Kepentingan evaluasi internal terhadap bagaimana perusahaan mengelola kewajiban perpajakan dengan efektif dan efisien, sehingga optimalisasi penggunaan sumber daya dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat tercapai (meminimalkan kewajiban perpajakan tanpa melanggar peraturan dan ketentuan perpajakan) Istilah audit pajak lebih mewakili kepentingan fiskus dalam melakukan pemeriksaan terhadap ketaatan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan dan memaksimalkan penerimaan negara dari pajak harus diterima. audit yang dilakukan secara internal berkelanjutan, yang menyatu dengan sistem pengendalian operasional perusahaan , menilai ketaatan pelaksanaan aturan perpajakan dan teknik pengelolahan transaksi yang mampu meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar aturan-aturannya. Tujuan : untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan Ruang lingkup audit ini adalah keseluruhan aspek perpajakan perusahaan, baik, dalam rangka meminimalkan pembayaran pajak maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban perpajakan. Meminimalkan penghasilan kena pajak (taxeble revenue), menyangkutkan strategi pengelolahan transaksi pendapatan agar tidak mengandung dampak perpajakan, baik final maupun tidak final. Memaksimalkan beban-beban yang diakui dalam perhitungan pajak (deductible expenses) menyangkut strategi pengelolaan transaksi dimana setiap beban terjadi bisa diperhitungkan dalam penentuan besarnya pajak terutang . Dengan memaksimalkan beban-beban ini, berarti akan memperbesar faktor prngurangan penghasilan dalam perhitungan pajak. Sebagai pemberi kerja , wajib pajak melakukan pemotongan pph 21 atas gaji/upah yang dibayarkan kepada karyawannya. Berdasarkan ketentuan dalam aturan ini, semua pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak diakui sebagai beban fiskal senginga tidak bisa dikurangkan dalam perhitungan dasar pengenaan pajak. Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya. Hasil dari tax review ini dapat memberikan penjelasan tentang bagaimana tingkat ketaatan perusahaan dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Untuk menghasilakan hasil yang maksimal tac review seharusnya dilakukan setiap pelaporan kewajiban perpajakan tersebut timbuk tidak hanya setiap akhir tahun. Pasal 21 : pemotongan pajak atas pengahasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dangan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau pun diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional. Pasal 26 : atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemeritah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap , atau permakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri. Pasal 22 : menteri keuangan dapat menetapkan 1. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang 2. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain 3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pasal 23 : atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayaran oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajiban pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. 1. Besarnya angsuran pajak yang dibayar WP tiap bulan adalah sebesar PPh yg terutang menurut SPT PPh tahun pajak lalu dikurangi: a. PPh yang dipotong dalam Pasal 21 dan 23 serta PPh yang dipungut dalam Pasal 22; dan b. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yg boleh dikreditkan dalam Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dlm tahun pajak. 2. Besarnya angsuran pajak yg harus dibayar WP untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT PPh sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yg lalu. 3. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yg lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali dan berlaku mulai bulan berikutnya. 4. DJP berwenang untuk menetapkan perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan: a. WP berhak atas kompensasi kerugian; b. WP memperoleh penghasilan tidak teratur; c. SPT PPh tahun yg lalu disampaikan setelah lewat batas waktu; d. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT PPh; e. WP membetulkan sendiri SPT PPh yg mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan f. Terjadi peruahan keadaan usaha/kegiatan WP. 5. MenKeu menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: a. WP baru; b. Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan WP lain yang berdasar ketentuan peraturan perundangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan c. WP OP pengusaha tertentu dgn tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto. 6. WP OP dalam negeri yg tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yg bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yg ketentuannya diatur dalam PP. 7. Penyetoran PPh 25 harus dilakukan paling lambat Tgl 15 bulan berikutnya, SSP atas setoran tsb harus disimpan dan memiliki nilai yg sama dengan angsuran PPh 25 yg telah dilakukan pada buku besarnya. Pengkreditan PPh 25 pada perhitungan pajak terutang akhir tahun harus didukung (dilampiri) dengan SSP PPh 25 dnegan jumlah yang sama. Pasal 28: 1. Bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan: a. Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan; b. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; c. Pemotongan pajak atas dividen, bunga royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa; d. Pajak yg dibayar atau terutang atas penghasilan luar negeri yg boleh dikreditkan; e. Pembayaran yg dilakukan oleh WP sendiri; f. Pemotongan pajak atas penghasilan.
2. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana dalam peraturan perundangan di bidang perpajakan tidak boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang. Pasal 29: Untuk meminimalkan pembayaran PPh badan, WP dapat melakukan pengelolaan kewajiban perpajakan akhir tahun melalui: 1. Review dan Analisis Pajak Terutang Akhir Tahun PPh Badan 2. Strategi Menghemat PPh Akhir Tahun a. Menunda pengakuan penghasilan ke tahun berikutnya b. meningkatkan/mempercepat pengakuan biaya (kerugian) dalam tahun berjalan. 3. Menghindari Pajak Lebih Bayar dan Rugi Fiskal 4. Dan langkah-langkah strategis lainnya. UU No 42 tahun 2009 ttg PPN pasal 3a dan 4 1. Pengusaha yg melakukan: a. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yg dilakukan oleh pengusaha; b. Impor barang BKP; c. Penyerahan JKP di dalam daerah Pabean yg dilakukan oleh pengusaha; d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP; g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan h. Ekspor JKP oleh PKP. 2. Pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, wajib melaksanakan ketentuan UU PPN. 3. OP atau badan yg memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan /atau JKP dari luar Daerah Pabean wajib menyetor, memungut dan melaporkan PPN. 4. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan JKP yg ekspornya dikenai PPN diatur dalam PMK. UU PPN mengecualikan pemungutan PPN atas BKP/JKP berikut. 1. Barang yang tidak dikenai PPN:
a. Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yg diambil langsung dari sumbernya; b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya termasuk katering; d. Uang, emas batangan, dan surat berharga. 2. Jasa yang tidak dikenai PPN: a. Jasa pelayanan kesehatan medis; b. Jasa pelayanan sosial; c. Jasa pengiriman surat dan perangko; d. Jasa keuangan; e. Jasa asuransi; f. Jasa keagamaan; g. Jasa pendidikan; h. Jasa kesenian dan hiburan; i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. Jasa angkutan umum; k. Jasa tenaga kerja; l. Jasa perhotelan; m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah; n. Jasa penyediaan tempat parkir; o. Jasa telepon umum dengan uang logam; p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; q. Jasa boga atau katering. 1. Penyerahan BKP; 2. Penyerahan JKP; 3. Ekspor BKP berwujud; 4. Ekspor BKP tidak berwujud; 5. Ekspor JKP. 1. Saat penyerahan BKP dan/atau JKP; 2. Saat penerimaan pembayaran sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP; 3. Saat penerimaan pembayaran termin; atau 4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sbg pemungut PPN. 1) Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP; 2) nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; 3) Jenis barang atau jasa, jumlah harga, dan potongan harga; 4) PPN yang dipungut; 5) PPn BM yang dipungut; 6) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur; dan 7) Nama dan ttd yg berhak menandatangani Faktur Pajak. 1. PEB yg telah disetujui oleh pejabat berwenang dan dilampiri dengan invoice; 2. SPPB yang dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/DOLOG untuk penyaluran terigu; 3. PNBP yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM/bukan; 4. Tanda penyerahan jasa telekomunikasi; 5. Tiket, airway bill, atau delivery bill untuk penyerahan jasa angkutan udara; 6. Nota Penjualan jasa untuk penyerahan jasa ke pelabuhan; 7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik; 8. Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/BKP Tidak berwujud yang dilampiri dengan invoice; 9. Pemberitahuan Impor Barang dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 10. Bukti tagihan atas penyerahan BKP/JKP oleh perusahaan air minum; 11. Bukti tagihan atas JKP oleh perantara efek; dan 12. Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan. a. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi PKP; b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dnegan kegiatan usaha; c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali barang dagangan/disewakan; d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP; e. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan; f. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan ; g. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; h. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yg ditemukan dalam waktu pemeriksaan; i. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi .