Anda di halaman 1dari 29

BAB VI

KERENTANAN TERHADAP KRISIS EKONOMI


A.Latar Belakang
Dalam dua dekade terakhir ini Indonesia sudah dua kali diterpa
krisis ekonomi besar. Pertama, krisis keuangan Asia yang muncul
sekitar pertengahan tahun 1997 dan mencapai klimaksnya pada
pertengahan tahun 1998, dan kedua krisis ekonomi global yang
terjadi dan mempengaruhi banyak negara, termasuk Indonesia
selama periode 2008-2009. Walaupun dampak dari krisis
ekonomi kedua itu terhadap perekonomian Indonesia jauh lebih
kecil dibandingkan dengan akibat krisis keuangan Asia 1997-1998
tersebut, Indonesia tetap mengalami suatu guncangan yang
mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun
2009, walaupun tetap posistif tetapi lebih rendah dari yang
diharapkan. Hal ini sempat mengkhawatirkan semua kalangan
masyarakat tanah air, khususnya pemerintah dan pelaku bisnis
dengan mengingat pengalaman buruk selama krisis tahun 1997-
1998.
A.Latar Belakang
Berdasarkan pengalaman tersebut di atas, ternyata Indonesia
sangat rentan terhadap setiap tipe atau bentuk guncangan
ekonomi, baik yang menurut sumbernya berasal dari dalam
negeri (krisis keuangan Asia 1997-1998) atau dari sumber-
sumber eksternal seperti krisis ekonomi global 2008-2009
yang berasal dari suatu krisis keuangan besar di AS. Oleh
karena itu, pemerintah puat (di tingkat nasional) dan
pemerintah di daerah (di tingkat regional) memerlukan suatu
sistem penditeksi dini krisis ekonomi dan sistem memonitor
kerentanan ekonomi, khususnya di tingkat provinsi atau
kabupaten kota terhadap suatu krisis ekonomi.
B.Faktor-faktor Penyebab
Kerentanan Ekonomi Indonesia
Ada sejumlah alasan kenapa perekonomian Indonesia sangat
rentan terhadap hampir semua tipe krisis ekonomi, seperti
berikut :
1.Ekonomi Indonesia semakin terbuka dibandingkan, pada
awal pemerintahan Orde Baru (1966) terutama sejak
reformasi ekonomi di sejumlah bidang (khususnya
perdagangan dan keuangan) secara besar-besaran yang
dimulai tahun 1999. Konsukensi langsungnya, adalah
ekonomi Indonesia menjadi semakin rentan dibandingkan
sebelumnya terhadap setiap guncangan-guncangan ekonomi
dunia seperti terjadi pada tahun 2008-2009.
B.Faktor-faktor Penyebab
Kerentanan Ekonomi Indonesia
2.Walaupun dengan suatu laju menurun, Indonesia masih tetap
bergantung pada ekspor dari banyak komoditi primer, yaitu
pertambangan dan pertanian. Konsukuensinya, setiap
ketidakstabilan permintaan dunia terhadap komoditi-
komoditi itu, khususnya pertanian(termasuk perkebunan)
akan menjadi sebuah guncangan serius dalam bagi
perekonomian Indonesia. Apalagi jika penurunan permintaan
atau harga dunia dalam suatu persentase yang besar atau
prosesnya berlangsung terus menerus, efek negatifnya
terhadap perekonomian nasional akan jauh lebih besar
dibandingkan jika kasus yang sama terjadi terhadap sektor
pertambangan.
B.Faktor-faktor Penyebab
Kerentanan Ekonomi Indonesia
3.Dalam dua dekade terakhir, Indonesia semakin tergantung
pada impor dalam sejumlah produk makanan yang penting,
termasuk beras, gandum, jagung, daging, sayur-sayuran,
buah-buahan, dan minyak. Konsukuensi dari ketergantungan
impor ini adalah kenaikan atau ketidakstabilan dariu harga-
harga produk makanan tersebut di pasar internasional, atau
gagal panen dari produk-produk tersebut di negara-negara
asal, jelas akan mempunyai suatu efek negatif yang signifikan
tidak hanya terhadap pengeluaran konsumsi minimum rumah
tangga tetapi juga akan mengancam keamanan pangan di
dalam negeri yang bisa berujung pada kerusuhan sosial dan
kejatuhan kabinet yang sedang berkuasa.
B.Faktor-faktor Penyebab
Kerentanan Ekonomi Indonesia
4.Dalam 20 tahun belakangan ini semakin banyak tenaga kerja
Indonesia (TKI), termasuk wanita yang bekerja di luar negeri.
Bahkan semakin banyak di desa di tanah air di mana kehidupan
masyarakatnya atau pembangunan ekonominya sangat tergantung
pada pengiriman uang dari TKI di luar negeri. Konsukuensinya,
pada saat negara-negara tuan rumah di mana TKI bekerja (dan
sebagian besar mereka pulang kampung halaman), maka jumlah
uang yang rutin dikirim ke Indonesia juga akan berkur, dan artinya
akan banyak desa di Indonesia mengalami kemiskinan. Sebagai
contoh, yaitu pada saat Dubai di Timur Tengah mengalami
kebangkrutan keuangan pada tahun 2009, banyak TKI terutama
yang bekerja di sektor bangunan berhenti bekerja sebelum
waktunya. Juga krisis ekonomi global 2008-2009 yang telah
mengakibatkan arus pengiriman uang dari pekerja-pekerja migran
internasional di sejumlah negara berkembang di Asia berkurang.
C. Definisi Kerentanan Ekonomi
Adger, dkk (2004) dan Briguglio, dkk (2008), kerentanan
bukan suatu konsep yang langsung; berbeda dengan konsep
kemiskinan. Secara umum, kerentanan merujuk kepada
potensi kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh
goncangan eksogen. Di bidang ekonomi, kerentanan ekonomi
merujuk pada risiko-risiko yang disebabkan oleh goncangan
eksogen (bisa dari sumber-sumber internal maupun
eksternal) terhadap tiga sistem kunci dari ekonomi, yaitu
produksi, distribusi (dari output dan input-input) dan
konsumsi.
C. Definisi Kerentanan Ekonomi
Guillaumon (2007) mendefinisikan kerentanan ekonomi dari
sebuah negara dengan resiko kehancuran ekonomi atau terhentinya
pembangunan ekonomi yang dihadapi oleh negara tersebut yang
disebabkan oleh suatu goncangan eksogen. Menurutnya ada dua
jenis utama goncangan eksogen, atau dua sumber utama dari
kerentanan, yakni bencana alam dan perdagangan.
Haddinott dan Quisumbing (2003) mendefinisikan kerentanan
sebagai kemungkinan pada suatu waktu tertentu di masa depan
kesejahteraan dari seorang atau sebuah RT akan merosot ke suatu
tingkat di bawah tingkat normal.
Lipton dan Maxwell (1992) kerentanan adalah suatu proses
dinamis mengenai proses-proses yang berubah-ubah dari individu
atau masyarakat yang bergerak ke dalam dan keluar dari
kemiskinan.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi

Menurut tingkat agregasi, kerentanan ekonomi dapat dikaji


pada :
1.Tingkat Makro, yakni bisa sebuah negara, sebuah wilayah,
misalnya provinsi atau kabupaten, atau kelompok suatu
masyarakat atau komunitas.
2.Tingkat Mikro, yaitu pada tingkat individu (seseorang) atau
tingkat RT.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
Indikator-indikator pada Tingkat Makro
a. Luas ekonomi atau pasar
Suatu negara atau wilayah kecil dalam arti jumlah
populasinya sedikit membatasi kemampuannya untuk
mendapatkan keuntungan dari skala ekonomis dan menjadi
penghambat bagi kemungkinan produksi. Oleh karena itu,
luas ekonomi harus dianggap sebagai salah satu indikator
ketahanan ekonomi terhadap goncangan-goncangan.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
b. Kepadatan dan struktur penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk, semakin besar luas pasar
domestik atau lokal, semakin banyak unit dari suatu jenis produk
yang bisa dibuat, semakin penuh pemakaian kapasitas produksi yang
terpasang dan semakin rendah biaya produksi per satu unit dari
produk tersebut ( skala ekonomi). Demikian pula, semakin besar
populasi, dan semakin banyak angkatan kerja atau semakin besar
SDM yang tersedia, maka semakin banyak produksi yang bisa
dilakukan. Namun demikian, ada suatu hambatan terhadap sisi
positif dari populasi yang besar. Struktur menurut jenis kelamin dan
umur juga sangat penting dalam menentukan tingkat kerentanan
dari sebuah wilayah. Wilayah-wilayah di mana perempuan
termajinalisasikan secara sosial, ekonomi dan hukum (seperti
terbanyak di NB, terutama negara-negara Islam dan Asia Tengah,
Timur Tengah dan Afrika) lebih rentan terhadap goncangan-
goncangan ekonomi dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang
tidak ada diskrimi
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
c. Struktur Konsumsi Rumah tangga
Indikator ini terutama relevan untuk krisis pangan. Di Indonesia,
provinsi-provinsi atau kabupaten dengan rasio konsumsi beras
terhadap konsumsi non-beras yang lebih tinggi (dalam total rata-rata
per RT, atau per orang), atau yang memiliki presentase dari
konsumsi beras di dalam total pengeluaran (makanan dan non-
makanan) yang lebih besar pada prinsipnya lebih rentan terhadap
krisis tipe ini dibandingkan provinsi-provinsi atau atau kabupaten-
kabupaten dengan rasio yang lebih rendah.
Krisis pangan terjadi di suatu wilayah ketika persediaan atau
produksi makanan lebih rendah daripada kebutuhan atau konsumsi
makanan di wilayah itu . denga kata lain krisis pangan di suatu
wilayah ada kaitannya dengan kecukupan pangan di wilayah itu.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
d. Ketergantungan dan Diversifikasi Ekspor
Wilayah-wilayah dengan suatu ketergantungan ekspor yang
sangat besar, diukur dengan rasio ekspor terhadap PDB (PDRB
untuk kasus provinsi), mempunyai suatu keterbukaan yang
lebih besar terhadap goncangan-goncangan eksogen
dibandingkan wilayah-wilayah yang tidak terlalu tergantung
pada ekspor. Di dalam suatu laporan ADB mengenai dampak
dari krisis ekonomi global 2008-2009 terhadap ekonomi dari
sejumlah NB di Asia, dikatakan bahwa Indonesia yang relatif
lebih sedikit ketergantungannya pada permintaan eksternal
(dan lebih baik dibandingkan negara Asia lainnya) merupakan
salah satu alasan yang membuat negara itu lebih tahan selama
krisis ekonomi global tersebut berlangsung jika dibandingkan
dengan banyak negara lainnya yang juga terkena dampaknya.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
e.Ketergantungan dan Diversifikasi Impor
Wilayah-wilayah dengan derajat ketergantungan impor yang
tinggi, terutma impor-impor strategis seperti energi (misalnya
minyak bumi atau gas), makanan, SDA krusial lainnya, dan
bahan-bahan industri, diperburuk dengan kemungkinan
subtitusi impor yang terbatas sangat rentan terhadap kestabilan
suplai dunia (atau ketersediaan stok dunia), atau dalam harga
dunia untuk impor-impor tersebut. Jadi, di satu sisi, sebagai
suatu hipotesis, pada tingkat provinsi, rasio impor terhadap
PDRB dan tingkat sensitivitas terhadap goncangan-goncangan
eksternal berhubungan posistif, ceteris paribus.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
f. Diversifikasi Ekonomi
Semakin tinggi pangsa output (persentase) sari, misalnya industri
manufaktur atau sektor pertanian dalam pembentukan PDB (PDRB
dalam kasus provinsi), semakin tinggi tingkat konsentrasi atau
semakin rendah tingkat diversifikasi ekonomi. Selanjutnya, untuk
setiap tingkat permintaan pasar domestik yang ada (ditentukan oleh
besarnya populasi dalam pendapatan riil per kapita), tingginya
tingkat konsentrasi ekonomi juga berarti tingginya tingkat
ketergantungan impor untuk barang dan jasa lain yang tidak dibuat
di dalam negeri atau produksi domestiknya sedikit (direfleksikan
oleh kecilnya sumbangan PDB/ PDRB dari industri atau sektor yang
membuat barang dan jasa itu). Jadi, hipotesis terkaitnya adalah:
semakin terkonsil penentrasi ekonomi suatu wilayah hanya pada satu
atau dua sektor (semakin rendah tingkat diversifikasi atau semakin
kecil penyebaran ekonomi menurut sektor, maka akan semakin
rentan wilayah tersebut terhadap goncangan-goncangan eksternal
(ceteris paribus).
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
g. Pendapatan Riil per Kapita
Pendapatan riil per kapita sering digunakan sebagai sebuah indikator
kesejahteraan, yang menandakan daya beli dari sebuah ekonomi.
Namun demikian, indikator inidak menunjukkan total kesejahteraan
dari sebuah negara atau wilayah sejak data nasional mengenai
pendapatan hanya mencakup pendapatan-pendapatan aktual yang
diterima oleh pekerja-pekerja dan hasil dari mengkomersialisasikan
aset-aset fisisk (tidak termasuk SDM), misalnya, rumah sendiri yang
tidak digunakan untuk disewakan. Pendapatan aktual seseorang bisa
lebih rendah daripada pendapatan potensinya, yang artinya bahwa
total kesejahteraan orang itu sebenarnya lebih besar daripada
pendapatan aktualnya. Oleh karena itu, total kesejahteraan lebih
tepat daripada total pendapatan untuk menunjukkan kemampuan
seseorang atau sebuah RT untuk meyerap kerugian dan memperkuat
ketahanan terhadap efek negatif dari sebuah goncangan ekonomi.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
h.Rumah tangga menurut Kelompok Pendapatan
Ketika pendapatan riil per kapita di suatu wilayah atau provinsi
tinggi , maka tingkat kemiskinan di provinsi itu juga bisa tinggi
karena kesenjangan pendapatan sangat besar. Ketidakmerataan
dalam distribusi pendapatan di suatu wilayah seringkali diukur
dengan koefisien Gini atau dengan mengkategorikan total
pendapatan RT di wilayah itu menurut kelompok pendapatan
yang umumnya dalam kuintil. Jadi, hipotesis terkaitnya yaitu
suatu wilayah di mana sebagian besar dari sebagian jumlah RT
adalah kelompok berpendapatan terendah paling rentan
terhadap suatu goncangan ekonomi dibandingkan wilayah-
wilayah yang mayoritas Rtnya berpenghasilan tinggi.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
i. Kemiskinan
Tingkat kemiskinan di suatu wilayah umumnya diukur dengan
proporsi dari jumlah penduduk di wilayah yang hidup di bawah garis
kemiskinan yang berlaku. Tingkat kemiskinan adalah suatu indikasi
untuk sensitivitas maupun tingkat ketahanan suatu wilayah terhadap
goncangan. Dasar pemikirannya, mengungkapkan hanya orang atau
RT yang tidak miskin (yang memiliki uang cukup atau aset yang
bernilai)yang lebih mampu menghadapi suatu krisis ekonomi
dibandingkan mereka yang miskin. , jadi, suatu hipotesisnya adalah :
wilayah miskin (di mana sebagian besar penduduknya hidup di
bawah garis kemiskinan yang berlaku) lebih rentan terhadap suatu
krisis ekonomi , atau wilayah tersebut akan menghadapi lebih
banyak kesulitan dibandingkan wilayah kaya.di mana sebagian besar
penduduknya hidup di atas garis kemiskinan dalam menghadapi atau
menanggulangi efek negatif dari sebuah goncangan ekonomi ( baik
yang berasal dari sumber-sumber internal maupun eksternal).
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
j. Kemajuan Pendidikan
Kemajuan pendidikan biasanya diukur dengan dua indikator
modal manusia, yakni (1) jumlah anak-anak yang bisa
membaca dan menulis. Alternatifnya,bisa juga diukur dengan
sebuah (2) indeks, yaitu indeks pengembangan manusia
(HDI). Kemajuan pendidikan umumnya dianggap sebagai
suatu determinan penting dari kemampuan suatu wilayah
atau komunitas dalam menghadapi dan menanggulangi suatu
krisis atau bencana.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
k.Kondisi Kesehatan
Kondisi kesehatan juga merupakan suatu indikator modal
manusia yang krusial, sejak kemajuan dalam pendidikan atau
keberhasilan mencapai pendidikan tinggi tidak akan pernah
tercapai dalam suatu komunitas yang tidak sehat. Dengan
kata lain, pendidikan dan kesehatan punya peran yang yang
sama; mereka adalah dua faktor yang bersifat komplementer
satu dengan lainnya. Dua indikator yang sering digunakan
untuk mengukur kondisi kesehatan di suatu wilayah adalah
(1) harapan hidup pada kelahiran (LE) dan (2) tingkat
kematian saat bayi (IMR).
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
l. Kemampuan Teknologi
Teknologi adalh determinan paling penting selain SDM bagi
pembangunan dan kemajuan atau kesejahteraan ekonomi.
Kapabilitas teknologi suatu negara atau wilayah ditentukan
oleh banyak faktor, termasuk akses masyaraktanya ke
teknologi maju, baik melalui pendidikan, pelatihan,
lokakarya, majalah buku, televisi, rasio, dan lain-lain. Jadi,
hipotesis terkaitnya yaitu: wilayah dengan kemampuan
teknologi tinggi memiliki ketahanan lebih besar terhadap
goncangan dibandingkan wilayah dengan kapabilitas rendah
dalam pengembangan atau penguasaan teknologi, ceteris
paribus.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
m. Infrastruktur Sosial-ekonomi
Infrastruktur sosial-ekonomi, misalnya: sekolah, rumah sakit,
pelayanan publik, jalan, jembatan, pelabuhan, fasilitas-fasilitas
telekomunikasi dan transportasi, sanitasi, air bersih, listrik,
lokasi atau tanah perindustrian, irigasi, bank dan lembaga
keuangan lainnya, dsb merupakan determinan yang sangat
penting dari tingkat kerentanan atau ketahanan suatu wilayah.
Hipotesis terikait yaitu : tingkat kerentana (ketahanan) ekonomi
di wilayah yang infrastruktur sosial dan ekonominya maju lebih
rendah atau tinggi dibandingkan wilayah yang masih terbelakang,
atau wilayah pertama yang lebih mampu atau cepat pulih
kembali dari suatu krisis ekonomi dengan kerugian lebih kecil
dibandingkan dengan wilayah yang infrastruktur sosial-
ekonominya buruk.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
n. Modal Sosial
Pentingnya modal sosial diakui umum sebagai suatu faktor
krusial dalam membangun dan memelihara kepercayaan
yang harus ada untuk kepaduan dan kemajuan sosial. Di
dalam bidang ekonomi, modal sosial penting sebagai suatu
faktor penentu tingkat kelayakan dan produktivitas dari
kegiatan-kegiatan ekonomi. Adanya keterkaitan positif antara
sifat alamiah dari proses pembangunan ekonomi dan modal
sosial. Wilayah di mana modal sosialnya kuat biasanya
pembangunan ekonomi berlangsung pesat. Secara umum,
modal sosial dapat didefinisikan pada timbal balik atau
pertukaran dalam komunitas, antarindividu dan antar sesama
RT berdasarkan kepercayaan yang muncul dari ikatan sosial.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
o.Partisipasi wanita dalam kesempatan kerja atau kegiatan
ekonomi
Pada saat krisis, seperti yang diperdebatkan di dalam
litelatur, perempuan bisa mendapat kesulitan yang lebih
besar dibandingkan rekan prianya selama proses pemulihan,
seringkali karena kesempatan kerja spesifik, sektor upah
yang lebih rendah, dan tanggung jawab mengurus keluarga.
Jadi, hipotesis yang terkait adalah : wilayah dengan sedikit
wanita yang termajinalisasikan tidak terlalu rentan terhadap
goncangan dibandingkan wilayah dengan tingkat partisipasi
wanita yang rendah, ceteris paribus.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
p. Stabilitas ekonomi makro
Stabilitas ekonomi makro berhubungan dengan suatu keseimbangan
ekonomi internal (yakni permintaan agregat sama dengan penawaran
agregat), yang dimanefastikan dalam suatu fiskal atau posisi keuangan
dan anggaran pemerintah (pengeluaran pemerintah relatif terhadap
pendapatan pajak dan pendapatan pemerintah lainnya) yang
berkelanjutan, laju pertumbuhan PDB yang lebih tinggi, laju inflansi
yang rendah, dan tingkat pengangguran atau kesempatan kerja yang
dekat dengan tingkat alaminya, maupun dengan suatu keseimbangan
eksternal. Yang terkahir direfleksikan dengan neraca pembayaran
(transaksi berjalan ditambah dengan neraca modal), neraca
perdagangan(total ekspor dikurangi total impor barang dan jasa), dan
posisi transaksi berjalan di dalam neraca modal,serta dengan jumlah
utang luar negeri yang diukur dengan rasio jumlah utang luar negeri
terhadap PDB).
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
q.Efisiensi pasar ekonomi makro
Efisiensi pasar ekonomi mikro juga dianggap sebagai
komponen penting dari indeks ketahanan yang ditawarkan
oleh Briguglio,dkk (2008). Pembenaran teoritisnya adalah ;
sebuah ekonomi akan mendapatkan lebih banyak keuntungan
jika semua sumber daya produktif yang ada dialokasikan
melalui mekanisme harga yang tidak terdistorsi. Pada saat
suatu krisis ekonomi terjadi, semakin efisien sebuah
ekonomi, semakin lebih cepat proses penyesuaian pasar
untuk mencapai suatu keseimbangan yang baru, dan semakin
sedikit biaya atau kerugian yang harus dibayar dalam proses
pemulihan.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
q.Efisiensi pasar ekonomi makro
Efisiensi pasar ekonomi mikro juga dianggap sebagai
komponen penting dari indeks ketahanan yang ditawarkan
oleh Briguglio,dkk (2008). Pembenaran teoritisnya adalah ;
sebuah ekonomi akan mendapatkan lebih banyak keuntungan
jika semua sumber daya produktif yang ada dialokasikan
melalui mekanisme harga yang tidak terdistorsi. Pada saat
suatu krisis ekonomi terjadi, semakin efisien sebuah
ekonomi, semakin lebih cepat proses penyesuaian pasar
untuk mencapai suatu keseimbangan yang baru, dan semakin
sedikit biaya atau kerugian yang harus dibayar dalam proses
pemulihan.
D. Indikator Kerentanan Ekonomi
Indikator-indikator pada tingkat Mikro
Kerentanan ekonomi pada tingkat makro jelas sekali mempengaruhi
kerentanan ekonomi dalam tingkat mikro, hal ini tergantung kepada
bagaimana suatu krisis mempengaruhi ekonomi negara tersebut dan
kehidupan masyarakatnya secara individu maupun kelompok, misalnya
RT. Dalam menganalisis tingkat kerentanan dari sebuah RT, pertanyaan-
pertanyaan utamanya adalah sebagai berikut:
1. Rumah tangga yang mana yang paling rentan?
2. Berapa banyak rumah tangga di suatu daerah yang sangat rentan
terhadap krisis ekonomi?
3. Di mana mereka tinggal?
4. Kenapa mereka sangat rentan?
5. Berapa besar masalah dari kerentanan?
6. Apa ciri-ciri utama dari rumah tangga rentan terhadap goncangan-
goncangan ekonomi?

Anda mungkin juga menyukai