Anda di halaman 1dari 33

1.

Adinda Febriyant (01)

KELOMPOK 1
2. Aulia Oktaviana (08)
3. Fara Nurlaila H. (15)
4. Maruf Afrul R. (22)
5. Putri Andriyani (29)
6. Tika Noveta S. (36)
Pembukuan

Pasal 1 angka 26 Udang-Undang Nomor 28


Tahun 2007

suatu proses pencatatan yang dilakukan secara


teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan
Pencatatan

Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur


tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai
dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan
pajak yang bersifat final.
KETENTUAN UMUM PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN

Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007

Yang wajib melakukan pembukuan

1. Wajib Pajak (WP) Badan.


2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali
Wajib Pajak Prang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp
1.800.000.000,00.
KETENTUAN UMUM PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN

Pasal 28 ayat 2 UU KUP

Dikecualikan dari kewajiban pembukuan

1. WP OP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang diperbolehkan


meghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan
penghasilan neto.
2. WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
KETENTUAN UMUM PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN

Yang wajib meyelenggarakan


pencatatan

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau usaha atau pekerjaan
bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 1.800.000.000,00

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
TUJUAN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN
DAN PENCATATAN

Penyelenggaraan pembukuan/pencatatan bertujuan untuk


mempermudah:
Pengisian SPT;
Penghitungan Penghasila Kena Pajak;
Penghitungan PPN dan PPnBM;
Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui
posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan
bebas.
PERBEDAAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

ASPEK PEMBUKUAN PENCATATAN


Subjek Pajak WP Badan WP OP yang tdak
WP OP yang melakukan melakukan usaha atau
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
pekerjaan bebas, kecuali WP OP yang melakukan
WP OP yang peredaran kegiatan usaha atau
brutonya dalam satu pekerjaan bebas yang
tahun kurang dari 4,8 peredaran brutonya
miliar dalam satu tahun
kurang dari 4,8M
Peredaran Usaha >4,8M <4,8M
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
(NPPN)

Norma Penghitungan Neto adalah norma yang dapat


digunakan oleh Wajib Pajak dalam perhitungan
penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar
penghitungan PPh Pasal 25/29 terutang.
Syarat WP yang diperbolehkan
menggunakan NPPN:

WP OP yang mempunyai omzet bruto <4,8M dalam satu


tahun pajak
WP OP yang bermaksud menggunakan NPPN dalam
menghitung penghasilan neto wajib memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama
dari tahun pajak bersangkutan
NPPN dikelompokkan menurut wilayah
sebagai berikut:

1. Sepuluh ibukota provinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta,


Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, dan Pontanak
2. Ibukota provinsi lainya
3. Daerah lainya
Zakat

Zakat adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh


orang yang beragama Islam (muslim) dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimannya.
Zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan

UU No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun


1983 tentang Pajak Penghasilan (UU Pajak Penghasilan) berbunyi:

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:


bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah


pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau
perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung
penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan
yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.

Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada


Pasal 7 ayat (1) ditentukan oleh keadaan pada awal
tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.

Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B


berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang
anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1
Januari 2009, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun
pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin
Besaran PTKP

PMK-101/PMK.10/2016
Tabel PTKP

Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan menurut


keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun
Penghasilan Kena Pajak

Adalah penghasilan Wajib Pajak yang menjadi dasar untuk


menghitung pajak penghasilan

PKP (Penghasilan Kena Pajak) PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktorat


Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1. Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar
penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP
terbaru.
2. Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan bruto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP terbaru.
3. Bagi bukan pegawai seperti tercantum dalam Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, PKP yang dikenakan
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi
PTKP per bulan.
CONTOH
Tarif Pajak

Suatu penetapan / persentase berdasarkan UU yg


dapat digunakan untuk menghitung dan/atau
menentukan jumlah pajak yang harus dibayar, disetor,
dan/atau dipungut oleh WP.
Jenis-jenis Tarif pajak :

1) Tarif pajak proporsional atau sebanding


Tarif pajak yang persentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar
pengenaan pajak.
Besar pajak proporsional berbanding lurus dengan jumlah objek pajak.
Contoh : PPn 10% dan PBB 0,5% dari seberapapun jumlahnya.

2) Tarif pajak progresif


Tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan
pajak.
Contoh : PPh
3) Tarif pajak tetap
Tarif pajak yang ditetapkan dalam nilai rupiah tertentu
yang jumlahnya tdak berubah atau tetap.
Contoh : bea materai
(besar tarifnya tdak berubah, senilai Rp 3.000 atau Rp 6.000)

4) Tarif pajak degresif


Kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah
ketka dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
0 sampai Rp 25.000.000 15%
Contoh : bea cukai
Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000 12,5%
Rp 50.000.000 sampai Rp 100.000.000 10%
Tarif Pajak yang berlaku untuk
Pajak Penghasilan di Indonesia
adalah tarif progresif sebagaimana
diatur dalam
Pasal 17 UU PPh.
Tarif PPh 21 Bagi WP Yang Memiliki NPWP

sampai dengan Rp 50 juta 5%


di atas Rp 50 juta - Rp 250 juta 15%
di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta 25%
di atas Rp 500 juta 30%

Tarif PPh 21 Bagi WP Yang Tidak Memiliki NPWP


Dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tnggi 20%
daripada tarif WP yang memiliki NPWP.
Misalnya A adalah Gaji Pokok 60.000.000,-
seorang karyawan status Tunjangan 24.000.000,-
kawin dengan anak 1, Penghasilan-Bruto 84.000.000,-
dengan asumsi data Pengurangan (-)
penghasilan sebagai PTKP 63.000.000,-
berikut: Biaya Jabatan 4.200.000,-
Iuran Pensiun 2.400.000,-
- Gaji Pokok Rp. 5 juta Total 69.600.000,-
- Tunjangan Transportasi,
Uang Makan dan lain- Penghasilan Kena Pajak-Netto 14.400.000,-
lain : Rp. 2 juta
- Membayar Iuran
Pajak Pph (5%) Per Tahun 720.000,-
Pensiun Rp. 200 ribu per Pajak Pph (5%) Per Bulan 60.000,-
bulan kepada lembaga
dana pensiun.
KREDIT PAJAK
Dasar Hukum

- UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah


dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).
- UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).
- Keputusan Menteri Keuangan
No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak
Luar Negeri
DEFINISI

Memperhitungkan pajak penghasilan yang telah


dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak
yang terutang pada akhir tahun pajak.

Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah


dikenakan pajak yang bersifat final, tdak boleh
diperlakukan sebagai kredit pajak.
JENIS-JENIS KREDIT PAJAK

1. Angsuran PPh 25 (dibayar sendiri)


2. PPh yang dipotong/dipungut pihak lain
a. PPh Pasal 21
b. PPh Pasal 22
c. PPh Pasal 23
d. PPh Pasal 24
e. PPh Pasal 26
Angsuran PPh 25

Angsuran Pajak Penghasilan yang


dibayar sendiri tiap bulan

Besarnya angsuran ada;ah


sebesar pph terutang menurut
SPT tahun lalu dikurangi pph
pasal 21,22,23,24 dibagi 12
atau banyaknya bulan dalam
tahun pajak
PPh Pasal 22

PPh pasal 22 membahas tentang penghasilan yang berasal


dari penjualan pada instansi pemerintah, impor. Tarif PPh
pasal 22 atas penjualan instansi pemerintah :
PPh pasal 22 bendaharawan = 1,5% x nilai penjualan
Tarif PPh pasal 22 atas impor :
1. Bila importir memiliki API (Angka Pengenal Impor)
PPh pasal 22 impor = 2,5% x nilai impor
2. Bila importir tidak memiliki API
PPh pasal 22 impor = 7,5% x nilai impor
PPh Pasal 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah


pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
PPh Pasal 24

Pajak penghasilan pasal 24 ialah Pajak


penghasilan yang terutang atau dibayarkan di
luar negeri atas penghasilan yang di terima
atau yang diperoleh dari luar negeri yang dapat
di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang
terhutang atas seluruh wajib pajak dalam
negeri.
PPh Pasal 26

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh


yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan
yang bersumberdari Indonesia yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak(WP) luar negeri
selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.

Anda mungkin juga menyukai