Mahdi Yusuf
1. Indeks Derajat Dermatitis
Atopik
• Luas luka (A) diukur dengan menggunakan the rule of nine
dengan skala penilaian 0-100. Tanda-tanda inflamasi (B) pada
SCORAD terdiri dari 6 kriteria: eritema, edema/papul,
ekskoriasi, likenifikasi, krusta, dan kulit kering yang masing-
masing dinilai dari skala 0-3. Gejala subjektif (C) terdiri dari
pruritus dan gangguan tidur yang masing-masing dinilai
dengan visual analogue scaledari skala 0-10 sehingga skor
maksimum untuk bagian ini adalah 20
Keterangan :
A: adalah jumlah luas permukaan kulit yang terkena dermatitis
atopik di luar kulit kering dengan mengikuti rule of nine dengan
jumlah skor tertinggikategori A adalah 100.
B: adalah jumlah dari 6 kriteria inflamasi yaitu
eritema/kemerahan, edema/papul/gelembung yang
melepuh,oozing/krusta, ekskoriasi, likenifikasi/berkerak/bersisik,
keringan kulit, semua mempunyai nilai masing-masing berskala 0-
3 (0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat), jumlah skor
tertinggi kategori B ini adalah 18.
C: adalah jumlah dari nilai gatal dan gangguan tidur dengan skala
0 –10 dengan jumlah skor tertinggi kategori C adalah 20.
Rumus SCORAD = A/5 + 7B/2 + C
Berdasarkan dari penilaian SCORAD dermatitis atopik digolongkan
menjadi:
1. Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD <15): perubahan warna kulit
menjadi kemerahan, kulit kering yang ringan, gatal ringan, tidak ada
infeksi sekunder.
2. Dermatitis atopik sedang (skor SCORAD antara 15–40): kulit
kemerahan, infeksi kulit ringan atau sedang, gatal, gangguan tidur, dan
likenifikasi.
3. Dermatitis atopik berat (skor SCORAD >40): kemerahan kulit, gatal,
likenifikasi, gangguan tidur, dan infeksi kulit yang semuanya berat.
2. Grafik Alergen March
3. Prevalensi defisiensi Fillagrin di
Asia
• The frequency of FLG mutation was 31.4% and 26.0% in Chinese
patients with AD in previous reports
• A Japanese case–control study of eight FLG mutations
demonstrated that about 27% of Japanese patients with AD carried
at least one FLG mutation
• The frequency of FLG mutations was 20.2% in Singaporean Chinese
patients with AD
• The frequency of FLG mutations in Korean patients with AD (15.7%)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5290020/
4. Perbandingan Imunomodulator
dan Kortikosteroid
• Kortikosteroid topikal • Mekanisme kerja
memiliki sifat anti radang, kalsineurin inhibitor topikal
Langkah pengobatan adalah membentuk
dermatitis menurut kompleks dengan dengan
keparahan penyakit FK-506 binding
imunosupresi, vasokonstriksi, protein(FKBP) yang
dan menghambat aktivitas menghambat kemampuan
kalsineurin untuk
fibroblast
defosforilasi Faktor Nuklear
• Efek samping yang dapat Sel T Teraktivasi (NFAT)
terjadi adalah atrofi kulit, • Efek samping yang
telangiektasis, striae, akne tersering adalah reaksi
steroid, rosasea, penyerapan pada daerah aplikasi, yaitu
sistemik, dan supresi aksis rasa terbakar pada kulit
hipotalamik-pituitari-adrenal dan pruritus
• Sebuah telaah sistematik menyimpulkan bahwa takrolimus sama
efektifnya dengan kortikosteroid topikal kelas III-V untuk DA pada
badan.
• Pimekrolimus memiliki efektivitas lebih rendah dibandingkan
kortikosteroid potensi sedang, kelas V, dan kortikosteroid potensi
rendah, yaitu kelas VI dan VII, dalam penanganan DA sedang sampai
berat
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-bik3e6f270e27efull.pdf
Penggunaan Kalsineurin Inhibitor sebagai Imunomodulator Topikal pada Terapi Dermatitis Atopik
5. Titik tangkap Fototerapi pada
Dermatitis Atopik
• Radiasi UV menargetkan sel-sel inflamasi pada kulit,
menginduksi efek imunosupresif positif dengan mengubah
produksi sitokin, menginduksi apoptosis sel T yang
menginfiltrasi, dan menghambat fungsi penyajian antigen dari
sel Langerhans.
• Radiasi UV dapat melindungi kulit dengan merangsang
penebalan stratum korneum yang dapat membatasi reaksi
eksim dan mencegah masuknya antigen luar