Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN KASUS

KEGAWATDARURATAN
INVAGINASI

Qonita Hanif

Pembimbing :
dr. Bobi Prabowo, Sp. EM

Pendamping :
dr. Heru Dwi Cahyono
dr. Yulita Wahyu W
PENDAHULUAN

Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian


usus ke dalam lumen bagian yang tepat
berdekatan, diawali dari masuknya usus
bagian proksimal (intususeptum) ke
dalam usus bagian distal (intususipien).

Intussuseptum : bagian usus yang masuk


Intussusipien : bagian yang menerima
intussusceptum

(Feins, N.R, et al 2010)


EPIDEMIOLOGI

Intususepsi
merupakan penyebab Insiden intususepsi Laki-laki : perempuan
nyeri akut abdomen bervariasi dari 1,5-4 dengan rasio 1:2 atau
kedua tersering dalam 1000 kelahiran 3:2
setelah konstipasi.

75% pada usia dua Insiden puncak


tahun pertama dan berhubungan dengan
40% pada usia 3-9 variasi musim infeksi
bulan virus

(Daneman A, et al 2006)
ANATOMI
-Usus Halus : pilorus sampai
katup ileosekal
Dibagi 3 bagian : 1. Duodenum
2. Jejunum
3. Ileum

- Usus besar : sekum, kolon


dan rectum.
Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang
melekat pada ujung sekum.

- Colon : Colon ascenden,


tranversum, descenden dan
sigmoid.
DEFINISI

• Proses di mana segmen intestin masuk ke dalam


bagian lumen usus → obstruksi pada saluran cerna
(prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen
bagian yang tepat berdekatan)
• Intususeptum: Bagian usus yang masuk
• Intususipiens : bagian yang menerima intususeptum.
• Invaginasi disebut juga intususepsi.

(Feins, N.R, et al 2010)


(Feins, N.R, et al 2010)
ETIOLOGI

Pada anak tidak dapat ditentukan atau


disebut juga invaginasi primer.

Faktor presipitasi
pada anak : infeksi virus (rotavirus)
dan pertumbuhan tumor intestinum.

invaginasi
Rotavirus → infeksi → diare, vomitus,
demam, dan dehidrasi.

(Mulyaningrum, P 2010); (Stringer, 2006); (Daneman A, 2006)


Hipertrofi Payer’s patch di ileum →
merangsang peristaltik usus sebagai upaya
mengeluarkan massa tersebut → invaginasi.

Adenovirus (50% kasus invaginasi)


Invaginasi idiopatik (usia 6 -36 bulan)

(Mulyaningrum, P 2010); (Stringer, 2006); (Daneman A, 2006)


PATOFISIOLOGI
(Daneman A, et al 2006)
PATOFISIOLOGI

(Daneman A, et al 2006)
KLASIFIKASI

• Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori


berdasarkan lokasi terjadinya:
Entero-enterika : Colo-kolika: kolon
usus halus masuk masuk ke dalam
ke dalam usus kolon
halus

Ileo-colica: ileum Ileosekal: ileum


terminal yang terminal masuk ke
maasuk ke dalam dalam sekum di mana
lokus minorisnya
kolon asendens
adalah katup
ileosekal.

(Daneman A, et al 2006)
DIAGNOSIS

A.Kriteria Mayor :
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
– Riwayat muntah kehijauan
– Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus
atau bising usus abnormal
– Foto polos abdomen menunjukkan adanya level
cairan dan dilatasi usus halus

(Ramachandran, P, et al 2009)
2. Inspeksi
– Massa di abdomen
– Massa di rectal
– Prolapsus intestinal
– Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan
invaginasi atau massa dari jaringan lunak

(Ramachandran, P, et al 2009)
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti
vena
– Keluarnya darah per rectal
– Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
– Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

(Ramachandran, P, et al 2009)
B. Kriteria Minor
• Usia < 1 tahun
• Laki-laki
• Nyeri perut
• Muntah
• Letargi
• Hangat
• Syok hipovolemik
• Foto polos abdomen → pola gas usus yang
abnormal.

(Ramachandran, P, et al 2009)
Currant jelly stool
CT Scan

USG potongan tranversal USG potongan horizontal


16
CUPPING SIGN

(Zakariaet al 2007)
DIAGNOSA BANDING

• Gastro – enteritis,

• Divertikulum Meckel

• Disentri amoeba

• Enterokolitis

• Prolapsus recti atau Rectal prolaps


TATA LAKSANA

• Pertolongan kurang dari 24 jam dari


serangan pertama → prognosis yang
lebih baik
1. Reduksi dengan barium enema
2. Reduksi dengan operasi

(Ramachandran, P, et al 2009)
TATA LAKSANA

• Sebelum dilakukan tindakan reduksi:


a)Dipuasakan
b)Resusitasi cairan
c)Dekompressi dengan pemasangan
pipa lambung (NGT).

(Ramachandran, P, et al 2009)
TATA LAKSANA

1. Reduksi dengan barium enema


• Berfungsi sebagai diagnostik dan terapi
• Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai
kontra indikasi seperti :
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik
secara klinis maupun pada foto abdomen
- Dijumpai tanda – tanda peritonitis
- Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
- Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat
- Usia penderita diatas 2 tahun

(Ramachandran, P, et al 2009)
Teknik diagnostik
1. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke
rektum dan difiksasi dengan plester
2. Melalui kateter bubur barium dialirkan dari
kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja
penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan
alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat
diidentifikasi dan dibuat foto.

(Ramachandran, P, et al 2009)
TATA LAKSANA (3)

2. Reduksi dengan operasi


A. Memperbaiki keadaan umum
• Perfusi jaringan telah baik→produksi urine sekitar
0,5 – 1 cc/kg BB/jam.
• HR < 120 x/menit
• RR tidak > 40 x/menit
• Akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah
menjadi hangat dan kering
• Turgor kulit mulai membaik
• S tidak > 38o C.
Usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk
rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan
pemasangan sonde lambung.
B. Tindakan untuk mereposisi usus
Reposisi manual dengan cara “milking” dilakukan
dengan halus dan sabar
• Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara
transversal (melintang)
• Pada anak – anak < 2 tahun : insisi transversal
supraumbilikal

(Ramachandran, P, et al 2009); (Fischer, T.K, 2004)


• Insisi transversal infraumbilikal : lebih mudah
untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi
invaginasi dan tindakan apendektomi bila
dibutuhkan.
• Setelah usus direseksi → anastomosis ”end
to end”, apabila hal ini memungkinkan, bila
tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi”
atau enterostomi.

(Ramachandran, P, et al 2009); (Fischer, T.K, 2004); (Papadakis, K, 2010)


PERAWATAN PASCA OPERASI

• Nasogastric tube berguna sebagai


dekompresi pada saluran cerna selama
1 – 2 hari dan penderita tetap dengan
infus.
• Intestine membaik apabila :
- Menghilangnya cairan kehijauan dari
nasogastric tube.
- Abdomen menjadi lunak, tidak distensi.
- Dapat juga didapati peningkatan suhu
tubuh pasca operasi yang akan turun
secara perlahan.
KOMPLIKASI

• Perdarahan usus,
• Nekrosis,
• Perforasi usus dengan peritonitis,
• Syok dan sepsis,
• Intususepsi berulang serta dapat
berakibat kematian

(Daneman A, et al 2006); (Ignacio, R.C, 210)


PROGNOSIS

• Mortalitas sekitar 1%, sangat rendah jika


penanganan dilakukan dalam 24 jam
pertama dan meningkat dengan cepat
setelah waktu tersebut, terutama setelah hari
kedua

(Wyllie, R, 2004); (Cusick, E.L , 2005)


LAPORAN KASUS

• Nama : By. Anisa Almahera


• Jenis Kelamin : Perempuan
• Tanggal Lahir : 13 Februari 2017
• Umur : 6 bulan
• Alamat : Tugu, Rejotangan
• Agama : Islam
• No CM : 11736297
• Tanggal Masuk : 10 Agustus 2017
• Tanggal Pmx : 10 Agustus 2017
ANAMNESIS

KU BAB lendir bercampur darah

KT Muntah, Perut Keras


Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan RS Era Medika dengan


keluhan BAB lendir bercampur darah, keluhan ini
muncul sejak ± 1 hari SMRS. Awalnya pasien sering
rewel dan menangis tiba-tiba, lalu pasien muntah
dengan frekuensi ± 5 kali, muntah berwarna
kekuningan dengan volume ¼ Aqua gelas tiap kali
muntah. Kemudian pasien mengalami BAB lendir
bercampur darah berwarna kemerahan dengan
frekuensi 4 kali perhari, dengan konsistensi seperti
lendir dan volume sedikit-sedikit ± 15 cc tiap kali BAB
• Pasien juga memiliki riwayat batuk pilek yang
dialami ± 1 minggu sebelum mengalami keluhan
BAB lendir bercampur darah. Pasien juga memiliki
demam. Pasien kemudian dipijatkan ke tukang pijat
selama 5 hari berturut-turut. Pasien juga diberi
makan pisang kerok sejak 3 hari SMRS. Lalu ibu
pasien mengeluh perut pasien mebesar sejak 2 hari
SMRS. Perut menjadi besar dan keras secara
perlahan.
RPD Tidak ada

RPK Tidak ada

RPO Tidak ada


Riw. Kehamilan ANC teratur ke spesialis kandungan, ibu hamil
ibu aterm 40 minggu dan ibunya tidak pernah
mengalami kelainan selama masa kehamilan

Pasien lahir secara pervaginam dengan BBL 3525


Riw. Persalinan gr dan panjang 50 cm. pasien merupakan anak
ibu pertama dengan jenis kelamin perempuan, lahir
cukup bulan

Riw.Pemberian Usia 5 bulan pasien diberikan makanan


Makan pendamping ASI

Riw. Imunisasi Hepatitis B + Polio + BCG + DTP


Vital Sign

• Keadaan Umum : Baik


• Kesadaran : Compos Mentis
• Heart rate : 140 x/menit
• Pernapasan : 44 x/menit
• Suhu : 36,7 oC
• Berat Badan : 6,6 Kg
• Panjang Badan : 65 Cm
Pemeriksaan Fisik

• Status generalis:
Kepala:
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada sekret/ bau/ perdarahan
Telinga : tidak ada sekret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi,
mukosa tidak pucat, mulut kering.
Leher:
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Fisik

• Thoraks:
Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus codis teraba di ICS IV MCLS
P: batas jantung ICS IV PSL dekstra sampai ICS V
MCL sinistra
A: S1S2 tunggal, ekstrasistol (-), gallop (-), murmur (-)
Pulmo:
I: Simetris, tidak ada retraksi
P: Fremitus raba normal
P: Sonor
A: Vesikuler +/+, Ronkhi:-/- Wheezing : -/-
Pemeriksaan Fisik

Abdomen
• Inspeksi : Distensi (+), Simetris (+),Darm contour (-), Darm
steifung (-)
• Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
• Palpasi : Tidak teraba massa, Dance sign (-)
• Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)

Ekstremitas:
Akral hangat + + Oedem - -
+ + - -
Rectal Touche
• Sfingter ani ketat (+)
• Ampula kosong
• Mukosa licin
• Pseudoportio (-)
• Sarung tangan: Feses (-), lendir bercampur
darah (+)
Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Hemoglobin 11,1 11,0-15 gr/dl
Leukosit 16,62 6,0-14,0 x 103/ul
Trombosit 522 150 - 450 x 103/ul
Hematokrit 36,2 32.0 – 46.0 %
Eritrosit 4,45 3,7-5,2 x 103/ul
Eosinofil 0,1 0-4 %
Basofil 0,2 0-1 %
Netrofil Segmen 79,7 30-40 %
Limfosit 13,7 40-60 %
Monosit 6,3 2-6 %
Faal Hemostasis
PT 10 10-14 detik
PT% 104,4 70-130%
INR 0,94 1,0-1,5
APTT 40 22-30 detik
Kimia Klinik
Elektrolit
Na 139 135-145 mmol/l
K 4,1 3,5-4,5 mmol/l
Cl 105 90-110 mmol/l
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 88 <200 mg/dl
USG Abdomen 10/8/2017

Kesimpulan :
Target Sign
DIAGNOSIS KERJA

• Invaginasi
PENATALAKSANAAN DI IGD

• Oksigenasi
• IVFD RL 150 cc habis dalam 1 jam
• Maintenance IVFD D51/2 NS 700 cc/ 24 jam
• Inj. Ceftriakson 200 mg /12jam
• Inj. Sanmol 3x75 mg
• NGT
• Catheter
Konsul Bedah :
• Inj. Cefuroxime 3x300mg
• Inj. Santagesic 3x ¼ ampul
• Puasa
• NGT & Catheter
• Pro op Reduksi invaginasi CITO
PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam


• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Uraian Pembedahan :

Jam operasi 21.30- 22.30 Wib


• Diagnosis Pra bedah : Intususepsi
• Diagnosis Pasca Bedah : Intususepsi
• Nama operasi : Explorasi
laparotomi + Milking prosedur + Appendictomi
Laporan Operasi :

• Posisi pasien supinasi dengan general Anestesi


• Desinfeksi lapangan operasi
• Insisi Transversal supra umbilical
• Didapatkan : - Intususepsi ileo-colo-colica ±20cm
• Nodul KGB mesenterium di PA
• Dilakukan Milking procedure : Viabel
• Appendiktomi
• Cuci cavum abdomen
• Operasi selesai, lapangan operasi ditutup lapis demi
lapis.
S Demam (+), Pasien Rewel, menangis lemah
O Ku : Cukup Follow Up H1
Kesadaran : CM
Post Op
TTV : N : 120x/mnt RR : 32x/mnt Tax : 37,5 C
k/l : aicd +/-/-/-
Thorax : Cor : S1S2 tunggal m (-) g (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh-/-
Abd : Cembung, BU(+), Soefl, Timpani
Ext : AH ++/++ Oedem --/--
St. Lokal :
- NGT (+), Residu kuning coklat 25 cc
- Verban di Region Umbilical dan lumbar lateral D/S
- Drain di region suprapubik, isi: darah volume 75cc
Hasil lab. DL tanggal 11/8/2017 :
Hb : 10,0 gr/dl
Leukosit : 19,07 x 10³
Hematokrit : 31,3 %
Trombosit : 528 x 10³
A Invaginasi Post op H1
p O2 CPAP F10 – 40% peep 5
Inf D5 ¼ NS 600cc/24jam
Inf Aminosteril 6% 100cc/24jam
Inj. Ceftriaxon 2x 350mg
Inj. Sanmol 3x 75mg
Inj. Ranitidin 2x7mg
Inj. Ondansentron 2x2mg
Po : Sucralfat syr 3x cth 1
S Demam (-), Flatus (+), BAB (-)
O Ku : Cukup
Kesadaran : CM Follow Up
TTV : N : 126x/mnt RR : 28x/mnt Tax : 36,8 C
H2 Post Op
k/l : aicd -/-/-/-
Thorax : Cor : S1S2 tunggal m (-) g (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh-/-
Abd : Cembung, BU(+), Soefl, Timpani
Ext : AH ++/++ Oedem --/--
St. Lokal :
- NGT (+), Residu kuning 10 cc
- Verban di Region Umbilical dan lumbar lateral D/S
- Drain di region suprapubik, isi: darah volume 30cc

A Invaginasi Post op H2
p O2 NK 2 lpm
Inf D5 ¼ NS 600cc/24jam
Inf Aminosteril 6% 100cc/24jam
Inj. Ceftriaxon 2x 350mg
Inj. Sanmol 3x 75mg
Inj. Ranitidin 2x7mg
Inj. Ondansentron 2x2mg
Po : Sucralfat syr 3x cth 1
S Demam (-), Flatus (+), BAB (+) cair, ampas sedikit
O Ku : Cukup
Kesadaran : CM
TTV : N : 120x/mnt RR : 30x/mnt Tax : 36,8 C
k/l : aicd -/-/-/- Follow Up
Thorax : Cor : S1S2 tunggal m (-) g (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh-/-
H3 Post Op
Abd : Cembung, BU(+), Soefl, Timpani
Ext : AH ++/++ Oedem --/--
St. Lokal :
- Verban di Region Umbilical dan lumbar lateral D/S
- Drain di region suprapubik, isi: darah volume 10cc

A Invaginasi Post op H3
p O2 NK 2lpm
Inf D5 ¼ NS 600cc/24jam
Inj. Ceftriaxon 2x 350mg
Inj. Sanmol 3x 75mg
Inj. Ranitidin 2x7mg
Inj. Ondansentron 2x2mg
Aff NGT
Diet cair ASI
Aff Drain
Po : Sucralfat syr 3x cth 1
S Demam (-), Flatus (+), BAB (+)cair, Ampas Sedikit ±35cc
O Ku : Cukup
Follow Up
Kesadaran : CM
H4 Post Op
TTV : N : 114x/mnt RR : 32x/mnt Tax : 36,8 C
k/l : aicd +/-/-/-
Thorax : Cor : S1S2 tunggal m (-) g (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh-/-
Abd : Cembung, BU(+), Soefl, Timpani
Ext : AH ++/++ Oedem --/--
St. Lokal :
- Verban di Region Umbilical dan lumbar lateral D/S

A Invaginasi Post op H4
p Inj. Ceftriaxon 2x 350mg
Inj. Sanmol 3x 75mg
Inj. Ranitidin 2x7mg
Po : Sucralfat syr 3x cth 1
PRO KRS
PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Hal ini menunjukkan sesuai


dengan teori insiden intususepsi
yang bervariasi, namun dari 1,5-4
dalam 1000 kelahiran,
Pasien An. A usia 6 bulan kecenderungan laki-laki menderita
dengan jenis kelamin penyakit ini lebih besar daripada
perempuan perempuan dengan rasio 1:2 atau
3:2. Kasus intususepsi mencapai
75% pada dua tahun pertama
kehidupan dan 40% terjadi pada
usia 3-9 bulan.

(Daneman A, et al 2006)
PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Berdasarkan teori pembuluh darah


mesenterium dari bagian yang terjepit
mengakibatkan gangguan venous
return sehingga terjadi kongesti,
pasien datang dengan keluhan oedem, hiperfungsi goblet sel serta
BAB lendir bercampur darah.
laserasi mukosa usus, ini
muncul sejak ± 1 hari SMRS
memperlihatkan gejala BAB lendir
bercampur darah. Tanda ini baru
dijumpai sesudah 6–8 jam serangan
sakit yang pertama kali, kadang-
kadang sesudah 12 jam

(Feins, N.R, et al 2010)


PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Proses invaginasi terjadi dimana bagian


proksimal masuk ke distal dan terjadi
pasien muntah dengan frekuensi sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan
± 5 kali, muntah berwarna refluks yang terjadi oleh karena
kekuningan dengan volume ¼ gangguan perjalanan peristaltik.
Aqua gelas tiap kali muntah. Peristaltik yang semula berjalan dari
oral ke anal menjadi berbalik karena
ada sumbatan di bagian distal, sehingga
dapat mendorong makanan refluks ke
atas.

(Ramachandran, P, et al 2009)
PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Secara teori, Sebanyak 90% kasus tidak


dijumpai penyebab yang pasti dari
Pasien juga memiliki riwayat batuk intususepsi. terdapat beberapa faktor
pilek yang dialami ± 1 minggu predisposisi yang dapat menyebabkan
Pasien juga memiliki demam. intususepsi seperti polip, divertikulum
Pasien kemudian dipijatkan ke meckel, henoch schonlein purpura,
tukang pijat selama 5 hari berturut- limfoma, parasit, infeksi adenovirus
turut. Pasien juga diberi makan dan rotavirus. Penyebab lainnya yaitu
pisang kerok sejak 3 hari SMRS. perubahan motilitas usus, gerakan
peristaltik yang berlebihan dan
sumbatan fekal.

(Mulyaningrum, 2009); (Stringer, M.D, et al 2006); (Sondheimer, J.M2003)


PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Sesuai dengan teori bahwa sesudah 18–24


Inspeksi : Distensi (+) jam serangan sakit yang pertama, usus
Palpasi : tidak teraba massa, yang tadinya tersumbat partial berubah
Dance’s Sign (-) menjadi sumbatan total, diikuti proses
Perkusi : oedem yang semakin bertambah, sehingga
Timpani (+), pasien dijumpai dengan tanda–tanda
Auskultasi: obstruksi, seperti perut kembung. dengan
Bising usus (+) meningkat gambaran peristaltik usus yang jelas
,

(Ramachandran, P, et al 2009)
PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

USG abdomen telah menjadi teknik


diagnostik standar noninvasif dengan
USG abdomen : Tampak Target akurasi 100%.
sign; berukuran sekitar 5,51 x Ultrasonografi dapat digunakan untuk
2,23 x 5,17 cm di sertai mengidentifikasi intususepsi, dengan
ditemukannya tanda “doughnut” atau target
Vaskularisasi di intra dan tepi
pada pandangan melintang dan
lesi dan echo cairan bebas “pseudokidney” pada pandangan
disekitarnya. longitudinal.

(Gabriel Conder, et al 2009)


PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Penatalaksanaan di IGD Hal ini sesuai dengan teori bahwa


-Oksigenasi penanganan awal pada anak dengan
-IVFD RL 150 cc habis dalam 1 jam intususepsi :
Maintenance IVFD D51/2 NS 700 -Resusitasi cairan. Koreksi dehidrasi
cc/ 24 jam
sangat penting sebelum melakukan
-Inj. Ceftriakson 200 mg /12jam
-Inj. Sanmol 3x75 mg reduksi.
-NGT - Pemasangan nasogastric tube (NGT).
-Catheter - Pasien diberikan antibiotik profilaksis
Konsul Bedah : Pro Reduksi - Reduksi Invaginasi
invaginasi Cito

(Ramachandran, P, et al 2009)
PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Menurut teori, Pembedahan


diindikasikan ketika terjadi
Laporan Operasi : kegagalan reduksi non operatif atau
-Insisi Transversal supra umbilical didapatkan bukti klinis kematian
-Didapatkan : - Intususepsi ileo- usus, peritonitis, septikemia atau
colo-colica ±20cm adanya titik utama patologis.
- Nodul KGB mesenterium di PA
-Dilakukan Milking procedure : Pada kasus reduksi nonoperatif yang
Viabel tidak berhasil, pasien dipindahkan
-Appendiktomi
ke kamar operasi untuk dilakukan
laparotomi dan reduksi manual
intususepsi dengan cara milking

(Ramachandran, P, et al 2009)
PEMBAHASAN

Analisa Kasus

Tindakan reseksi usus dilakukan


apabila terjadi kongesti dan Beberapa ahli melakukan
edema dengan hipertrofi plak apendiktomi karena sayatan pada
peyer. Usus berkumpul dan kuadran kanan bawah dapat
terlihat kehitaman (kematian) diasumsikan sebagai bekas luka
usus.(Fischer, T.K; 2004) yang kemudian hari dapat
menyebabkan edema mesentrium
Inflamasi apendiks dapat sekal yang diduga meningkatkan
bertindak sebagai lead point inflamasi pembuluh darah apendiks.
patologis yang mana akan (Ramachandran, P, et al 2009)
dilakukanapendiktomi.
(Ramachandran, P, et al 2009)
PEMBAHASAN

Analisa Kasus

Pada kondisi tertentu ketika


pasien dalam kondisi tidak stabil,
kontaminasi berat, reduksi tidak
dapat dilakukan atau usus
nonviabel. maka pembuatan
ileostomy dapat lakukan. (Feins,
N.R, et al 2010)
PEMBAHASAN

Kasus Analisa Kasus

Mortalitas dari intususepsi adalah


Prognosis sekitar 1% akan tetapi intususepsi yang
Quo ad vitam : dubia tidak ditangani dapat berakibat fatal.
ad bonam Penyebab kematian pada anak dengan
Quo ad functionam : dubia intususepsi dapat disebakan oleh
ad bonam keterlambatan diagnosis (lebih dari 24
Quo ad sanactionam : dubia jam), cairan yang tidak adekuat, terapi
ad bonam antibiotik yang tidak tepat,
keterlambatan mengenali intususepsi
berulang setelah reduksi, perforasi dan
komplikasi pembedahan.

(Ramachandran, P, et al 2009); (Daneman A, 2006); (Waag, K.L, 2006)


DAFTAR PUSTAKA
Silen, W. Intussusception and Other Cause of Obstruction Dalam: Silen, W. Cope’s
Early Diagnosis of the Acute Abdomen. Edisi ke 2. USA: 2010; 178-187

Papadakis, K and Feins, N.R. Intussusception. Dalam: Gellis, S.S and Kagan, B.M.
Current Pediatric Therapy. Edisi ke-17. Amerika Serikat: W. B. Saunders
Company; 2010

Bines, J.E; Patel, M and Parashar, U. Assessment of Postlicensure Safety of


Rotavirus Vaccines, with Emphasis on Intussusception. J Infect Dis 2009: 282-
290

Ein, S.H & Daneman A. Intussusception . Dalam : Grosfeld, Jay L et al. Pediatric
Surgery. Edisi ke-6. USA: Elsevier Inc; 2006: 1313-1337

Wyllie, R. Ileus, Adhesion, Intussusception and Close-Loop Obstructions. hal:


Dalam: Behrman, R.E; Kliegman, R.M and Jenson, H.B. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-17. Amerika Serikat Elsevier Science. 2004

Lam, V.T. Intussusception. Dalam: Arensman, R.M; Bambini, D.A and Almond,
P.S. Pediatric Surgery. USA: Landes Bioscience Georgetown. 2000; 89-93
DAFTAR PUSTAKA

Buettcher, M; Baer, G; Bonhoeffer, J., Schaad UB, Heininger U. Three-Year


Surveillance of Intussusception in Children in Switzerland. Journal of the
American Academy of Pediatrics. 2007; 120(3): 473-480

Tate, J.E; Steele, A.D; Bines, J.E., Zuber PLF, Parashar UD. Research Priorities
Regarding Vaccine and Intussusception: A meeting Summary. Elsevier. 2012

Giak, C.l; Singh, H.A; Nallusamy, R Leong TY, Ng TL, Bock HL. Epidemiology of
Intussusception In Malaysia: A Three-Year Review. Southeast Asian J Trop
Med Public Health. 2008; 39: 848-55.

World Health Organization. Vaccine and Biologicals, Acute Intussusception in


Infant and Children, Incidence, Clinical Presentation and Management: A
Global Perspective. World Health Organization. 2002

Mulyaningrum, P. Prevalensi Penyakit Invaginasi Pada Anak Di Rumah Sakit


Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Dengan Rumah Sakit Umum Dokter
Piringdadi Medan Periode 2006- 2009. Skripsi. USU. 2010
DAFTAR PUSTAKA
Stringer, M.D; Oldham, K.T and Mouriquand, P.D.E. Pediatric Surgery and Urology:
Long-term Outcomes. Edisi ke-2. USA: Cambridge University Press. 2006; 311-
312

Sondheimer, J.M. Intussusception. Dalam: Hay, W.W; Jr, Hayward A.R; Levin, M et
al. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Edisi ke-16. Singapore: The
McGraw-Hill Companies Inc. 2003

Ramachandran, P. Intussusception hal: 485- 490. Dalam: Puri, P; Höllwarth, M.


Pediatric Surgery: Diagnosis and Management. London: Springer Dordrecht
Heidelberg. 2009

Gershon, A.A; Hotez, P.J and Katz, S.L. Krugman’s Infectious Disease Of Children.
Edisi ke-11. USA: Mosby Inc. 2004

Fischer, T.K; Bihrmann, K; Perch, M., Koch A, Wohlfahrt J, Kare M, Melbye M.


Intussusception in Early Childhood: A Cohort Study of 1.7 Million Children.
Journal of the American Academy of Pediatrics. 2004: 114(3): 782-785.

IGNACIO, R.C and Fallat, M..E. Intussusception. Dalam: Holcomb, III G.W;
Murphy, J.P. Edisi ke-5. Ashcraft’s Pediatric Surgery. USA: Saunders Elsevier.
2010: 508-516
DAFTAR PUSTAKA
Cusick, E.L and Woodward, M.N. Intussusception. Dalam: Burge, D.M; Griffiths,
D.M; Steinbrecher, H.A; Wheeler, R.A. Paediatric Surgery. Edisi ke-2. USA:
Oxford University Press Inc. 2005: 197-203

Schnitzler, E; lster, T and Russo, R.D. The Acute Abdomen. Dalam: Nichols, D.G.
Roger's Textbook of Pediatric Intensive Care. Edisi ke-4. Lippincott Williams &
Wilkins. 2008

Waag, K.L. Intussusception. Dalam: Puri, P and Hollwarth, M. Pediatric Surgery.


New York, Springer-Verlag. 2006: 313-320

Zakaria, Iskandar. Peranan Radiologi dalam Diagnosis dan Terapi Invaginasi.


Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 7. 2007.

Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit


FKUI.2008. p 245-253, p 256-258, p 415-416.

Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang. Radiographic Evaluation of Intussusception:


Utility of Left-Side-Down Decubitus View. RSNA:Vol 248. 2008.

Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology – Intussusception ,


Cambrige University Press. 2009
74

Anda mungkin juga menyukai