Fracture 1. Gina Rahmanita (31101400426) 2. Ratumas Febrian Orry S (31101400458) 3. Mauza Hayati (31101400442) SGD 5 Dasar Teori
Fraktur Le Fort III
Fraktur ini disebut juga fraktur tarnsversal. Fraktur Le Fort III menggambarkan adanya disfungsi kraniofasial. Tanda yang terjadi pada kasus fraktur ini ialah remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks, disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan ekimosis periorbital. Garis fraktur berjalan dari regio nasofrontal sepanjang orbita medial melalui fissura orbita superior dan inferior, dinding lateral orbita, melalui sutura frontozygomatic. Garis fraktur kemudian memanjang melalui sutura zygomaticotemporal dan ke inferior melalui sutura sphenoid dan pterygomaxillary. Case Report Seorang pria berusia 27 tahun dibawa ke ruang operasi dengan luka tumpul parah yang terisolasi di wajah. Dia dijadwalkan untuk dilakukan open reduction dan fiksasi fraktur wajah dengan general anestesi.
Pasien dalam posisi duduk, kepala sedikit membungkuk, sadar
dan berorientasi. Dia menunjukkan deformitas dish-face dengan edema periorbital, laserasi ganda dan jatuhnya rahang atas. Dia mengalami banyak pendarahan dari hidung dan mulut [Gambar 1]. Kedua lubang hidung nya terhalang/ tersumbat dan pasien bernafas dari mulutnya dengan susah payah. Saat diminta berbaring dalam posisi telentang, pasien merasa sesak. Penilaian jalan nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk membuka mulut. Pemantauan meliputi elektrokardiogram, oksimeter denyut nadi dan tekanan darah non-invasif. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan profil hemogram dan koagulasi normal. Pemeriksaan radigrafi dengan 3D Tomografi menunjukkan adanya fraktur maxilla bilateral, frkatur simpisis mandibula, fraktur infraorbital regio sinistra, dan fraktur os nasal. Penatalaksanaan Pertama membersihkan jalan nafas dengan cara mengurangi fraktur secara manual yaitu dengan menarik maxilla kedepan dan ke atas dengan tangan dokter tetap menahan maxilla pada posisi tersebut dan di semprotkan lidokain ke dalam mulut Orofaring bronschop di masukkan melalui mulut melewati pita suara hingga ke carina Posisikan pasien di meja operasi dan di berikan anastesi general anastesi Dilakukan tracheostomy untuk memberikan akses bedah dan memperbaiki fraktur maxillo- facial Evaluasi hasil akhir
Operasi tracheostomy berjalan lancar
Pasien sadar setelah operasi selesai Setelah tracheostomy di lakukan, di biarkan untuk perawatan pasca operasi Pembahasan
Pilihan perawatan yang bisa di lakukan sebenarnya adalah orotrakeostomi
intubasi, nasotrakeostomi intubasi, tracheostomy dan cricotiroidotomy Orotrakeostomi intubasi dan nasotrakeostomi intubasi tidak dapat di lakukan karena menjadi kontra indikasi karena sulitnya membuka mulut dan lubang hidung/ saluran hidungnya rusak akibat frktur os nasal. Cricotiroidotomy menjadi suatu kontra indikasi juga karena pasien di posisikan terlentang dengan kepala ekstensi sehingga tulang rawan tiroid dan kartilago tiroid dapat teraba. Tracheostomy di pilih karena apabila tidak di lakukan tracheostomy, akan meningkatkan kemungkinan komplikasi yang di antaranya trakea stenosis, internal emphisema, kerusakan saraf laring, dll.