Anda di halaman 1dari 40

STUDI ISLAM IV

JUAL BELI DALAM ISLAM


KELOMPOK 4:
HADI PRADANA
MUHAMMAD ARIFIAL’DI
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

 Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan


umatnya. Mengatur hubungan seorang hamba
dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan
muamalah ma’allah dan mengatur pula
hubungan dengan sesamanya yang biasa
disebut dengan muamalah ma’annas. Nah,
hubungan dengan sesama inilah yang
melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang
dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek
kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan
dengan muamalah atau hubungan antara umat
satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual
beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-
lain.
 Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap
hari, setiap muslim pasti melaksanakan
suatu transaksi yang biasa disebut
dengan jual beli. Si penjual menjual
barangnya, dan si pembeli membelinya
dengan menukarkan barang itu dengan
sejumlah uang yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.Jika zaman dahulu
transaksi ini dilakukan secara langsung
dengan bertemunya kedua belah pihak,
maka pada zaman sekarang jual beli
sudah tidak terbatas pada satu ruang
saja.Dengan kemajuan teknologi, dan
maraknya penggunaan internet, kedua
belah pihak dapat bertransaksi dengan
lancar.
 Sebenarnya bagaimana pengertian
jual beli menurut Fiqih
muamalah?Apa saja syaratnya?
Lalu apakah jual beli yang
dipraktekkan pada zaman
sekarang sah menurut fiqih
muamalah? Tentu ini akan menjadi
pambahasan yang menarik untuk
dibahas
PEMBAHASAN
PENGERTIAN JUAL BELI

 Jual beli atau perdagangan dalam istilah


fiqh disebut al-ba’I yang menurut etimologi
berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-
Zuhaily mengartikan secara bahasa dengan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Kata al-Ba.i dalam Arab terkadang digunakan
untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-
Syira (beli). Dengan demikian, kata al-
ba’I berarti jual, tetapi sekalius juga berarti beli.
 Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual
beli yang masing definisi sama.
 Sebagian ulama lain memberi pengertian :
a. Ulama Sayyid Sabiq
Ia mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran
harta dengan harta atas dasar saling merelakan
atau memindahkan milik dengan ganti yang
dapat dibenarkan. Dalam definisi tersebut harta
dan, milik, dengan ganti dan dapat
dibenarkan.Yang dimaksud harta harta dalam
definisi diatas yaitu segala yang dimiliki dan
bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik
dan tidak bermanfaat.Yang dimaksud dengan
ganti agar dapat dibedakan dengan hibah
(pemberian), sedangkan yang dimaksud dapat
dibenarkan(ma’dzun fih) agar dapat dibedakan
dengan jual beli yang terlarang
b. Ulama hanafiyah
Ia mendefinisikan bahwa jual beli adalah saling
tukar harta dengan harta lain melalui Cara yang
khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan
kata-kata tersebut adalah melalui ijab qabul, atau
juga boleh melalui saling memberikan barang dan
harga dari penjual dan pembeli

c. Ulama Ibn Qudamah


Menurutnya jual beli adalah saling menukar harta
dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan.Dalam definisi ini ditekankan kata milik
dan pemilikan, karena ada juga tukar menukar
harta yang sifatnya tidak haus dimiliki seperti sewa
menyewa.
Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai
kesamaan dan mengandung hal-hal antara lain :

a) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang


saling melakukan tukar menukar.
b) Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau
sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni
kemanfaatan dari kedua belah pihak.
c) Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau
yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk
diperjualbelikan.
d) Tukar menukar tersebut hukumnya tetap
berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya
dengan adanya ketetapan jual beli dengan
kepemilikan abadi.
DASAR HUKUM JUAL BELI

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama


umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-
quran dan sunah Rasulullah saw. Terdapat beberapa ayat
al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang berbicara
tentang jual beli, antara lain :

A. Al-Quran
 Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 275
“Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”
 Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 198
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia
(rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”
 Allah berfirman Surah An-Nisa ayat 29
“…kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu…”
B. Sunah Rasulullah saw
 Hadist yang diriwayatkan oleh Rifa’ah ibn Rafi’ :
“Rasulullah saw, ditanya salah seorang sahabat
mengenai pekerjaan apa yang paling baik.
Rasulullah SAW, menjawab usaha tangan manusia
sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (H.R Al-
Bazzar dan Al-Hakim).
 Artinya jual beli yang jujur, tanpa diiringi
kecurangan-kecurangan mendapat berkah dari
Allah SWT.
 Hadist dari al-Baihaqi, ibn majah dan ibn hibban,
Rasulullah menyatakan : “Jual beli itu didasarkan
atas suka sama suka”
 Hadist yang diriwayatkan al-Tirmizi, Rasulullah
bersabda : “Pedagang yang jujur dan terpercaya
sejajar (tempatnya disurga) dengan para
nabi,shadiqqin, dan syuhada”.
HUKUM JUAL BELI

Dari kandungan ayat-ayat Al-quran dan sabda-sabda Rasul di


atas, para ulama fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli
yaitu mubah (boleh). Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu.
Menurut Imam al-Syathibi (w. 790 h), pakar fiqh Maliki, hukumnya
boleh berubah menjadi wajib. Imam al-Syathibi memberi contoh
ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehingga stok
hilang dari pasar dan harga melonjak naik).
 Apabila seorang melakukan ihtikar dan
mengakibatkan melonjaknya harga barang yang
ditimbun dan disimpan itu, maka menurutnya,
pihak pemerintah boleh memaksa pedagang
untuk menjual barangnya itu sesuai dengan harga
sebelum terjadinya pelonjakan harga. Dalam hal
ini menurutnya, pedagang itu wajib menjual
barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Hal ini sama prinsipnya dengan al-Syathibi bahwa
yang mubah itu apabila ditinggalkan secara total ,
maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila
sekelompok pedagang besar melakukan boikot
tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah
boleh memaksa mereka untuk berdagang beras
dan pedagang ini wajib melaksanakannya
.demikian pula, pada kondisi-kondisi lainnya.
RUKUN JUAL BELI
 Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah
oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat
perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur
ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya
satu, yaitu ijab qabul, ijab adalah ungkapan membeli
dari pembeli, dan qabul adalah ungkapan menjual
dari penjual. Menurut mereka, yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha) kedua
belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan
tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati
yang sulit untuk diketahui, maka diperlukan indikasi
yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah
pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua
belah pihak yang melakukan transaksi jual beli
menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan
qabul, atau melalui cara saling memberikan barang
dan harga barang.
 Akan tetapi jumhur ulama menyatakan
bahwa rukun jual beli itu ada empat,
yaitu :
1) Ada sighat (lafal ijab qabul).
2) Ada bAda orang yang berakad
(penjual dan pembeli).
3) arang yang dibeli (ma’qud alaih)
4) Ada nilai tukar pengganti barang.
SYARAT-SYARAT JUAL BELI
A. Syarat-syarat orang yang berakad
a). Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli
harus memiliki akal yang sehat agar dapat meakukan transaksi
jual beli dengan keadaan sadar. Jual beli yang dilakukan anak
kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.
Allah berfirman :
“Janganlah kalian berikan harta kalian kepada orang bodoh,
yang harta itu
Allah jadikan sebagai penopang hidup kalian.” (QS. an-Nisa: 5)

b). Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak
dipaksa pihak manapun.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu.” (QS. an-Nisa: 29),
c). Yang melakukan akad itu
adalah orang yang berbeda,
maksudnya seorang tidak
dapat bertindak dalam waktu
yang bersamaan sebagai
penjual sekaligus sebagai
pembeli.
B. SYARAT YANG TERKAIT DALAM IJAB QABUL

1) Orang yang mengucapkannya telah


baligh dan berakal.
2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila
antara ijab dan qabul tidak sesuai
maka jual beli tidak sah.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu
majelis. Maksudnya kedua belah
pihak yang melakukan jual beli hadir
dan membicarakan topik yang sama.
C. SYARAT-SYARAT BARANG YANG DIPERJUAL BELIKAN
1) Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi
jual beli barang najis, seperti bangkai, babi, anjing,
dan sebagainya. Semua yang suci, halal
dimanfaatkan. Nabi saw bersabda : ”Hasil
penjualan anjing itu najis.” (Muslim)
2) Barang yang diperjualbelikan merupakan milik
sendiri atau diberi kuasa orang lain yang
memilikinya. Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda : ”Janganlah kamu jual
barang yang bukan milikmu.” (Ahmad, Abu Daud,
dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
3) Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya.
Contoh barang yang tidak bermanfaat adalah lalat,
nyamuk, dan sebagainya. Barang-barang seperti ini
tidak sah diperjualbelikan. Akan tetapi, jika
dikemudian hari barang ini bermanfaat akibat
perkembangan tekhnologi atau yang lainnya,
maka barang-barang itu sah diperjualbelikan.
D. SYARAT-SYARAT NILAI TUKAR (HARGA
BARANG)

a) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus


jelas jumlahnya.
b) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun
secara hukum seperti pembayaran dengan cek
dan kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian (berutang) maka
pembayarannya harus jelas.
c) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling
mempertukarkan barang maka barang yang
dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan oleh syara’, seperti babi, dan
khamar, karena kedua jenis benda ini tidak
bernilai menurut syara’.
Macam-macam jual beli
1. Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan
menjadi:
a) Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli
yang pada waktu akad, barangnya ada di
hadapan penjual dan pembeli.
b) Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan
pesanan. Dalam jual beli ini harus disebutkan
sifat-sifat barang dan harga harus dipegang
ditempat akad berlangsung.
c) Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli
seperti ini tidak diperbolehkan dalam agama
Islam.
2. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
a) Dengan lisan, akad yang dilakukan dengan
lisan atau perkataan. Bagi orang bisu dapat
diganti dengan isyarat.
b) Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau
surat menyurat. Jual beli ini dilakukan oleh
penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis
akad, dan ini dibolehkan menurut syara’.
c) Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil
dan memberikan barang tanpa ijab kabul.
Misalnya seseorang mengambil mie instan yang
sudah bertuliskan label harganya. Menurut
sebagian ulama syafiiyah hal ini dilarang karena
ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli,
namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam
Nawawi membolehkannya.
3. Ditinjau dari segi hukumnya:

a) Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah


bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun
jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut
pandang ini, jumhur ulama membaginya
menjadi dua, yaitu:
b) Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat
dan rukunnya.
c) Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak
memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.
MANFAAT DAN HIKMAH JUAL BELI

 Allah Swt mensyari’atkan jual beli sebagai


bagian dari bentuk ta’awun (saling menolong)
antar sesama manusia, juga sebagai pemberian
keleluasaan, karena manusia secara pribadi
mempunyai kebutuhan berupa sandang,
pangan, papan dsb. Kebutuhan seperti ini tak
pernah putus selama manusia masih hidup
Adapun manfaat dan hikmah lain dari jual beli
adalah :

a) Jual beli dapat menata struktur kehidupan


ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik
orang lain.
b) Penjual dan pembeli dapat memenuhi
kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka
sama suka.
c) Masing-masing pihak merasa puas. Penjual
melepas barang dagangannya dengan ikhls dan
menerima uang, sedangkan pembeli memberikan
uang dan menerima barang dagangan dengan
puas pula. Dengan demikian, jual beli juga
mampu mendorong untuk saling bantu antara
keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
d) Dapat menjauhkan diri dari memakan
atau memiliki barang yang haram.
e) Penjual dan pembeli mendapat rahmat
dari Allah swt.
f) Menumbuhkan ketentraman dan
kebahagiaan
PEMBAGIAN JUAL BELI

a. Dilihat dari alat tukarnya,


 Tukar menukar uang dengan barang
 Tukar menukar barang dengan
barang (barter). Disebut
bai’muqayadhah
 Tukar menukar uang dengan uang.
Disebut as-Sharf.
b. Dilihat dari waktu penyerahan
 Sama-sama tunai. Uang tunai,
barang tunai
 Uang tunai, barang tertunda.  jual
beli salam
 Uang tertunda, barang tunai.  jual
beli kredit (taqsith)
 Uang tertunda, barang tertunda 
jual beli utang dengan utang (Bai’
kali’ bil kali’).
 Tiga pertama hukumnya halal, dan
yang terakhir hukumnya haram.
c. Dilihat dari cara menentukan harga
 Bai’ Musawamah: penjual tidak
menyebutkan harga modal. Tapi dia
langsung tetapkan harga jual
 Bai’ al-Amanah: penjual menyebutkan
harga modal. Ada 3 yaitu :
 Murabahah: penjual menetapkan
keuntungan
 Wadhi’ah: dijual lebih murah dari pada
harga modal
 Tauliyah : dijual seharga yang sama
dengan harga modal
JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM

 Bay’ al Majnun (Jual Beli Orang Gila, Pingsan,


Mabuk dan Sedang Fly karena obat narkotika)
 Bay’ al Shabiy (Jual Beli Anak Kecil yang belum
Mumayyiz/Minor. Tidak Sah menurut Syafii dan
Maliki dan Mauquf menurut Hanafi. Sesuai
keterangan Surah an-Nisa 4:6)
 Bay’ al A’ma (Jual Beli Orang Buta. Hukumnya
Sah menurut Jumhur jika objek disebut dengan
sempurna karena dianggap dianggap sudah
ada ridho; tidak Sah menurut Syafii karena tidak
dapat membedakan antara yang baik dengan
yang buruk, maka seolah objek transaksi majhul).
 Bay’ al Mukrah (Jual Beli Orang Terpaksa atau
dipaksa. Menurut Hanafi Mauquf; dan tidak
mengikat menurut Maliki sehingga dia
(penjual/pembeli) memiliki hak Khiyar untuk
membatalkan ataupun meneruskan transaksi).
 Bay’ al Fuduli (Jual Beli Wakil Secara Lebih;
Hukumnya Sahih Mauquf atas izin pemilik
sebenarnya menurut pendapat Maliki dan
Hanafi; Sayafii dan Hanbali mengatakan tidak
sah, karena dia bukan sebagai pemilik
sebenarnya dan tidak sah seseorang menjual
sesuatu yang bukan miliknya).
 Bay’ al Mahjur ‘Alayh (Jual Beli Orang Sakit, Muflis,
Safih)
 Bay’ al Mulja (Jual Beli Orang yang takut
hartanya dirampas orang).
HAK KHIYAR
 Khiyar secara bahasa diambil dari kata ikhtiyar yang
artinya memilih. Secara istilah, khiyar dalam akad
jual beli berarti hak orang yang akad untuk memilih
antara melanjutkan akad atau membatalkannya.
(Fiqh Sunah, 3/109).
 Khiyar mendapatkan porsi pembahasan khusus
dalam fiqh jual beli, mengingat ini bagian penting
dalam jual beli. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, “Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar,
selama tidak berpisah.” (Bukhari & Muslim).
 Tujuan besar khiyar adalah menjaga hak penjual
dan konsumen, tidak ada istilah menyesal, benar-
benar atas kerelaan pribadi, sehingga bisa
dipastikan, jual beli ini benar-benar saling ridha.
(Mukadimah fi Mu’amalah Maliyah, Dr. Yusuf as-
Syubili, hlm. 8).
MACAM-MACAM KHIYAR

a. Khiyar Majlis
 Khiyar ini wajib ada dalam setiap jual beli.
Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang orang yang akad secara sengaja
menghindari khiyar majlis. Dari Abdullah bin Amr
radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, “Penjual dan pembeli
memiliki hak khiyar, selama tidak berpisah,
kecuali bila telah disepakati untuk
memperpanjang hak khiyar hingga setelah
berpisah. Tidak halal baginya untuk
meninggalkan sahabatnya karena takut ia akan
membatalkan transaksinya.” (HR. Abu Daud 3456,
Nasai.4488. Dihasankan al-Hafidz Abu Thohir).
b. Khiyar Syarat
 Kedua pelaku akad atau salah satunya mengajukan
syarat khiyar selama batas tertentu. Hakekat khiyar
syarat adalah perpanjangan khiyar majlis,
berdasarkan kesepakatan. Hadist dari Amr bin Auf ,
bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Kaum muslimin harus mengikuti syarat (kesepakatan)
diantara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.” (Baihaqi
dalam as-Sughra). Aturan berlaku selama masa khiyar
adalah :
a) Selama rentang masa khiyar, pembeli boleh
memanfaatkan barang
b) Jika terjadi resiko barang, pembeli yang
menanggung resiko
c) Ketika masa khiyar berakhir maka akad menjadi
lazim
c. Khiyar Aib
 Batasan Aib yang membolehkan adanya khiyar :
aib yang mengurangi nilai barang. (Muqadimah
Muamalat Maliyah, Dr. Syubili) Jika barang
memiliki aib yang mengurangi harganya, wajib
dia jelaskan. Jika tidak, maka terhitung menipu.
 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Bahwa Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam pernah melewati
setumpuk gandum, lalu beliau memasukkan
tangannya, ternyata ada yang basah.
Kemudian beliau bersabda, Mengapa tidak kamu
taruh di atas, biar dilihat orang. Siapa yang
menipu maka dia bukan golonganku. (Muslim &
Ibn Hibban).
d. Khiyar Ghuben
 Ghuben secara bahasa artinya kurang.
Sementara dalam jual beli, ghuben artinya
tindakan menipu, yang mengurangi nilai barang,
baik dilakukan penjual atau pembeli. (keteragan
Ibnu Nujaim dinukil dari al-Mausuah al-Fiqhiyah).
 Khiyar ini melindungi hak penjual atau pembeli
karena tidak tahu keadaan barang atau proses
transaksi. Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak halal memakan harta orang
lain, kecuali dengan kerelaan pemiliknya”. (ad-
Daruquthni).
Ibnu Qudamah (al-Mughni, 4/92) menyebutkan, ada 3
bentuk transaksi yang diberi hak khiyar karena ghuben
: Talaqqi ar-Rukban
1.
Menjemput petani sebelum dagangan masuk ke
pasar, sementara dia buta harga pasar.
2. Bai’ Najasy
Berpura-pura menawar atau memuji barang agar
harga naik, atau sebaliknya. Dengan maksud menipu
penjual atau pembeli.
3. Bai’ Mustarsil
Mustarsil artinya dilepas. Dalam jual beli, bai’ mustarsil
berarti menjual barang tanpa tahu harga, dan dilepas
sesuai harga yang berlaku di masyarakat. Atau
membeli tanpa tahu harga, dan pasrah pada penjual.
Jika ada selisih harga yang tidak wajar, pihak yang
dirugikan memiliki hak khiyar atau mendapatkan ganti
atas kerugian.
PENUTUP
KESIMPULAN
 Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh
disebut al-ba’I yang menurut etimologi berarti
menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily
mengartikan secara bahasa dengan menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain itu
diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan
jual beli adalah sarana manusia dalam
mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin
silaturahmi antara mereka. Namun demikian,
tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga jual
beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun
atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan.
 Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab
kabul), subjek akad dan objek akad yang
kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang
harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan
di atas.Walaupun banyak perbedaan
pendapat dari kalangan ulama dalam
menentukan rukun dan syarat jual beli,
namun pada intinya terdapat kesamaan,
yang berbeda hanyalah perumusannya saja,
tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir
sama.
ANY
QUESTION?????

DIPERSILAHKAN
JIKA ADA YANG
MAU BERTANYA
^_^
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
MOHON MAAF APABILA BANYAK KEKURANGAN BAIK ITU SECARA
MATERI MAUPUN PENYAMPAIN

WASSALAMU’ALAIKUM
WR WB

Anda mungkin juga menyukai