pandangan syara sebagai jaminan hutang dengan kemungkinan hutang tersebut bisa dilunasi dengan barang tersebut atau sebagiannya.
GADAI SYARIAH (RAHN) 2
B. DASAR HUKUM RAHN 1. Al-Quran: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). al-Baqarah:283 2. Hadis: Riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra., ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi dan menggadaikan sebuah baju besi kepadanya. 3. Ijma: Para ulama mujtahidin berijma atas disyariatkannya rahn. (al- Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, 1985, V:181).
GADAI SYARIAH (RAHN) 3
C. RUKUN DAN SYARAT RAHN 1. RAHIN (orang yang menggadaikan) 2. MURTAHIN (orang yang menerima gadai) Syarat keduanya adalah keduanya harus ahli tasarruf (orang yang tindakannya itu berakibat hukum menurut syara). 3. MARHUN (borg/barang jaminan) Syaratnya: a. Mempunyai nilai menurut syariat; b. Harus ada pada waktu akad; c. Harus bisa diserahkan seketika kepada Murtahin atau wakilnya.
GADAI SYARIAH (RAHN) 4
C. RUKUN DAN SYARAT RAHN 4. MARHUN BIH/DAIN (hutang) Syaratnya: a. Harus jelas bagi Rahin dan Murtahin; b. Harus tetap dapat dimanfaatkan; c. Harus lazim (mengikat) pada waktu akad. 5. IJAB DAN QABUL (pernyataan gadai dari para pihak) Syaratnya: a. Keduanya jelas mengungkapkan keinginan membuat akad rahn. b. Kesesuaian qabul dengan ijab. c. Masing-masing orang yang berakad mengetahui maksud lawannya. d. Persambungan qabul dengan ijab dalam majlis akad.
GADAI SYARIAH (RAHN) 5
D. OPERASIONAL PEGADAIAN SYARIAH Dalam operasionalnya, pegadaian syariah menggunakan metode Fee Based Income. Sesuai dengan konsep rahn, pada dasarnya pegadaian syariah berjalan di atas dua akad transaksi syariah, yaitu : a. Akad Rahn, yaitu menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman (qardh) yang diterimanya. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagaian piutangnya. Dengan akad ini pegadaian syariah menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. b. Akad Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi pegadaian syariah untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad. GADAI SYARIAH (RAHN) 6 E. MANFAAT RAHN 1. Menjaga kemungkinan nasabah lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank.
2. Memberikan keamanan bagi segenap nasabah tabungan
dan nasabah deposito bahwa dana tidak akan hilang jika nasabah debitur ingkar atau lalai karena ada asset yang dipegang oleh bank
3. Jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian, maka
sudah pasti akan membantu nasabah yang kesulitan pendanaan.
GADAI SYARIAH (RAHN) 7
F. BERAKHIRNYA AKAD RAHN Akad Rahn berakhir apabila : 1. Barang jaminan telah diserahkan kepada pemiliknya. 2. Rahin membayar hutangnya. 3. Barang gadai dijual dengan perintah hakim atas perintah Rahin. 4. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak disetujui Rahin.
GADAI SYARIAH (RAHN) 8
G. PENYEBAB PRODUK RAHN BERKEMBANG PESAT 1. Loyalitas nasabah: Loyalitas itu terjadi karena kesadaran nasabah dan pelayanan yang cukup baik (praktis, cepat dan ramah). 2. Produk halal: Tidak terlibat dengan bunga/riba (menentramkan). 3. Resiko tidak terlalu besar: Sebab seluruh pinjaman yang diajukan telah dijamin dengan barang gadaian yang nilainya melebihi nilai pinjaman.
GADAI SYARIAH (RAHN) 9
H. PERKEMBANGAN PEGADAIAN SYARIAH DI INDONESIA 1. Tahun1998: Beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana pendirian Pegadaian Syariah. 2. Tahun 2000: Konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kejasama dan membantu dari segi pembiayaan dan pengembangan. 3. Tahun 2002: MOU musyarakah antara Perum Pegadaian dan BMI ditandatangani. 4. Tahun 2003: 14/1/2003 Pegadaian syariah resmi dioperasikan atas kerjasama Perum pegadaian dengan BMI. BMI mensupport dana (1,55 M) sementara Perum Pegadaian menyediakan tenaga ahli dan operasional.
GADAI SYARIAH (RAHN) 10
H. PERKEMBANGAN PEGADAIAN SYARIAH DI INDONESIA 5. Tahun 2005: Sistem gadai syariah sudah berjalan di 13 kantor WIlayah (Kanwil) dengan dana yang telah disalurkan sebesar Rp 151 Milyar. 6. Tahun 2006: A. Omzet dan pendapatan: Pertumbuhan Pegadaian Syariah mencapai 105 persen. Bank & Asuransi Syariah hanya 40-50 persen. Pegadaian Konvensional hanya 35-40 persen. B. Nilai Pinjaman: Hingga April 2006, nilai pinjaman yang disalurkan meningkat jadi Rp 158,564 miliar. C. Kantor Cabang: Saat ini Pegadaian Syariah telah memiliki 36 outlet di seluruh Indonesia.
GADAI SYARIAH (RAHN) 11
I. PERBANDINGAN RAHN DENGAN GADAI KONVENSIONAL PERSAMAAN: 1. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang 2. Adanya agunan sebagai jaminan utang 3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan 4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai 5. Apabila batas pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang
GADAI SYARIAH (RAHN) 12
I. PERBANDINGAN RAHN DENGAN GADAI KONVENSIONAL PERBEDAAN: 1. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atas sewa modal yang telah ditetapkan. 2. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Pada hukum perdata positif penjaminan dengan harta tidak bergerak seperti tanah, kapal laut dan pesawat udara disebut dengan hak tanggungan seperti diatur dalam UU no.4 tahun 1996. GADAI SYARIAH (RAHN) 13 I. PERBANDINGAN RAHN DENGAN GADAI KONVENSIONAL 3. Di Indonesia penguasaan atas barang yang dijadikan jaminan dibedakan menjadi gadai dan fidusia. Gadai, penguasaan atas barang yang dijadikan jaminan diberikan kepada penerima gadai dan hak milik atas barang yang dijadikan jaminan tetap ada pada pemberi gadai. Sedangkan fidusia, penguasaan atas barang yang dijadikan jaminan diberikan kepada pemberi gadai yang juga sebagai pemilik barang yang digadaikan, seperti diatur dalam UU No.42 tahun 1999 tentang fidusia sebagai jaminan.