Anda di halaman 1dari 64

MASA NIFAS

DR. JUNEKE J. KAENG, SPOG (K)


Fisiologi Masa Nifas

 Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya


plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan
pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya
pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan
penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan
pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi dan nutrisi
bagi ibu.
 Uterus
 Uterus hamil (diluar berat bayi, plasenta, cairan dll) memiliki berat
sekitar 1000 gram. Setelah 6 minggu pasca persalinan, beratnya akan
berkurang hingga mendekati ukuran sebelum hamil yaitu sekitar 50-100
gram.
 Segera setelah melahirkan, fundus uterine akan teraba setinggi
umbilikus. Setelah itu, mengecilnya uterus terutama terjadi pada 2
minggu pertama pasca persalinan, dimana pada saat itu uterus akan
masuk ke dalam rongga pelvis. Pada beberapa minggu setelah itu,
uterus perlahan-lahan akan kembali ke ukurannya sebelum hamil,
meskipun secara keseluruhan ukuran uterus tetap akan sedikit lebih
besar sebelum hamil.
 Lapisan endometrium akan mengalami regenerasi dengan cepat,
sehingga pada hari ke-7 kelenjar endometrium sudah mulai ada. Pada
hari ke-16 lapisan endometrium telah pulih di seluruh uterus kecuali di
tempat implantasi plasenta.
Involusi normal dari uterus sesudah
persalinan
 Pada tempat implantasi plasenta, segera setelah persalinan,
hemostasis terjadi akibat kontraksi otot polos pembuluh darah arterial
dan kompresi pembuluh darah akibat kontraksi otot myometrium (ligasi
fisiologis). Ukuran dari tempat implantasi plasenta akan berkurang
hingga separuhnya, dan besarnya perubahan yang terjadi pada
tempat implantasi plasenta akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
dari lokhia. Lokhia yang awal keluar dikenal sebagai lokhia rubra.
Lokhia rubra akan segera berubah warna dari merah menjadi merah
kecoklatan, diesrtai dengan lebih banyak cairan di dalamnya (lokhia
serosa). Setelah beberapa minggu, pengeluaran ini akan makin
berkurang dan warnanya berubah menjadi kuning (lokhia alba).
Periode pengeluaran lokhia bervariasi, tetapi rata-rata akan berhenti
setelah 5 minggu.
 Seringkali, seorang ibu mengalami peningkatan jumlah perdarahan
pasca persalinan pada hari ke-7-14. Hal ini disebabkan oleh lepasnya
lapisan pada tempat implantasi plasenta. Periode ini juga merupakan
periode dimana perdarahan post partum lanjut terjadi.
 Cervix
 Cervix juga mengalami perubahan cepat kembali kondisi non-hamil,
meskipun cervix tidak akan pernah kembali ke kondisi nulipara. Pada
akhir minggu pertama, ostium eksternum menutup hingga kurang dari 1
jari.

 Vagina
 Vagina juga akan mengalami penyusutan tetapi tidak pernah
menyusut ke kondisi sebelum hamil. Dalam 3 minggu vaskularisasi dan
edema akan menyusut, dan rugae vagina akan mulai terlihat pada
wanita yang tidak menyusui. Pada saat ini, epitel vagina akan terlihat
atropik pada pemeriksaan hapusan. Kondisi ini akan kembali setelah 6-
10 minggu, dan akan lebih lambat pada ibu menyusui akibat
rendahnya kadar estrogen selama menyusui.
 Perineum
 Perineum telah mengalami peregangan dan trauma yang hebat, dan
terkadang robek atau dilakukan insisi dalam proses persalinan. Vulva
yang membengkak dan mengalami pembesaran akan mengecil
dengan cepat dalam 1-2 minggu. Tonus otot akan kembali dalam 6
minggu, dan terus mengalami perbaikan hingga beberapa bulan ke
depan. Kembalinya tonus otot perineum ke tonus normal dipengaruhi
oleh seberapa luas trauma yang terjadi pada otot, saraf dan jaringan
ikat perineum.
 Dinding Abdomen
 Dinding abdomen akan tetap lembek dengan tonus yang buruk
hingga beberapa minggu. Kembalinya tonus dinding abdomen sangat
dipengaruhi oleh olah raga yang dilakukan ibu kemudian.
 Ovarium
 Kembalinya fungsi norma dari ovarium sangat bervariasi dan sangat
dipengaruhi oleh menyusui. Seorang wanita yang menyusui
bayinya akan mengalam periode amenore dan anovulasi yang
lebih lama. Seorang ibu yang tidak menyusui akan mengalami
ovulasi setidaknya setelah 27 hari pasca persalinan. Kebanyakan
wanita akan mendapatkan kembali menstruasi dalam 12 minggu;
dan rata-rata dapat mengalami menstruasi pada 7-9 minggu.
 Penundaan dari kembalinya fungsi ovarium pada ibu menyusui
disebabkan oleh supresi ovulasi akibat tingginya kadar prolaktin.
Separuh hingga tiga perempat ibu menyusui akan mendapatkan
kembali menstruasinya setelah 36 minggu pasca persalinan.
 Payudara
 Persiapan payudara untuk siap menyusu terjadi sejak awal
kehamilan. Laktogenesis sudah terjadi sejak usia kehamilan 16
minggu. Pada saat itu plasenta menghasilkan hormon progesteron
dalam jumlah besar yang akan mengaktifkan sel-sel alveolar matur
di payudara yang dapat mensekresikan susu dalam jumlah kecil..
 Kolustrum adalah cairan yang pertama kali dilepaskan
pada 2-4 hari setelah persalinan. Kolustrum
mengandung protein dan antibody dalam jumlah besar
yang bersifat protektif bagi bayi. Kolustrum sebetulnya
sudah terbentuk di dalam kelenjar payudara sejak akhir
kehamilan, daya menghisap dari bayilah yang
kemudian memicu sekresinya.
 Proses produksi air susu sendiri membutuhkan suatu mekanisme
kompleks. Diperlukan pengeluaran yang reguler dari air susu
(pengosongan air susu) yang akan memicu sekresi prolactin. Diperlukan
juga penghisapan putting susu yang akan memicu pelepasan oksitosin
yang kemudian akan menyebabkan sel-sel myoepitel payudara
berkontraksi dan akan mendorong air susu terkumpul di rongga
alveolar untuk kemudian menuju duktus laktoferus. Jika ibu tidak
menyusui, maka pengeluaran air susu akan terhambat yg kemudian
akan meningkatkan tekanan intramamary. Distensi pada alveolar
payudara akan menghambat aliran darah yang pada akhirnya akan
menurunkan produksi air susu. Selain itu peningkatan tekanan tersebut
memicu terjadinya umpan balik inhibisi laktasi (FIL=feedback inhibitory
of Lactation) yang akan menurunkan kadar prolaktin dan memicu
involusi kelenjar payudara dalam 2-3 minggu.
Persalinan Pervaginam

 Setelah persalinan pervaginam, seseorang akan


mengalami pembengkakan disertai nyeri di perineum.
Keluhan ini akan bertambah jika ibu mengalami
episiotomi atau robekan. Asuhan rutin untuk hal ini
dapat diberikan obat-obat anti inflamasi non steroid
atau analgetik lainnya.
 Hemoroid adalah hal lain yang sering dikeluhkan setelah
suatu persalinan per vaginam. Hemoroid akan mengecil
dengan sendirinya bersamaan dengan membaiknya
pembengkakan perineum. Pemberian obat-obatan
simptomatis seperti salep anti inflamasi non steroid,
disertai dengan upaya-upaya lain untuk mencegah
Persalinan dengan Seksio Sesarea

 Seorang ibu yang menjalani persalinan dengan


seksio sesarea tentunya akan mengeluhkan
nyeri tambahan, yaitu nyeri luka operasi. Terapi
untuk hal ini adalah menggunakan obat anti
inflamasi non steroid atau analgetika lain.
Aktifitas fisik harian sebaiknya sesegera mungkin
dilakukan sesuai dengan kondisi yang dihadapi
untuk mencapai pemulihan yang lebih cepat.
Hubungan seksual

 Hubungan seksual pada dasarnya dapat dilakukan


ketika sudah tidak ada pengeluaran pervaginam, dan
ketika vulva dan vagina telah mengalami
penyembuhan. Tidak kalah pentingnya, hubungan
seksual dapat dimulai segera setelah ibu berada dalam
kondisi emosional yang siap untuk melakukan hubungan
seksual. Kesiapan ini akan bervariasi di antara para
perempuan hingga beberapa minggu setelah
melahirkan. Kontrasepsi perlu dipikirkan sejak awal
karena ovulasi pertama sanagt sulit diprediksi.
Instruksi saat Pemulangan

 Instruksi saat pemulangan sangat penting. Sebagian


besar hal ini sudah tersedia di buku KIA dan petugas
kesehatan hendaknya menyediakan waktu untuk
melakukan konseling dan edukasi terkait kondisi-kondisi
yang harus diperhatikan oleh ibu dan keluarganya,
terkait ibu dan bayinya.
 Ibu juga perlu mendapatkan penjelasan tentang
aktifitas fisik yang dapat dilakukan baik pada keadaan
pasca melahirkan normal ataupun pasca operasi.
Penjelasan ini dapat berbeda tergantung dari kasus
yang dihadapi.
 Kehamilan, persalinan, melahirkan dan perawatan bayi
baru lahir adalah pekerjaan yang melelahkan dan
menimbulkan stress psikis , dan ibu membutuhkan waktu
dan dukungan yang cukup untuk pulih. Kunjungan nifas
diharapkan dapat membantu ibu dan keluarganya
untuk dapat pulih sesegera mungkin.
 Skrining untuk kondisi depresi post partum perlu
dilakukan, bila perlu menggunakan instrumen yang
valid. Edinburgh Postnatal Depression Scale merupakan
salah satu contoh yang dapat digunakan dengan
mudah. Instrumen ini bersifat self-reported dan dapat
membedakan antara kecemasan dan depresi
Asuhan Ibu Selama Masa Nifas

 Standar Pemeriksaan Nifas pada setiap kunjungan

 Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir


ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,
berlangsung kira - kira 6 minggu.
 Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/kunjungan masa nifas
setidaknya 3 kali. Pelayanan yang diberikan dalam setiap
kunjungan yaitu:
Kunjungan I : 6 jam – 3 hari sesudah
persalinan
 Memastikan tanda-tanda vital ibu baik
 Mencegah perdarahan karena antonia uteri
 Mendeteksi penyebab lain perdarahan, rujuk bila berlanjut
 Memberi konseling pada ibu dan keluarga bagaimana mencegah perdarahan
 Mendeteksi retensio urine
 Menilai adanya tanda-tanda infeksi
 Pemberian ASI awal
 Memberikan vitamin A 1 kapsul 200.000 IU diminum segera setelah persalinan dan 1 kapsul
200.000 IU diminum 24 jam kemudian
 Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
 Menjaga bayi tetap hangat
 Melakukan konseling dan pemasangan KB Pascapersalinan (AKDR)
 Konseling : Tanyakan pada ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang
didapatkannya dari keluarga, pasangan dan masyarakat untuk perawatan bayinya
Kunjungan II: 4 - 28 hari setelah
persalinan
 Memastikan tanda-tanda vital ibu baik
 Memastikan involusi berjalan dengan normal
 Menilai adanya tanda-tanda infeksi
 Memastikan ibu menyusui dengan baik
 Memberikan konseling KB mandiri
 Memastikan ibu cukup cairan, makanan dan istirahat
 Konseling : Tanyakan pada ibu mengenai suasana emosinya,
bagaimana dukungan yang didapatkannya dari keluarga,
pasangan dan masyarakat untuk perawatan bayinya
Kunjungan III : 29 – 42 hari setelah
persalinan
 Memastikan tanda-tanda vital ibu baik
 Memastikan involusi berjalan dengan normal
 Menilai adanya tanda-tanda infeksi
 Memastikan ibu menyusui dengan baik
 Memberikan konseling KB mandiri
 Memastikan ibu cukup cairan, makanan dan istirahat
 Konseling : Tanyakan pada ibu mengenai suasana emosinya,
bagaimana dukungan yang didapatkannya dari keluarga,
pasangan dan masyarakat untuk perawatan bayinya
Berikan informasi tentang
pentingnya hal-hal berikut dalam
setiap kunjungan nifas:

1.Kebersihan diri
 Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air
kecil atau besar dengan sabun dan air
 Mengganti pembalut dua kali sehari
 Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin

2. Istirahat
 Beristirahat yang cukup
 Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap
3. Latihan
 Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul
 Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul :
 Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik napas dalam posisi tidur terlentang dengan lengan di
samping, tahan napas sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada, ulangi sebanyak 10 kali
 Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan kencangkan otot pantat, pinggul sampai hitungan
5, ulangi sebanyak 5 kali
5. Gizi
 Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
 Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
 Minum minimal 3 liter/hari
 Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pascasalin, terutama
 di daerah dengan prevalensi anemia tinggi
 Menyusui dan merawat payudara
 Jelaskan kepada ibu mengenai cara menyusui dan merawat payudara. (Lihat modul persiapan
menyusui)
6. Senggama
 Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu
tidak merasa nyeri ketika memasukan jari ke dalam vagina
 Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan
7. Perawatan bayi
 Jelaskan cara perawatan bayi yang benar (LIhat Modul Neonatal)
 Jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama, karena akan
membuat bayi stress
 Lakukan stimulasi komunikasi dengan bayi sedini mungkin bersama
suami dan keluarga
KIE Pada Masa Nifas

a. Gizi seimbang bagi ibu menyusui


 Gizi yang baik dikonsumsi pada masa nifas adalah ibu
mengkonsumsi tambahan kalori 500 kalori/hari, diet yang seimbang
yaitu diet yang cukup protein, mineral, serta vitamin. Karena pada
masa nifas ibu juga menyusui, minum minimal 3 liter/hari. Suplemen
besi sebaiknya diminum setidaknya selama 3 bulan pasca salin
terutama pada daerah dengan prevalensi anemia yang tinggi.
Suplemen vitamin A diminum segera setelah persalinan 1 kapsul
(200.000 IU) dan 1 kapsul 24 jam kemudian.
b. Pemberiian ASI ekslusif
 ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan. Dan dilanjutkan
hingga anak berusia 2 tahun. Kekerapan dan lama menyusui
dengan ASI tidak dibatasi, bayi dapat menyusui on demand yaitu
sesering yang bayi mau, siang dan malam. Untuk para pemberi
layanan kesehatan hindari mempromosikan atau memberikan susu
formula kepada ibu tanpa alasan ataupun instruksi medis.
 Hal-hal yang harus diperhatikan ketika menyusui adalah posisi bayi
yang benar, tanda bayi melekat dengan baik, tanda bayi
menghisap dengan efektif, serta tanda bayi selesai menyusui. Posisi
bayi yang benar adalah kepala, leher, dan tubuh bayi dalam satu
garis lurus, badan bayi menghadap ke dada ibu, badan bayi
melekat ke ibu, dan seluruh badan bayi tersangga dengan baik.
 Tanda bayi melekat dengan baik adalah dagu bayi menempel
pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, bibir bawah
membuka lebar, lidah terlihat di dalamnya, areola masuk ke mulut
bayi dan tidak hanya puting susu.
 Tanda-tanda bayi menghisap dengan efektif adalah bayi
menghisap secara dalam dan teratur, diselingi istirahat, hanya
terdengar suara menelan, dan tidak terdengar suara mengecap.
Setelah menyusui bayi melepas payudara secara spontan serta
tampak tenang dan mengantuk.
c. KB pascapersalinan

 Metode amenorea laktasi;


 Kontrasepsi MAL mengandalkan pemberian ASI ekslusif
untuk menekan ovulasi. Adapun tiga syarat yang harus
dipenuhi adalah ibu belum mengalami haid lagi, bayi
disusui secara ekslusif dan sering, sepanjang siang dan
malam efektivitasnya akan lebih baik jika pemberian > 8
kali sehari, dan bayi berusia kurang dari 6 bulan. Agar
efektivitasnya maksimal bayi harus menghisap payudara
secara langsung, menyusui dimulai dari 1/2 - 1 jam
setelah bayi lahir, pola menyusui yang on demand, dan
hindari jarak antar menyusui lebih dari 4 jam.
 2) Kontrasepsi mantap;
 Kontrasepsi mantap atau sterilisasi digunakan bila tidak ingin
mempunyai anak lagi. Kontrasepsi mantap atau kontap dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu tubektomi pada perempuan dan
vasektomi bagi laki-laki.
 Tubektomi
 Prosedur tubektomi dilakukan dengan menutup tuba falopii
(mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. Efektivitas pada
umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 diantara 100 dalam 1
tahun. Keuntungan dari prosedur ini adalah dapat menghentikan
kesuburan secara permanen, mengurangi risiko penyakit radang
panggul dan dapat mengurangi risiko kanker endometrium.
 Vasektomi
 Prosedur vasektomi dilakukan untuk
menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan
jalan melakukan oklusi vasa deferens sehingga
alur transportasi sperma terhambat dan proses
fertilasi tidak terjadi. Vasektomi tidak
mempengaruhi hasrat seksual, fungsi seksual
pria, ataupun maskulinitasnya.
 3) Alat kontrasepsi dalam Rahim
 AKDR dimasukkan kedalam uterus untuk menghambat
kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii,
mempengaruhi fertiisasi sebelum ovum mencapai
kavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu,
dan mencegah impantasi telur dalam uterus. Efektivitas
AKDR pada umumnya risiko kehamilan kurang dari 1
diantara 100 ibu dalam 1 tahun. Efektivitas dapat
bertahan lama hingga 12 tahun. Keuntungan AKDR
dapat langsung dipasang segera setelah bersalin (AKDR
pascaplasenta) dan keguguran ataupun dalam jangka
waktu tertentu, dapat digunakan untuk waktu yang
lama, biaya yang efektif dan terjangkau, tidak
mengganggu ASI, mengurangi angka ketidakpatuhan
pasien dan efektif mencegah kehamilan. bila ibu sudah
terinfeksi klamidia atau gonorea sebelum pemasangan.
 Selain itu keuntungan bagi kesehatan adalah mengurangi risiko
kanker endometrium. Kerugiannya adalah perlu prosedur
pemasangan yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih, dapat terjadi robekan dinding rahim, ada kemungkinan
kegagalan pemasangan, dan dapat terjadinya perubahan pola
haid terutama dalam 3 – 6 bulan pertama (haid memanjang dan
banyak, haid tidak teratur dan nyeri haid). Kerugian untuk
kesehatan yaitu dapat menyebabkan anemia bila cadangan besi
ibu rendah sebelum pemasangan dan AKDR menyebabkan haid
yang lebih banyak, selain itu dapat menyebabkan penyakit radang
panggul
 4) Implan
 Kontrasepsi implant bekerja dengan menekan ovulasi,
mengentalkan lender serviks, menjadikan selaput Rahim
tipis dan atrofi dan mengurangi transportasi sperma.
Implan dimasukkan dibawah kulit dan dapat bertahan 3
– 7 tahun tergantung jenisnya. Efektivitas pada
umumnya risiko kehamilan kurang dari 1 diantara 100 ibu
dalam 1 tahun. Keuntungan dari pemasangan implan
adalah efektif mencegah kehamilan dan tidak
menganggu hubungan seksual serta keuntungan bagi
kesehatan dapat mengurangi risiko penyakit radang
panggul simptomatik dan dapat mengurangi risiko
anemia defisiensi besi.
 Pemasangan implan dapat dilakukan setiap
saat bila ibu masih full breastfeeding.
Sedangkan apabila 6 minggu pascasalin ibu
sudah haid, pemasangan dapat dilakukan
kapan saja namun tetap menggunakan
kontrasepsi lain atau tidak melakukan hubungan
seksual selama 7 hari. Masa pemakaian implan
(3-keto-desogestrel) bisa mencapai 3 tahun,
hingga 5 tahun (levonogestrel). Implan yang
tidak mengganggu produksi ASI adalah implan
berisi progestin.
 5) Suntikan progestin
 Suntikan progestin berfungsi untuk mencegah ovulasi,
mengentalkan lendir serviks, menjadikan selaput rahim tipis
dan atrofi serta menghambat transportasi gamet oleh tuba.
Suntikan progestin diberikan 3 bulan sekali (DMPA).
Efektivitasnya bila digunakan dengan benar, risiko kehamilan
kurang dari 1 diantara 100 ibu dalam 1 tahun. Kesuburan
tidak langsung kembali setelah berhenti, biasanya dalam
waktu beberapa bulan. membantu meningkatkan berat
badan. Keuntungan dari kontrasepsi ini tidak mengganggu
produksi ASI, tidak perlu diminum setiap hari, tidak
menganggu hubungan seksual, dapat digunakan tanpa
diketahui siapapun, menghilangkan haid dan
 Keuntungan bagi kesehatan yaitu mengurangi risiko
kanker endometrium dan fibroid uterus. Dapat
mengurangi risiko penyakit radang panggul dan anemia
defisiensi besi dan mengurangi gejala endometriosis dan
krisis sel sabit pada ibu dengan anemia sel sabit.
Kerugian dari metode suntikan progestin ialah
penggunaannya tergantung kepada tenaga
kesehatan, perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,
kenaikan berat badan, perut kembung atau tidak
nyaman, perubahan suasana perasaan dan penurunan
hasrat seksual.
 6) Minipil
 Minipil atau pil progestin bekerja dengan menekan
sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di
ovarium, endometrium mengalami transformasi
lebih awal sehingga implantasi lebih sulit,
mengentalkan lender serviks sehingga
menghambat penetrasi sperma, mengubah
motilitas tuba sehingga transportasi sperma
terganggu. Minipil harus diminum setiap hari, bila
digunakan dengan benar risiko kehamilan kurang
dari 1 diantara 100 ibu dalam 1 tahun.
 Minipil dapat diminum saat menyusui, pemakaiannya
dikendalikan oleh perempuan, dpaat dihentikan
kapanpun tanpa perlu bantuan tenaga kesehatan, dan
tidak menganggu hubungan seksual. Efek samping dari
penggunaan minipil dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pola haid (menunda haid lebih lama pada
ibu menyusui, haid tidak teratur, haid memanjang atau
sering, haid jarang atau tidak haid), sakit kepala, pusing,
perubahan suasana perasaan, nyeri payudara, nyeri
perut dan mual.
 Kondom
7)
 Prinsip kerja dari kondom ialah menghalangi terjadinya
pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mengemas sperma di ujung selubung karet yang
dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak
tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan. Bila
digunakan dengan benar risiko kehamilan adalah 2 di
antara 100 ibu dalam 1 tahun. Keuntungan dari
penggunaan kondom adalah mencegah penularan
penyakit menular seksual dan konsekuensinya (misal :
kanker serviks). Efek samping dari penggunaan kondom
tidak ada, hanya saja dapat memicu reaksi alergi pada
orang – orang dengan alergi lateks.
Tata Laksana Masalah pada Masa
Nifas
1. Metritis
 Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan
terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok septik, trombosis
vena, emboli paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, infertilitas.
 Tanda dan gejala :
 Demam ≥ 38oC dapat disertai menggigil
 Nyeri perut bagian bawah
 Lokia berbau dan purulen
 Subinvoulsi uterus
 Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok
 Pencegahan :
 Memperhatikan tindakan aseptik pada saat melakukan tindakan (Lihat
Modul Pencegahan Infeksi)
 Menjaga kebersihan diri
 Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air
kecil atau besar dengan sabun dan air
 Mengganti pembalut dua kali sehari
 Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin
 Menghindari menyentuh daerah luka episiotomy atau laserasi
 Meningkatkan nutrisi
 Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
 Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
 Minum minimal 3 liter/hari

 Tatalaksana :
a. Tata Laksana Umum
 Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:
 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
 Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan
tatalaksana
 Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
 Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu
dicurigai terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan
ke dalam vaginanya).
 Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan
keluarkan bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau
kuret tumpul besar bila perlu
 Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas
dan nyeri abdomen), lakukan laparotomi dan drainase abdomen
bila terdapat pus.
 Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
 Lakukan pemeriksaan penunjang:
 Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
 Golongan darah ABO dan jenis Rh
 Gula Darah Sewaktu (GDS)
 Analisis urin
 Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
 Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa
plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
 Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
 Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per
vaginam setiap 4 jam.
 Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48
jam. Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur.Perbolehkan pasien
pulang jika suhu < 37,5°C selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan
leukosit < 11.000/mm3.
b. Tata Laksana Khusus : –
2. Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal

 Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan


karena masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau
abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda
infeksi jaringan sekitar.
 Pencegahan :
 Memperhatikan tindakan aseptik pada saat melakukan tindakan
penjahitan (Lihat Modul Pencegahan Infeksi)
 Menjaga kebersihan diri
 Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah
buang air kecil atau besar dengan sabun dan air
 Mengganti pembalut dua kali sehari
 Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin
 Menghindari menyentuh daerah luka episiotomy atau laserasi
 Meningkatkan nutrisi
 Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
 Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
 Minum minimal 3 liter/hari
3. Abses, seroma, dan hematoma pada luka

 Tanda dan gejala :


 Nyeri tekan pada luka disertai keluarnya cairan atau darah
 Eritema ringan di luar tepi insisi
 Tatalaksana :

a. Tatalaksana umum
 Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti kompres
sendiri setiap 24 jam.
 Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan baju dan pembalut
yang bersih.
b. Tatalaksana khusus
 Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
 Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan situasi.
 Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika.
 Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan
metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.
Selulitis dan fasiitis nekrotikan
 Tanda dan gejala :
 Luka terasa nyeri
 Eritema dan edema di luar tepi insisi
 Luka mengeras
 Keluar cairan bernanah
 Merah di sekitar luka
 Tatalaksana :
 Tatalaksana Umum :-
 Tatalaksana Khusus
 Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
 Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan debridemen.
4. Postpartum Blues

 Gangguan emosional yang paling sering dijumpai pada ibu yang


baru melahirkan adalah postpartum blues. Postpartum blues adalah
suatu tingkat keadaaan depresi sementara yang dialami oleh
kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena perubahan tingkat
hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan
pengasuhan terhadap bayi.
 Postpartum blues muncul ketika seorang ibu tidak berhasil
menyesuaikan diri terhadap perubahan pola kehidupan akibat
kehamilan dan proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan.
Postpartum blues dapat berkembang menjadi depresi postpartum
bila tidak tertangani dengan baik.
 Tanda dan Gejala :
 Distorsi kognitif
 Perubahan mood yang tidak stabil
 Gejala perilaku
 Gejala psikosomatis
 Biasanya muncul antara hari ke tiga hingga ke sepuluh pasca
persalinan, seringkali setelah pasien keluar dari rumah sakit
 Pencegahan :
 Adanya dukungan keluarga dan keadaan lingkungan fisik yang mendukung

 Tatalaksana :
 Tatalaksana Umum :
 Penanggulangan postpartum blues dilakukan dengan menggunakan strategi
penanggulangan yang berfokus pada masalah dan strategi penanggulangan
yang berfokus pada emosi
 Tujuan dari strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah adalah
mengatasi secara langsung situasi stressfull atau ancaman yang dirasakan.
Strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah diantaranya adalah
tindakan langsung (problem focused), mencari informasi (problem focused),
mencari dukungan dari orang lain untuk mendapatkan bantuan langsung
(problem focused) dan menunggu kesempatan yang paling tepat untuk
mengatasinya
Tetanus
 Tetanus merupakan penyakit yang langka dan fatal yang mempengaruhi
susunan saraf pusat dan menyebabkan kontraksi otot yang nyeri.
Tanda dan Gejala :
 Trismus
 Kaku kuduk, wajah
 Punggung melengkung
 Perut kaku seperti papan
 Spasme spontan

 Pencegahan :
 Mendapatkan imunisasi yang lengkap
 Menghindari luka tusuk
 Menghindari adanya sisa paku atau kayu yang menusuk tertinggal di dalam
 Menghindari adanya infeksi bakteri lainnya
 Tatalaksana :
 Tatalaksana Umum
 Rujuk ibu ke rumah sakit
 Tatalaksana Khusus
 Selama mempersiapkan rujukan:
 Miringkan ibu ke samping agar tidak terjadi aspirasi.
 Jaga jalan napas tetap terbuka.
 Atasi kejang dengan diazepam 10 mg IV selama 2 menit. Jauhkan ibu
dari kebisingan dan cahaya.
 Pasang jalur intravena untuk memberikan cairan. Jangan berikan
cairan lewat mulut.
 Berikan antibiotika benzil penisilin 2 juta unit IV setiap 4 jam selama 48
jam. Lalu, lanjutkan dengan ampisilin 500 mg 3 kali sehari selama 10
hari.
 Berikan antitoksin tetanus 3000 unit IM
 Di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, cari tahu dan singkirkan
penyebab infeksi (misalnya jaringan yang terinfeksi)
 Ventilasi mekanik mungkin diperlukan.
Kondisi Payudara
Mastitis
 Mastitis adalah Inflamasi atau infeksi payudara
 Tanda dan Gejala :
 Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah, dan nyeri
 Dapat disertai demam >38°C
 Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat terjadi kapan
saja selama menyusui
 Pencegahan :
 Segera menyusui setelah melahirkan (jangan menunda menyusui)
 Menghindari lecet pada puting
 Lakukan variasi menyusui dengan berbagai posisi sehingga drainase payudara
dapat sempurna
 Hindari menggunakan bra yang ketat yang dapat menghambat aliran ASI
 Tatalaksana
 Tatalaksana Umum :
 Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang lebih banyak.
 Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.
 Tatalaksana Khusus :
 Berikan antibiotika :
 Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari
 ATAU eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10-14 hari
 Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang
tidak sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui,
pompa payudara untuk mengeluarkan isinya.
 Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
 Berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral.
 Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
 Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Bendungan Payudara

 Bendungan yang terjadi pada kelenjar payudara oleh karena ekspansi dan
tekanan dari produksi dan penampungan ASI.
Tanda dan Gejala :
 Payudara bengkak dan keras
 Nyeri pada payudara
 Terjadi 3 – 5 hari setelah persalinan
 Kedua payudara terkena
Pencegahan :
 Hindari posisi menyusui yang tidak baik
 Tidak membatasi bayi menyusui
 Tidak membatasi waktu bayi dengan payudara
 Hindari pemberian suplemen susu formula untuk bayi
 Hindari penggunaan pompa payudara tanpa indikasi sehingga menyebabkan suplai berlebih.
 Hindari penggunaan implan payudara
 Tatalaksana :
 Tatalaksana Umum
 Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas
 Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5
menit
 Urut payudara dari arah pangkal menuju puting.
 Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak.
 Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan
pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.
 Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu
mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran
ASI secara manual dari payudara.
 Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah
Retraksi Puting

 Retraksi puting adalah Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa
kasus, puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus - kasus lain, retraksi ini
menetap.
Tanda dan Gejala :
Grade 1
 Puting tampak datar atau masuk ke dalam
 Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar areola.
 Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi
 Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.
Grade 2
 Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan dilepas
 Terdapat kesulitan menyusui.
 Terdapat fibrosis derajat sedang.
 Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.
 Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos.
Grade 3
 Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan
pembedahan untuk dikeluarkan.
 Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
 Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan
 Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang
parah
Pencegahan : -
Tatalaksana :
Tatalaksana Umum
 Jika retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan pompa
payudara.
 Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk
mengeluarkan puting dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.
7. Retensio Urin

 Retensio urin post partum adalah ketidak mampuan berkemih secara


spontan dalam 24 jam post partum dengan atau tanpa rasa nyeri di
suprasimfisis atau keinginan berkemih dengan atau tanpa disertai
kegelisaan tapi tidak dapat berkemih secara spontan sehingga
memerlukan upaya untuk mengatasi gangguan
Tanda dan Gejala :
 Tidak adanya kemampuan sensasi untuk mengosongkan kandung
kemih ketika buang air kecil
 Nyeri abdomen bagian bawah/suprasimfisis
 Tidak bisa berkemih sama sekali
 Adanya massa yang keras atau tidak keras pada sekitar pelvis dengan
perkusi yang pekak
 Pencegahan :
 Menghindari trauma intra partum pada saat proses
persalinan
 Tatalaksana :
 Tatalaksana Umum
 Terapi yang tepat untuk pasien dengan retensio urin
akut tidak hanya untuk mengurangi gejala tetapi juga
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada fungsi
vesika urinaria dan fungsi ginjal. Karena itu tujuan utama
kasus ini adalah membuat drainase vesika urinaria.
 Tatalaksana Khusus
 Pada retensio urin digunakan obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraksi kandung kemih dan yang menurunkan
resistensi uretra :
 Obat yang kerjanya di sistem saraf parasimpatis
 Biasanya digunakan obat kolinergik, yaitu obat-obatan yang
kerjanya menyerupai asetilkolin. Asetilkolin sendiri tidak digunakan
dalam klinik mengingat efeknya difus/non spesifik dan sangat cepat
dimetabolisir sehingga efeknya sangat pendek. Obat kolinergik
bekerja di ganglion atau di organ akhir (end organ) tetapi lebih
banyak di sinaps organ akhir, yaitu yang disebut dengan efek
muskarinik. Obat – obatan tersebut antara lain : betenekhol,
karbakhol, metakholin dan furtretonium.
Rujukan pada masalah masa nifas

 Rujukan ibu hamil dan neonatus yang berisiko tinggi merupakan


komponen yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan maternal.
Dengan memahami sistem dan cara rujukan yang baik, tenaga
kesehatan diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan pasien.
 Secara umum, rujukan dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan di
suatu fasilitas kesehatan tidak mampu menatalaksana komplikasi yang
mungkin terjadi. Dalam pelayanan kesehatan maternal dan pernatal,
terdapat dua alasan untuk merujuk ibu hamil, yaitu ibu dan/atau janin
yang dikandungnya.
 Berdasarkan sifatnya, rujukan ibu hamil dibedakan menjadi:
Rujukan kegawatdaruratan
 Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang dilakukan
sesegera mungkin karena berhubungan dengan kondisi
kegawatdaruratan yang mendesak
PERENCANAAN RUJUKAN
Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya, karena
rujukan harus medapatkan pesetujuan dari ibu dan/atau keluarganya.
Tenaga kesehatan perlu memberikan kesempatan, apabila situasi
memungkinkan, untuk menjawab pertimbangan dan pertanyaan ibu
serta keluarganya. Beberapa hal yang disampaikan sebaiknya meliputi:
 Diagnosis dan tindakan medis yang diperlukan
 Alasan untuk merujuk ibu
 Risiko yang dapat timbul bila rujukan tidak dilakukan
 Risiko yang dapat timbul selama rujukan dilakukan
 Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi yang dibutuhkan untuk
merujuk
 Tujuan rujukan
 Modalitas dan cara transportasi yang digunakan serta petunjuk arah
dan cara menuju tujuan rujukan dengan menggunakan modalitas
transportasi lain
 Nama tenaga kesehatan yang akan menemani ibu (bila diperlukan)
 Jam operasional dan nomer telepon rumah sakit/pusat layanan kesehatan
yang dituju
 Perkiraan lamanya waktu perawatan (bila memerlukan perawatan)
 Perkiraan biaya dan sistem pembiayaan (termasuk dokumen kelengkapan
untuk Jampersal, Jamkesmas, atau asuransi kesehatan)
 Pilihan akomodasi untuk keluarga
Lengkapi dan kirimlah berkas-berkas berikut ini (secara langsung ataupun melalui
faksimili) sesegera mungkin:
 Formulir rujukan pasien (minimal berisi identitas ibu, hasil pemeriksaan, diagnosis kerja,
terapi yang telah diberikan, tujuan rujukan, serta nama dan tanda tangan tenaga
kesehatan yang memberi pelayanan)
 Buku KIA
 Hasil pemeriksaan penunjang
 Berkas-berkas lain untuk pembiayaan menggunakan jaminan kesehatan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai