Anda di halaman 1dari 90

PRINSIP DASAR DAN

TEKNIK ANESTESI
Pembimbing: Djoni Kusumah Pohan dr., Sp.An., M.Kes
Oleh:
Rachmia Utari 4151131523
Dini Anggraeni 4151131516
Rifqy Wahyu 4151131518
Silvia Andina Yelsi 4151131519
Galuh Ajeng Savira 4151131520
Hardiansah Saefuddin 4151131532
Putrie Nurdianti 4151131529
BAB I. PENDAHULUAN
O Anestesi berasal dari bahasa Yunani. An tidak,
tanpa dan aesthesos, persepsi, kemampuan
untuk merasa. Secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan tindakan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh

O Istilah anestesi menggambarkan keadaan tidak


sadar yang bersifat sementara, karena anestesi
adalah pemberian obat dengan tujuan untuk
menghilangkan nyeri pembedahan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Anestesi: Konsep Dasar Anestesi

1. Pelayanan anestesi, analgesi, sedasi aman, efektif,


manusiawi, memuaskan pasien yang menjalani
pembedahan, prosedur medik atau trauma yang
menyebabkan nyeri, kecemasan, dan stres psikis
lainnya.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas,
pernafasan, peredaran darah, dan kesadaran pasien
mengalami gangguan / ancaman jiwa karena prosedur
medik, trauma atau penyakit lain.
3. Reanimasi & resusitasi jantung, paru, otak pada
kegawatan mengancam jiwa dimanapun pasien berada
(ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih sadar,
ruang intensif/ICU).
4. Jaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, dan
metabolisme tubuh pasien yang mengalami
gangguan / ancaman jiwa karena menjalani prosedur
medik, trauma atau penyakit lain.
5. Atasi masalah nyeri akut di RS (nyeri akibat
pembedahan, trauma maupun nyeri persalinan).
6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri
membandel
7. Memberikan bantuan terapi pernafasan
2.2 Trias Anestesi

1. Hipnotik
2. Analgetik
3. Relaksasi Otot
1. Hipnosis

Induksi: suntikan intravena short acting barbiturate,


misal: pentothal atau methohexitone, propanidid,
diazepam (valium), gamma OH, dan kombinasi obat-
obat tersebut.

Tidur & amnesia dapat diinduksi dengan Inhalasi gas


yaitu:
a. Open drop method: anestesi yang mudah menguap
Diteteskan pada kapas yang diletakkan didepan hidung
penderita sehingga kadar zat anestesik yang dihisap
tidak diketahui.
Boros zat anestesi menguap ke udara terbuka.
b. Semi open drop method : = open drop,
(gunakan masker u/ kurangi zat anestesi)
c. Semi close method : udara yang dihisap
diberikan bersama oksigen murni yang dapat
ditentukan kadarnya dilewatkan pada vap
nizer, kadar zat anestesik dapat ditentukan.
d. Close method, =semi close method : udara
ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat
mengikat CO2, udara yang mengandung
anestesik dapat digunakan lagi.
2. Analgesi
O2 atau N2O ditambah: siklopropane,
triklorotilene, etner, halothane, methosiflurane,
atau ethrane.

Obat yang sering digunakan :


Golongan narkotika analgetik pethidin,
morfin, fentinil, dll (IV). Pemilihan obat
tergantung : keadaan penderita, kebiasaan
anestesis.
3. Relaksasi Otot

Mutlak diperlakukan pembedahan lancar.


Sifat relaksasi tergantung jenis pembedahan :
relaksasi ringan (simple relaksasi) sampai relaksasi
sempurna (full paralisis).
Obat-obat : succinylcholine, atracurium,vecoronium,
rocuronium, pancuronium.

Untuk memenuhi trias anestesi pemberian


anestesi yang dalam.
Efek samping anestesi yang dalam:
gangguan metabolisme karbohidrat, depresi fungsi
ginjal dan hepar, depresi miokard & sirkulasi serta
gangguan homeostasis dan depresi pernapasan.
2.3 Teknik Anestesi
2.3.1 Anestesi Umum
O Anestesi umum adalah tindakan meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel.

O Komponen anestesi umum yang ideal


menghasilkan efek sedatif, analgesia, dan
relaksasi otot.
O Indikasi anestesi umum:

bayi dan anak kecil


dewasa yang lebih menyukai anestesi umum
prosedur pembedahan luas
pasien dengan kelainan/penyakit mental
pembedahan yang berlangsung lama
pasien dengan riwayat keracunan atau terjadi
reaksi alergi dengan obat-obatan anestesi lokal
pasien dengan perawatan antikoagulan
2.3.1.1 Penilaian & persiapan pra-anestesi:

Tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk


mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi
biaya operasi, dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
Kunjungan pra-anestesi pada bedah elektif
umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya,
sedangkan pada bedah darurat waktu yang
tersedia lebih singkat.
Persiapan pasien yang diperlukan diantaranya
yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
O Anamnesis:

Identitas pasien
Riwayat penyakit sistemik (DM, hipertensi,
kardiovaskular, TB, asma)
Riwayat pbat-obatan yang sedang atau telah
digunakan dan mungkin menimbulkan reaksi
interaksi dengan obat-obat anestetik
Riwayat operasi dan anestesi sebelumnya, berapa
kali, dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami
komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar dan
perawatan intensif pasca bedah
Kebiasaan sehari-hari pasien, seperti merokok dan
minum alkohol, atau obat-obatan
Riwayat alergi
Riwayat penyakit keluarga
O Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan BB, TB, tanda vital


Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka
mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk
diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi.
Leher pendak dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskoi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
Pemeriksaan persarafan, parase, hemiparase
O Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas


indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang dicurigai
Pada pasien sehat untuk bedah minor, diperlukan
pemeriksaan darah rutin dan urinalisis
Pada pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
O Klasifikasi pasien

The American Society of Anesthesiologist (ASA)


Kelas I: pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain
penyakit yang akan di operasi.
Kelas II: pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan
sedang selain penyakit yang akan di operasi.
Kelas III: pasien dengan penyakit sistemik berat tetapi belum
mengancam jiwa selain penyakit yang akan di operasi.
Kelas IV: pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya
setiap saat
Kelas V: pasien dalam kondisi sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh
lebih besar
Kelas VI: pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana
organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ
donor bagi yang membutuhkan.

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.


2.3.1.2 Masukan oral

Untuk meminimalkan terjadinya regurgitasi isi


lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan
napas maka pasien harus dipuasakan sebelum
induksi anastesia. Pada pasien dewasa puasa 6-8
jam. Anak kecil puasa 4-6 jam. Bayi puasa 3-4
jam
Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam
sebelum induksi anestesi. Minuman air putih atau
teh manis diperbolehkan sampai 3 jam. Untuk
keperluan obat, air putih dalam jumlah terbatas
diperbolehkan 1 jam sebelum induksi.
2.3.1.3 Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum


induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan, dan bangun dari anesthesia
diantaranya:
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesia
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan
Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara
lain :
Gol. Antikolinergik
Atropin
Gol. Hipnotik sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital)
Gol. Analgetik narkotik
Morfin
Pethidin
Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium)
2.3.1.4 Induksi anestesi umum

Induksi anestesi adalah tindakan untuk


membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan. Induksi anestesia dapat dikerjakan
dengan secara intravena, inhalasi, intramuskular
atau rektal.
O Induksi Intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan


dan digemari apalagi sudah terpasang jalur vena,
karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati perlahan-
lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus
disuntikkan dalam kecepatan antara 30 60 detik.
Selama induksi anestesia pernapasan pasien, nadi,
dan tekanan darah harus diawasi dan selalu
diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada
pasien yang kooperatif.
O Obat yang Biasa Digunakan

- Tiopental (tiopeton, pentotal) diberikan secara intravena


dengan kepekatan 2,5% dan dosis antara 3 7 mg/kgBB.
Pada anak dan manula digunakan dosis rendah, dewasa
muda digunakan dosis tinggi.
- Propofol (recofol, diprivan) diberikan secara intravena dengan
dosis 2 3 mg/kgBB. Suntikan propofol intravena
menyebabkan nyeri, sehingga satu menit sebelumnya sering
diberikan lidokain 1 mg/kgBB secara intravena.
- Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1 2 mg/kgBB.
Pasca anestesia ketamin sering menimbulkan halusinasi,
karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedativa
seperti midasolam (dormikum). Ketamin tidak dianjurkan
pada pasien dengan tekanan darah tinggi (>160mmHg).
Ketamin menyebabkan tidak sadar tapi dengan mata
terbuka.
O Induksi Intramuskular

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang


dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis
5 7 mg/kgBB dan setelah 3 5 menit pasien
tidur.
O Induksi Inhalasi

Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan


(fluotan) atau sevofluran. Induksi ini dikerjakan pada
bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau
pada dewasa yang takut disuntik. Induksi dengan
sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang
batuk walaupun langsung diberikan dengan
konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan
halotan konsentrasi dipertahankan sesuai
kebutuhan.
O Induksi Per Rektal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi


menggunakan tiopental atau midazolam.
O Induksi Mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur.


Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada
masalah, tetapi pada yang belum terpasang jalur
vena, harus dikerjakan dengan hati-hati supaya
pasien tidak terbangun. Induksi mencuri inhalasi
dilakukan dengan cara sungkup muka tidak kita
tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan
jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur
baru sungkup muka kita tempelkan.
2.3.1.5 Stadium anestesi

Berguna untuk menentukan kapan penderita bisa


dioperasi. Bila dilakukan dengan ether, maka stadium anestesi
yang disesuaikan dengan guedel sign adalah :
1. Stadium I
Stadium analgesia/stadium disorientasi yaitu mulai dari
induksi (pemberian zat anestetik) sampai hilangnya kesadaran.
2. Stadium II
Stadium eksitasi/stadium delirium dari mulai hilangnya
kesadaran hingga nafas jadi teratur.
3. Stadium III
Stadium operasi atau pembedahan, dari mulai nafas reguler
hingga paralisis respirasi (hilangnya pernafasan spontan).
4. Stadium IV
Stadium overdosis dari paralisis diafragma hingga apneu dan
meninggal. Pada stadium ini semua refleks negatif dan pupil
dilatasi.
2.3.1.6 Kontraindikasi

O Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum


yaitu gagal jantung derajat III-IV, AV blok derajat II
dan total (tidak ada gelombang P).
O Sedangkan kontraindikasi relatif berupa hipertensi
berat/tak terkontrol (diastolik >110 mmHg), DM
tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.
O Kontraindikasi anestesi umum juga tergantung
pada efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan
2.3.1.7 Komplikasi anestesi umum

Selama induksi
O Kesalahan teknik dalam punksi vena
O Kesalahan teknik intubasi
O Batuk dan spasme laring
O Muntah
Selama narkose dan operasi

a.Gangguan airway
obstruksi saluran napas akut lain selama atau segera
setelah induksi anestesi.
b.Komplikasi sistem kardiovaskular
Hipotensi, hipertensi, aritmia
c.Komplikasi saluran pencernaan
Muntah, regurgitasi, distensi.
d.Komplikasi lain
Kornea mata luka karena masker/kap/duk operasi,
retensi urin, hipotermi, menggigil (peningkatan suhu
tubuh), gelisah setelah anestesi dan sadar selama
operasi.
2.3.1.8 Pemulihan pasca anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan,
setelah dilakukan operasi terutama yang
menggunakan anestesi umum, maka perlu
melakukan penilaian terlebih dahulu untuk
menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di
observasi di Recovery Room (RR).
1. Aldrete Score
2. Steward Score (anak-anak)
1. Aldrete Score
Jika jumlahnya >8, maka penderita dapat dipindahkan
ke ruangan.
O Nilai warna: merah muda (2), pucat (1), sianosis (0)
O Pernapasan: dapat bernapas dalam dan batuk (2), dangkal
namun pertukaran udara adekuat (1), apnea atau
obstruksi (0)
O Sirkulasi: tekanan darah menyimpang <20% dari normal
(2), tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal (1),
tekanan darah menyimpang >50% dari normal (0)
O Kesadaran: sadar, siaga dan orientasi (2), bangun namun
cepat kembali tertidur (1), tidak berespons (0)
O Aktivitas: Seluruh ekstremitas dapat digerakkan (2), dua
ekstremitas dapat digerakkan (1), tidak bergerak (0)
2. Steward Score (anak-anak)
Jika jumlahnya> 5, penderita dapat
dipindahkan ke ruangan.
O Pergerakan: gerak bertujuan (2), gerak tak bertujuan
(1), tidak bergerak (0)
O Pernafasan: batuk, menangis (2), pertahankan jalan
nafas (1), perlu bantuan (0)
O Kesadaran: menangis (2), bereaksi terhadap
rangsangan (1), tidak bereaksi (0)
2.3.2 Anestesi Lokal
Menghasilkan blokade konduksi atau blokade
kanal Na pada dinding saraf secara sementara
terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf
Anestesi lokal yang ideal:
poten
bersifat sementara
tidak menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau
alergi
short acting
ekonomis.
2.3.2.1 Mekanisme kerja anestesi lokal
Golongan
Metabolisme
ester oleh enzim
kolinesterase
(co: di plasma
Golongan prokain)
anestesi
lokal Golongan
amide Metabolisme
oleh enzimatis
(co: lidokain, di hepar
bupivakain)
2.3.2.2 Komplikasi anestesi lokal

Komplikasi lokal
Hematom, edema, abses, gangrene pada lokasi
penyuntikan
Infeksi
Iskemia jaringan dan nekrosis
Komplikasi sistemik
Reaksi neurologis dan kardiovaskuler
Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi
adalah berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada
pons dan batang otak berupa depresi
Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan
tekanan darah dan depresi miokardium serta gangguan
hantaran listrik jantung.
2.3.3 Anestesi Regional

Anestesia atau Analgesia Regional dibagi menjadi:


1. Blok sentral (blok neuroaksial):
- blok spinal,
- epidural,
- kaudal.

2. Blok perifer (blok saraf):


- blok pleksus brakialis,
- aksiler,
- analgesia regional intravena,
- dan lain-lainnya.
Anestesi spinal
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural,
subarachnoid):
Pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid.

Diperoleh dengan cara:


Menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid.

Teknik ini sederhana, cukup efektif, mudah


dikerjakan.
Indikasi:
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rectum-perineum
Bedah obstetric-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri
biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum
ringan.
Kontraindikasi absolut:
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
Tekanan intrakranial meninggi
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman/tanpa didampingi
konsultan anesthesia
Kontraindikasi relatif:
Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronis
Persiapan anestesi spinal
Informed consent (izin dari pasien)
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anestesia spinal.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpa kelainan spesifik (kelainan tulang
punggung dan lain-lainnya)
Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time)
dan PTT (partial thromboplastine time)
Peralatan anestesi spinal
1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse
oximeter) dan EKG.
2. Peralatan resusitasi/anesthesia umum
3. Jarum spinal
Jarum spinal denan ujung tajam (ujung bambu
runcing, Quincke-Babcock) atau jarum spinal
dengan ujung pensil (pencil point, Whitecare).
Teknik Anestesi Spinal
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien (misal: posisi
dekubitus lateral).
Beri bantal kepala, agar tulang belakang stabil.
Buat pasien membungkuk maksimal agar
prosesus spinosus mudah teraba.
Posisi lain ialah duduk.
2. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4
atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya
berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan
4. Anestetik lokal pada tempat tusukan (misal:
lidokain 1-2% 2-3 ml)
5. Cara tusukan median atau paramedian.
Jarum spinal 22G, 23G atau 25G: dapat langsung
digunakan.
Jarum 27G atau 29G: dianjurkan menggunakan
penuntun jarum (jarum suntik biasa spuit 10cc)
Tusukan jarum introducer kira-kira 2cm ke arah sefal,
masukan jarum spinal dan mandrinenya ke lubang
jarum tersebut.
Jika jarum tajam (Quinkle-Babcock), irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan durameter (posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah,
untuk menghindari kebocoran cairan yang dapat
menimbulkan nyeri kepala pasca spinal)
Setelah resistensi hilang, mandrin jarum
spinal dicabut dan keluar cairan,
pasang spuit berisi obat dan obat dapat
dimasukan perlahan 0,5 ml/ detik.
Diselingi aspirasi sedikit, untuk
menyakinkan posisi jarum tetap baik. Jika
yakin ujung jarum spinal dalam posisi benar
namun cairan tidak keluar, putar arah jarum
90 derajat, cairan akan keluar.
Analgesia spinal kontinyu kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk
bedah perineal, misal: bedah hemoroid
dengan anestesi hiperbarik.
Jarak kulit dengan ligamentum flavum
dewasa: kurang lebih 6 cm.
Komplikasi tindakan
Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000
ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
Bradikardi
Dapat terjadi tapa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi
akibat blok sampai T-2.
Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
napas.
Trauma pembuluh darah
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi, atau spinal total.
Komplikasi pasca tindakan
O Nyeri tempat suntikan
O Nyeri punggung
O Nyeri kepala karena kebocoran likuor
O Retensio urin
O Meningitis
Anestesi epidural
Anestesia/analgesia epidural: blokade saraf dengan
menempatkan obat diruang epidural.
Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan
duramater.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan di bagian
posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.

Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja


langsung pada akar saraf spinal yang terletak di
lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas
blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
Isi ruang epidural
O Sakus duralis
O Cabang saraf spinal (spinal nerve roots)
O Pleksus venosus epiduralis
O Arteria spinalis
O Pembuluh limfe
O Jaringan lemak
Indikasi anestesi epidural
Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
Tatalaksana nyeri saat persalinan
Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya
tidak banyak perdarahan
Tambahan pada anesthesia umum ringan karena
penyakit tertentu pasien.

Ruang epidural bertekanan negative (<1 atm)


kemungkinan karena:
Pemindahan tekanan negative dari toraks melalui
ruang paravertebralis
Fleksi maksimal punggung
Dorongan ke depan saat jarum disuntikkan
Redistribusi aliran darah serebrospinal.
Penyebaran obat pada anesthesia epidural bergantung:

Volum obat yang disuntikkan


Usia pasien (tua minimal, 19 tahun maksimal)
Kecepatan suntikan
Besarnya dosis
Ketinggian tempat suntikan
Posisi pasien
Panjang kolumna vertebralis
Suntikan 10-15 ml obat akan menyebar ke kedua sisi
sebanyak 5 segmen
Teknik Anestesia Epidural
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding
dengan ruang subarakhnoid.
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia
spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada
ketinggianL3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam,yaitu:
a). jarum ujung tajam (Crawford)
b). jarum ujung khusus (Touhy)
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik.
Tetapi yang paling populer ialah teknik hilangnya resistensi
dan teknik tetes tergantung.
a. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit
plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl
sebanyak kurang lebih 3 ml. setelah diberikan anestetik
lokal pda tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan
sedalam 1-2 cm. kemudian udara atau NaCl disuntikkan
perlahan-lahan secara terputus-putus (intermiten) sambil
mendorong jarum epidural sampai terasa menembus
jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul oleh
hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada
dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test dose)
b. Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya
resistensi, tetapi pada teknik ini hanya
menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl
sampai terlihat ada tetes NaCl yang
menggantung. Dengan mendorong jarum
epidural perlahan-lahan secara lembut sampai
terasa menembus jaringan keras yang
kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl
ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum
dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test
dose).
5. Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis
tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada
dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang
(kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal
3ml yang sudah bercampur adrenalin 1: 200.000.
kemudian dipehatikan beberapa hal berikut ini :
a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan
besar letak jarum sudah benar.
b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah
masuk ke ruang subarachnoid karena terlalu dalam.
c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%,
kemungkinan obat masuk vena epidural.
6. Cara penyuntikan: setelah diyakini posisi
jarum atau kateter benar, suntikan anestesi
lokal secara bertahap setiap 3-5menit
sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis
total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan
tekanan dalam ruang epidural mendadak
tinggi, sehingga menimbulkan peninggian
tekanan intrakranial, nyeri kepala, dan
gangguan sirkulasi pembuluh darah
epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6
ml/segmen yang tentunya bergantung
pada konsentrasi obat. Pada manula dan
neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan
pada wanita hamil dikurangi 30% akibat
pengaruh hormon dan mengecilnya ruang
epidural akibat ramainya vaskularisasi
darah dalam ruang epidural.
Komplikasi
O Blok tidak merata
O Depresi kardiovaskular (hipotensi)
O Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
O Mual muntah.
Anestesi kaudal
Anesthesia kaudal (=anesthesia epidural),
karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari
ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis.
Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan
gabungan antara ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum dan ligamentum flavum.
Ruang kaudal berisi saraf sacral, pleksus
venosus, felum terminale dan kantong dura.
Indikasi
O Bedah daerah sekitar perineum, anorektal
misalnya hemoroid, fistula paraanal.

Indikasi kontra
O Seperti anesthesia spinal dan anesthesia
epidural.
Teknik Anestesia Kaudal
1. Posisi pasien telungkup dengan simfisis diganjal
(tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong)
atau dekubitus lateral, terutama pada wanita
hamil
2. Dapat digunakan jarum suntik biasa atau jarum
dengan kateter vena (venocath, abbocath)
ukuran 20-22 pada pasien dewasa
3. Pada dewasa biasanya digunakan volum 12-15
ml (1-2 ml/segmen)
4. Pada anak prosedur lebih mudah
5. Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan
menemukan kornu sakralis kanan dan kiri
yang sangat mudah teraba pada penderita
kurus dan spina iliaka superior posterior.
Dengan menghubungkan ketiga tonjolan
tersebut diperoleh hiatus sakralis.
6. Setelah tindakan a dan antiseptik pada
daerah hiatus sakralis, ditusukkan jarum
yang mula-mula 900 terhadap kulit. Setelah
diyakini masuk kanalis sakralis arah jarum
diubah 450-600 dan jarum didorong
sedalam 1-2 cm. kemudian disuntikkan
NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat
sambil meraba apakah ada pembengkakan
di kulit untuk menguji apakah cairan masuk
dengan benar di kanalis kaudalis.
Anestesi spinal total

Anestesia spinal total: anesthesia spinal


intrarektal/ epidural yang naik sampai diatas
daerah servikal. Biasanya tidak disengaja,
pasien batuk-batuk, dosis berlebihan, terutama
anestesia epidural dengan posisi pasien yang
tidak menguntungkan.
Tanda-tanda klinis: pasien merasa tangannya
kesemutan, lidah kesemutan, napas berat,
mengantuk lalu tidak sadar, bradikardi &
hipotensi berat, henti napas & pupil mata
sangat melebar (midriasis).
O Henti nafas lebih disebabkan hipoperfusi
pusat kendali nafas.
Timbul segera setelah tindakan atau 30-45
menit kemudian.
Kejadian ini bersifat sementara, tidak
segera ditanggulangi henti jantung.
Pengenalan dini anestesia spinal total amat
penting agar pertolongan segera dilakukan.
Tindakan terhadap anestesia spinal total:
menaikkan curah jantung,
infuse cairan koloid 2-3 liter,
menaikkan kedua tungkai,
kendalikan pernapasan dengan O2 100%
intubasi trakea, intubasi ini dapat dikerjakan
dengan sangat mudah karena terjadi relaksasi
otot maksimal,
atropine untuk melawan bradikardi
efedrin untuk melawan hipotensi.
Anestesi regional intravena

O Analgesia regional intravena (Bier Block):


untuk bedah singkat (45 menit) pada
lengan atau tungkai, biasanya untuk orang
dewasa dan pada lengan.
Prosedur analgesia regional intravena:
1. Pasang kateter vena pada kedua punggung
tangan.
Sisi lengan/tangan yang akan dibedah
masukkan obat anestesi lokal,
sisi lain masukkan obat-obat yang diperlukan
seandainya timbul kegawatan atau diperlukan
cairan infuse.
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi
lengan yang akan dibedah menaikkan lengan
dan peras lengan manual / bantuan perban
elastic (eshmark bandage) dari distal ke
proksimal. Untuk mengurangi sirkulasi darah
dan dosis obat.
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas,
bagian proksimal dikembangkan dahulu sampai 100
mmHg diatas tekanan sistolik supaya darah arteri
tidak masuk kelengan dan juga tentunya darah
vena tidak akan ke sistemik. Perban elastic
dilepaskan.
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6ml/kg
(bupivakain tidak dianjurkan, karena toksisitasnya
lebih besar) melalui kateter dipunggung tangan.
Untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-
1.2ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15
menit dan pembedahan dapat dimulai.
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa
tidak enak atau nyeri pada torniket, kembangkan
manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset
dilakukan bertahap, buka tutup selang beberapa
menit untuk menghindari keracunan obat.
Pembedahan yang sangat singkat, untuk mencegah
keracunan sistemik torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit (memberi
kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat
ke seluruh jaringan sekitar).
Untuk tungkai jarang dikerjakan blok spinal,
epidural atau kaudal (lebih mudah dan aman )
BAB III. KESIMPULAN
O Anestesi adalah hilangnya segala sensasi
perasaan panas, dingin, rabaan, kedudukan
tubuh, dan sensasi nyeri dan pemberian
anestesi umum dianggap sempurna apabila
memenuhi Trias Anesteshia berikut: Hipnotis
(tidur), Analgesia, dan Relaksasi Otot
American Society of Anaesthesiologists (ASA) menetapkan
sistem penilaian yang membagi status fisik penderita ke
dalam lima kelompok, yaitu:
O Kelas I: pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia,
O Kelas II: pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang
O KelasIII:pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga
aktivitas rutin terbatas
O Kelas IV: pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
O Kelas V: pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau
tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf


E.
O Anestesi dibagi tiga golongan besar, yaitu anestesi
umum, anestesi regional, dan lokal.
O Cara pemberian anestesi umum dibagi menjadi 5
cara, yaitu: induksi intravena, induksi
intramuskular, induksi Inhalasi, induksi rektal dan
induksi mencuri
O Anestesi regional dibagi menjadi anestesi spinal,
epidural, kaudal, dan intravena.
O Stadium anestesi digunakan untuk
menentukan kapan penderita bisa di
operasi, terdiri dari Stadium I : stadium
analgesia / stadium disorientasi, Stadium II
: stadium eksitasi/stadium delirium,
Stadium III : stadium operasi, dan Stadium
IV : stadium overdosis.
TERIMAKASIH
diskusi
O Nova: utk SC bisa dilakukan anestesi umum/ regional.
Apa bedanya? Adakah efek utk bayinya? Lebih bagus
yang mana pilihan anestesinya?

- jawab: silvia pada SC bagus dilakukan berupa


anestesi spinal, krn anestesi umum dapat mengenai
swar darah plasenta. Di samping itu anestesi regional
juga boleh diindikasikan pada pasien obs&gyn.
- Dian bila diberi anestesi umum akan berpengaruh
pada APGAR Score bayi
- Venty KI absolut pada anestesi spinal yaitu pasien
menolak.
- Rifqy pengaruh ke bayi juga dapat menurunkan
perfusi darah ke bayi sehingga terjadi asfiksia
O Asri: adakah perbedaan antara teknik anestesi
pd dewasa dan pd pediatrik? Apabila ada, apa
perbedaannya?
- jawab: rachmia teknik sering: parenteral,
inhalasi. Regional dan spinal jarang diberikan.
- Galuh: teknik tersering digunakan pada anak
yaitu anestesi inhalasi karena teknik yang
lainnya seringnya anak kurang kooperatif
- - vindi tergantung pada jenis operasinya.
anestesi umum diindikasikan utk operasi besar,
dan regional untuk blokade bagian ekstremitas
bawah.
O Izzat: di lapangan pd saat penyuntikan saat
akan melakukan pemberian analgetik,
bagaimana kita mengetahui jarum telah
masuk ke epidural/masuk ke spinal?
- jawab: putrie teknik utk epidural: loss of
resistance dan teknik hanging drop
Untuk yg spinal: sama dengan
O Melda: dalam jangka waktu berapa lama
anestesi spinal dikatakan gagal? Lalu kapan
dilakukan pengulangan? Saat pengulangan,
apakah menggunakan jenis obat yang sama?
- jawab: dini gagal apabila dalam 10 menit
setelah pemberian , dan 25 menit setelah
pemberian plain bupivakain.
Hardiansah lihat dulu penyebab kegagalan,
pastikan sdh masuk subarachnoid, dan lihat dosis
apakah sudah sesuai/belum. Jika gagal akibat
kurang dosis, dapat dilakukan peningkatan dosis.
O Dian: apakah ada ketentuan urutan dalam
pemberian obat anestesi? (Hipnotik,
analgetik dan relaksan)
- rifqy: secara teori diberikan obat hipnotik
dulu (SA atau petidin sampai refleks pd mata
hilang), selanjutnya analgetik, terakhir baru
pemberian muscle relaxan.
O Evameinonda: untuk pemberian dosis pada ibu
hamil saat SC, apakah disesuaikan BB janin, BB
ibu atau seperti apa?
- Jawab: rachmia disesuaikan dengan BB ibu
dengan ditanyakan terlebih dahulu BB sebelum
dan saat hamil
- Hardiansah setuju rachmia. Karena pemberian
obat anestesi ditujukan untuk ibu, jadi disesuaikan
dengan BB ibu, tidak BB bayi
O Talitha: terdapat balance anestesi. Kapan
diberikan balance anestesi, atau kapan boleh
diberikan 1 jenis anestesi saja?
- jawab: silviaumumnya anestesi diberikan 1
jenis saja (mono agent) asalkan memenuhi trias
anestesi, sementara balance anestesi diberikan
untuk cegah respons nyeri pada pasien,
- Asri balance anestesi utk memperkuat efek
dari obat anestesi, misal efek kerja dari N2O,
dan diberikan muscle relaxan utk
menguatkannya.
O Maulana: bagaimana cara menyuntikkan obat
pada anestesi epidural? Apakah secara
perlahan atau boleh secara cepat? Kemudian
adakah efeknya?
- jawab: dini harus secara pelan bertahap 3-5
menit, 3-5 ml sampai dosis tercapai. Efek: TTIK,
ggn sirkulasi epidural
- Silvia dosis max: 1-6 ml, tetap tergantung
konsentrasi obat. Pada anak dan manula
dikurangi 60% karena hormon dan mengecilnya
ruang epidural akibat byk vaskularisasi.

Anda mungkin juga menyukai