Anda di halaman 1dari 9

Pengantar Ilmu Hukum:

Penemuan dan Penafsiran Hukum

Politeknik Keuangan Negara-STAN 2015


Keputusan Hakim Dalam
Penemuan/Pembentukan Hukum
Pasal 16 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman: pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili.
Latar belakang:
Ketentuan suatu UU tidak selalu jelas dan lengkap. Tidak semua
aspek di dalam masyarakat diatur dalam UU.
Peran Keputusan Hakim dalam penemuan/pembentukan hukum:
hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (pasal
28 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 ).
hakim jangan hanya menjadi corong Undang-undang.
2
Peran Keputusan Hakim
Sistem hukum Anglo Saxon:
1. Keputusan hakim mengikat semua pihak.
2. Keputusan hakim membentuk Hukum/Undang-undang.

Sistem hukum Eropa Continental:


1. Keputusan hakim hanya mengikat para pihak yang
berperkara.
2. Hanya keputusan hakim tertentu (landmark decision) yang
diperkirakan dapat mempengaruhi pembentukan hukum
/Undang-undang.
3
Kekuatan Memaksa

Hakim memiliki kekuatan untuk memaksa putusannya


dari kepala putusan/irah-irah “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
• Misal: sebagai dasar untuk melakukan eksekusi sita
jaminan, mengenakan denda.

4
Penafsiran Hukum

Penafsiran atau interpretasi hukum berfungsi untuk mencari


dan menetapkan dalil-dalil hukum yang termuat dalam undang-
undang yang akan digunakan untuk menghukumi kasus-kasus
kongkrit.

Latar belakang:
hukum yang ada belum tentu mudah untuk diterapkan pada kasus-kasus
kongkrit. Karena adanya kodifikasi, hukum menjadi kaku, statis dan sukar
berubah. Sementara itu masyarakat terus berubah dan berkembang.
Agar hukum dapat diaplikasikan dalam kasus-kasus kongkrit yang ada di
masyarakat, maka diperlukan interpretasi hukum.
5
Penafsiran Hukum (2)

1. Penafsiran gramatikal (tata bahasa): penafsiran didasarkan pada


bunyi ketentuan Undang-undang.
2. Penafsiran otentik: penafsiran yang pasti terhadap arti kata per kata.
3. Penafsiran historis: penafsiran berdasarkan sejarah, bisa menurut
sejarah terjadinya hukum, maupun berdasarkan maksud pembentuk
UU.
4. Penafsiran sistematis (dogmatis) penafsiran dengan melihat
susunan yag berhubungan dengan bunyi pasal lain.
5. Penafsiran sosiologis/teleologis: penafsiran berdasarkan kepada
maksud dan tujuan dibentuknya Undang-undang.

6
Penafsiran Hukum (3)

6. Penafsiran komparatif: penafsiran dengan cara memperbandingkan


antara hukum lama dengan hukum positif, antara hukum nasional
dengan hukum asing dan hukum kolonial.
7. Penafsiran futuristis: penafsiran yang bersifat antisipasi yang
berpedoman kepada undang-undang yang belum mempunyai
kekuatan hukum.
8. Penafsiran restriktif: penafsiran dengan cara mempersempit atau
membatasi kata-kata.
9. Penafsiran ekstensif: penafsiran dengan cara memperluas arti kata-
kata.

7
Penafsiran Hukum (4)

10.Penafsiran dengan menggunakan metode argumentasi:


metode penafsiran hukum yang digunakan apabila
peraturan yang ada tidak jelas atau peraturannya belum
ada. Agar tidak terjadi kekosongan atau ketidaklengkapan
hukum digunakan metode berfikir:
a. Argumentum per analogiam: menganalogikan
peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip yang
belum ada pengaturannya dengan peristiwa yang
sudah ada pengaturannya.

8
Penafsiran hukum
Penafsiran Hukum (5)

b. Penyempitan hukum, kadang-kadang peraturan perundang-


undangan yang ada ruang lingkupnya terlalu umum atau luas,
sehingga perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap suatu
peristiwa tertentu.
c. Argumentum a contrario, ada kalanya suatu perisiwa khusus
tidak diatur oleh suatu undang-undang, tetapi kebalikan dari
peristiwa tersebut diatur oleh undang-undang.

11. Penemuan hukum bebas: penemuan hukum dengan metode


interpretasi dan argumentasi yang berpijak pada undang-undang. 
Putusan Hakim

Anda mungkin juga menyukai