Anda di halaman 1dari 35

PATOFISIOLOGI NYERI AKUT

Ghori KM, Zhang YF, Sinatra RS. Pathophysiologi of acute pain. In: Sinatra RS, Lion-
Casasola OA, Ginsberg B, Viscusi ER, eds. Acute pain management. New York:
Cambridege University Press; 2009: p 21-32

OLEH :
PRAJAYANTI PALULUN
C111 06 038

PEMBIMBING :
Dr. NUR ASDARINA
Dr. IVAN

SUPERVISOR:
Dr. SYAFRUDDIN GAUS, Ph.D, Sp.An-KMN
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI TERAPI INTENSIF DAN
MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PENDAHULUAN
Respon patofisiologi terhadap insisi luas, diseksi
yang ekstensif, ataupun manipulasi viseral

Efek negatif terhadap kardiovaskuler dan


pulmonal, dan menyebabkan perilaku maladaptif
PERUBAHAN PATOFISIOLOGI
1. Gangguan neurohormonal
2. Gangguan fungsi sinaptik dan proses nosiseptik
dalam medula spinalis dan korteks
3. Aktivasi simpatoadrenal
4. Respon neuroendokrin
HIPERALGESIA
 Lewis  Trias respon inflamasi.
1. Peningkatan aliran darah (flare)
2. Edema jaringan (wheal),
3. Sensitisasi nosiseptor perifer (hiperalgesia)

Hiperalgesia diartikan sebagai gangguan pada


derajat sensibilitas dimana terjadinya ↑
intensitas nyeri yang berkaitan dengan adanya
stimulasi noxious yang berulang.
HIPERALGESIA
 Alodynia: keadaan dimana stimulasi atau
rangsangan yang non-noxious (tanpa cedera
jaringan) seperti penekanan/sentuhan ringan 
persepsi rasa nyeri.

Dikenal ada 2 yaitu


1. Hiperalgesia Primer
2. Hiperalgesia Sekunder
HIPERALGESIA PRIMER
 Menunjukkan  ↑ sensitifitas noxious, nampak
jelas dalam beberapa menit setelah cedera dan
ditandai dengan ↑ respon terhadap sentuhan
ringan, panas, dan mekanik.
RESPON PERIFER TERHADAP CEDERA AKUT
HIPERALGESIA SEKUNDER
Gangguan lambat pada sensitifitas noxious yang
diamati pada regio yang tidak cedera yang berada
di sekitar luka.
Diperantarai: sensitisasi neuronal dan perubahan
adaptif.
Terdiri dari 2 fase
1. Fase inisial
2. Fase potensiasi jangka panjang
RESPON SIMPATOADRENAL
 Respon simpatoadrenal terhadap cedera
traumatik terbagi atas tiga stadium:
1. Fight-flight reaction
2. Resistence stage
3. Exhaustion stage
Norepinefrin
↑ Sekresi
medua
Katekolamin adrenal

Sel simpatis dan


neuron
preganglionik
Impuls
nosiseptif
Patofisiologis meningkatnya tonus
simpatis dan gangguan perfusi
1. Meningkatnya insiden hipertensi pasca
pembedahan
2. Meningkatnya resistensi vaskuler perifer
3. Terbatasnya mikrosirkulasi
4. Hipoperfusi renal
5. Meningkatkan aktivasi platelet dan
mempercepat koagulasi
RESPON NEUROENDOKRIN
 Stimulus neurogenik  mempengaruhi
hipotalamus, organ target  gangguan respon
neuroendokrin.
 Ditandai oleh:
1. ↑ Sekresi hormon katabolik:
 ↑ kehilangan protein
 Gangguan sistem imunitas

2. Menghambat mediator anabolik.


RESPON NEUROENDOKRIN
Impuls
nosiseptif dan HIPOTALAMUS
stimulus
sadar

Pro-opiomelanocortin

Adrenokortikotropik (ACTH) ß-endorfin

Kortikosteroid dan mineral kortikoid


EFEKNYA PADA ORGAN TARGET
Nyeri yang kurang terkontrol  menurunnya
kapasitas fungsional, meningkatnya gangguan
tidur, dan penyembuhan luka yang terlambat

Paling penting adalah fakta bahwa pada pasien


berisiko tinggi dengan disfungsi kardiovaskuler
dan pulmonal risiko morbiditas dan mortalitas
pasca operasi dapat meningkat
EFEKNYA PADA ORGAN TARGET
Jantung
1. Disfungsi jantung: Infark miokar, gagal jantung,
dan aritmia.
2. Takikardi
3. Oklusi arteri koroner
EFEKNYA PADA ORGAN TARGET
Paru-paru
Hiperalgesia dinding dada dan abdomen bagian atas
 gangguan patofisiologi, termasuk disfungsi
muskuloskeletal dan diafragma, dan gangguan
pertukaran gas.

Komplikasi post-operatif: Atelektasis, pneumonia,


dan hipoksemia arteri
EFEKNYA PADA ORGAN TARGET
Sistem vaskuler
Nyeri yang tidak terkontrol  predisposisi
terjadinya trombosis vena dalam (DVT) dan
emboli paru.
Gangguan kemampuan transpor dan menurunnya
aliran vena.
Norepinefrin yang tinggi dalam plasma 
konstriksi vaskuler dan adhesi platelet.
EFEKNYA PADA ORGAN TARGET
Bagian yang cedera
Gangguan humoral dan neurokimia  peranan
penting untuk berkembangnya nyeri pasca operasi
yang persisten dan nyeri kronik.

Sensitisasi yang berlanjut pada nosiseptor perifer


dan sel spinal  hiperalgesia yang berkelanjutan.
EFEKNYA PADA ORGAN TARGET
Sistem Saraf Sentral
Kerusakan jaringsn dengan terapi yg tidak adekuat
 sensitisasi sentral
 Respos simpatoadrenal
 Perubahan plastisitas dan
 Peningkatan sensitisasi noxious.
TRANSISI DARI NYERI AKUT KE
NYERI KRONIS
PATOFISIOLOGI PENGURANGAN
INDUKSI NYERI
Anestesi epidural, seperti anastesi epidural
thorakal, memperbaiki kondisi infrak
miokard, trombosis vena dalam, emboli
paru, kebutuhan transfusi, pneumonia,
distres pernapasan, dan morbiditas pasca
operasi setelah suatu operasi besar.
Pembedahan Vaskuler
Anestesi epidural + anestesi umum 
kardioprotektif pada post operasi aneurisma aorta
abdominal.

 Analgesik epidural  mengurangi risiko hipertensi

Anestesi epidural yang  analgesik epirudal


lanjutan; mempertahankan fibrinolisis, ↓ risiko
trombosis arteri.
Operasi Jantung
Analgesik epdural thorakal :
Blok spesifik pada arkus refleks nosiseptor dan dapat
mengurangi ataupun atau menghilangkan stres.
Memperbaiki stabilitas hemodinamik, menurunkan
pelepasan troponin dan insiden aritmia
supraventrikuler.
Menurunkan mortalitas dan infark miokard.
Bedah Thoraks dan Abdomen atas
Anestesi epidural thorakal dengan opioid +
anestesi lokal  perbaikan volume paru, laju
pernapasan, dan nyeri.

Anestesi epidural thorakal  memperbaiki fungsi


paru, perbaikan gejala nyeri, dan pencegahan
hiperalgesia sekunder
Risiko Tromboemboli
 Anestesi lokal epidural lanjutan dan blok saraf
ekstremitas bawah lanjutan mungkin
menguntungkan bagi pasien yang berisiko tinggi
menderita tromboemboli vena.

Blok neuroaksial sentral menurunkan risiko DVT,


emboli paru ,pneumonia, depresi pernapasan, dan
infark miokard.
Respon sitokin
 Opioid sistemik dan PCA itravena merupakan
pereda nyeri yang efektif.

 Anestesi regional ataupun epidural lanjutan 


menekan respon simpatoadrenal dan
menyebabkan supresi respon yang diperantarai
humoral dan reaktivitas neuroendokrin.
Analgesik multimodal, termasuk NSAIDs dan
inhibitor COX-2 memberikan efek tambahan yang
bermanfaat bagi analgesik regional dan epidural
dan secara khusus menurunkan sintesis PGE
seperti pada respon inflamasi sentral dan perifer.
Risiko Kerusakan Dan Infeksi Jaringan
o Gangguan mekanisme pertahan tubuh yang
disebabkan oleh trauma pembedahan dan respon
stres hormonal dapat berkurang dengan analgesik
epidural.

o Analgesik epidural postoperatif menyebabkan


reaktivitas limfosit yang lebih bermakna
dibandingkan dengan opioid intravena.
Gangguan Tidur Dan Fungsionalitas
o Analgesik epidural dan regional yang
berkalanjutan  memperbaiki kualitas tidur.
o Analgesik epidural > opioid parenteral
Nyeri Persisten
o Modifikasi teknik pembedahan dapat mengurangi
perkembangan dan beratnya gejala.

o Penanganan anastesi dan analgesik harus memiliki


pendekatan preemptif dan multimodal yang telah
terbukti untuk menurunkan intensitas nyeri.
KESIMPULAN
 Respon patofisiologi dan adaptasi perubahan
terhadap cedera jaringan berfungsi untuk:
 Mempertahankan hemodinamik
 Meminimalkan cedera jaringan
 Membantu penyembuhan.
KESIMPULAN
 Analgesik epidural dan regional lanjutan dapat
menurunkan intensitas nyeri, respon
simpatoadrenal, dan komplikasi paru secara
bermakna.

 Ahli anestesi telah menjadi spesialis dalam


fisiologi dan patofisiologi nyeri dan memainkan
peranan penting.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai