Anda di halaman 1dari 39

M

A
T
E
R
I
Pengertian SPP
Bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
Fungsi SPP

Sebagai bukti pembayaran pajak bila telah disahkan


oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang,
atau bila telah mendapatkan validasi dari pihak lain yang
berwenang.
1. NPWP, Nama WP dan Alamat
Contoh Bagian Formulir
2. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran

Contoh Bagian Formulir


3. Uraian Pembayaran
Contoh Bagian Formulir
4. Masa Pajak

Contoh Bagian Formulir


5. Tahun Pajak

Contoh Bagian Formulir


6. Nomor Ketetapan

Contoh Bagian Formulir


7. Jumlah Pembayaran & Terbilang

Contoh Bagian Formulir


8. Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran
(untuk SSP Standar)

Contoh Bagian Formulir


9. Wajib Pajak/Penyetor

Contoh Bagian Formulir


10. Ruang Validasi Kantor Penerima
Pembayaran (untuk SSP Standar)
Contoh Bagian Formulir
Mekanisme Pembayaran Pajak
a. Pembayaran angsuran PPh setiap
bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran
Pajak Penghasilan secara angsuran.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang
sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan
bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas
2 yaitu:
1. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
2. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak
Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu(OPSPT).
b. Untuk Wajib Pajak Badan
(angsuran PPh Pasal 25)
Besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang
terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan
dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b
Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran
bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,-
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh,
yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran
bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
c. Membayar PPh melalui pemotongan
dan pemungutan oleh pihak lain
Pihak lain disini adalah:
• Pemberi penghasilan;
• Pemberi kerja; atau
• Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh
pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan
pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian
Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
• Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa
ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
• Pembayaran Pajak-pajak lainnya
Pemotongan / Pemungutan Pajak
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan
sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan
dengan mekanisme pemotongan/pemungutan
yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan
adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15
dan PPN dan PPn BM.
PPh Pasal 21
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan kepada oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima
oleh pegawai dipotong oleh perusahaan
pemberi kerja.
PPh Pasal 22
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh
pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang (seperti penyerahan barang
oleh rekanan kepada bendaharawan
pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha
di bidang-bidang tertentu serta penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
PPh Pasal 23
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan sehubungan dengan
pembayaran berupa deviden, bunga, royalty, sewa,
dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
Contohnya adalah pemotongan dan
penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu (jasa
service mesin atau komputer) yang pemotongannya
dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
PPh Pasal 26
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan
pembayaran berupa deviden, bunga, royalty,
hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar
negeri.
Contohnya adalah pemotongan dan
penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan
tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib
Pajak berbentuk badan.
PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh
pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan
pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa
tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi,
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dan lainnya.
PPh Pasal 15
Pemotongan Pajak penghasilan yang
dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada
Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma
penghitungan khusus.
Wajib Pajak tertentu tersebut adalah
perusahaan pelayaran atau penerbangan
international, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas
bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang
melakukan investasi dalam bentuk bangun guna
serah.
PPN dan PPnBM
Pemungutan PPN dan PPnBM oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pemungutan
yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah)
atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena
pajak.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh
Undang-Undang Perpajakan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka
dapat dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
PENAGIHAN PAJAK
Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib Pajak tidak
membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak(STP),
atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, maka DJP dapat melakukan tindakan penagihan.
Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran
dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap
tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan
penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita
tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses
penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7
(tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak
tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh
satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak
tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak
Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari
setelah pengumuman lelang. Sedangkan
pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14
(empat belas) hari setelah penyitaan.
1. Dalam hal jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari
pada jumlah pajak yang terutang :

a. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan


permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak
melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat
WP terdaftar atau berdomisili.
b. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
- Pajak Penghasilan,
- Pajak Pertambahan Nilai,
- Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
c. SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama
12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara
lengkap.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan
restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan
SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu berakhir.
- Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan
tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar.
2. Dalam hal pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terhutang:
a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk
orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat
mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur
Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau
berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak
atas pajak yang seharusnya tidak terutang.
Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pembayaran pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.
b. WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM)
dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur
Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang dipotong atau
yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat Pengusaha
Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan
PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum
dikreditkan atau dibiayakan.
Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.
c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan
dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang
melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan
dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang
dipotong atau dipungut adalah :
- orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
- subjek pajak luar negeri; atau
- terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh
pemotong atau pemungutan kecuali WP yang melakukan
pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan
yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.
d. Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian
terhadap permohonan pengembalian pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan
WP diterima secara lengkap dan menerbitkan
SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang
seharusnya tidak terutang, maka Direktur Jenderal
Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada
WP.
B. Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak
yang Memenuhi Persyaratan Tertentu
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu yang dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas
3. Wajib Pajak badan
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
Terhadap permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang
memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP
melakukan penelitian atas :
1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah
dilakukan oleh WP; dan
4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT
tersebut atau dalam SPT perubahan alamat.

Anda mungkin juga menyukai