Anda di halaman 1dari 47

KEMENTERIAN KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

TRANSFER KE DAERAH DAN DESA


SOLUSI BANGSA SEJAHTERA

DR. BOEDIARSO TEGUH WIDODO


Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan

Kuliah Umum
Jurusan Manajemen Keuangan, STAN
Bintaro, 11 Oktober 2017

1
OUTLINE

Instrumen Desentralisasi Fiskal:


1 PENDAHULUAN 5 Penguatan Perpajakan dan Retribusi
Daerah
TKDD dalam Postur APBN: Instrumen
2 Fiskal Memerkuat Desentralisasi untuk 6 Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Pelayanan Publik dan Mewujudkan sebagai Instrumen Desentralisasi
Tujuan Negara "Masyarakat Adil dan Fiskal (Sebelum dan Paska Reformasi)
Makmur
Dampak (Outcome) TKDD terhadap
3 Fungsi-fungsi Dasar Kebijakan Fiskal 7 Pelayanan Publik dan Kesejahteraan
sebagai Instrumen Mewujudkan
Kesejahteraan Bangsa, dan Kaitannya
Tantangan Pelaksanaan
dengan Implementasi Disentralisasi 8 Desentralisasi Fiskal dan Current
Issues
4 Kerangka Dasar Desentralisasi di
Indonesia Menurut UUD 1945
9 Kesimpulam

5 Implementasi Kebijakan Desentralisasi


Fiskal

2
PENDAHULUAN

Transfer ke Daerah dan Dana Desa - salah satu instrumen kebijakan fiskal sangat
strategis dalam pelaksanaan desentralisasi untuk mewujudkan Bangsa Sejahtera:
Salah Satu Unsur, Komponen BELANJA APBN.
Instrumen Utama Desentralisasi Fiskal, untuk:
Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas (jumlah dan mutu) Pelayanan Publik
(Public Service Delivery); dan
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Social Welfare).
Sebagai Tujuan Utama (Ultimate Goals) Desentralisasi Fiskal.

Mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.


Membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam NKRI.
Mengakselerasi Upaya Pengentasan Kemiskinan, Perluasan Kesempatan Kerja,
dan Mengatasi Kesenjangan Antardaerah.
Sebagai Sasaran Antara (Intermediate Targets) Desentralisasi Fiskal.

Instrumen Menjaga dan Mempertahankan Keutuhan NKRI : Alat Strategis


Perekat Semua Daerah dalam NKRI.

3
TUJUAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

MASYARAKAT YANG ADIL DAN MAKMUR


(Alinea IV UUD 1945)

TKDD - Instrumen Fiskal


Memerkuat Desentralisasi untuk
Pelayanan Publik dan
Kesejahteraan Masyarakat.

4
Fungsi-fungsi Dasar Kebijakan Fiskal sebagai Instrumen Mewujudkan
Kesejahteraan Bangsa, dan Kaitannya dengan Implementasi Disentralisasi

Dalam teori Keuangan Publik, Pemerintah memiliki 3 fungsi: Alokasi, Distribusi, dan
S
tablisasi (MUSGRAVE, 1959)

FUNGSI KEBIJAKAN FISKAL

ALOKASI DISTRIBUSI STABILISASI


Meningkatkan efisiensi dan efektifitas Alat pemerataan dan Alat untuk memelihara dan mengupayakan
penggunaan dan alokasi sumber daya pencapaian keadilan keseimbangan fundamental perekonomian
menstabilkan fluktuasi/volatilitas perekonomian
Fungsi alokasi lebih efektif diserahkan ke level pemerintahan terbawah
HAYEK (1949), TIEBOUT (1956), OATES (1972)

Pemerintah Provinsi
Pemerintah Kota/Kabupaten MENDEKATKAN RENTANG KENDALI KEINGINAN PUBLIK LOKAL KESEJAHTERAAN
Desa

5
KERANGKA DASAR DESENTRALISASI DI INDONESIA MENURUT UUD 1945 (1):
IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH & DESENTRALISASI FISKAL

Pasal 18, Bab VI UUD 1945: Money follows function dan


Negara Kesatuan RI dibagi atas daerah provinsi & Money follows program
daerah provinsi dibagi atas kab & kota, masing-
masing mempunyai pemda. Pemerintah provinsi, Desentralisasi Kewenangan
kabupaten,& kota mengatur dan mengurus sendiri (otonomi) disertai dengan
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan Desentralisasi Fiskal, Pemerintah
tugas pembantuan. Daerah diberikan kewenangan untuk
mengelola sumber pendanaan
(revenue) dan pengelolaan
Pasca Krisis Ekonomi 1997/1998, terjadi perubahan belanjanya (expenditure)
fundamental dalam berbagai aspek kehidupan
bangsa, termasuk Tata Pemerintahan di Indonesia.
Pelaksanaan amanat UU No. 22 dan 25 Tahun 1999, Assignments kepada Daerah
dikenal dengan istilah big bang, menandai era
Revenue Expenditure
baru tata pemerintahan di Indonesia yakni dengan
memperkuat pelaksanaan otonomi daerah dan
(sumber pendapatan) (Pengelolaan belanja)
desentralisasi. Transfer Ke Daerah dan
Desentralisasi memberikan konsekuensi pada pola: Dana Desa Pelaksanaan urusan
Hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat yang diserahkan ke
Pajak Daerah dan
dan Daerah dengan memperhatikan kekhususan daerah
Retribusi Daerah
dan keragaman daerah.
Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat
Pinjaman Daerah
dan Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan Undang-Undang.

6
KERANGKA DASAR DESENTRALISASI DI INDONESIA MENURUT UUD 1945 (2):
DASAR HUBUNGAN KEWENANGAN & HUBUNGAN KEUANGAN

Pasal 18A Ayat (1) Pasal 18A Ayat (2)


Pasal 18Aantara
Hubungan wewenang Ayatpemerintah
(1) pusat
Hubungan wewenang
dan pemerintahan antara
daerah pemerintah
provinsi, pusat
kabupaten, Hubungan keuangan, pelayanan umum,
dan
danpemerintahan daerah
kota, atau provinsi danprovinsi,
kabupatenkabupaten,
dan kota, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
dan kota, atau
diatur provinsi
dengan dan kabupaten
undang-undang dan kota,
dengan lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah
diatur dengankekhususan
memperhatikan undang-undangdan dengan
keragaman daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
memperhatikan kekhususan
daerah dan keragaman selaras berdasarkan undang-undang
daerah

UU UU PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA NEGARA


POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI 5 32 DENGAN DAERAH-DAERAH, YANG BERHAK
DAERAH 1974 1956 MENGURUS RUMAH-TANGGANYA SENDIRI

UU
22 UU PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAHAN DAERAH 1999 25
1999 PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

UU
PEMERINTAHAN DAERAH 32 UU PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
2004 33 PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN
2004 DAERAH

UU HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA


PEMERINTAH DAERAH 23 RUU
2014 PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN
HKPD DAERAH

7
KERANGKA DASAR DESENTRALISASI DI INDONESIA MENURUT UUD 1945 (3):
DIMENSI DESENTRALISASI DI INDONESIA

Kewenangan
Pemerintah Daerah: Pemberian Pelayanan kepada
Struktur dan bidang masyarakat;
dalam Pelayanan Local regulatory framework;
Publik; Managemen Keuangan Daerah
Mekanisme Pilkada;
Kewenangan dalam
mengatur
pemerintahan daerah Politik Administrasi

Economi Fiskal
Desentralisasi Expenditure
ekonomi di daerah assignment.
sebagai pusat
Revenue assignment.
pertumbuhan

88
KERANGKA DASAR DESENTRALISASI DI INDONESIA MENURUT UUD 1945 (4):
PEMBAGIAN KEWENANGAN ANTAR PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

K L A S I F I K A S I U R U S A N P E M E R I N TA H A N

URUSAN PEMERINTAHAN
ABSOLUT KONKUREN
UMUM
Prinsip:
WAJIB PILIHAN - Urusan Pemerintahan yang merupakan
kewenangan Presiden sebagai kepala
1. PERTAHANAN pemerintahan yang pelaksanaannya di
2. KEAMANAN daerah dilaksanakan oleh gubernur,
3. AGAMA PELAYANAN NON bupati/walikota di wilayahnya.
4. YUSTISI DASAR PELAYANAN - Anggaran: dibiayai dari APBN.
5. POLITIK LUAR NEGERI DASAR
6. MONETER & FISKAL - Pelaksana :
SPM Di daerah dilaksanakan oleh gubernur,
bupati dan walikota sebagai wakil
Prinsip Urusan Konkuren yang menjadi pemerintah pusat dibantu oleh instansi
Prinsip kewenangan daerah: vertikal.
- Dapat dilaksanakan sendiri - Asas Pelaksanaan:
- Dapat didekonsentrasikan kpd Urusan Pemerintahan menjadi kewenangan - Pertanggungjawaban
instansi vertikal/ gub. sbg wakil daerah dilaksanakan berdasarkan asas otonomi Gubernur bertanggung jawab kpd
Pemerintah Pusat Presiden melalui Mendagri &
- Tdk dpt ditugas pembantuankan - Anggaran: APBD Bupati/Walikota betanggung jawab kpd
kpd daerah otonom, karena tdk Mendagri melalui Gubernur sbg Wakil
- Hak Daerah :
ada OPD yg melaksanakan. Pemerintah Pusat.
Mengatur & mengurus urusan yg sdh diserahkan
- Dibiayai dari APBN
kpd daerah sesuai dgn aspirasi masyarakat
setempat & kondisi daerah dalam kerangka NKRI.

9
KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DALAM KERANGKA
HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH (1):
PEMBAGIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Sesuai dengan amanat Pasal 6 UU Nomor 17 tahun 2003, Pengelolaan Keuangan Negara
dikuasakan dari Presiden kepada Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Chief Operating Officer (COO), serta diserahkan
kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam pengelolaan keuangan daerah.
.
UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

PRESIDEN (CEO):
PEMEGANG KEKUASAAN
DIKUASAKAN DISERAHKAN
PENGELOLA KEUANGAN
NEGARA

MENTERI MENTERI / PIMP. GUB / BUPATI / WALIKOTA


KEUANGAN (CFO) LEMBAGA Kepala Pemda untuk mengelola
(COO) keuangan daerah & wakil pemda
pengelola fiskal & wakil
pemerintah dlm kekayaan pengguna anggaran atas kekayaan daerah yg
negara yang dipisahkan /pengguna barang dipisahkan

10
KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DALAM KERANGKA
HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH (2):
KEBIJAKAN PENGANGGARAN BELANJA NEGARA

APBN

BELANJA PUSAT TRANSFER KE DAERAH & DANA DESA

Belanja Pusat Transfer ke Daerah


Belanja Pusat di Daerah, al.:
di Pusat, al.:
Dana Bagi Hasil
Belanja Pegawai Pelaksanaan Urusan Absolut di
Belanja Barang Instansi Vertikal (Kanwil) Dana Alokasi Umum
Belanja Modal Belanja Pegawai Dana Alokasi Khusus Fisik
Pembayaran Belanja Barang Dana Alokasi Khusus Nonfisik

DAERAH
Bunga Utang Belanja Modal
Dana Insentif Daerah
Pelaksanaan Urusan Konkuren
Dikerjakan sendiri Melalui UPT. Dana Desa
Dilimpahkan ke Gubernur
Dana Dekonsentrasi
Ditugaskan ke Gub/Bupati/
Walikota
Dana Tugas Pembantuan

Hibah kepada Daerah APBD


Dana Darurat

5 11
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA
DAN PRAKTEK INTERNASIONAL DESENTRALISASI FISKAL

Desentralisasi di Indonesia lebih menekankan pada desentralisasi di sisi belanja/pengeluaran.


Penerimaan daerah untuk kebutuhan belanja lebih banyak ditopang dari transfer Pusat.

12 12
INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL (1):
PENGUATAN PERPAJAKAN DAN RETRIBUSI DAERAH
Otonomi Percontohan UU No.22 /1999 Memperkuat Otonomi
UU No.25 /1999

UU No.5/1974
UU Darurat UU No.18/1997 UU No.34/2000 UU No.28/2009
No.11 & 12
Tahun 1957

Pajak (40 Jenis) dan Retribusi Krisis Ekonomi tidak banyak Open list Closed list
(150 Jenis) berdampak pada peningkatan PAD Pengendalian pungutan Ada Pajak baru yaitu:
Pelimpahan Pajak Pusat Membatasi Jenis Pajak dan Retribusi daerah yang bermasalah sulit 1. Pendaerahan PBB Sektor Perdesaan
PKB/BBNKB Closed list dilakukan dan Perkotaan dan BPHTB (Kab./Kota)
Open list Pajak baru yang potensial: PBBKB 2. Pajak Rokok (Opsen Cukai untuk Prov)
Pengendalian oleh pusat/prov

No. Tujuan Strategi Kebijakan


1. MEMPERBAIKI MENETAPKAN JENIS CLOSED LIST
KEWENANGAN PUNGUTAN DAERAH Daerah hanya memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 2009
PEMUNGUTAN
2. LOCAL TAXING MEMPERLUAS BASIS 1. MEMPERLUAS OBJEK (Pajak Hotel, Pajak Restoran)
POWER PUNGUTAN DAN 2. MENAMBAH JENIS (Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Rokok, BPHTB, PBB-P2)
DISKRESI 3. MENAIKKAN TARIF MAKSIMUM (Pajak Mineral Bukan Logam & Batuan, Pajak Parkir, Pajak Hiburan)
PENETAPAN TARIF 4. DISKRESI PENETAPAN TARIF (Daerah bebas menetapkan tarif dalam batas tarif minimum dan
maksimum yang ditetapkan dalam UU)
3. MENINGKATKAN MENGUBAH SISTEM 1. PENGAWASAN PREVENTIF DAN KOREKTIF 2. SANKSI
EFEKTIVITAS PENGAWASAN a. Raperda terlebih dahulu dievaluasi a. Administratif (Prosedur):
PENGAWASAN b.Perda disesuaikan dengan hasil evaluasi Penundaan DAU dan/atau DBH PPh
c. Perda yang ditetapkan disampaikan ke Pemerintah b. Substansif : Pemotongan DAU dan/atau DBH PPh
d.Perda yang bertentangan dengan UU dibatalkan
4. MEMPERBAIKI MENINGKATKAN 1. MEMPERBAIKI BAGI HASIL PAJAK 2. MEMPERTEGAS EARMARKING 3. MEMPERBAIKI SISTEM
SISTEM KUALITAS PROVINSI KE KAB/KOTA a. 10% PKB untuk perbaikan jalan INSENTIF PEMUNGUTAN
PENGELOLAAN PENGGUNAAN a. PKB dan BBNKB: 30% b.50% Pajak Rokok untuk Diberikan atas dasar
HASIL PAJAK DAERAH b. Pajak Rokok : 70% pelayanan kesehatan pencapaian kinerja tertentu
c. PBBKB : 70% c. Sebagian PPJ untuk penerangan 13
d. Pajak Air Permukaan : 50% 13
13
INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL (2):
KONTRIBUSI PERPAJAKAN DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP APBD

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah PROVINSI

100%
Total PDRD
52,7 52,8 63,9 87,4 104,8 125,2 151,0 158,5 161,2 180,5 80% 41.4%
50.4% 52.3% 53.0% 49.8%
59.2%
60% 6.5%
7.4% 7.3% 7.2% 8.2%
168,8
40% 7.5%
( Rp triliun)
151,5 52.1%
147,8 42.2% 40.4% 39.8% 41.9%
20% 33.3%
138,8
0%
115,5
2012 2013 2014 2015 2016 2017

95,1 Dana Perimbangan + Lain-lain Pendapatan Lain-Lain PAD PDRD

79,3 KAB/KOTA
6.4% 7.3% 8.4% 8.8% 8.0% 9.0%
56,2 100%
3.5% 3.6% 4.1% 5.8%
45,1 90% 5.9% 6.7%
44,7
80%
70%
12,2 10,7 11,7
8,0 7,7 7,7 8,0 8,0 9,7 9,7 60%
50% 90.1% 89.1% 87.5% 85.3% 86.2% 84.3%
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 40%
30%
Pajak Daerah Retribusi Daerah
20%
Sejak diimplementasikannya UU 28/2009, besaran dan kontribusi dari 10%
PDRD telah meningkat secara signifikan dari Rp13,0 triliun atau 0%
2012 2013 2014 2015 2016 2017
11,9% dari pendapatan daerah pada tahun 2001 menjadi Rp180,5
triliun atau 16,6% dari total pendapatan daerah pada tahun 2017. Dana Perimbangan + Lain-lain Pendapatan Lain-Lain PAD PDRD 14
INSTRUMEN DESENTRALISASI FISKAL (3):
PROBLEMATIKA PERPAJAKAN DAN RETRIBUSI DAERAH

Retribusi
Pajak Daerah
Daerah
1. Beberapa jenis retribusi yang ada saat ini tidak
1. Jenis pajaknya terlalu banyak dan layak dipungut karena bersifat pelayanan
beberapa diantaranya hasilnya relatif mandatory (prinsip ekonomi dan politis)
kecil. Pengujian Kendaraan Bermotor,
2. Beberapa jenis pajak seperti Pajak Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran,
Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Pelayanan Tera/Tera Ulang Penggantian
Hiburan umumnya banyak dikelola Biaya Cetak KTP dan Akta Catatan Sipil
oleh Pengusaha yang sama sehingga 2. Beberapa jenis retribusi kurang layak dipungut
menimbulkan biaya administrasi yang karena hasilnya kecil dan sulit dipungut.
relatif besar (administration cost dan 3. Pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha
compliance cost). berakibat menimbulkan ekonomi biaya tinggi
3. Secara politik jumlah pajak yang relatif dan menghambat investasi (contoh: Retribusi
sedikit lebih dapat diterima. Izin Trayek, Retribusi Izin Gangguan, Retribusi
Izin Tempat Minuman Beralkohol).
PERLU REVISI UU 28/2009:
1. Restrukturisasi Pajak Daerah dan Rasionalisasi Retribusi Daerah
2. Penguatan Administrasi Perpajakan Daerah
3. Penguatan Pengawasan dan Pengendalian Pungutan Daerah
4. Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
15
Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagai Instrumen Desentralisasi Fiskal
(Sebelum dan Paska Reformasi) (1): Perkembangan Ragam, Jenis dan Struktur TKDD
(Orde Baru sd sekarang)
Masa Orde Baru (Otonomi Terbatas)
- Subsidi Daerah Otonom
- Bantuan Inpres

16
Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagai Instrumen Desentralisasi Fiskal
(Sebelum dan Paska Reformasi) (2): Perkembangan Besaran dan Peranan TKDD

Triliun rupiah

17
Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagai Instrumen Desentralisasi Fiskal
(Sebelum dan Paska Reformasi) (3): TKDD untuk memperkuat NKRI
Ekualisasi pendapatan & belanja antarwilayah untuk memperkuat pelaksanaan Nawacita ketiga,
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah, serta memperkokoh eksistensi NKRI
(Jawa mensubsidi wilayah lain di luar Jawa)
KALIMANTAN Triliun Rp SULAWESI Triliun Rp
I. Pendapatan 86,0 I. Pendapatan 19,7 MALUKU dan PAPUA Triliun Rp
a. Pajak 32,0 a. Pajak 16,6
b. Bea & Cukai 1,1 I. Pendapatan 18,4
b. Bea & Cukai 0,6
c. PNBP 52,9 c. PNBP 2,5 a. Pajak 10,7
II. Belanja 93,9 b. Bea & Cukai 1,7
II. Belanja 104,5
c. PNBP 6,0
a. TKDD 73,6 a. TKDD 73,3
b. Belanja K/L 20,3 II. Belanja 89,6
b. Belanja K/L 31,2
a. TKDD 71,7
Neto (I-II) (7,9) Neto (I-II) (84,8)
b. Belanja K/L 17,9
Neto (I-II) (71,3)

SUMATERA Triliun Rp

I. Pendapatan 144,1
a. Pajak 66,9
b. Bea & Cukai 6,8
c. PNBP 70,4
II. Belanja 232,3
a. TKDD 176,1
b. Belanja K/L 56,2
Neto (I-II) (88,2) JAWA Triliun Rp

I. Pendapatan 1.143,2
BALI dan NUSRA Triliun Rp Keterangan:
a. Pajak 884,9
1. Pendapatan yang
b. Bea & Cukai 161,6 I. Pendapatan 15,5 dikumpulkan dari Daerah ke Pusat
c. PNBP 96,6 a. Pajak 11,7 2. Belanja yang dikembalikan dari
II. Belanja 302,8 b. Bea & Cukai 1,5 Pusat ke Daerah
a. TKDD 201,8 c. PNBP 2,3 3. Data dalam Triliun Rp
b. Belanja K/L 101,0 4. Data rata-rata 2014-2016
II. Belanja 56,4
Neto (I-II) 840,4 a. TKDD 39,5
b. Belanja K/L 17,0
Neto (I-II) (40,9)

Kebijakan ekspansi anggaran di luar jawa dimaksudkan untuk mendukung akselerasi pembangunan di luar
jawa dalam mempercepat ekualisasi kemajuan antara wilayah Jawa dengan luar Jawa. 18
DINAMIKA PERKEMBANGAN DAN TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (1):
KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL -- FILOSOFI DAN JENIS DBH

DEFINISI: Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

TUJUAN: Mengatasi Ketimpangan Fiskal antara Pusat dan Daerah.

FORMULA ALOKASI:
berdasarkan persentase tertentu dari penerimaan Pajak dan PNBP (SDA).
by origin: daerah penghasil menerima alokasi sesuai potensinya, daerah lain
menerima alokasi dalam rangka pemerataan

19
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (2):
KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL FORMULA ALOKASI DBH

20
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (3):
KEBIJAKAN DBH REFORMULASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN
1. Meningkatkan akurasi penghitungan alokasi DBH berdasarkan rencana penerimaan pajak dan SDA
dengan memperhitungkan realisasi tiga tahun terakhir.
2. Mempercepat penyelesaian kurang bayar DBH sesuai kemampuan keuangan negara.
3. Melakukan penyelesaian lebih bayar DBH melalui pemotongan penyaluran DBH/DAU TA berikutnya.
LAMA BARU
DBH CHT di-earmark untuk:
o peningkatan kualitas bahan baku,
o pembinaan industri, Maksimal 50% dari DBH CHT dapat digunakan sesuai
o pembinaan lingkungan sosial, kebutuhan dan prioritas daerah (block grant).
o Sosialisasi bidang cukai, Tujuan : untuk mengurangi SiLPA yang berasal dari
o pemberantasan barang ilegal. DBH CHT.
(UU No. 11/1995 jo. UU 39/2007)

Penggunaan tambahan DBH SDA Migas Tambahan DBH SDA Migas sebesar 0,5% dapat digunakan
sebesar 0,5% hanya untuk pendidikan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah (block grant).
dasar (UU 33/2004). Tujuan : mengembalikan fungsi DBH sebagai block grant.

Perluasan penggunaan DBH SDA Kehutanan dari DR untuk :


Pengelolaan tanaman hutan raya.
Penggunaan DBH Dana Reboisasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.
(DR) hanya dapat digunakan untuk Penataan kawasan.
Penanaman pohon daerah aliran sungai.
rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Pengembangan benih.
(UU 33/2004 dan UU 41/1999 pengawasan dan perlindungan.
tentang Kehutanan). Tujuan : untuk menguragi SiLPA yang berasal dari DBH SDA Kehutanan
dari DR. (Sejalan dengan UU 23/2004).
21
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (4):
KEBIJAKAN DANA ALOKASI UMUM FILOSOFI DAN FORMULA

DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Formula alokasi: selisih kebutuhan fiskal dikurangi kapasitas fiskal

AD CF

KbF KpF
Memperhitungkan Belanja
Gaji PNSD
Jumlah Penduduk
Memperhitungkan gaji PNSD
PAD
yang akan dialihfungsikan ke Luas Wilayah
Provinsi
PDRB per Kapita
Prov AD = 40%, CF =60%
Kab/Kota AD = 45%, CF =55% IPM DBH
AD = Alokasi Dasar
CF = Celah Fiskal IKK
Kbf = Kebutuhan Fiskal
Kpf = Kapasitas Fiskal

22
22
23
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (5):
KEBIJAKAN DANA ALOKASI UMUM REFORMULASI KEBIJAKAN

1 PAGU DAU BERSIFAT DINAMIS 2 DAU MEMPERHITUNGKAN BEBAN


PENGALIHAN
Besaran (pagu) dan realisasi penyaluran DAU per daerah akan mengikuti URUSAN/KEWENANGAN ANTAR
dinamisasi perkembangan PDN Neto.
TINGKAT PEMERINTAHAN SESUAI UU
Implikasi: Penyesuaian alokasi DAU pd APBN-P dan APBD-P 23/2014 TENTANG PEMDA.
Solusi

A B C
3 PEMBERIAN AFIRMASI KEPADA
DAERAH KEPULAUAN DENGAN
Jika PDN Neto naik, Jika PDN Neto turun, Pagu Untuk jangka
Pagu DAU Nasional DAU nasional turun, daerah panjang, daerah
MENINGKATKAN BOBOT LUAS
naik, daerah perlu: perlu: perlu: WILAYAH LAUT MENJADI 100%.
Identifikasi program Membuka ruang Menata kembali
dan/atau kegiatan fleksibilitas penyesuaian jumlah PNSD
belanja APBD-P dg
urgent, mendesak,
identifikasi & efisiensi pos- Mengoptimalkan 4 Penggunaan Dana Transfer Umum
& dapat pajak daerah dan
diselesaikan dalam pos belanja kurang
retribusi daerah (DBH + DAU), minimal 25%
sisa waktu s.d. akhir prioritas dan tdk produktif
tahun. (misal: biaya perjalanan Memperkuat digunakan untuk belanja
dinas, rapat dinas, penggunaan
Jika tidak ada konsinyering, honorarium). sumber infrastruktur layanan dasar publik
program dan/atau
kegiatan urgent Membuka ruang pembiayaan dan ekonomi untuk mendorong:
fleksibilitas kontrak proyek lainnya dan
dan mendesak,
dengan klausul yang relatif kerjasama pertumbuhan ekonomi;
maka tambahan dengan badan
DAU digunakan fleksibel. pengentasan kemiskinan;
usaha.
untuk membentuk Memperkuat pengurangan pengangguran;
Dana Cadangan perencanaan kas (cash
atau Dana Darurat. flow management)
dan
pengurangan kesenjangan
antardaerah.

23
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (6):
KEBIJAKAN DAK FISIK FILOSOFI DAN FORMULA
DEFINISI:
DAK adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN, yang dialokasikan
kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
TUJUAN:
1. membantu daerah tertentu dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana
pelayanan dasar publik;
2. mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas
nasional; dan
3. mengatasi ketimpangan pelayanan publik antar daerah dalam mencapai SPM.

Formula DAK tahun (2015 dan sebelumnya)

DAK berdasarkan formula:


Kriteria umum kemampuan keuangan daerah
Kriteria khusus daerah tertentu
Kriteria teknis kebutuhan tertentu
Penentuan bersifat top-down

24
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (7):
KEBIJAKAN DAK FISIK REFORMULASI KEBIJAKAN
PERMASALAHAN PENGELOLAAN DAK FISIK
TAHUN 2013 2015:
1. Bidang bertambah, menu kegiatan kurang fokus, dan output/outcome-nya tidak dapat dimonitor dengan baik;
2. Alokasi DAK bersifat topdown, sehingga:
a. Daerah dengan IFN tinggi tidak mendapatkan alokasi, meskipun di daerah tersebut terdapat program/kegiatan
prioritas nasional;
b. Adanya mismatch antara alokasi DAK dengan kebutuhan daerah;
c. Kurangnya sinkronisasi dalam perencanaan DAK antara pusat dan daerah;
d. Kurangnya komitmen daerah dalam pelaksanaan DAK.
3. Keterlambatan dalam penetapan Juknis DAK.
REFORMULASI KEBIJAKAN DAK FISIK
1. Menyederhanakan Bidang DAK dari 19 Bidang menjadi 10 Bidang;
2. Mengubah pengalokasian DAK dari Formula Based menjadi Proposal Based;
3. Menghilangkan kewajiban Dana Pendamping, agar tidak membebani daerah;
2016

4. Mempercepat penetapan juknis DAK, penetapan juknis dengan Perpres, dan berlaku 3 tahun untuk memberi
kepastian bagi daerah;
5. Memperbaiki Penyaluran DAK:
a. secara triwulan per bidang;
b. berbasis kinerja penyerapan (performance based);
6. Mewajibkan daerah melaporkan capaian output;
7. Menyempurnakan pelaporan DAK berbasis sistem aplikasi;
8. Mempertajam bidang dan menu kegiatan;

2017
9. Menyempurnakan proses pengalokasian DAK berdasarkan proposal based
(proses penilaian, sinkronisasi dan harmonisasi kegiatan antarbidang, antardaerah, antara DAK dan non DAK, dan penetapan
alokasi dilengkapi dengan penetapan rincian kegiatan);
10. Menetapkan alokasi DAK Fisik melalui Perpres, meliputi:
a. Alokasi per jenis per bidang per daerah;
b. Rincian kegiatan per bidang per daerah.

2018: Penyempurnaan jenis dan bidang DAK Fisik sesuai dengan prinsip money follow program, berbasis proposal, serta 25
sinkronisasi DAK dengan belanja K/L; Penguatan Peran Provinsi; dan Perbaikan pola penyaluran DAK Fisik.
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (8):
KEBIJAKAN DAK FISIK BIDANG DAK FISIK TA 2018

1. DAK REGULER 2. DAK PENUGASAN 3. DAK AFFIRMASI


Membantu mendanai kegiatan Mendukung pencapaian Membantu mempercepat
untuk penyediaan pelayanan pembangunan infrastruktur dan
Prioritas Nasional Tahun 2018
dasar dengan target pemenuhan pelayanan dasar pada Lokasi
yang menjadi kewenangan Prioritas yang termasuk kategori
Standar Pelayanan Minimal dan
ketersediaan sarana dan prasarana Daerah, lingkup kegiatan daerah perbatasan, kepulauan,
spesifik serta lokasi prioritas tertinggal, dan transmigrasi
tertentu (Area/Spatial Based)

1. Pendidikan
2. Kesehatan dan KB 1. Pendidikan (SMK); 1. Kesehatan
3. Perumahan dan 2. Kesehatan (RS (Puskesmas);
Permukiman Rujukan dan 2. Perumahan dan
4. Industri Kecil dan Menengah Pratama);
Permukiman;
(IKM) 3. Air Minum;
4. Sanitasi; 3. Transportasi;
5. Pertanian
6. Kelautan dan Perikanan 5. Jalan; 4. Pendidikan;
7. Pariwisata 6. Irigasi; 5. Air Minum; dan
8. Jalan 7. Pasar; 6. Sanitasi
9. Air Minum 8. Energi Skala Kecil;
10. Sanitasi; dan dan
11. Pasar 9. Lingkungan Hidup
dan Kehutanan.

26
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (9):
KEBIJAKAN DAK FISIK PRINSIP PENGELOLAAN DAK FISIK

Prinsip Percepatan Prinsip Sinkronisasi Prinsip Pengalokasian


Prinsip Pembangunan Pendanaan DAK Berbasis Kinerja
Penyediaan
Berkelanjutan
Infrastruktur di Daerah Pembangunan Daerah Pelaksanaan

Usulan kegiatan Mempercepat Sinkronisasi usulan Alokasi DAK


kegiatan antara: memperhitungkan
harus: pembangunan
tingkat penyerapan
1. Menjadi infrastruktur di daerah 1. Bidang yang satu
anggaran dan capaian
kewenangan yang terkait dengan: dengan bidang output/outcome tahun
daerah; 1. pelayanan dasar lainnya; sebelumnya, dengan
2. Bagian dari RPJMD untuk 2. Daerah yang satu tujuan agar:
dan RKPD yang pemenuhan SPM; dengan daerah 1. Daerah punya
telah disinkronisasi 2. pengembangan lainnya, termasuk komitmen untuk
antara melaksanakan apa
dengan prioritas industri,
yang telah diusulkan;
nasional; dan perdagangan, kabupaten/kota
2. Daerah melaksanakan
3. Kegiatannya harus pariwisata, sektor dengan provinsi; DAK sesuai dengan
menghasilkan perekonomian dan target output dan
output/outcome lainnya 3. Kegiatan DAK lokasi kegiatan serta
yang bermanfaat dengan kegiatan batas waktu yang
langsung bagi yang didanai dari ditetapkan.
masyarakat non DAK

27
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (10):
KEBIJAKAN DAK NON FISIK FILOSOFI, JENIS, DAN FORMULA
Tujuan: mendukung operasional penyelenggaraan layanan publik dalam rangka
mengurangi beban ekonomi dan langsung dinikmati masyarakat

Formula Alokasi
Contoh: TPG PNSD
Gaji Pokok Guru bersetifikasi Pendidik x
Unit Cost Jumlah Frekuensi jumlah guru x 12 bulan

Bantuan Operasional untuk pencapaian program Bantuan Operasional untuk mendukung program KB.
Sekolah (BOS) wajib belajar 12 Tahun. Keluarga Berencana Sasaran untuk Balai penyuluhan,
(BOKB) fasilitas kesehatan, dan kampung
KB & Posyandu

Bantuan Operasional Peningkatan untuk meningkatkan kapasitas


untuk meringankan beban
Penyelenggaraan Kapasitas SDM koperasi dan UKM melalui
masyarakat dalam memperoleh
Pendidikan Anak Koperasi dan pelatihan dan pendampingan.
akses PAUD.
Usia Dini (BOP PAUD) UKM (PK2UKM)

untuk meringankan beban Administrasi untuk keberlanjutan dan


Bantuan Operasional
masyarakat terhadap Kependudukan keamanan sistem administrasi
Kesehatan (BOK) kependudukan (SAK)
pembiayaan kesehatan,
khususnya pelayanan promotif Sasaran untuk dinas yang
dan preventif, serta Jampersal. menangani dukcapil dan jumlah
kecamatan
Sasaran untuk ibu hamil,
Puskesmas, dan rumah sakit

28
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (11):
KEBIJAKAN DANA INSENTIF DAERAH DEFINSI & FORMULA ALOKASI
DID sebagai instrumen insentif dalam meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah dan
kesehatan fiskal APBD; meningkatkan kualitas pelayanan dasar publik, serta meningkatkan upaya
pengentasan kemiskinan
Penentu Kelayakan:
Kriteria Utama

1. Opini BPK atas LKPD minimal WDP; dan


2. Penetapan Perda APBD tepat waktu II. Kinerja Pelayanan Dasar Publik
Mendapatkan Alokasi Minimum apabila: 1.Angka Partisipasi Murni (APM) SD 1-4
Opini BPK atas LKPD minimal WTP dan Menetapkan Perda 2.Angka Partisipasi
APBD tepat waktu Murni (APM) SMP 1-4
3.Angka Melek Huruf (AMH) 1-4
I. Kinerja Kesehatan Fiskal dan Skor 4.Persentase Balita sudah diimunisasi Skor
1-4
Pengelolaan Keuangan Daerah 5.Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan 1-4
1.Real. PAD/Real. Pendapatan 1-4 6.Rumah Tangga dgn Akses Air Minum Layak 1-4
2.Real. Pendapatan/Target Pendapatan 1-4 7.Rumah tangga dgn Sanitasi yang Layak 1-4
3.Total Penerimaan/Total Pengeluaran 1-4
4.Growth Real. PDRD/Real. Pendapatan 1-4
Kriteria Kinerja

5.Real. PDRD/PDRB non migas 1-4


6.Real. Belanja Modal/Real. Belanja 1-4
7.Real. Belanja Pegawai/Real. Belanja 1-4
8.Real. Belanja/Pagu Belanja 1-4 III. Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan
9.Real. Ruang Fiskal/Real. Pendapatan 1-4 1.Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 1-4
2.Penurunan Tingkat Kemiskinan 1-4
10.Real. Defisit/Real. Pendapatan 1-4
3.Penurunan Tingkat Pengangguran 1-4
11.Real. SILPA/Real. Belanja 1-4 4.Pengendalian Tingkat Inflasi 1-4

1. Skor menggunakan metode kuartil (peningkatan kinerja)


2. Passing Grade: BB untuk nilai agregat seluruh kategori*
3. Jumlah Daerah Penerima tahun 2017: 317 daerah
29
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (12):
KEBIJAKAN DANA INSENTIF DAERAH REFORMULASI ALOKASI 2018
Penentu Kelayakan (menjadi syarat untuk semua kategori)
TAHUN 2018
Kriteria
Utama

1. Opini BPK atas LKPD minimal WTP;


2. Penetapan Perda APBD tepat waktu; dan
3. Penggunaan e-goverment (e-procurement)
Tidak mendapatkan Alokasi Minimum
VII. Pelayanan Dasar Publik Bidang Skor Bobot
I. Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Skor Bobot
Pengelolaan Keuangan

Pendidikan
APBD 1.Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 0-4 33,3%
1. Local Taxing Power (Real 0-4 20,0% 2.Angka Partisipasi Murni (APM) SMP 0-4 33,3%
PDRD/PDRB Non Migas) 3.Harapan Lama Sekolah (HLS) 0-4 33,3%
Input

Pelayanan Dasar Publik


2. Quality of Spending (Real Belanja VIII.Pelayanan Dasar Publik Bidang Kesehatan
Modal/Real. Belanja) 0-4 20,0%
3. Quality of Budget Planning (Real 0-4 20,0% 1.Persentase Baduta Stunting 0-4 33,3%
Belanja/Pagu Belanja) 2.Persentase Balita sudah diimunisasi

Output
0-4 33,3%
4. Fiscal Space (Real Pend. 0-4 20,0% 3.Cakupan Persalinan dengan Tenaga 0-4 33,3%
Nonearmarked/Real. Pendapatan) Kesehatan
Kategori Kinerja

5. Realisasi SILPA/Total Belanja 0-4 20,0% IX. Pelayanan Dasar Publik Bidang
Infrastruktur
II. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah : Kesesuaian
1.Rumah Tangga dengan Akses 0-4 33,3%
Pelayanan Pemerintahan

Materi 5%; Capaian Kinerja 95% (terdiri dari Pengambilan Air Minum Layak
Keputusan 30% dan Pelaksanaan Kebijakan 70%) 2. Rumah tangga dengan Sanitasi 0-4 33,3%
III. Perencanaan Daerah: Dokumen RKPD 40%; Verifikasi yang Layak
Penyusunan RKPD 30%; Presentasi dan Wawancara 30% 3. Jalan Kondisi Mantap 0-4 33,3%
Proses

IV. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah: Sistem


Umum

AKIP (Perencanaan 30%; Pengukuran Kinerja 25%;


Pelaporan Kinerja 15%; Evaluasi 10%); Capaian Kinerja
X. Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan
10%
Outcome 1. Persentase Penduduk Miskin 0-4 50,0%
V. Inovasi Pelayanan Publik : Pendekatan Baru; Produktif;
Berdampak; Berkelanjutan 2. Indek Pembangunan Manusia 0-4 50,0%
VI. Kemudahan Investasi : SDM 50%; Sarpras 25%;
Kelembagaan 25%

1. Kelompok Input, Output, dan Outcome menggunakan metode kuartil berdasarkan peningkatan kinerja dan capaian kinerja terakhir,
sedangkan kelompok proses sesuai hasil penilaian K/L.
2. Menggunakan Passing Grade: BB untuk kategori I, VII-X; Penilaian K/L untuk kategori II-VI. 30
30
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (15):
KEBIJAKAN DANA DESA FILOSOFI, TUJUAN, DAN SUMBER PENDAPATAN DESA

FILOSOFI TUJUAN
Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah wujud meningkatkan pelayanan publik di desa;
pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum mengentaskan kemiskinan;
yang berwenang mengatur & mengurus urusan memajukan perekonomian desa;
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa; dan
prakarsa, hak asal-usul dan/atau hak tradisional memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari
pembangunan

Pendapatan Desa 1,3 M/desa

1 Pendapatan Asli Desa 97,2


1,14 M/desa
2 Alokasi APBN :
Dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program
85,3 ADD: 34,1 M
berbasis desa secara merata & berkeadilan Bagi Hasil
10% dari dan diluar dana transfer ke daerah secara PDRD: 3,2 M
bertahap DD 60 M
ADD: 35,5 M
772 jt/desa
3 Bagian dari Pajak Daerah & Retribusi Daerah Bagi Hasil
(PDRD) kab/kota PDRD: 2,8 M
DD 46,98 M
Paling sedikit 10% 57,3

4 Alokasi Dana Desa (ADD)


Minimal 10% dari Dana Perimbangan yang diterima ADD: 33,8 M
kab/kota dikurangi Dana Transfer Khusus Bagi Hasil
PDRD: 2,7 M
5 Bantuan keuangan dari APBD DD 20,76 M

6 Hibah dan Sumbangan pihak ketiga 2015 2016 2017


(miliar Rp)
7 Lain-lain Pendapatan yang sah 31
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (16):
KEBIJAKAN DANA DESA PERKEMBANGAN PENGALOKASIAN

8,5% TKD Dana Desa adalah anggaran yang diperuntukkan bagi Desa dan
Desa Adat yang ditransfer melalui APBD Kab/Kota dengan besaran
60,000 10% dari dan diluar dana transfer ke daerah secara bertahap, dan
6,4% TKD dialokasikan kepada setiap desa secara merata dan berkeadilan

(miliar Rp)
46,982 DANA DESA WUJUD APBN PRO RAKYAT

CARA PERHITUNGAN
3,2% TKD 90
Porsi Pemerataan
%

BOBOT
20,766 1. Jml. Penduduk Desa (25%)
10 2. Angka Kemiskinan Desa (35%)
Porsi Keadilan 3. Luas Wilayah Desa (10%)
% 4. Tingkat Kesulitan Geografis
2015 2016 2017 Desa (30%)

Proporsi
TA 2015 TA 2016
PERTIMBANGAN TA 2017
Rp20,7 Triliun Rp46,9 Triliun Rp60,0 Triliun
(Alokasi Rata- Alokasi Alokasi Rata- Alokasi Alokasi Rata- Alokasi Alokasi
Dasar: rata/Desa max min Rasio rata/Desa max min Rasio rata/Desa max min
Formula) (juta) (juta) (juta)
1. Memperhatikan
(juta) (juta)
aspek pemerataan
(juta)
keadilan;Rasio
dan(juta)
(juta) (juta)
90:10 280 1.121 254 1:4 628 2. Rasio570
2.221 penerima
1:4 Dana800 Desa terkecil
2.819 dan terbesar
726 adalah
1:4
80: 20 280 1.961 228 1:8 628 3.813 512 1:8 800 4.838 652 1 :7
75: 25 280 2.382 215 1:11 628 4.610
yang483
paling rendah
1:10
4:1;
800 5.848 616 1:10
0:100
(full 280 8.768 13 1:662 628
3.
16.555
Standar
48
deviasi
1:340
palling
800
rendah.
20.992 62,670 1:335
formula)

32
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (17):
KEBIJAKAN DANA DESA OUTPUT DANA DESA

Dana Desa berkontribusi positif terhadap perbaikan layanan publik


OUTPUT
DANA DESA
BELANJA K/L NASIONAL DANA DESA
INFRASTRUKTUR BIDANG PEMBANGUNAN 2016 BIDANG PEMBERDAYAAN
Rp 30,7 T Rp 40,8 T MASYARAKAT 2016 Rp 3,1 T
Jalan Nasional Jalan Desa Kursus pelatihan kerajinan tangan
14.983,1 km 66.179 Km (handycraft)

Jembatan Jembatan Pelatihan kewirausahaan desa


10.590,73 m 511.484 M untuk pemuda

Bendungan Unit Embung Pelatihan e-marketing & pembuatan website


37 unit 686 industri rumah tangga

Irigasi Unit Drainase & Irigasi Pelatihan benih kerapu, tukik serta
1.025 km 65.573 budidaya cemara & bakau

Sanitasi MCK Pelatihan kuliner & pengembangan


983.250 KK 36.951 Unit makanan lokal

Air Bersih Pelatihan pengolahan & pemasaran


SPAM Perkotaan :2.924 lt/dt Air Bersih hasil pertanian
SPAM Regional :300 lt/dt 15.948 Unit
SPAM Kawasan Khusus :75 lt/dt Pelatihan pemanfaatan limbah organik
rumah tangga
Posyandu : 7.428 Unit
Perumahan
14.795 unit Polindes : 3.100 Unit
Pelatihan business plan
Pasar Desa : 1.810 Unit
PAUD : 11.221 Unit

33
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (18):
KEBIJAKAN DANA DESA OUTCOME DANA DESA

2014 2017
Gini rasio desa 0,34 0,32
JPM 17,7 juta 17,1 juta
% penduduk miskin 14,09%* 13,93%
Garis kemiskinan Rp286,1 ribu Rp361,5 ribu
* Tahun 2015

34
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (19):
KEBIJAKAN DANA DESA STATUS DESA PER WILAYAH
Dari 75.954 Desa sebagian besar tersebar di Jawa-Bali yang mencapai 31,4% dan Sumatera yang mencapai 31,2%.
Sementara itu yang lainnya tersebar di Sulawesi (11,8%), Kalimantan (8,9%), Papua (8,5%), Nusa Tenggara (5,4%) dan
Maluku (2,9%). Dari jumlah tersebut, sebagian besar Desa Tertinggal dan Sangat Tertinggal lebih banyak berada di Papua
yang mencapai 97%, Kalimantan (84,8%), Maluku (85%), dan di Sumatera (74,1%), sedangkan di Jawa-Bali mencapai 31,2%.

KALIMANTAN NUS-RA
70 3 PAPUA
SUMATERA 927 66 1 827
476 (12,1%) 171 12
395 13 2497 1126
5321 3571 (37,9%) (17,9%)
(15,5%)
3089 2570 (65,1%)
(46,9%) 4960
13705 (79,1%)
(59,6%) Total: 3.946
Total: 6.580 Rp3,225 T Total: 6.269
Total: 23.005 Rp5,258 T) MALUKU Rp5,665 T
Rp17,997 T 156 JAWA-BALI SULAWESI 270 26 832 (39,3%)
263 (1,1%) 79 1 (9,8%)
2960 2582 854
6953
(30,1%) 988
(59,5%) (46,7%)
12784 5161
Total: 2.116
Total: 8.677 Rp1,794 T
Total: 23.116
Rp6,873 T
Rp19,187 T

Desa Mandiri
Desa Maju
Desa Berkembang
Desa Tertinggal
Desa SangatTertinggal

35
DINAMIKA PERKEMBANGAN & TRANSFORMASI KEBIJAKAN TKDD (20):
KEBIJAKAN DANA DESA REFORMULASI KEBIJAKAN

36
DAMPAK TKDD TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DAN KESEJAHTERAAN (1)
PENINGKATAN KUALITAS PENYEDIAAN LAYANAN PUBLIK

37
DAMPAK TKDD TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DAN KESEJAHTERAAN (2)
PERTUMBUHAN EKONOMI RELATIF STABIL PADA KISARAN 4,5%-6,2%

10.0% 7.8%
6.0% 6.2% 6.0% 5.0%
4.9% 5.0% 5.5% 5.0%
4.7% 4.5%
5.0%
0.8%

0.0%

-5.0%
Sebelum
Desentralisasi Fiskal Pasca
Desentralisasi Fiskal
-10.0%
-13.1% Sumber: BPS (diolah)

-15.0%

2015
1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2016
Dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik

38
DAMPAK TKDD TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DAN KESEJAHTERAAN (3)
TINGKAT KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN SEMAKIN MENURUN

35
Tingkat Kemiskinan Indonesia
% 29.14
30
24.23 Pasca
25 Desentralisasi Fiskal
18.41 18.2 17.42
20 17.47 16.66 15.97 17.75 16.58
15.42
14.15 13.33
15 12.49 11.66 11.47
10.96 11.13 10.7
Sebelum
10
Desentralisasi
5 Fiskal 10.64

2007
1996

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017
Sumber: BPS
Pengangguran terbuka Indonesia
12 11.24
10.28
% 10
9.06
9.67 9.86
9.11
8.39
8.10 7.87
7.14 7.48
8 6.36 6.17 6.18
6.08 6.13 5.94 5.61
6 4.87
Pasca
4 Sebelum
Desentralisasi Fiskal 5.33
2 Desentralisasi
0
Fiskal
2008

2015
1996

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2016

2017
39
TANTANGAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL (1):
MASIH ADA KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARDAERAH
Ketimpangan secara horizontal masih terjadi, sumber pertumbuhan masih bertumpu pada
kawasan barat, Tingkat Kemiskinan di kawasan timur masih relatif tinggi, dan Tingkat
Pengangguran tertinggi di Jawa.

KALIMANTAN: 7,9% thd PDB


Pertambangan, Industri, Pertanian
SULAWESI: 6,0% thd PDB
Pertanian, konstruksi, perdagangan
11,1%
2,0%
4,3% 6,5% 3,8% 5,5%
5,2% 22,0%
1,2% 7,4%
11,0% 7,5%
SUMATERA: 22,0% thd PDB
Pertanian, Industri pengolahan,
pertambangan
3%
PAPUA: 2,5% thd PDB
10,1% 14,7% Pertambangan, pertanian, dan
5,9%
5,6 % administrasi pemerintahan
5,9%
BALI & NUSRA: 13,1% thd PDB
Pertanian, pariwisata, perdagangan

JAWA: 58,5% thd PDB Pertumbuhan PDRB, 2016, YoY


Industri pengolahan, perdagangan, Tingkat pengangguran 2016
konstruksi
Tingkat Kemiskinan Daerah, per September 2016

Source: BPS

40
TANTANGAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL (2)
PDRB PERKAPITA, TINGKAT KEMISKINAN & GINI RATIO
Pembangunan ekonomi yang inklusif (pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pemerataan)
menjadi strategi utama mengatasi ketimpangan, baik antar provinsi maupun antar kab./kota di
dalam suatu provinsi.

Rata-rata Nasional:
Tingkat Kemiskinan 10,7%
Pendapatan perkapita Rp45,18 jt
41
41
TANTANGAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL (3)
MASIH ADA KESENJANGAN PENYEDIAAN LAYANAN PUBLIK

Akses Air Bersih Akses Tenaga Kesehatan


PDRB per Kapita

194,875
15 per 100.000
Kota Banda Aceh
100% Prov. Aceh
Kota Banjarmasin
Prov. Kalimantan Selatan

10% 37,841
Kab. Mamasa 14,928
1.4 per 100.000
Prov. Sulawesi Barat Kab.Kupang
Ribu
rupiah
Prov. NTT
4% Kab. DKI SULUT NTT
Memberamo
Prov. Papua

Akses Sanitasi Gini Ratio Partisipasi Sekolah


hingga SMA
Kota Pangkal Pinang 97%
Prov. Bangka Belitung
Kota Padang Sidempuan
Prov. Sumatera Utara
Kab. Gorontalo Utara 36%
Prov. Gorontalo 87%
Kab. Tulang Bawang
Prov. Lampung
Kab. Asmat 14% 0.27 0.36 0.43 36%
Prov. Papua
Bangka Belitung Sulawesi Barat Jawa Barat
SMA
7%
Sumber : PDRB 2015-BPS, Akses Air Bersih, Akses Sanitasi, Kab. Pegunungan
Partisipasi Sekolah 2015-Susenas, Akses Tenaga Kesehatan Bintang
2014-PODES Prov. Papua

42
CURRENT ISSUES (1):
VISI-MISI RUU HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

Mewujudkan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang sesuai


dengan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan prinsip
keadilan, transparansi, akuntabilitas, dalam bentuk peningkatan dan
pemerataan kualitas layanan publik dan kesejahteraan rakyat di seluruh
wilayah Republik Indonesia

Meningkatkan pemerataan Memperkuat sinkronisasi belanja K/L


kemampuan keuangan antar daerah; dengan belanja pemerintah daerah;
Memperkuat instrument hubungan Menjaga kesinambungan fiskal nasional
keuangan antara pusat dengan dan daerah melalui pengelolaan TKD
daerah dan antardaerah guna dan pembiayaan daerah yang
mengoptimalkan pendanaan terkendali;
kewenangan daerah; Memperkuat sinergi antara K/L, internal
Meningkatkan efektivitas pengelolaan
pemda & antar pemda;
sumber-sumber pendanaan daerah Memperkuat pelaksanaan pemantauan
untuk mewujudkan perbaikan layanan
publik dan kesejahteraan; dan evaluasi; dan
Memperkuat sistem informasi keuangan
Memperbaiki kualitas pengelolaan daerah untuk menjaga kualitas
belanja daerah; hubungan keuangan pusat dan
daerah.

43
CURRENT ISSUES (2):
RUANG LINGKUP RUU HKPD
UU 33/2004 RUU HKPD
PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN
PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH PEMERINTAHAN DAERAH
a. Dana Perimbangan Revenue assignment: Expenditure assignment: Tugas Pembantuan
d. Dana Dekonsentrasi
b. Lain-Lain Pendapatan a. Transfer ke Daerah a. Belanja kebutuhan/prioritas
e. Tugas Pembantuan
c. Pinjaman Daerah b. Hibah Daerah daerah
c. Pinjaman Daerah b. Belanja tertentu
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN
PENGELOLAAN
DAN KEUANGAN
PEMERINTAHAN DAERAH
DAERAH PENGELOLAAN
PEMERINTAHANKEUANGAN
DAERAH DAERAH
Pengelolaan APBD: Kerjasama dgn Lembaga/Pemerintah Daerah di Luar
Pengelolaan APBD
Proses penyusunan APBD Pengendalian defisit APBD Negeri
Pelaksanaan Pengawasan dan
Pertanggungjawaban Pemeriksaan

SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH


Penyelenggaraan SIKD Nasional dan Daerah Penyelenggaraan SIKD Nasional dan Daerah Sanksi terkait penyampaian IKD

PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Sinergi antar kementerian/lembaga dalam pemantauan dan evaluasi
HUBUNGAN KEUANGAN ANTAR DAERAH
1. HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PROV.DAN KAB/KOTA
Tugas pembantuan provinsi ke kab/kota. Dana Otsus, DTI & DAIS.
Bagi hasil pajak & bantuan keuangan. Sinkronisasi usulan DAK Fisik.
Hibah provinsi ke kab/kota dan sebaliknya. Evaluasi APBD kab/kota.
2. HUBUNGAN KEUANGAN ANTAR-PEMERINTAHAN DAERAH SETINGKAT &
LINTAS PEMERINTAHAN DAERAH
Kerja sama antar daerah Bantuan Keuangan
Hibah Pinjaman

44
CURRENT ISSUES (3):
REVISI UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Visi Perbaikan Kebijakan
Mewujudkan Sistem Perpajakan Daerah yang adil, efisien, dan akuntabel dalam rangka
peningkatan kualitas layanan publik dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan
PENGUATAN PERPAJAKAN DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
1. PERLUASAN BASIS PAJAK DAERAH
1. Pengalihan PBB P3 menjadi Pajak Kabupaten/Kota.
2. Penerapan Opsen atas PPh, CHT, dan Opsen Provinsi atas Pajak Kab/Kota, Opsen Kab/Kota atas Pajak
Provinsi.
2. RESTRUKTURISASI PAJAK DAERAH
1. Mengurangi jenis pajaka dari 16 jenis menjadi 5 jenis dengan melakukan regrouping pajak sejenis,
mengubah DBH menjadi opsen, dan menghapus pajak yang bernilai kecil
2. Diharapkan administration cost dan compliance cost menjadi lebih rendah, serta penerimaan pajak lebih
optimal.
3. RASIONALISASI RETRIBUSI
1. Jasa Umum dari 15 jenis menjadi 5 jenis
2. Jasa Usaha dari 11 jenis menjadi 2 jenis
3. Perijinan tertentu dari 6 menjadi 2
4. PENGUATAN DASAR HUKUM PENGENAAN PAJAK
5. PENGUATAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN
1. Perlunya sistem pemungutan pajak yang lebih rinci;
2. Pengaturan mengenai Joint audit, pertukaran data dan penghapusan piutang, serta gugatan pajak
6. PENGUATAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PDRD 45
Kesimpulan
Implementasi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal mampu untuk
mendukung perbaikan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, perluasan
kesempatan kerja, dan pengurangan kesenjangan. Ini menunjukan kebijakan
desentralisasi dapat menjadi instrumen yang strategis di dalam menuju
pencapaian Masyarakat Adil dan Makmur,

Penguatan instrumen kebijakan Desentralisasi Fiskal, baik penguatan


sistem perpajakan daerah maupun sistem Transfer ke Daerah dan Dana Desa
terus dilakukan untuk mengatasi tantangan dan permasalahan pelaksanaan
desentralisasi, sehingga dapat lebih mengakselerasi peningkatan layanan
publik dan kesejahteraan masyarakat.

Sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu untuk terus
ditingkatkan agar perumusan kebijakan dan pelaksanaannya dapat berjalan
harmonis dan produktif dalam mengoptimalkan pengelolaan seluruh
instrumen desentralisasi fiskal. 25

46
KEMENTERIAN KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

TERIMA KASIH

DR. BOEDIARSO TEGUH WIDODO


Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan

Kuliah Umum
Jurusan Manajemen Keuangan
Bintaro, 11 Oktober 2017

47

Anda mungkin juga menyukai