Oleh :
Sila Walfadila
Dholla Zulmitra
Pembimbing
dr. Sulistiana Dewi, SpKJ
Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental menurut Diagnostic and Statistical
Manual IV-TR (DSM IV-TR, 2004) adalah gangguan yang
ditandai oleh fungsi intelektual disertai oleh defisit atau
hendaya fungsi adaptif sedikitnya dua area kemampuan:
komunikasi, perawatan diri, pemenuhan kebutuhan hidup,
kemampuan sosial/interpersonal, penggunaan sumber
komunitas, kemandirian, kemampuan fungsi akademik,
pekerjaan, waktu luang, kesehatan, keamanan dan harus
terjadi sebelum usia 18 tahun
American Association on Mental Retardation
(AAMR) menggunakan suatu pendekatan multi-
dimensional atau biopsikososial yang mencakup 5 dimensi
yaitu: kemampuan intelektual, perilaku adaptif, partisipasi,
interaksi, dan peran sosial, kesehatan fisik dan mental,
konteks budaya dan juga lingkungan. Oleh karena itu,
tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan
seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam
memandang keabsahan permasalahan lintas budaya
Epidemiologi
Prevalensi retardasi mental diperkirakan sebanyak
1%-3% dari jumlah populasi. Prevalensi retardasi mental
ringan adalah yang terbanyak, yaitu 85% dari keseluruhan
kasus, retardasi mental sedang sebanyak 10% dari
keseluruhan kasus, retardasi mental berat 4% dari
keseluruhan kasus, dan hanya sekitar 1-2% yang
mengalami retardasi mental sangat berat. Anak laki-laki
sekitar 1,5 kali lebih sering menderita retardasi mental
dibanding anak perempuan. Insiden tertinggi pada anak
usia sekolah, dengan usia puncak 10 hingga 14 tahun.
Pada orang dewasa prevalensi retardasi mental lebih
rendah, penderita retardasi mental sangat berat memiliki
angka mortalitas yang tinggi akibat dari komplikasi yang
terkait dengan kondisi fisik
Etiologi Retardasi Mental
Retardasi mental primer mungkin disebabkan faktor
keturunan (retardasi mental genetik) dan faktor yang tidak
diketahui. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-
faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini
memengaruhi otak mungkin pada waktu prenatal, perinatal
atau postnatal.
Adapun keadaan-keadaan yang sering disertai retardasi
mental adalah :
Kelainan kromosom, ,misalnya: sindrom Down, cats cry
syndrome
Infeksi yang menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Contohnya: infeksi toxoplasma, rubella, sifilis, herpes,
cytomegalovirus, dan HIV
Gangguan metabolisme (misalnya metabolisme zat lipida,
karbohidrat, dan protein).
Rudapaksa sebelum lahir juga trauma lain, seperti sinar
X, bahan kontrasepsi dan usaha abortus dapat
mengakibatkan retardasi mental.
Trauma kepala. Trauma kepala dapat terjadi pada anak
yang mengalami kejang, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, atau pada anak yang mengalami kekerasan
Kriteria Diagnostik Retardasi Mental
Kriteria Diagnostik untuk retardasi mental menurut DSM-
IV-TR (2004) adalah:
1. Fungsi intelektual secara signifikan: IQ lebih kurang 70
atau dibawah pada seorang individu melakukan tes IQ.
2. Kekurangan yang terjadi bersamaan atau hendaya yang
muncul pada fungsi adapatif (keefektifan seseorang dalam
memenuhi standar yang diharapkan untuk usianya oleh
kelompok masyarakat) dalam minimal dua dari bidang
berikut: komunikasi, perawatan diri, pemenuhan kebutuhan
hidup, kemampuan sosial/interpersonal
3. Terjadi sebelum umur 18 tahun
Klasifikasi Retardasi Mental
1. Retardasi Mental Ringan (IQ berkisar antara 50 69)
Pada usia pra sekolah (0-5 tahun) mereka dapat
mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif,
mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor,
dan sering tidak dapat dibedakan dari anak yang tanpa
retardasi mental, sampai usia yang lebih lanjut. Pada usia
remaja, mereka dapat memperoleh kecakapan akademik
sampai setara kira-kira tingkat enam (kelas 6 SD). Sewaktu
masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai
kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk bisa
mandiri, namun mungkin membutuhkan supervisi,
bimbingan dan pertolongan, terutama ketika mengalami
tekanan sosial atau tekanan ekonomi.
2. Retardasi Mental Sedang (IQ biasanya berada dalam
rentang 35 49)
Mereka memperoleh manfaat dari latihan vokasional, dan
dengan pengawasan yang sedang dapat mengurus atau
merawat diri sendiri. Mereka juga memperoleh manfaat
dari latihan kecakapan sosial dan okupasional namun
mungkin tidak dapat melampaui pendidikan akademik
lebih dari tingkat dua (kelas dua sekolah dasar). Mereka
dapat bepergian di lingkungan yang sudah dikenal.
Selama remaja, mereka kesulitan dalam mengenal
norma-norma pergaulan lingkungan sehingga
mengganggu hubungan persaudaraan. Pada masa
dewasa sebagian besar dapat melakukan kerja yang
kasar (unskilled) atau setengah kasar (semi skilled) di
bawah pengawasan workshop yang dilindungi. Mereka
dapat menyesuaikan diri pada komunitas lingkungan
dengan pengawasan (supervisi).
3. Retardasi Mental Berat (IQ biasanya berada dalam
rentang 20 34)
Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara
dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri secara
sederhana. Mereka memperoleh jangkauan yang terbatas
pada instruksi pelajaran pra-akademik, seperti mengetahui
huruf dan perhitungan yang sederhana, tetapi bisa
menguasai seperti belajar membaca melihat beberapa
kata. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja
yang sederhana bila diawasi secara ketat
Psikoterapi
Psikoterapi diberikan kepada anak dan orang tua.
Konseling pada orang tua antara lain bertujuan untuk
membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena
mempunyai anak dengan retardasi mental, mereka perlu
diberi dukungan bahwa bukan salah mereka jika anak
mereka mengalami hal seperti itu, tetapi mereka perlu
berusaha untuk mengatasi keadaan tersebut
Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan
untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan
retardasi mental.
Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pendidikaan Terakhir : Kelas 2 SD
Pekerjaan : tidak ada
Status Perkawinan : belum Menikah
Alamat : Sawahlunto
Riwayat Psikiatri
Status Psikiatri
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2017
Alloanamnesa dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2017 di poli jiwa RSUD
Solok dengan adik kandung pasien
Keluhan Utama:
Pasien sering ketawa-ketawa sendiri dan sering keluar masuk rumah orang
serta mengambil makanan milik orang lain.
4. Gangguan Persepsi
Derealisasi : Tidak dapat dinilai
Depersonalisasi : Tidak dapat dinilai
Ilusi : Tidak dapat dinilai
Halusinasi : visual ( pasien melihat bayangan
hitam) dan auditorik (pasien mendengar orang berbisik-
bisik)
5. Pikiran
Proses pikir : tidak dapat dinilai
Isi pikiran : tidak dapat dinilai
6. Fungsi Intektual
Kesadaran : Composmentis
Orientasi :- Waktu : tidak dapat dinilai
- Tempat : tidak dapat dinilai
- Orang : tidak terganggu
Daya ingat :
- Jangka Panjang : Tidak dapat dinilai
- Jangka sedang : Tidak dapat dinilai
- Jangka pendek : Tidak dapat dinilai
- Segera : Tidak dapat dinilai
- Konsentrasi dan perhatian : Mudah dialihkan
Kemampuan membaca dan menulis : tidak dapat dinilai
Daya Nilai dan Tilikan
Daya nilai sosial : Terganggu
Daya nilai realita : Terganggu
Tilikan : Derajat 1
Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
a. Status Internus
Keadaan umum : baik
Kesadaran : CMC
Status gizi :Baik
TandaVital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,5C
Status Neurologis
Tanda meningeal : Kaku kuduk (-), brudzinki (-), kernig
sign (-)
Nervus I-XII :Tidak ada kelainan
Peningkatan TIK :Tidak ada
Reflek Fisiologis
KPR : (--)
APaR : (--)
Bicep : (++)
Tricep : (++)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 12,4g/dl
Ht : 33,9 %
Leukosit : 6400 mm3
Trombosit : 350.000 mm3
Diagnosa Multiaksial
A. Axis I : Skizofrenia
B. Axis II : Retardasi mental
C. Axis III : tidak ada diagnosa
D. Axis IV : Tidak diketahui
E. Axis V : GAF 30-21, disabilitas berat dalam
komunikasi dan daya nilai tidak mampu berfungsi hampir
disemua bidang.
Prognosis
Quo ad vitam : malam
Quo ad fungsionam : malam
Quo ad sanation : malam
Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Inj. Lodomer 1 amp/12 jam
- Inj. Difenhidramin 2 x 2 amp
- Risperidon 2 x 3 mg
- THP 3 x 2 mg
- Clozapin 2 x 25 mg
Psikoterapi :
Support terhadap pasien dan keluarga, arahkan
pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari seperti mandi,
cara berpakaian, makan dll. Bagi orang tua dan keluarga
tidak perlu malu dan bisa menerima keadaan pasien
sebagai anggota keluarga mereka. Konseling pada orang
tua antara lain bertujuan untuk membantu mereka dalam
mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan
retardasi mental, mereka perlu diberi dukungan bahwa
bukan salah mereka jika anak mereka mengalami hal
seperti itu, tetapi mereka perlu berusaha untuk mengatasi
keadaan tersebut. Psikoterapi tidak dapat menyembuhkan
retardasi mental, tetapi diharapkan dapat terjadi perubahan
sikap, tingkah laku, dan adaptasi sosial.
ANALISA KASUS
Pasien datang dari IGD RSUD Solok pada tanggal 24 agustus
2017 dengan keadaan sering ketawa-ketawa sendiri , selain itu pasien
juga sering keluar masuk rumah orang dan bepergian tanpa tujuan
serta sering mengambil makanan milik orang lain. Pasien juga gelisah
dan sering membuka pakaian nya di depan umum. Keluarga tidak
mengetahui penyebab pasien bisa sakit seperti ini. Keluarga
mengatakan, saat pasien berusia 1 tahun, pasien digendong kemudian
sering dilempar keatas, tiba-tiba pasien tidak bisa ditangkap dan pasien
terjatuh. Pada saat itu pasien tidak pingsan hanya ditemukan pada
kepala bengkak, namun pasien tidak menangis sedikitpun. Setelah
kejadian itu, menurut keluarga perkembangan pasien, sama seperti
anak seusia nya. Pada saat pasien kelas 1 SD, pasien mulai
bertingkah aneh, seperti sering menganggkat kursi kemudian
memukulnya ke meja,sering menirukan ucapan gurunya, bahkan sering
senyum-senyum tanpa sebab, dan pasien mulai banyak diam. keluarga
hanya membiarkan keadaan pasien seperti itu. Beberapa tahun
kemudian keluarga mulai merasakan ada keanehan pada pasien ,
pasien mengaku pernah mendengar ada orang yang menyuruh dia
pergi dan pasien juga melihat seperti ada bayangan hitam.
Kemudian pasien dibawa ke dukun yang ada sekitar
rumah pasien untuk mengobatinya. Sudah banyak dukun
yang didatangi, namun pasien tetap tidak ada perbaikan,
akhirnya pada tahun 2000 pasien dibawa ke RSJ HB
Saanin Padang. Berdasarkan PPDGJ-III, gejala klinis yang
ditemukan pada pasien ini mengarah skizofrenia
dikarenakan terdapat halusinasi visual serta auditorik
ditambah lagi pasien juga gelisah, serta menarik diri dari
masyarakat.Axis II Retardasi mental, dan Axis III tidak ada
diagnosa, Axis tidak diketahui, dan Axis V GAF 30-21,
disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai tidak
mampu berfungsi hampir disemua bidang.
KESIMPULAN