dengan belah (split). Mata kayu sering terdapat
pada batang kayu yang merupakan bekas cabang kayu yang patah. Pada mata kayu
ini terjadi pembelokan arah serat, sehingga kekuatan kayu menjadi berkurang.
Untuk keperluan konstruksi, dihindari penggunaan batang kayu yang memiliki
mata kayu. Kemiringan serat menunjukkan sudut miring serat kayu. Kemiringan
serat pada batang kayu terjadi disebabkan tidak sesuainya sumbu batang kayu
dengan sumbu pohon pada saat pemotongan/pengergajian.
IV. Jenis-jenis penggunaan kayu
Dalam kehidupan sehari-hari, jenis kayu tertentu sering digunakan untuk
tujuan yang tertentu pula. Dengan kata lain, untuk tujuan atau keperluan
tertentu hanya beberapa jenis kayu yang dapat dipergunakan sedangkan
jenis kayu yang lainnya tidak dapat dipergunakan. Pemilihan dan
penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian memerlukan
pengetahuan tentang sifat-sifat kayu dan persyaratan teknis yang
diperlukan. Pengetahuan ini tidak saja dapat memilih jenis kayu yang tepat
serta macam penggunaanya, akan tetapi juga dapat dipilih kemungkinan
penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis kayu yang bersangkutan
terlalu mahal atau sulit diperoleh. Jenis kayu dan macam penggunaannya
dapat dilihat pada tabel 1.1.
Selain digunakan untuk material konstruksi, kayu juga dapat
digunakan sebagai bahan baku elemen non-struktur seperti
kayu lapis, particle board, blockboard, dan lain-lain. Dewasa
ini beberapa elemen non- struktur berbahan dasar kayu telah
banyak dikembangkan dan juga diminati oleh banyak orang
karena memiliki nilai keindahan yang cukup tinggi (Tabloid
Rumah edisi 63, 2005). Beberapa jenis elemen non-struktur
tersebut antara lain:
a. Particle Board (chipboard)
Kayu dihancurkan serbuk kasar dan serbuk tersebut dipadatkan dengan
mesin menjadi papan. Kualitas Particle Board diukur berdasarkan
kepadatan.
b. MFC (Melamine Face Chipboard)
MFC adalah Particle Board yang permukaannya dilapisi oleh bahan
melamin supaya tahan air.
c. MDF (Medium Density Fiberboard)
Terbuat darikayu yang dihancurkan sampai menjadi bubur yang halus,
kemudian dicampurkan dengan bahan kimia yang berfungsi sebagai
perekat lalu dikompres dan dikeringkan dengan suhu tinggi. MDF lebih
halus dibandingkan Particle Board.
d. HDF (High Density Fiberboard)

Mirip dengan MDF tapi dikompres dan dikeringkan dengan suhu


yang lebih tinggi sehingga menghasilkan panel yang lebih kuat
dalam menahan beban. Panel HDF biasanya digunakan untuk bahan
pelapis lantai.

e. Blockboard

Terdiri dari potongan kecil kayu yang berukuran 4-5cm, kayu


tersebut kemudian dipadatkan menjadi lembaran papan. Potongan
kayu yang digunakan biasanya dari kayu lunak.
f. Teakblock

Kayu blockboard yang diberi lapisan terluar dari irisan kayu


jati (Teak).

g. Kayu lapis (Plywood)

Sejumlah lapisan tipis kayu yag dilem dengan mesin menjadi


satu membentuk papan. Jenis kayu yang dipakai bervariasi
antara kayu keras dan kayu lunak. Tiap lapisan kayu dipasang
berselang-seling serat kayunya supaya papan lebih kuat.
V. Kayu laminasi (Glue laminated timber)
Salah satu produk kayu yang saat ini berkembangpesat di banyak
tempat di dunia adalah kayu laminasi (Glulam). Kayu laminasi
diperoleh dengan cara merekatkan papan-papan kayu yang
memiliki ketebalan 20 sampai dengan 45 mm dengan bahan
perekat tertentu dan pada tekanan tertentu. Sebelum proses
perekatan, terlebih dahulu papan-papan kayu dikeringkan hingga
nilai kandungan air dibawah 16%. Karena rendahnya kandungan air
pada kayu, maka struktur kayu laminasi memiliki kestabilan ukuran
(dimension stability) yang lebih baik bila dibandingkan dengan kayu
masif non-laminasi.
Tinggi dan panjang kayu laminasi dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan
(umumnya lebih besar dari pada ukuran kayu masif) sehingga dapat
digunakan sebagai balok pada jembatan atau konstruksi berbentang
panjang. Papan-papan kayu umumnya dihubungkan dengan dua macam
bentuk sambungan yaitu: finger joint dan scarf joint seperti pada gambar
1.3. letak sambungan dibuat tidak pada satu cross-section, melainkan
divariasikan sehingga kekuatan penampang pada seluruh bentang dapat
seragam. Papan kayu pada struktur balok laminasi umumnya memiliki
kekuatan yang berbeda sesuai dengan distribusi tegangan pada cross-
section; linear pada elastic analisis. Papan kayu pada bagian dekat garis
netral (bagian tengah dari cross-section) memiliki kekuatan yang lebih
rendah dari pada papan yang terletak jauh dari garis netral.
memiliki nilai kepadatan rendah identik dengan kayu yang
memiliki serat kayu tipis dan memiliki volume rongga yang
besar. Perekatan pada kayu yang memiliki kepadatan rendah
dapat lebih mudah dilakukan dari pada perekatan pada kayu
yang memiliki kepadatan tinggi.
Pada papan kayu dengan kepadatan rendah, bahan perekat
dapat dengan mudah masuk pada rongga-rongga serat dan
mengunci serat-serat kayu. Sedangkan papan kayu
berkepadatan tinggi, perlu tekanan yang lebih besar agar
serat-serat kayu dapat merekat. Tetapi, tekanan yang
dilakukan pada saat perekatan tidak boleh merusak serat-
serat kayu. Menurut AFPL (1991), besarnya tekanan pada saat
pembuatan kayu laminasi berkisar antara 0,7 Mpa hingga 1,7
Mpa.
Beberapa jenis bahan perekat yang dipergunakan pada
struktur kayu laminasi antara lain: casein, urea formaldehyde,
phenol formaldehyde, phenol-resorcinol formaldehyde, dan
melamine-urea formaldehyde. Pemilihan jenis bahan perekat
sangat ditentukan oleh banyak hal seperti: kekuatan rekatan
(bond strength), penggunaan struktur (indoor-use atau
outdoor-use), dan kemudahan proses perekatannya.
Casein merupakan bahan perekat yang pertama kali dipakai pada struktur
kayu laminasi. Bahan perekat ini tidak tahan terhadap air dan serangan
jamur. Urea formaldehyde adalah bahan perekat kayu laminasi untuk
keperluan dalam ruangan (indoor-use) dengan sedikit resiko terkena air.
Phenol formaldehyde adalah bahan perekat yang tahan cuaca (outdoor-
use) dan dapat berfungsi dalam jangka waktu yang lama. Perekatan
dengan penggunaan Phenol formaldehyde harus dilakukan dalam suhu
yang tinggi yaitu 110C hingga 140C. Kayu laminasi dengan alat perekat
phenol-resorcinol formaldehyde memiliki ikatan yang kuat dan proses
perekatan dapat dilakukan pada suhu rendah yaitu 15C sampai 20C.
Bahan perekat melamine-urea formaldehyde hampir sama dengan urea
formaldehyde, hanya saja sebagian urea diganti dengan melamine untuk
meningkatkan ketahanan terhadap air.
Penurunan kekuatan bahan perekat maupun material kayu
dalam waktu yang lama dapat disebabkan oleh peningkatan
temperature, peningkatan kandungan air, dan serangan micro-
organisma. Contoh penurunan kekuatan beberapa jenis bahan
perekat dan material kayu akibat pengaruh cuaca dapat dilihat
pada gambar 1.4. bahan perekat urea menunjukkan
penurunan kekuatan yang paling besar, sedangkan bahan
perekat resorcinol, phenol, phenol-resorcinol, dan material
kayu mengalami penurunan kekuatan yang sangat kecil.

Anda mungkin juga menyukai