Anda di halaman 1dari 63

DERMATITIS ATOPIK

Eva Agniya Nurhasanah


16360038

Pembimbing :
dr. Hj. Hervina, Sp. KK

KKS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD DR. RM DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2017
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Elizabeth
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Binjai
II. ANAMNESA

Keluhan Utama
Gatal-gatal, dijumpai bercak
kemerahan disertai bintil-bintil di
wajah dan ketiak sejak ± 1 minggu
yang lalu
Telaah
Bercak awalnya dimulai dari wajah
kemudian timbul lagi di ketiak. OS
mengaku bahwa bercak tersebut timbul
setelah dia memakan ikan teri.

Keluhan Tambahan : Tidak Ada


Riwayat Perjalanan Penyakit (RPP)
•Lokasi timbul lesi pertama kali : di wajah
•Bagaimana perluasan lesi tersebut :
awalnya bercak dimulai dari wajah
kemudian muncul lagi di ketiak
•Ada/tidak pengaruh makanan/lingkungan :
ada
Riwayat Pemakaian Obat : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
Status Gizi : Baik
Keadaan Lingkungan : Baik
III. PEMERIKSAAN / STATUS
DERMATOLOGI
1. Inspeksi Kulit
a. Lokasi : Facial et axilla
b. Distribusi : Regional
c. Bentuk : Tidak teratur
d. Susunan : Tidak khas
e. Batas : Di atas permukaan kulit
f. Ukuran : Miliar dan Lentikular
III. PEMERIKSAAN / STATUS
DERMATOLOGI
g. Efloresensi
 Primer : Makula eritema
 Sekunder : Vesikel miliar
h. Ruam Kuku : Tidak ada
i. Ruam Rambut : Tidak ada
j. Ruam Genitallia : Tidak ada

2. Palpasi Kulit : Kasar


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Dermatografisme putih, untuk melihat dari
rangsangan goresan terhadap kulit.
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan
vasokontriksi kulit yang tampak sebagai garis pucat
selama satu jam
V. RESUME
Seorang perempuan berusia 33 tahun
datang ke Poliklinik Kulit Kelamin
RSUD RM Djoelham dengan keluhan
gatal disertai kemerahan dan juga bintil-
bintil di wajah dan ketiak. OS mengaku
keluhan tersebut timbul setelah memakan
ikan teri.
VI. DIAGNOSA SEMENTARA
Dermatitis Atopik

VII. DIAGNOSA BANDING


1. Dermatitis Atopik
2. Dermatitis Kontak Alergi
3. Pitiriasis Rosea
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Umum (Non Farmakologi) :
 Tidak ada

2. Farmakologi :
 Antihistamin (Cetirizin 10 mg 1 × 1 tab)
 Kortikosteroid (Metilprednisolon 4 mg 2 × 1 tab)
 Topikal (Desoksimetason 0,25% ditambah asam
salisilat 1-3% dalam salep)
3. Edukasi
•Menghindari bahan iritan
•Mengeliminasi alergen yang telah terbukti
•Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)
•Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)
•Mengurangi stress
IX. PROGNOSIS

Dubia ad Bonam
DERMATITIS ATOPIK
1. DEFINISI
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan
kulit kronis dan residif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan
anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi
keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergi, dan
atau asma bronchial)
2. EPIDEMIOLOGI
Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di RS di Indonesia,
dermatitis atopik berada pada urutan pertama (611 kasus) dari
10 penyakit kulit yang umum ditemukan pada anak-anak. Di
klinik Dermatovenereologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta,
pada periode bulan Februari 2005 sampai Desember 2007,
terdapat 73 kasus dermatitis atopik pada bayi (Budiastuti
M.,dkk., 2007). Sedangkan data di Unit Rawat Jalan Penyakit
kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien DA
mengalami peningkatan sebesar 116 pasien (8,14%) pada tahun
2006, tahun 2007 sebesar 148 pasien (11.05%) sedangkan
tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11.65%)
3. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui
dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai
faktor yang saling berkaitan (multifaktorial).
Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik,
kelainan fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi
imunologis, interaksi psikosomatik dan
disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf
otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
bahan yang bersifat iritan dan kontaktan,
alergen hirup, makanan, mikroorganisme,
perubahan temperatur, dan trauma.
4. GEJALA KLINIS
 Gatal
 Lokasi :
1. Bentuk bayi (kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut)
2. Bentuk anak (tengkuk, lipat siku, lipat lutut)
3. Bentuk dewasa (tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki)
 Lesi kulit :
a. Bentuk bayi (eritema berbatas tegas, papula/vesikel miliar disertai
erosi dan eksudasi serta krusta)
b. Bentuk anak (papula-papula miliar, likenifikasi, tak eksudatif)
c. Bentuk dewasa (biasanya hiperpigmentasi, kering, dan likenifikasi)
5. PATOFISIOLOGI
6. PATOGENESIS
6. FAKTOR RESIKO
1. Faktor intrinsik (predisposisi genetik, kelainan
fisiologi dan biokimia kulit, disfungsi
imunologis, interaksi psikosomatik dan
disregulasi/ ketidakseimbangan sistem saraf
otonom, faktor psikologis dan psikosomatis).
2. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi bahan
yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen
hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan
temperatur, dan trauma.
7. DIAGNOSA
• Anamnesa
Rasa gatal dan garukan yang terus menerus dan sering
berulang (kronik-residif)
• Pemeriksaan Fisik
a. DA Fase Infantil
Lesi kulit yang ditemukan pada fase ini antara lain erosi,
ekskoriasi dan eksudatif. Tempat predileksi utama di wajah
diikuti kedua pipi dan tersebar simetris, di dahi, kulit kepala,
telinga, leher, pergelangan tangan, dan di bagian ekstensor,
misalnya lutut, siku, atau di tempat yang mudah mengalami
trauma.
b. DA Fase Anak (usia 2-10 tahun)
Lesi dermatitis cenderung menjadi kronis, disertai
hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi, krusta dan
skuama. Tempat predileksi lebih sering di fosa kubiti dan
poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher,
dan tesebar simetris

c. DA Fase Remaja dan Dewasa (usia >13 tahun)


Lesinya bersifat kronisberupa plak hiperpigmentasi,
hiperkeratosis, likenifikasi, ekskoriasi dan skuamasi. Tempat
predileksinya yaitu kedua telapak tangan, jari-jari, pergelangan
tangan, bibir, leher bagian anterior, skalp, dan puting susu..
• Pemeriksaan Penunjang
Uji kulit dilakukan bila ada dugaan
pasien alergik terhadap debu atau
makanan tertentu.
Pemeriksaan kadar IgE dalam serum
dan kadar eosinofil
8. DIAGNOSA BANDING
• Pada fase bayi : dermatitis seboroik, psoriasis
dan dermatitis popok.
• Pada fase anak : dermatitis numularis, dermatitis
intertriginosa, dermatitis kontak dan dermatitis
traumatika.
• Pada fase dewasa : neurodermatitis atau liken
simpleks kronikus.
9. KLASIFIKASI
DA Fase Infantil (usia 2 bulan-2 tahun)
DA Fase Anak (usia 2-10 tahun)
DA Fase Remaja dan Dewasa (usia >13 tahun)
10. PENATALAKSANAAN
1). Non Farmakologi
• Menjauhi alergen pencetus
2). Farmakologi
• Antihistamin (Cetirizin)
• Kortikosteroid (Methylprednisolon)
• Topikal (Hidrokortison 1-1,5%, Betametason
dipropionat 0,05% atau Desoksimetason
0,25%)
3). Edukasi
Menjelaskan bahwa DA merupakan
penyakit yang penyebabnya multifaktorial,
cara perawatan kulit yang benar (seperti
mandi dan memakai pelembab) untuk
mencegah bertambahnya kerusakan sawar
kulit dan memperbaiki sawar kulit serta
penting juga untuk mencari faktor pencetus
serta menghindari atau menghilangkannya.
11. KOMPLIKASI

•DA mempunyai kecenderungan untuk


mudah mendapat infeksi virus maupun
bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan
herpes).
•Eritroderma
12. PROGNOSIS
Sulit meramalkan prognosis DA pada
seseorang. Prognosis lebih buruk bila
kedua orangtua menderita DA. Ada
kecenderungan perbaikan spontan pada
masa anak, dan sering ada yang kambuh
pada masa remaja, sebagian kasus
menetap pada usia diatas 30 tahun.
DERMATITIS KONTAK ALERGI
1. DEFINISI

Dermatitis kontak alergi adalah


suatu dermatitis (peradangan
kulit) yang timbul setelah kontak
dengan alergen melalui proses
sensitisasi.
2. EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan,
jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun
sedikit sekali informasi mengenai prevalensi
dermatitis ini di masyarakat. Dapat terkena pada
semua umur dengan frekuensi yang sama pada
pria dan wanita.
3. ETIOLOGI
Penyebab DKA ialah bahan kimia sederhana
dengan berat molekul rendah (< 1000 dalton),
disebut hapten bersifat lipofilik, sangat reaktif
dan dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis bagian
dalam yang hidup.
4. GEJALA KLINIS
• Pasien umumnya mengeluh gatal
• Pada stadium akut dimulai dengan bercak
eritematosa berbatas tegas, edema,
papulovesikel, vesikel atau erosi dan
eksudasi
• Pada stadium kronik terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin
juga fisur berbatas tidak tegas.
• Lokasi : semua bagian tubuh dapat terkena
5. PATOFISIOLOGI
6. PATOGENESIS
7. FAKTOR RESIKO
1. Faktor Eksternal (Potesi sensitisasi alergen,
dosis per unit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, pH)
2. Faktor Internal (Keadaan kulit pada lokasi
kontak, status imunologik, genetik, status
higinie dan gizi)
8. DIAGNOSA
• Anamnesa
Pasien biasanya mengeluhkan gatal dan ada riwayat kontak dengan
bahan – bahan yang dicurigai sebagai penyebab terjadinya dermatitis
tersebut.

• Pemeriksaan Fisik
1. Stadium akut : bercak eritematosa berbatas tegas, edema,
papulovesikel, vesikel, bula, erosi dan eksudasi.
2. Stadium Kronik : kulit kering, skuama, papul, likenifikasi, dan
fisur.

• Pemeriksaan penunjang : uji tempel


9. DIAGNOSA BANDING
•Dermatitis atopik
•Dermatitis numularis
•Pitiriasis Rosea
10. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologi :
Hindari faktor penyebab

2. Farmakologi :
• Antihistamin (Cetirizin)
• Kortikosteroid (Methylprednisolon atau Triamsinolon)
• Topikal (Hidrokortison 1-2%, Triamsinolon 0,1% atau
Desoksimetason 2-2,5%)
11. KOMPLIKASI

•Infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama


Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh
virus misalnya herpes simpleks
•Eritema multiforme (lecet) dan
menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan
kasar atau disebut neurodermatitis (lichen
simplex chronicus)
12. PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi
umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi
kronis bila bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh
faktor endogen(dermatitis atopik,
dermatitis numularis atau psoriasis)
PITIRIASIS ROSEA
1. DEFINISI
Pitiriasis rosea yaitu erupsi kulit
akut yang sembuh sendiri,
dimulai dengan sebuah lesi
inisial berbentuk eritema dan
skuama halus. Kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil di
badan, lengan, dan tungkai atas
yang tersusun sesuai dengan
lipatan kulit dan biasanya
menyembuh dalam waktu 3-8
minggu.
2. EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis rosea didapati pada semua umur,


terutama antara 15-40 tahun, jarang pada usia
kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun.
Ratio perempuan dan laki-laki adalah 1,5 : 1.
3. ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui, tetapi
berdasarkan gambaran klinis dan
epidemiologis diduga infeksi sebagai
penyebab. Berdasarkan bukti ilmiah,
diduga pitiriasis rosea merupakan
eksantema virus yang berhubungan
dengan reaktivitas Human Herpes
Virus (HHV)-7 dan HHV-6.
4. GEJALA KLINIS
 Gatal ringan
 Lokasi (di seluruh tubuh terutama pada tempat yang tertutup
pakaian, lengan atas bagian proksimal, tungkai atas, di sekitar
oral, lidah dan pipi)
Efloresensi : makula eritroskuamosa anular dan solitar
bentuk lonjong dengan tepi hampir tidak nyata meninggi dan
bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang lesi
sesuai dengan garis lipatan kulit dan kadang-kadang
menyerupai gambaran pohon cemara. Lesi inisial (herald
patch) biasanya solitar, bentuk oval, anular, berdiameter 2-6
cm. Jarang terdapat lebih dari 1 herald patch
5. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
6. FAKTOR RESIKO

• Faktor cuaca. Hal ini karena pitiriasis rosea lebih


kerap ditemukan pada musim semi dan musim
gugur.

• Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti


bismuth, barbiturat, captopril, mercuri,
methoxypromazine, metronidazole, D-
penicillamine, isotretinoin, tripelennamine
hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
• Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya
(dermatitis atopi, dermatitis seboroik, acne vulgaris)
dikarenakan pitiriasis rosea dijumpai pada penderita
penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
acne vulgaris dan ketombe.
7. DIAGNOSIS

ANAMNESA
Gatal disertai bercak kemerahan dan sisik halus.

 PEMERIKSAAN FISIK
Makula eritroskuamosa anular dan solitar bentuk
lonjong dengan tepi hampir tidak nyata meninggi
dan bagian sentral bersisik.
 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji floresen antibodi langsung dari


eksudat lesi, uji VDRL, atau dengan
pemeriksaan mikroskop lapangan
gelap.
8. DIAGNOSA BANDING

•Dermatitis kontak alergi


•Tinea corporis
•Dermatitis atopik
9. PENATALAKSANAAN
 NON-FARMAKOLOGI
• Jaga hygiene dan sanitasi
• Jangan menggaruk
• Mencuci dan membersihkan badan dengan
bahan yang lembut
• Mandi dengan sabun yang mengandung
moistirizer
• Menjemur dibawah sinar matahari
 FARMAKOLOGI

a. Sistemik : anti gatal (anti histamin) Cetirizine 10 mg


1 × 1 tab. Bila terdapat gejala menyerupai flu
dan/atau kelainan kulit luas dapat diberikan asiklovir
5 × 800 mg per hari selama 1 minggu.

b.Topikal : bedak kocok yang mengandung asam


salisilat 2% atau mentol 1%.
 EDUKASI
• Pasien biasanya khawatir akan berapa lama
bercak di kulitnya akan hilang dan apakah
penyakitnya bersifat menular. Mereka harus
ditenangkan hatinya dengan meyakinkan bahwa
pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya
dan tidak bersifat menular.
• Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali
apabila ruam masih tetap ada setelah 3 bulan
lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika
dipikirkan adanya diagnosa lain.
10. KOMPLIKASI
Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah
pada pembentukan eksema dan infeksi sekunder
akibat garukan.
11. PROGNOSIS
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan,
biasanya dalam waktu 3-8 minggu. Beberapa
kasus menetap sampai 3 bulan. Dapat terjadi hipo
atau hiperpigmentasi pasca inflamasi sementara
yang biasanya hilang tanpa bekas. Pitiriasis rosea
jarang kambuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan
pada 2% kasus.

Anda mungkin juga menyukai