Anda di halaman 1dari 48

SMK Batara Panrita Luwu

Teknologi Laboratorium medis


 Bahan pemeriksaan darah vena atau darah kapiler
dengan antikoagulan EDTA
 Jumlah sampel : ± 3 ml  sesuai dengan jenis
pemeriksaan
 Stabilitas sampel 2 jam pada suhu kamar, 24 jam
pada suhu 40C
 Persiapan :(-)
 Volume darah : 7-8% BB
 Komposisi darah :
◦ 45% sel darah
 Eritrosit  Hemoglobin  mengangkut O2 dan CO2
 Leukosit  sistem imun
 Trombosit  hemostasis
◦ 55% cairan (plasma/serum) 
 90% air
 10% protein (albumin, globulin, fibrinogen),
karbohidrat, lipid, enzim, hormon, garam, vitamin
 Darah rutin
◦ Hemoglobin (Hb), LED, hitung leukosit, hitung jenis
leukosit
 Darah perifer lengkap (DPL) atau complete blood count
(CBC)
 Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Jumlah trombosit,
Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit (differential
count), Jumlah eritrosit, Nilai eritrosit rata-rata (NER),
RDW, MPV
 Laju Endap Darah (LED)
 Pemeriksaan khusus
◦ Hitung retikulosit
◦ Coomb Test
◦ Evaluasi sumsum tulang (BMP)
◦ Gambaran darah tepi
◦ Tes resistensi osmotik
◦ Analisa hemoglobin
 Kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan cara
◦ Kolorimeterik visual cara Sahli
◦ Fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau
hemoglobinsianida
 Cara sianmethemoglobin adalah cara yang
dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di
laboratorium oleh WHO
 Alasan :
◦ larutan standar sianmethemoglobin sifatnya
stabil, mudah diperoleh
◦ Pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur
kecuali sulfhemoglobin
◦ Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
 Cara Sahli kurang baik
◦ Tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi
hematin asam misalnya karboksihemoglobin,
methemoglobin dan sulfhemoglobin .
◦ Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin
cara Sahli tidak dapat distandarkan  ketelitian
yang dapat dicapai hanya ±10%.

 Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari


umur dan jenis kelamin.

 Kadar hemoglobin yang kurang dari nilai rujukan


merupakan salah satu tanda dari anemia.
 Jika Hb < 5 g/dl gagal jantung dan kematian
 Hb < 7 g/dl  indikasi transfusi
◦ Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi
dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 -
19, 6 g/dl.
◦ Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur
3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 - 12,5
g/dl.
◦ Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik
dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada
dewasa yaitu berkisar antara 11,5 - 14,8 g/dl.
◦ Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisar antara
13 - 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara
12 - 14 g/dl.
◦ Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehingga untuk
batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.
 Bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari nilai
rujukan, maka keadaan ini disebut polisitemia.
 Hb > 20 g/dl  hemokosentrasi  penutupan
pembuluh darah kapiler
 Polisitemia ada 3 macam yaitu
◦ Polisitemia vera, suatu penyakit yang tidak
diketahui penyebabnya  keganasan hematologi
◦ Polisitemia sekunder, suatu keadaan yang terjadi
sebagai akibat berkurangnya saturasi oksigen
misalnya pada kelainan jantung bawaan, penyakit
paru dan lain-lain, atau karena peningkatan
kadar eritropoietin misal pada tumor hati dan
ginjal yang menghasilkan eritropoietin berlebihan
◦ Polisitemia relatif, suatu keadaan yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma misal pada
luka bakar.
 Nilai hematokrit : volume semua eritrosit dalam
100 ml darah  % dari volume darah.
 Hematokrit menunjukkan kadar eritrosit, bukan
masa eritrosit total
 Cara menentukan
◦ Manual : mikrohematokrit dan makrohematokrit
◦ Otomatik : dihitung dari MCV dan jumlah eritrosit
 Cara mikro hematokrit
 Cara makro hematokrit
 Nilai normal pria : 40-48%, wanita 37-43%
 Peningkatan hematokrit ditemukan pada
polisitemia, penurunan hematokrit ditemukan pada
anemia
 Ht < 20 % gagal jantung dan kematian
 Ht > 60%pembekuan darah spontan
 Pada keadaan hidremia seperti hamil  hematokrit
menurun (fisiologis), pada keadaan
hemokonsentrasi seperti syok hipovolemik setelah
perdarahan, dehidrasi  hematokrit meningkat
 Tujuan : untuk menentukan jumlah total eritrosit per ul darah
untuk melihat adanya anemia atau polisitemia
 Bersama-sama dengan Hb, Ht, dapat digunakan utk menilai
proses eritropoiesis
 Cara hitung : manual dan otomatik
 Nilai normal : 4.5 juta – 10 juta / ul
 Interpretasi
◦ Penurunan jumlah eritrosit 
 Anemia : penurunan Hb, Ht dan jumlah eritrosit
 Keganasan : limfoma, multipel mieloma, leukemia, SLE,
◦ Peningkatan jumlah eritrosit (eritrositosis)
 Primer : polisitemia vera
 Sekunder : penyakit paru, tempat tinggi, perokok, Hb
pathy, penyakit ginjal
 Relatif : dehidrasi
 Diperkenalkan oleh Wintrobe
 Tujuan : memperkirakan ukuran eritrosit, isi
eritrosit dan kandungan Hb eritrosit  klasifikasi
anemia secara morfologis
 Klasifikasi anemia : normositik normokrom,
mikrositik hipokrom, makrositik
 Harus di konfirmasi dengan sediaan hapus darah
tepi (lihat nilai RDW)  melihat morfologi eritrosit !
 Terdiri dari MCV, MCH, MCHC
 Dihitung dari jumlah eritrosit, kadar Hb dan
Hematokrit
 Merupakan volume rata-rata eritrosit yang dihitung
dari hematokrit dan jumlah eritrosit
 MCV menunjukkan ukuran rata-rata eritrosit :
normositik, makrositik, mikrositik klasifikasi
morfologi anemia
Ht (%) X 10
MCV = fl (mikrometer kubik/ um3)
Jumlah eritrosit (106/μl)

 1 fl = 10-15L = 1 mikrometer kubik (um3)


 Nilai normal : 84-96 fl (nilai lebih tinggi pada
neonatus, bayi an orang tua)
 Jika diketahui Ht 45% (0,45 L), Jumlah eritrosit
5x1012/L, maka

45 X 10
MCV = fl (mikrometer kubik/ um3)
5
= 90 fl
= normositik
 Menunjukkan rata-rata berat Hb di dalam 1
eritrosit (pg Hb /RBC)
 Terutama digunakan untuk menilai derajat
beratnya anemia
 Cara hitung
Hb (g/dl) X 10 fl (mikrometer kubik/ um3)
MCH (pg/) =
Eritrosit (106/ul)
 Nilai normal : 28-34 pg/sel
 Mengukur rata-rata kadar Hb di dalam semua
eritrosit
 Digunakan untuk memantau terapi anemia
 Nilai normal 32-36 g/dl
 Cara hitung
Hb (g/dl) X 100
MCHC = g/dl
Ht (%)
 Dihitung secara otomatik
 Cara hitung :

SD ukuran eritrosit
RDW = X 100
MCV
 Menunjukan variabilitas ukuran eritrosit abnormal
konfirmasi morfologi pada sediaan hapus darah
tepi
 Anisositosis  RDW meningkat
 Nilai normal  11.5-14.5 (CV %)
 RDW digunakan terutama untuk membedakan
talasemia heterozigot tanpa komplikasi (MCV
rendah, RDW normal) dengan anemia defisiensi besi
(MCV rendah, RDW meningkat)
 RDW meningkat pada
◦ Anemia defisiensi besi
◦ Anemia perniciosa/def. folat
◦ Anemia hemolitik
 RDW normal
◦ Anemia of Chronic Disease
◦ Blood loss
◦ Anemia aplastik
◦ Sferositosis herediter
◦ Hemoglobinopati (HbS, HbE)
 Merupakan salah satu pemeriksaan penyaring
hemostasis : jumlah trombosit /uL darah
 Digunakan untuk menilai kelainan perdarahan yang
terjadi pada keadaan trombositopenia, uremia,
penyakit hati atau keganasan
 Nilai normal 150.000-400.000 /ul
 Nilai < 20.000/ul perdarahan spontan,
pemanjangan masa perdarahan (BT), ptechiae,
ecchymosis
 Peningkatan jumlah : trombositosis
 Penurunan jumlah : trombositopenia
 Trombositosis dapat ditemukan pada
◦ Primer : trombositosis esensial  keganasan
hematologi
◦ Reaktif : jumlah trombosit < 1.000.000/ul
 Anemia defisiensi besi
 Anemia hemolitik
 Acute blood loss
 Trombositopenia terjadi akibat :
◦ Gangguan produksi
◦ Peningkatan pemecahan
◦ Peningkatan pemakaian
◦ Sekuestrasi di limpa
 Menunjukkan keanekaragaman ukuran platelet 
dd trombositopenia
 Indeks produksi tombosit
 Nilai normal : 7.4- 10.4 fl
 MPV meningkat pada hipertiroid dan penyakit
mieloproliferatif
 Leukosit  granulosit dan agranulosit
◦ Agranulosit  limfosit dan monosit  MN
◦ Granulosit :
 granul + (N. segmen, basofil, eosinofil)
 Inti sel berlobus > 1  PMN
 Dua cara untuk menghitung leukosit dalam darah
tepi.
◦ Cara manual dengan memakai pipet leukosit,
kamar hitung dan mikroskop
◦ Cara semi automatik dengan memakai alat
elektronik.
 Jumlah leukosit normal : tergantung umur, aktifitas
◦ Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi,
sekitar 10.000 - 30.000/µl.
◦ Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam
yaitu antara 13.000 - 38.000 /µl.
◦ Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap
dan
◦ Pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar
antara 4500 - 11.000/µl.
◦ Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang
dewasa berkisar antara 5000 - 10.000/µL.
◦ Jumlah leukosit dapat meningkat setelah
melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi
jarang lebih dari 11.000/µl.
 Bila jumlah leukosit lebih tinggi dari nilai rujukan :
leukositosis, lebih rendah : leukopenia.
 Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun
patologik.
 Leukositosis fisiologik : kerja fisik yang berat,
gangguan emosi (stress, takut, menangis), kejang,
takhikardi paroksismal, partus dan haid, mual,
muntah, kesakitan, cuaca ekstrim  klinis tidak
ada kelainan
 Leukositosis patologik selalu diikuti oleh
peningkatan absolut dari salah satu atau lebih jenis
leukosit seperti leukositosis dengan netrofilia
 Leukemoid reaction  peningkatan leukosit yang
cukup tinggi (dapat mencapai 50.000/ul) dapat
terjadi pada sepsis, batuk rejan, campak) ~
leukemia.
 Dibedakan dari leukemia karena sifatnya sementara
sedangkan pada leukemia leukositosis bersifat
menetap dan meningkat secara progresif
 Kebutuhan meningkat  Infeksi & inflamasi akut 
peningkatan leukosit tergantung pada derajat
beratnya penyakit, daya tahan pasien, umur pasien,
respon sumsum tulang terhadap penyakit
 Produksi meningkat secara primer : leukemia,
polisitemia vera, trauma/operasi, zat toksik,
keganasan (karsinoma bronkus),
hemolisis/perdarahan akut, nekrosis jaringan, obat
(epinefrin/adrenalin,ether)
 Pemusnahan menurun  pasca splenektomi.
 Pengaruh obat  steroid 
◦ ACTH pada orang sehat  leukositosis
◦ ACTH pada infeksi berat  infeksi menyebar
cepat tanpa menimbulkan leukositosis  leukosit
dapat normal
 Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit
kurang dari 5000/ul darah.
 Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah
sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu
leukopenia disebabkan oleh netropenia.
 Dapat ditemukan pada
◦ Produksi berkurang  depresi SST  Infeksi
virus, obat, leukemia, anemia aplastik, anemia
perniciosa,
◦ Pemusnahan meningkat  hipersplenisme
◦ Penghancuran meningkat  Immune associated
neutropenia
 Leukosit di darah tepi : Basofil, Eosinofil, N. Batang,
N.segmen, limfosit, monosit
 Hitung jenis leukosit
◦ Persentase relatif  hanya menunjukkan jumlah relatif dari
masing-masing jenis sel.
◦ Jumlah absolut  nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit
total (sel/µl).
 Hitung jenis leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak
limfosit lebih banyak dari netrofil segmen, sedang pada orang
dewasa kebalikannya.
 Kegunaan : pola spesifik akan memberikan nilai diagnostik
tertentu
 Cara hitung :
◦ Manual dengan membaca pada sediaan hapus darah tepi.
Bila pada hitung jenis leukosit, didapatkan eritrosit berinti
lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah leukosit/µl
perlu dikoreksi.
◦ Otomatik
 Nilai rujukan
◦ Relatif (%)
◦ Basofil/Eosinofil/N.Batang/N.
segmen/Limfosit/Monosit =
0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8
◦ Absolut (/uL )

 Istilah :
◦ Peningkatan  akhiran “filia”
◦ Penurunan  akhiran “penia
◦ Shift to the right  peningkatan leukosit matang 
hemolisis, penyakit hati, alergi, anemia perniciosa.
◦ Shift to the left  peningkatan leukosit muda (batang
ke atas)  infeksi bakteri akut
 Basofil  fagosit komplek imun, granul
mengandung histamin, serotonin, heparin
 Basofilia  suatu keadaan dimana jumlah basofil
lebih dari 100/µl darah.
 Basofilia : polisitemia vera, leukemia granulositik
kronik, alergi seperti eritroderma, urtikaria
pigmentosa dan kolitis ulserativa
 Pada reaksi alergi basofil akan melepaskan
histamin dari granul nya.
 Eosinofil  fagositosis, granul mengandung anti
histamin
 Eosinofilia  suatu keadaan dimana jumlah
eosinofil lebih dari 300/µl darah.
 Eosinofilia : alergi dan infestasi parasit seperti
cacing.
 Histamin yang dilepaskan pada reaksi antigen-
antibodi merupakan substansi khemotaksis yang
menarik eosinofil.
 Penyebab lain eosinofilia penyakit kulit kronik,
infeksi dan infestasi parasit, kelainan hemopoiesis
seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik
kronik.
 Suatu keadaan dimana jumlah netrofil lebih dari
7000/µl dalam darah tepi.
 Penyebab : infeksi bakteri akut, keracunan bahan
kimia dan logam berat, gangguan metabolik
seperti uremia, nekrosis jaringan, kehilangan darah
dan kelainan mieloproliferatif.
 Faktor yang mempengaruhi respons netrofil
terhadap infeksi, seperti penyebab infeksi, virulensi
kuman, respons penderita, luas peradangan dan
pengobatan.
 Infeksi oleh bakteri seperti Streptococcus
hemolyticus dan Diplococcus pneumoniae
menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan
infeksi oleh Salmonella typhosa dan Mycobacterium
tuberculosis tidak menimbulkan netrofilia.
 Rangsangan yang menimbulkan netrofilia dapat
mengakibatkan dilepasnya granulosit muda
keperedaran darah dan keadaan ini disebut
pergeseran ke kiri atau shift to the left.
 Pada infeksi ringan atau respons penderita yang
baik, hanya dijumpai netrofilia ringan dengan
sedikit sekali pergeseran ke kiri.
 Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia berat
dan banyak ditemukan sel muda.
 Infeksi tanpa netrofilia atau dengan netrofilia
ringan disertai banyak sel muda menunjukkan
infeksi yang tidak teratasi atau respons penderita
yang kurang.
 Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat
dijumpai tanda degenerasi, yang sering dijumpai
pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan
gelap yang disebut granulasi toksik. Disamping itu
dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik
pada inti maupun sitoplasma
 Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah
limfosit lebih dari 8000/µl pada bayi dan anak-
anak serta lebih dari 4000/µl darah pada dewasa.
 Limfositosis disebabkan oleh :
◦ Infeksi virus (morbili, mononukleosis infeksiosa)
◦ Infeksi kronik (tuberkulosis, sifilis, pertusis)
◦ Kelainan limfoproliferatif (leukemia limfositik
kronik dan makroglobulinemia primer)
 Monositosis  suatu keadaan dimana jumlah
monosit lebih dari 750/µl pada anak dan lebih dari
800/µl darah pada orang dewasa.
 Monositosis :
◦ penyakit mieloproliferatif (leukemia monositik akut dan
leukemia mielomonositik akut)
◦ Penyakit kollagen (SLE, reumatoid artritis)
◦ Penyakit infeksi oleh bakteri, virus, protozoa maupun
jamur.
 Perbandingan antara monosit : limfosit mempunyai
arti prognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan
normal dan tuberkulosis inaktif, perbandingan
antara jumlah monosit dengan limfosit ≤1:3, tetapi
pada tuberkulosis aktif dan menyebar,
perbandingan tersebut >1:3.
 Suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari
3000/µl darah.
 Penyebab netropenia
◦ Gangguan pembentukan netrofil di SST 
penyakit hematologi seperti leukemia, infeksi
virus, obat, radiasi, metastase tumor
◦ Meningkatnya neutrofil yang disimpan pinggir
pembuluh darah (margin pool)
◦ Akibat pemendekan umur netrofil  banyak
terpakai, sekuestrasi di limpa, autoimun
◦ Tidak diketahui penyebabnya (idiopatik)  pada
infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan
rickettsia dan pada hronic idiopathic neutropenia.
 Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah
limfosit kurang dari 1000/µl dan pada anak-anak
kurang dari 3000/µl darah.
 Penyebab limfopenia
◦ Produksi limfosit menurun (penyakit Hodgkin,
sarkoidosis)
◦ Penghancuran yang meningkat (radiasi,
kortikosteroid dan obat-obat sitotoksis)
◦ Kehilangan yang meningkat (thoracic duct
drainage dan protein losing enteropathy)
 Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang
dari 50/µl darah.
 Dijumpai pada :
◦ Keadaan stress (syok, luka bakar, perdarahan dan
infeksi berat)
◦ Hiperfungsi koreks adrenal
◦ Pengobatan dengan kortikosteroid.
 Penurunan jumlah basofil, eosinofil dan monosit 
biasanya terjadi akibat peningkatan sel lain-->
kurang bermakna secara klinis
 Mengukur kecepatan pengendapan sel darah
merah di dalam plasma dalam waktu 1 jam (satuan
: mm)
 Prinsip: jika darah vena di masukkan dalam tabung
dan dibiarkan pada posisi tegak, maka eritrosit
cenderung akan mengendap di dasar tabung.
Tinggi plasma di atas endapan eritrosit dilaporkan
sebagai LED dalam mm
 Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap
yaitu tahap pembentukan rouleaux (10 menit),
tahap pengendapan (40 menit) dan tahap
pemadatan (10 menit).
 Nilai normal
◦ Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 -
20 mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam
◦ Pada cara Westergreen nilai rujukan untuk wanita
0 - 15 mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam.
 Faktor plasma
◦ Peningkatan fibrinogen, α2-, β-, γ-Globulin
(protein fase akut)  LED cepat. Protein ini
menurunkan muatan negatif eritrosit (zeta
potential)  mempercepat pembentukan
rouleaux
◦ Albumin memperlambat sedimentasi 
Peningkatan albumin  LED lambat
◦ Kolesterol tinggi --> LED cepat
 Faktor eritrosit
◦ Peningkatan ratio plasma dan eritrosit seperti
pada anemia  mempermudah sedimentasi 
LED cepat
◦ Luas permukaan eritrosit yang kecil seperti pada
mikrosit LED lambat
◦ Perubahan bentuk eritrosit menjadi irregular 
LED lambat
 Faktor teknik
◦ Getaran
◦ Cahaya
Tahap analitik di laboratorium
◦ Kemiringan tabung
Makna klinis pemeriksaan LED
 LED : mencerminkan perubahan protein plasma
yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik,
proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif.
 LED cepat : merupakan respons yang tidak spesifik
terhadap kerusakan jaringan dan merupakan
petunjuk adanya penyakit.
 Bila dilakukan secara berulang, LED dapat dipakai
untuk menilai perjalanan penyakit seperti
tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis.
◦ Laju endap darah yang cepat menunjukkan suatu
lesi yang aktif
◦ Peningkatan laju endap darah dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas
◦ Laju endap darah yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
 Dharma R, Imannuel S, Wirawan R. Penilaian Hasil
Pemeriksaan Hematologi Rutin. Cermin Dunia
Kedokteran.1983 (30):27-31
 Fischbach F, Dunning MB. A manual of Laboratory
and Diagnostic Test. 8th Ed. Lippincot
Williams&Wilkins. Philadelphia;2009: 57-144
 Morris MW. Davey FR. Basic examination of Blood.
In : Clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methodes. Hendry JB.Ed.20th Ed. WB
Saunders. Philadelphia. 2001: 479-517
 Ganda subrata. Penuntun Praktikum Laboratorium
Klinik. FKUI. Jakarta. 1997.
 Kresno SB : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
FKUI. Jakarta. 1998.

Anda mungkin juga menyukai