Anda di halaman 1dari 53

Oleh :

Jamzani Sodik
Latar Belakang
1. Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial
tidak selalu berlangsung secara seimbang dan
merata.
2. Kecenderungan peranan modal (investor) lebih
memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah
memiliki fasilitas yang lengkap
3. Adanya ketimpangan redistribusi pembagian
pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah
lanjutan
4. Kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah
dan antar wilayah serta antarsektor ekonomi.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola dan struktur pertumbuhan
ekonomi kecamatan di Kotamadya Yogyakarta
berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per
kapita.

2. Apakah terdapat ketimpangan pendapatan


regional antar kecamatan di Kotamadya
Yogyakarta.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi kecamatan berdasarkan
pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita

2. Untuk menganalisis ketimpangan pendapatan


regional antar kecamatan
Landasan Teori
1. Menurut Teori Neo-klasik pertumbuhan ekonomi
suatu daerah akan sangat ditentukan oleh
kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan
kegiatan produksinya.

2. Keynesian yang menekankan pada sisi permintaan.


Aliran ini menempatkan isu sentral pada ekspor
regional sebagai penggerak pertumbuhan output.
Lanjutan
3. Teori penyebab kumulatif (cumulatif causation
theory). Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh
ahli-ahli teori pusat pertumbuhan seperti Perroux
(1950), Myrdal (1957) dan Hirschman (1958) dalam
Armstrong and Taylor (2007). Apabila suatu industri
mempunyai skala ekonomi internal (internal
economies of scale) yang signifikan, perusahaan yang
tumbuh secara cepat akan menambah keunggulan
kompetitif lebih besar dari pada saingannya dan akan
terjadi pertumbuhan kumulatif.
Studi Empiris
1. Akita (2001) melakukan penelitian ketimpangan
pendapatan daerah di China pada periode 1995-1998.
Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh Pemerintah
China adalah masalah pemerataan pendapatan dan
pemerataan pertumbuhan ekonomi antar provinsi.
2. Sjafrizal (2002) untuk periode 1993-2000. Disamping
mengukur tingkat ketimpangan dan tendensinya, studi
ini juga mencoba melihat pengaruh ibukota Jakarta
terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Temuan yang menarik dari studi ini adalah nbahwa
pengaruh ibukota Jakarta terhadap ketimpangan antar
wilayah di Indonesia ternyata cukup besar Karena stuktur
ekonomi kota yang sangat berbeda dibandingkan dengan
propinsi.
Lanjutan
3. Studi Akita dan Alisyahbana (2002) dengan
menggunakan Theil Index sebagai alat ukur
ketimpangan pembangunan antar wilayah dan dalam
wilayah Masalah ketimpangan distribusi pendapatan
tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan antara
pulau Jawa dan luar Jawa saja melainkan juga antara
wilayah di dalam Pulau Jawa itu sendiri. Bahkan
ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara
daerah kabupaten/ kota di dalam wilayah propinsi itu
sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesenjangan
antar daerah terjadi sebagai konsekuensi dari
pembangunan yang terkonsentrasi.
Lanjutan
4. Sutarno dan Kuncoro (2003) mengidentifikasi pola
dan struktur pertumbuhan ekonomi dan mengetahui
ketimpangan antar Kabupaten di Kabupaten
Banyumas. Melalui pendekatan analisis ketimpangan
Williamson dan indeks entropi Theil, diperoleh
kesimpulan bahwa tingkat ketimpangan PDRB per
kapita antar Kabupaten di Kabupaten Banyumas yaitu
rata-rata 0,426 untuk Indeks ketimpangan Williamson
dan 0,0396 untuk Indeks Entropy Theil.
Lanjutan
4. Etharina (2005) menganalisis disparitas pendapatan antar
daerah di Indonesia dan melihat pengaruh suatu wilayah
atau grup propinsi terhadap disparitas yang terjadi.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Theil Entropy
Index untuk melihat dimensi spasial dan disparitas
regional. Hasil penelitian menemukan bahwa disparitas
pendapatan per kapita yang terjadi antara (between)
wilayah Jawa dan luar Jawa, serta antara Kawasan Barat dan
Kawasan Timur Indonesia relative kecil. Disparitas
pendapatan perkapita yang lebih besar terjadi antara DKI
Jakarta dan daerah lainnya, serta antara grup propinsi kaya
dan grup propinsi miskin. Selain itu penelitian juga
menemukan bahwa disparitas justru semakin nyata terjadi
di dalam (within) suatu wilayah yaitu di dalam wilayah
Jawa, Luar Jawa, KBI dan KTI.
Metode Penelitian
Alat Analisis
1. Tipologi Klassen dapat digunakan untuk
mengetahui gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut tipologi
Klassen, masing-masing daerah dapat
diklasifikasikan sebagai daerah yang tumbuh cepat
(Rapid Growth Regioan), daerah yang tertekan
(Retarded Region), daerah sedang tumbuh (Growth
Region) dan daerah relatif tertinggal (Relative
Backward Region).
Lanjutan
(I) Jika ri > rn dan Yi > Yn = Daerah Maju dan Tumbuh Cepat (MT)
(II) Jika ri > rn dan Yi < Yn = Daerah Berkembang Cepat (B)
(III) Jika ri < rn dan Yi > Yn = Daerah Maju tapi Tertekan (M)
(IV) Jika ri < rn dan Yi < Yn = Daerah Kurang Berkembang (KB)
Dimana :
 ri = laju pertumbuhan PDRB daerah ke-i (Kecamatan ke-I)
 rn = laju pertumbuhan PDRB rata-rata Kotamadya/Kabupaten
 Yi = Pendapatan perkapita daerah ke-I (Kecamatan ke-i)
 Yn = Pendapatan perkapita rata-rata Kotamadya/Kabupaten
Lanjutan

(I) Daerah
(II) Daerah
Maju &
Berkembang
Tumbuh
Cepat
Cepat

(III) Daerah (IV) Daerah


Maju Tapi Relatif
Tertekan Tertinggal
Lanjutan
2. INDEKS ENTROPHY THEIL
Digunakan untuk mengukur kesenjangan atau
ketimpangan (ketimpangan regional,
ketimpangan industri/derajat aglomerasi industri,
ketimpangan kemiskinan dll)

n
 Yi   Yi / Y 
T    log  
i 1  Y   Pi / P 
Lanjutan…
 Keterangan:
 T = indeks entropi Theil
 Yi = PDRB per kapita Kecamatan i
 Y = Rata-rata PDRB per kapita
Kotamadya/Kabupaten i
 Pi = Jumlah penduduk Kecamatan i
 P = Jumlah penduduk Kotamadya/Kabupaten
Lanjutan
3. INDEKS WILLIAMSON
Digunakan untuk mengukur
kesenjangan/ketimpangan regional

1
{(Yi  Yt ) ( f1 / n)}
2 2

Yt
Hasil Analisis
(I) Maju & Tumbuh (II) Berkembang Cepat :
Cepat :
Kraton
Gondokusuman
Pakualaman
Gondomanan
Wirobrajan
Jetis
Gedongtengan

(IV) Relatif Tertinggal:


(III) Maju Tapi Tertekan Mantrijeron
: Mergangsan
Umbulharjo Kotagede
Danurejan Ngampilan
Tegalrejo
Lanjutan
TAHUN INDEKS Entropi Theil
2004 1.32
2005 1.24
2006 1.22
2007 1.24
RATA-RATA 1.26
Lanjutan
2. Indeks kesenjangan Entropy Theil menunjukkan
kecenderungan peningkatan
kesenjangan/ketimpangan dari tahun 2006 sampai
tahun 2007. Pada tahun 2004 nilai indeks Entropy
Theil sebesar 1,32 pada periode tahun 2005 nilai indeks
Entropy Theil 1,24 pada tahun 2006 mengalami
penurunan menjadi 1,22, dan pada tahun 2007
mengalami peningkatan sehingga nilai indeks Entropy
Theilnya menjadi 1,24.
Lanjutan
TAHUN INDEKS WILLIAMSON
2004 0.99
2005 1.47
2006 1.12
2007 1.14
RATA-RATA 1.18
Lanjutan
3. Indeks Williamson menunjukkan kecenderungan
peningkatan kesenjangan/ketimpangan dari tahun
2006 sampai tahun 2007. Pada tahun 2004 nilai indeks
Williamson sebesar 0,99 pada periode tahun 2005
nilai indeks Williamson naik menjadi 1,47 pada tahun
2006 mengalami penurunan menjadi 1,22, dan pada
tahun 2007 mengalami peningkatan sehingga nilai
indeks Williamson menjadi 1,14.
Hipotesis Kuznet
 Hipotesis Kuznet dapat dibuktikan dengan membuat
grafik antara pertumbuhan PDRB dan indeks
ketimpangan. Grafik tersebut merupakan hubungan
antara pertumbuhan PDRB dengan Indeks
ketimpangan Williamson maupun pertumbuhan
PDRB dengan indeks ketimpangan Entropi Theil pada
periode pengamatan. Tetapi karena periode
pengamatan pada penelitian ini hanya 4 tahun maka
pembuktian hipotesis Kuznet tidak bisa sempurna.
Hal ini disebabkan karena data PDRB perkapita
kecamatan di Kotamadya Yogyakarta baru dimulai
tahun 2004.
Hasil Hipotesis Kuznet
 Dari tabel diatas terlihat bahwa pertumbuhan
ekonomi yang meningkat akan diikuti oleh Indeks
Enthropy yang menaik juga. Hal ini sesuai dengan
hipotesis Kuznet bahwa pada saat awal pertumbuhan
ekonomi ketimpangan juga akan meningkat tetapi
lama kelamaan akan turun atau semakin merata.
Hanya didalam periode penelitian ini belum
tergambar jelas karena periodenya baru empat tahun.
Hal yang sama juga terjadi pada tabel 4.6. terlihat
bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat
maka akan diikuti oleh kenaikan nilai indeks
Williamson.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Berdasarkan tipologi daerah menurut pertumbuhan
dan pendapatan per kapita, daerah/kecamatan di
Kotamadya Yogyakarta dapat diklasifikasikan menjadi
empat kelompok, yaitu sebagai daerah yang tumbuh
cepat (Rapid Growth Regioan), daerah yang tertekan
(Retarded Region), daerah sedang tumbuh (Growth
Region) dan daerah relatif tertinggal (Relative
Backward Region).
Lanjutan
2. Indeks kesenjangan Entropy Theil menunjukkan
kecenderungan peningkatan
kesenjangan/ketimpangan dari tahun 2006 sampai
tahun 2007. Nilai Indeks Entropy Theil yang semakin
membesar menunjukkan kesenjangan/ketimpangan
yang semakin membesar pula. Demikian pula
sebaliknya, bila indeksnya semakin kecil, maka
kesenjangan/ketimpangan akan semkin rendah/kecil
atau dengan kata lain semakin merata.
Lanjutan
3. Indeks Williamson menunjukkan kecenderungan
peningkatan kesenjangan/ketimpangan dari tahun
2006 sampai tahun 2007. Nilai Indeks Williamson
yang semakin membesar menunjukkan
kesenjangan/ketimpangan yang semakin membesar
pula. Demikian pula sebaliknya, bila indeksnya
semakin kecil, maka kesenjangan/ketimpangan akan
semkin rendah/kecil atau dengan kata lain semakin
merata.
Lanjutan
Saran
 Dalam mengambil kebijakan pembangunan, pemerintah
kotamadya Yogyakarta dan propinsi harus memperhatikan
dimensi spasial, tidak seperti pada waku sebelumnya yang
menggunakan pendekatan non spasial. Dalam prakteknya,
selalu terjadi trade-off, tarik menarik, antara strategi
percepatan pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan
pendapatan antar daerah. Salah satu kebijakan yang dapat
ditempuh oleh Pemerintah Kotamadya Yogyakarta adalah
perencanaan pembangunan diarahkan/diprioritaskan pada :
1. Daerah-daerah yang relative tertinggal, khususnya dengan
strategi meningkatkan pertumbuhan dan penanggulangan
kemiskinan.
2. Untuk daerah-daerah yang cepat maju dan berkembang
dengan strategi menaik investasi dan promosi daerah perlu
ditingkatkan.
Hipotesis “U” terbalik
 Kecenderungan penurunan disparitas pendapatan
yang ditunjukkan dengan indeks Williamson dan
indeks Entropi Theil belum menunjukkan berlakunya
Hipotesis “U” terbalik dari Kuznets di kabupaten/kota
di Propinsi Jawa Tengah. Hipotesis Kuznets dapat
dibuktikan dengan membuat grafik antara
pertumbuhan PDRB dan indeks ketimpangan. Grafik
tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan
PDRB dengan indeks Williamson maupun
pertumbuhan PDRB dengan indeks Theil selama
periode pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai