Anda di halaman 1dari 16

FARMAKODINAMIK

Fase dimana obat telah berinteraksi


dengan sisi reseptor dan siap
memberikan efek.
Mekanisme kerja obat
■ Beberapa mekanisme kerja obat yang dapat digolongkan sebagai
berikut:
■ Secara fisika, contohnya anestetik terbang, laksansia dan
diuretik osmotis.
■ Secara Kimia, misalnya antasida lambung dan zat-zat khelasi
(zat-zat yang dapat mengikat logam berat)
■ Proses metabolisme, misalnya antibiotika mengganggu
pembentukan dinding sel kuman, sintesis protein, dan
metabolisme asam nucleat.
■ Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat
dibedakan dua jenis kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik
dan enzym-enzym.
Efek Terapi
■ Obat menyembuhkan penyakit,
hanya meniadakan atau meringankan gejala-gejalanya
■ Tiga jenis pengobatan, yaitu :
– Terapi kausal  pengobatan dengan meniadakan atau
memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid,
antibiotika, obat malaria dan sebagainya.
– Terapi simptomatis  pengobatan untuk menghilangkan atau
meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih
mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada
reumatik atau sakit kepala.
– Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat-
zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit , misalnya
insulin pada penderita diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid.
 Untuk menghindari pemakaian obat yang terlalu sering  tablet-tablet
dengan efek jangka panjang melalui prinsip delayed action atau
sustained release (dosis yang diperlukan cukup satu atau maksimal dua
kali sehari)
 Injeksi efek obat dapat diperpanjang dengan prinsip memperlambat
resorpsinya dengan cara, antara lain:
– Menggunakan minyak sebagai zat pelarut untuk zat lipofil , misalnya
hormon, penisilin dan sebagainya.
– Memperkecil daya larut obat dengan menggabungkannya dengan zat-
zat lipofil.
– Menggunakan kristal yang lebih kasar.
– Menambah vasokonstriktor (menciutkan pembuluh), agar penyebaran
obat diperlambat.
PLASEBO
■ Salah satu faktor penting dalam penyembuhan penyakit adalah
kepercayaan akan dokter dan obat yang diminumnya.  dibuatlah plasebo
yang dalam bahasa latin berarti ”saya ingin menyenangkan”. Tujuan dari
plasebo adalah :
■ Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan
pada pasien yang kecanduan maupun obat-obat narkotika dan
psikotropika lainnya maupun pada penderita kanker stadium akhir.
■ Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu
obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya.
■ Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tidak terlupa
menelan pil KB tersebut pada saat menstruasi.
EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN
■ Efek samping  pengaruh obat yang tidak diinginkan pada tujuan
terapi yang dimaksud, yang muncul pada dosis normal (WHO 1970).
■ Idiosinkrasi  peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang
sama sekali berlainan dari efek normalnya.
■ Alergi  peristiwa hipersensitif akibat pelepasan histamin di dalam
tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antigen-antibodi.Gejala-
gejala alergi yang terpenting dan sering terjadi adalah pada kulit yaitu
urtikaria (gatal dan bentol-bentol), kemerah-merahan dan sebagainya.
Pada alergi yang lebih hebat dapat berupa demam, serangan asma,
anafilaksis shock dan lain-lain.
■ Fotosensitasi  kepekaan berlebihan terhadap cahaya akibat
penggunaan obat. Seringkali terjadi pada penggunaan kosmetik yang
tidak cocok.
EFEK TOKSIS
■ Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat menunjukkan
efek toksis.
■ Hebatnya reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya
dosis.
■ Dengan mengurangi dosis, efek dapat dikurangi pula.
■ Efek toksis yang terkenal yaitu efek teratogen yaitu obat yang
pada dosis terapeutik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin.
Yang terkenal adalah kasus Thalidomide .
TOLERANSI, HABITUASI, DAN ADIKSI
■ Toleransi  peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus untuk
mencapai efek terapeutik yang sama.
■ Macam-macam toleransi yaitu:
■ Toleransi primer (bawaan), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu
misalnya kelinci sangat toleran untuk atropin.
■ Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama
beberapa waktu. Organisme menjadi kurang peka terhadap obat tersebut. Hal ini
disebut habituasi atau kebiasaan.
■ Toleransi silang, dapat terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa
(fenobarbital dan butobarbital), atau kadang-kadang antara zat-zat yang berlainan
misalnya alkohol dan barbital.
■ Tachyphylaxis, adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali, bila obat diulangi
dalam waktu singkat.
■ Habituasi atau kebiasaan adalah kebiasaan dalam
mengkomsumsi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui
beberapa cara yaitu dengan: induksi enzym, reseptor sekunder,
dan penghambatan resorpsi .
■ Dengan meningkatkan dosis obat terus menerus pasien dapat
menderita keracunan, karena efek sampingnya menjadi lebih kuat
pula. Habituasi dapat diatasi dengan menghentikan pemberian
obat dan pada umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala
penghentian (abstinensi) seperti halnya pada adiksi.
■ Adiksi atau ketagihan berbeda dengan habituasi dalam dua hal
yakni adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila
pengobatan dihentikan dapat menimbulkan efek hebat secara fisik
dan mental.
RESISTENSI BAKTERI
■ Keadaan dimana karena memiliki daya tahan yang lebih bakteri telah menjadi
kebal terhadap obat kuat. Resistensi dapat dihindari dengan menggunakan
dosis obat yang lebih tinggi dibanding dengan dosis minimal dalam waktu
pendek dan menggunakan kombinasi dari dua macam obat atau lebih.
■ Tiga jenis resistensi bakteri yaitu :
– Resistensi bawaan (primer), yang secara alamiah sudah terdapat pada
kuman. Misalnya terdapat enzim penisilinase pada stafilokokus yang
merombak penisilin.
– Resistensi yang diperoleh (sekunder), adalah akibat kontak dari kuman
dengan kemoterapeutika dan biasanya disebabkan oleh pembentukan
secara spontan jenis baru dengan ciri yang berlainan, mutan ini segera
memperbanyak diri dan menjadi suku baru yang resisten.
– Resistensi episomal, berlainan dengan kedua jenis diatas resistensi ini
pembawa faktor genetis berada di luar kromosom (= rangkaian pendukung
sifat genetika).
DOSIS
■ Dosis yang diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang
diinginkan tergantung dari beberapa faktor  usia, berat badan dan
sebagainya.
■ Takaran pemakaian suatu obat umumnya tercantum dalam setiap
Farmakope. Sebenarnya yang umum dipakai sekarang adalah dosis
pemakaian (usual doses) atau dosis lazim.
■ Anak-anak kecil terutama bayi yang baru lahir  kepekaan yang lebih
besar terhadap obat, karena fungsi hati, ginjal serta enzym-enzymnya
belum lengkap perkembangannya.
■ Orang tua diatas usia 65 tahun, perubahan fisiologis seperti menurunnya
fungsi ginjal dan metabolisme hati, meningkatnya rasio lemak-air serta
berkurangnya sirkulasi darah mengakibatkan perlunya dilakukan
penyesuaian dosis.
WAKTU MENELAN OBAT
■ Bagi kebanyakan obat waktu di telannya tidak begitu penting, yaitu sebelum
atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud
pengobatan khusus guna menghasilkan efek maksimal atau
menghindarkan efek samping tertentu.
■ Resorpsi obat dari lambung yang kosong berlangsung paling cepat karena
tidak dihalangi oleh isi usus, contoh : Obat-obat yang diharapkan
memberikan efek yang cepat sebaiknya ditelan sebelum makan (a.c = ante
coenam), misalnya analgetika (kecuali asetosal).
■ Obat yang sebaiknya diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam sebelum
atau 2 jam setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin,
Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan Tetrasiklin.
■ Obat lain yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan pada
waktu atau setelah makan (p.c = post coenam), meskipun resorpsinya
menjadi terhambat.misalnya kortikosteroid dan obat-obat rematik,
antidiabetik oral, garam-garam besi, obat cacing dan sebagainya.
INDEKS TERAPI
■ Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek
toksik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (dosis toksik =
TD, dosis letal = LD, dan dosis terapeutik atau efective dose = ED ).
■ Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dilakukan dengan
menggunakan binatang-binatang percobaan.
■ Yang ditentukan adalah khusus ED50 yaitu dosis yang menghasilkan
efek pada 50% dari jumlah binatang percobaan dan
■ LD50 yaitu dosis yang mematikan 50% binatang percobaan.
■ Indeks terapi  Perbandingan antara ED50 dan LD 50. Semakin besar
indeks ini semakin aman penggunaan obat tersebut.
■ Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga disebut jarak
keamanan atau Safety margin.
KOMBINASI OBAT
■ Dua obat yang digunakan pada waktu yang besamaan dapat saling
mempengaruhi kerjanya masing-masing,yaitu :
– Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua.
– Sinergisme, dimana kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat
kedua.
■ Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat adalah
sama dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut
misalnya asetosal dan parasetamol.
■ Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar
dari jumlah kedua obat tersebut. Kedua obat kombinasi dapat
memiliki kegiatan yang sama seperti estrogen dan progesteron,
sulfametoksazol dan trimetoprim.
■ Keuntungan kombinasi obat:
■ Menambah kerja terapeutik tanpa menambah efek buruk dan
mengurangi toksisitas masing-masing obat, misalnya Trisulfa.
■ Menghambat terjadinya resistensi, misalnya kombinasi Rifampisin
dan Isoniasid.
■ Memperoleh potensiasi misalnya kotrimoksazol (sulfametoksazol
dan trimetoprim).
■ Kerugian obat kombinasi.
– Pemborosan
– Takaran masing-masing obat belum tentu sesuai dengan kebutuhan,
sedangkan takaran obat tidak dapat diubah tanpa mengubah pula
dosis obat lainnya
– Manfaat tidak memenuhi syarat.
– Mempermudah terjadinya resistensi terhadap beberapa spesies
kuman.
INTERAKSI OBAT
■ Penggunaan dua atau lebih obat dalam waktu dekat atau bersamaan  terjadi
interaksi antara obat-obat tersebut dalam tubuh.
■ Interaksi yang terpenting diantaranya : kimia, fisika dan farmakologi. Yang paling
terkenal adalah interaksi pil antihamil (KB) dengan suatu zat induktor enzim
(fenobarbital, fenitoin, karbamazepin).
■ Beberapa cara berlangsungnya interaksi adalah :
– Interaksi kimiawi, obat bereaksi secara kimiawi misalnya pengikatan fenitoin
oleh kalsium
– Kompetisi protein plasma, analgetika (fenilbutazon) mendesak obat lain dari
ikatannya pada protein dan memperkuat khasiatnya.
– Induksi enzim, salah satu obat menstimulir pembentukan enzim hati sehingga
mempercepat eliminasi dan perombakannya. Misalnya antiepileptika (fenitoin,
karbamazepin) memperlancar transformasi antidepresan trisiklik (amitriptilin)
– Inhibisi enzim, salah satu obat menghambat pembentukan enzim hati sehingga
eliminasi dan perombakannya diperlambat.
■ Adakalanya interaksi dari obat terjadi dengan bahan makanan yang dapat
mempengaruhi farmakokinetika obat seperti tetrasiklin dengan kalsium pada susu.

Anda mungkin juga menyukai