Anda di halaman 1dari 77

DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY

FACULTY OF MEDICINE THE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA


A. Klasifikasi
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu peny. gangguan metabolik yang
bersifat heterogenus (penyakit turunan) yang selalu ditandai dengan
adanya hiperglikemi (kadar glukosa darah meninggi) sebagai akibat
kurangnya insulin di dalam tubuh. Penyakit diabetes terdapat pada
sekitar 1% wanita usia reproduksi dan 1 – 2 % diantaranya akan
menderita diabetes gestasional.

Ibu hamil yang menderita DM dapat dikatagorikan sbb :


1. Penderita Diabetes Gestasional : ibu hamil yang baru diketahui
menderita diabetes pada waktu hamil.
2. Penderita Diabetes Pregestasional : yaitu ibu hamil yang memang
sudah menderita diabetes sebelum hamil.
90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk kedalam kategori
Gestasional Diabetes Mellitus (GDM, tipe I) dan DM yang tergantung pada
insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe II).

Pengontrolan kadar glukosa darah secara ketat pada penderita diabetes


sebelum hamil pada awal kehamilan akan sangat mengurangi kelainan
kongenital bayi.

Menurut klasifikasi diabetes pada kehamilan yang baru menurut ACOG


1994 adalah sbb :

Kelas Onset KGD Puasa KGD 2 jam PP Terapi


A1 Gestasi < 105 mg% < 120 mg % Diit
A2 Gestasi < 105 mg% < 120 mg % Insulin
Kelas Usia Onset Lamanya Komplikasi Terapi
(tahun) Vaskular
B > 20 th <10 - Insulin
C 10-19 th 10-19 - Insulin
D >10 th < 20 Retinopati Benigna Insulin
E Kapan saja berapa saja Angiopati terutama Insulin
pada arteri uterima
F Kapan saja berapa saja Nefropati Insulin
H Kapan saja berapa saja Penyakit jantung Insulin
R Kapan saja berapa saja Retinopati progresif Insulin
E Kapan saja berapa saja Agiopati terutama Insulin
T Kapan saja berapa saja Transplantasi Insulin
RT Kapan saja berapa saja Retinopati + Insulin
transplantasi ginjal
B. Diabetes Mellitus Gestasional.

DM gestasional didefinisikan sebagai ketidakmampuan badan mengatur


penambahan karbohidrat darah yang disebabkan oleh faktor yang
belum diketahui dengan jelas.

Menurut hasil Lokakarya Internasional ke II tentang DM Gestasional,


pada semua ibu hamil sebaiknya dilakukan pemeriksaan intoleransi
glukosa, karena pemeriksaan hanya dilakukan berdasarkan “risk factor”
dianggap tidak adekuat dan tidak efektif.

Ibu hamil yang belum diketahui menderita intoleransi glukosa pada


kehamilan muda sebaiknya dilakukan pemeriksaan test tantangan
glukosa pada usia kehamilan 24 – 28 minggu, dgn memberikan 50 gr
glukosa secara oral tanpa memperhatikan saat makan yang terakir kali.
Bila nilai plasma glukosa 140 mg/ml atau lebih ada indikasi untuk
pemeriksaan diagnosa OGTT 3 jam dengan beban 100 gr glukosa.
1. Diagnosis

Pada kebanyakan kasus, diagnosa DM Gestasional ditegakkan


berdasarkan hasil OGTT yang abnormal dalam kehamilan. Pada sebagian
kasus diagnosa ditegakkan berdasarkan KGD puasa dalam kehamilan
yang meninggi.

Terjadi perubahan KGD secara fisiologis dalam kehamilan pada keadaan


sebagai berikut :
a. KGD puasa menurun.
b. KGD postprandial (sesudah makan) meningkat dalam waktu yang
relatif lama, mungkin akibat proses pengosongan lambung yang lama
pula.
c. Pada kehamilan terjadi kondisi resisten insulin (penurunan kepekaan)
bisa akibat efek diabetogenik hormon plasenta, adanya insulinase
maupun terjadinya penurunan reseptor insulin.
Pemeriksaan, penapisan Diabetes dalam kehamilan dilakukan :
a. Ibu hamil dengan resiko tinggi (keluarga penderita DM) : pada saat
kunjungan pertama ke klinik antenatal.

Faktor resiko tinggi antara lain :


1) Usia ibu diatas 30 tahun.
2) Riwayat DM dalam keluarga.
3) Riwayat bayi besar.
4) Riwayat bayi cacat bawaan.
5) Riwayat bayi lahir mati.
6) Riwayat keguguran.
7) Riwayat infertilitas.
8) Hipertensi.
9) Glukosuria.
10) Riwayat diabetes gestasi sebelumnya.

b. Ibu hamil lainnya : pada usia kehamilan sekitar 26 minggu.


Bila hasil test tantangan glukosa > 140 mg% perlu dilakukan Oral Glukosa
Toleransi Test (OGTT).

OGTT dilakukan sebagai berikut :


a. Berikan secara oral 100 gr glukosa yang dilarutkan dalam sekurang-
kurangnya 400 gr air, setelah berpuasa selama 8 – 14 jam. Periksa
KGD 1,2 dan 3 jam sesudah meminum air gula tersebut.
b. Selama 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan pasien dianjurkan
mengkonsumsi lebih dari 250 kalori karbohidrat, dan harus
beristirahat selama pemeriksaan.
c. Bila dari 2 (dua) hari pemeriksaan atau lebih hasilnya juga abnormal
(tinggi atau memanjang) baru dapat dipastikan / ditegakkan diagnosa
Diabtes Gestasional. Bila hasil test abnormal, test diulangi satu bulan
kemudian.
Pemeriksaan Toleransi Glukosa Secara Oral Menggunakan 100 gr Glukosa

Batas tertinggi untuk glukosa yang normal (mg/ml)


Contoh berpuasa 1 jam 2 jam 3 jam
Darah 90 165 145 125
Plasma 105 190 165 145
2. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan DMG adalah untuk mengurangi mortalitas


dan morbiditas perinatal dengan tetap melakukan pengawasan yang
ketat terhadap ibu dan janin dengan cara :

a. Setelah diagnosa ditegakkan, pasien diberikan penyuluhan tentang


jenis dan porsi gizi yang boleh dikomsumsi, Biasanya kebanyakan
penderita wanita hamil penderita diabetes atau DM gestasional
yang ringan dapat diatasi dengan pengaturan jumlah dan jenis
makanan, pemberian anti biabetik secara oral, dan mengawasi
kehamilan secara teratur.
Karena 15 % - 20 % dari pasien penderita diabetes akan menderita
kekurangan daya pengaturan glukosa dalam masa kehamilan,
maka kelompok ini harus cepat-cepat didentifikasi dapat diberikan
terapi insulin.
Asupan kalori sehari-hari menurut berat badan dan peningkatan BB pada
ibu diabetes gestasi :

% BB menurut BBI Asupan Kal (kkal/kg) Anjuran kenaikan BB


(%) (lbs)
< 80 – 90 36 – 40 28 – 40
80 – 130 30 25 – 35
120 – 150 24 15 – 25
> 150 12 – 18 15 – 25
b. Latihan cardiovaskular conditioning exercise khusus pada ibu hamil.
c. Kadar glukosa darah harus dimonitor satu atau dua kali seminggu.
d. Bila kadar plasma glukosa sewaktu puasa  105 mg/ml atau kadar
glukosa setelah dua jam postprandial  120 mg/ml pada dua
pemeriksaan atau lebih, dalam tempo 2 (dua) minggu, maka
dianjurkan agar penderita diberikan terapi insulin.
e. Untuk pasien dm Gestasional sebaiknya dilakukan pemeriksaan
antenatal secara teratur sesuai dengan jadwal pengobatannya.
f. Penderita diabetes berat biasanya memerlukan pengobatan dengan
insulin dan pengawasan yang lebih ketat. Dalam hal ini memonitor
KGD puasa lebih tepat dari pada memonitor kadar gula dalam urine.
Gula darah puasa dapat diperiksa dengan “stick (finger prick)” atau
dengan glucometer.
g. Pemberian “short atau medium acting insulin” dua kali sehari mungkin
akan sangat menolong pada 6 (enam) bulan pertama kehamilan.
Sesudah kehamilan 6 bulan lebih sesuai memakai ”long acting insulin”
yang diberikan pada sore hari sebelum makan.
h. Pada usia kehamilan 38 minggu, perlu dievaluasi kembali status
obstetrikus dengan teliti. Jika prognosisnya baik, dapat dianjurkan
partus pervaginam dengan pengawasan yang ketat.
i. Tetapi, bila terdapat tanda-tanda tidak baik, dilaksanakan SC elektif.
j. Bila berat janin diperkirakan 4500 gram dilakukan operasi SC Primer
untuk mencegah terjadinya distosia bahu dan trauma kelahiran.
k. Bila berat bayi diperkirakan antara 4000 – 4500 gram, penatalaksanaan
dilakukan berdasarkan ukuran panggul dan riwayat persalinan yang
terdahulu.
3. Akibat Jangka Panjang Diabetes Gestasional pada Ibu Hamil

Menurut beberapa peneliti, penderita DM Gestasional mempunyai resiko


yang tinggi terhadap kambuhnya penyakit diabetes yang pernah
dideritannya pada saat hamil, bertahun-tahun yang lalu.
Oleh karena itu, perlu diberi nasehat untuk mengontrol diri terhadap
kemungkinan kambuhnya penyakit tersebut serta menyarankan agar
6-8 minggu setelah melahirkan, ibu yang diduga menderita GDM
tersebut agar melakukan test plasma glukosa puasa dan OGTT 75 gram
glukosa.

Pasien gemuk penderita GDM, sebaiknya mengonrol berat badannya,


karena ibu-ibu yang menderita GDM separuhnya diperkirakan akan
menjadi DM dalam 20 tahun kemudian.
4. Diabetes Yang Memerlukan Insulin.
a. Masalah Yang Timbul Pada Ibu (Maternal Problem)
1) Hipoglikemia.
Biasanya terjadi pada 6 bulan pertama kehamilan.

2) Hiperglikemia
Terjadi 6 bulan terakhir kehamilan disebabkan kebutuhan insulin
bertambah pada kehamilan 20 – 30 minggu akibat terjadinya
resistensi terhadap insulin.

3) Infeksi traktus urinarius atau infeksi ditempat lain.


Kehamilan memudahkan terjadi infeksi traktus urinarius dan
genitalia (vagina dan vulva) terutama infeksi moniliasis. Jika ada
gejala infeksi, perlu pemeriksaan urine kultur pada kunjungan
pertama dan pada 2 – 3 minggu kehamilan. Diperkirakan 80%
ibu DM type I yang hamil pernah mengalami 1 x periode infeksi.
4) Hipertensi
Wanita hamil penderita DM mempunyai resiko untuk menderita
hipertensi.

5) Hydramnion
Pada 10 – 90% ibu hamil dgn diabetes, mendapat hidramnion,
terutama pada penderita diabetes yang tidak mendapat
perawatan yang baik dan teratur. Hidramnion terjadi mungkin
akibat poliuria janin yang menderita glikosuria.

6) Retinopathy
15% ibu hamil dgn diabetes mengalami eksaserbasi terhadap
retinopathy yang sudah pernah dideritanya. 85 % dari ibu
hamil penderita diabetes mengalami progresif retinopathy.
Terapi dgn penggunaan laser, tidak berbahaya pada ibu hamil.
b.Masalah Pada Anak (Infant Problem)
1) Abortus
2) Kelainan kongenital : Kelainan kongenital yang klasik : Sacral
agenesis, neural tube defect.
3) Respiratory distrees : 5-6 kali lebih sering terjadi gangguan
fungsi paru.
4) Neonatal hipoglikemia : perlu pengawasan teliti pada bayi baru
lahir.
5) Macrosomia : Bayi lahir besar, 4½ kg atau lebih.
6) Hipocalcemia : Bisa sering terjadi
7) Perinatal mortality : 50% kematian perinatal pada komplikasi
diabetik ketoasidosis.
8) Hiperbilirubinemia.
c.Penanganan Kasus Diabetes Dengan Kehamilan
Penggunaan kasus yang memerlukan insulin diabetes ini lebih disukai
bila dimulai sebelum kehamilan.
1) Prakonsepsi
KGD yang terkontrol perlu sebelum terjadinya konsepsi untuk
menurunkan resiko kelainan bawaan janin. Resiko meningkat bila
HbAIC > 10%. Pemberian asam Folat sebelum konsepsi dan
kehamilan dini dapat menurunkan resiko neural tube defect.

2) Trimester I
Dilakukan kontrol KGD yang cermat, bila perlu dimasukkan ke RS
untuk kontrol KGD sekaligus untuk edukasi dan kesempatan untuk
pemeriksaan dan penilaian adanya komplikasi DM dan keadaan
kehamilan.
Pengaturan diit seperti pada Diabetes Gestasi yaitu 3x makan dan 3x
snack perhari dengan komposisi 55% karbohidrat, 20% protein dan
25% lemak dengan lemak jenuh < 10%.
3) Trimester II
Dilakukan penilaian USG dan pemeriksaaan MSAFP untuk
mendeteksi adanya kelainan Neural Tube dan cacat lainnya pada
usia kehamilan 16-20 minggu.

4) Trimester III
Pemeriksaan tiap minggu utk memantau KGD dan mengevaluasi
PE. USG serial dengan interval 3-4 minggu untuk menilai
pertumbuhan janin dapat dimulai antara 26-32 minggu tergantung
adanya faktor resiko timbulnya kematian janin. Ini biasanya
dilakukan 2x/menit. Ibu diabetes yang hamil dengan kontrol yang
buruk dan yang disertai dengan hipertensi dianjurkan masuk RS.
5) Persalinan
Secara ideal, persalinan ibu diabetes dilakukan mendekati aterm.
Biasanya dilakukan pemeriksaan LS ratio pada usia 38 minggu,
jika > 2,0 dilakukan terminasi kehamilan. Pada ibu dengan usia
kehamilan yang pasti, pemeriksaan fungsi pemantangan paru
tidak dilakukan. Jika timbul hipertensi berat, persalinan dilakukan
walaupun LS ratio > 2,0.

Menurut ACOG jika timbul persalinan preterm tokolitik  mimetik


harus dihindari dan berhati-hati pada penggunaan steroid untuk
pematangan paru. Pada kasus klas B atau C, seksio sesaria
sering dilakukan untuk menghindari persalinan yang traumatik
pada bayi besar pada atau mendekati aterm. Pada ibu dengan
diabetes lanjut terutama induksi partus yang rendah sebelum
aterm mendorong peningkatan tindakan SC.
STANDAR PENANGANAN DIABETES MELLITUS DALAM KEHAMILAN
1. Nama Penyakit
Diabetes mellitus, Diabetes Pregestasi
Suatu keadaan gangguan metabolisme karbohidrat, ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan produksi insulin.
2. Kriteria diagnostik
Gejala dan tanda klinis :
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Polifagia
d. Pruritus
e. Polineuropati dan komplikasinya mis: Retinopati yang menyebabkan
gangguan penglihatan. Nefropati yang menyebabkan oedem.
Laboratorium :
a. KGD puasa > 105 mg%
b. KGD 2 jam PP > 120 mg%
3. Diagnosa Banding
a. Diabetes Gestasi
b. Gangguan toleransi glukosa

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) KGD puasa, 2 jam PP
2) OGTT
3) Urine / darah rutin
4) Ureum, Kreatinin, asam urat
b. Kultur Urine
c. EKG
d. Funduskopi

5. Konsultasi
Bagian Penyakit Dalam (Subbag. Endokrinologi)
6. Perawatan Rumah Sakit
Bila timbul penyulit dan untuk penyesuaian dosis insulin

7. Terapi
Penanganan untuk mengendalikan kadar dosis darah
a. Sebelum sarapan 60 – 105 mg%
b. Sebelum makan siang, malam 60 – 105 mg%.
c. 2 jam postprandial < 102 mg%
d. Jam 2 pagi-jam 6 sore > 60 mg%

Melalui program :
a. Diit 3 x makan, 3 x snack, jumlah kalori 25 – 35 kkal/kg BB.
Komposisi : Karbohidrat 50 – 60%, Protein 10 – 20%, Lemak
25 – 30%.
b. Latihan Olah raga
c. Terapi insulin pagi 2/3 dosis total (2/3 NPH + 1/3 Reguler)
malam 1/3 dosis total + (2/3 NPH + Reguler)
Pemantauan janin :
a. Evaluasi pertumbuhan janin setiap 4 – 6 minggu melalui USG.
b. Pemeriksaan MS AFT pada trimester II kehamilan untuk
mendeteksi kelainan Neural tube .
c. Gerakan janin pada usia kehamilan 28 minggu.
d. Non stress test.
e. Pada usia kehamilan > 30 minggu 2 x / minggu
f. Pemeriksaan profil biofisik dan contraction strees test bila NST
non reaktif.
g. Penentuan L/S Ratio dan kadar Fostatidil gliserol sebelum usia
kehamilan 37 minggu.
Persalinan :
a. Saat persalinan
1) Ibu dengan resiko kematian janin rendah (kontrol KGD) baik
Vaskulopati (-) pertumbuhan janin normal, pemantauan janin
baik, tidak ada riwayat lahir mati, persalinan dapat ditunggu
sampai 40 minggu kehamilan.
2) Ibu dengan resiko kematian janin tinggi (kontrol kurang,
Hidramnion Riwayat lahir mati). Pertimbangkan persalinan
pada 37 – 39 minggu kehamilan dengan L / S Ratio matang.

b. Cara persalinan :
Pertimbangkan SC elektif bila perkiraan berat janin > 4000 gr.

c. Kontrol KGD intrapartal :


Periksa KGD kontrol antara 50 – 100 mg%.
8. Penyulit
a. Pada Ibu : Nefropati diabetik, Retinopati diabetik, Neuropati diabetik,
Ketoasidosis, PE, Hipoglikemia, Polieuropati diabetik, Infeksi, Abortus,
b. Pada Janin : Malformasi, KJDK, Hidramnion, Prematuritas, RDS,
Hiperkalsemia, Hiperbilirubinemia, Macrossomia dan distosia bahu

9. Informed Consent : Perlu

10. Lama Rawatan : Tergantung penyulit dan beratnya penyakit

11. Masa Pemulihan : Tetap kontrol KGD

12. Output : Pada kasus tanpa penyulit biasanya baik dgn kontrol KGD
STANDAR PENANGANAN DIABETES GESTASI DALAM KEHAMILAN

1. Nama Penyakit
Diabetes Gestasi, adalah keadaan gangguan metabolisme karbohidrat
dengan beberapa kepasahan, yang ditentukan selama kehamilan.
Terbagi atas 2 tipe :
a. Tipe A dgn Diit KGD puasa < 105 mg% KGD 2 jam PP < 120 mg%.
b. Tipe A2 dgn diit+insulin, KGD puasa <105 mg%, KGD 2jam PP 120%

2. Kriteria Diagnostik
Ditemukan 2 atau lebih nilai abnormal pada pemeriksaan 3 jam OGTT
100 gr glukosa selama kehamilan.
Nilai normal OGTT 3 jam :
a. Puasa < 105 mg %
b. Jam < 190 mg %
c. Jam < 165 mg %
d. Jam < 145 mg %
3. Diagnosa Banding : Diabetes pragestasi

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) Test toleransi glukosa 50 gr.
2) 3 jam OGTT 100 gr glukosa
3) KGD puasa dan 2 jam PP
4) Urin / darah rutin
5) Ureum Creatinin
6) Hb A1 C
b. EKG
c. Funduskopi
d. Foto Thorax

5. Konsultasi : Bagian Penyakit Dalam (Subbag. Endokrinologi)

6. Perawatan Rumah Sakit : Bila perlu pemberian insulin


7. Terapi
Prinsip penanganan adalah mengendalikan KGD puasa < 105 mg% atau
KGD 2 jam PP < 120 mg%.
a. Diit 25 – 35 kkal / kg. Dibagi atas 3 x makan + 3 x snack
b. Latihan olah raga
c. Medikamentosa
d. Pemantuan janin
e. Lakukan Pemantauan KGD dengan 2 jam OGTT 75 gr glukosa
8. Penyulit : Makrosomia / distosia bahu

9. Informed Consent : Perlu

10. Lama Rawatan : Biasanya tidak perlu, kecuali untuk menyesuaikan


dosis insulin

11. Masa Pemulihan : 1 – 2 minggu setelah melahirkan

12. Output
Sembuh total atau separuhnya akan menjadi DM dalam 20 tahun
kemudian. Janin biasanya tanpa komplikasi, kecuali : makrosomia,
hipoglikemia, dan neonatorum.
A. Hypothyroid Dengan Kehamilan
Secara umum hypothyroid berat yang tidak diobati jarang sekali bisa
hamil, karena jarang terjadi ovulasi. Akan tetapi mereka mempunyai
kesempatan untuk hamil, jika diobati dengan baik.

Pasien hypothyroid sering memerlukan dosis hormon thyroid yang lebih


besar ketika mereka hamil.
Insidens hypothyroid yang hamil  0,2%
1. Etiologi
a. Hypothyroidisme primer
1) Tanpa struma
a) Terapi iodine radioaktif
b) Total/subtotal thyroidectomy
c) Hypothyroidisme idiopatik (autoimmune)
2) Dengan struma
a). Thyroiditis Hashimoto
b). Defisiensi iodium endemik
c). Defek enzim pada sintesa hormon.

b. Hypothyroidisme sekunder
1) Syndroma Sheehan
2) Hypophysectomy total / parsial
3) Gangguan infiltratif pada hypofise atau hypothalamus.
2. Gejala Klinis
a. Kelelahan
b. Lethargia
c. Konstipasi
d. Takut terhadap udara dingin
e. Pusing
f. Penurunan fungsi motorik dan intelektual
g. Rambut gugur
h. Suara kasar
i. Peningkatan berat badan
j. Otot nyeri dan kaku
k. Kebas pada jari
l. Kadang teraba adanya benjolan di leher
m. Dijumpai edema periobital, mata kering
3. Diagnosa
a. Gejala dan tanda klinis
b. Pemeriksaan laboratoris : T3, T4, TSH

4. Komplikasi
Sering terjadi infertilitas, abortus dan partus prematorus pada kasus
hypothyroid berat yang tidak diobati.

5. Penanganan
L thyroxine : diberikan berdasarkan kepada pemeriksaan TSH setiap
4 – 6 minggu, bila kadar TSH naik, dosis obat dinaikkan pada orang
tidak hamil 1,6 – 2,0 mg/kg BB.
STANDAR PENANGANAN HIPOTIROIDISME DALAM KEHAMILAN

1. Nama Penyakit
Hipotiroidisme primer : disebabkan defisiensi hormon tiroid.
2. Etiologi
a. Hipotiroidisme primer
1) Tanpa struma
a) Pengobatan Yodium 131
b) Tiroedektomi total idiopatik subtotal
c) Hipotiroidisme idiopatik atau mixidema atrofik
2) Dengan struma
a) Tiroiditis Hashimoto atau Tiroiditis autoimun kronik.
b) Defesiensi jodium endemik
c) Defek enzim pada sintesa hormon.
3) Hipotiroidisme sekunder
a) Syndroma Sheehan
b) Hipofisektomi parsial atau total.
c) Gangguan infiltratif pada kelenjar hipofise atau Hipotalamus.
3. Diagnosis
Gejala & tanda klinis bervariasi dari yang ringan dalam bentuk kelelahan :
a. Lethargy b. Konstipasi
c. Peka terhadap dingin d. Menorhagia
e. Infertilitas f. Pada bentuk lebih berat
g. Perasaan oyong h. Fungsi intelektualitas menurun
i. Fungsi motorik menurun j. Rambut rontok
k. Kuku rapuh l. Suara berat dan serak
m. Peningkatan berat badan
n. Kadang-kadang dijumpai kekakuan dan nyeri otot, perasaan bebas dan
tebal pada jari.
o. Dijumpai stroma p. Sembab periorbita
q. Kulit kering r. Laboratorium
s. Peningkatan TSH
t. Pada penyakit tiroid autoimun di temukan anti TPO (+) dan antithyroid
microsomal anti bodi (+)
4. Diagnosa Banding
a. Penyakit jantung
b. Penyakit ginjal

5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : T3 / T4, TSH, Anti TPO, AMA.

6. Konsultasi : Bagian Penyakit Dalam (Subbag. Endokrinologi)

7. Perawatan Rumah Sakit : Hanya pada kasus berat dan dgn komplikasi

8. Terapi
Thyroxine 1,6 – 2,0 mg dilakukan pemeriksaan TSH.
Pada TSH dosis Thyroxine dinaikkan 50 mg dan TSH diperiksa kembali
4-6 minggu kemudian. Jika TSH normal pada kunjungan pertama maka
pemeriksaan SH diulang pada kehamilan 22 – 28 minggu.
Setelah persalinan dosis thyroxine akan kembali seperti semula.
9. Penyulit
a. Abortus spontan
b. Hipertensi dalam kehamilan

10. Informed Consent : Perlu

11. Lama Rawatan : Hanya pada kasus dengan komplikasi

12. Masa Pemulihan : Tergantung berat dan komplikasi

13. Output
a. Ibu biasanya infertil, abortus. Tetapi dgn pengobatan, biasanya baik.
b. Pada bayi dapat timbul Hipotiroid bawaan.
B. Hyperthyroid Dalam Kehamilan
Wanita hyperthyroid yang mendapat pengobatan dapat hamil.

1. Etiologi
a. Grave’s disease (85 %)
b. Struma noduler
c. Thyroiditis Hashimoto
d. Trimester dini kehamilan mola

2. Gejala dan Tanda Klinis


a. Gugup, gelisah, berkeringat
b. Palpitasi
c. Tidak suka udara panas
d. Struma
e. Berat badan turun
f. Gejala pada mata : Lid lag, exopthalmos
3. Diagnosa
a. Gejala dan tanda klinis
b. Laboratorium : TSH turun, FT4, T3 naik, TSH Rab sebagai marker
untuk penyakit grave
4. Komplikasi
a. Infertilitas
b. Abortus
c. Partus prematur
d. Hipertensi dalam kehamilan
e. Neonatal hyperthyroid
f. IUGR / PJT
5. Komplikasi
a. Obat anti tyhroid PTU, carbimazole
b. Kasus berat thyroid crisis resisten obat-obatan
6. Periode postpartum
Ibu menyusui boleh memakai PTU dengan dosis sampai 200 mg.
STANDAR PENANGANAN HIPERTIROIDISME DALAM KEHAMILAN

1. Nama Penyakit
Hipertiroidisme : suatu keadaan yang disebabkan oleh peninggian
hormon tiroid.

2. Etiologi
a. Penyakit Grave (85%) b. Struma noduler toksik
c. Tiroiditis Hashimoto d. Akibat mola hidatidosa

3. Diagnosis
a. Gejala dan tanda klinis :
Gelisah, Jantung berdebar terus, Peka terhadap panas, Penurunan
berat badan walaupun nafsu makan baik, Berkeringat terus, Tremor,
B.A.B. beberapa kali sehari, Exopthalmus, chemosis, liddag, Struma,
Thyroid bruit
b. Laboratorium :
Peningkatan FT4 / FT4i, Peningkatan FT3 / FT3i, Penurunan TSH,
Thyroid stimulating hormone receptor antibody (TSHRAb) sebagai
pertanda diagnosa penyakit Grave.

4. Diagnosa Banding
a. Gagal jantung
b. Gangguan irama jantung

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Peningkatan FT4 / FT4i, Peningkatan FT3 / FT3i, Penurunan TSH
TSH Rab (+) pada penyakit Grave,
b. Sintigraf Thyroid
c. Scan Radioaktif

6. Konsultasi : Bagian Penyakit Dalam (Subbag. Endokrinologi)


7. Terapi
Prinsip penanganan adalah mempertahankan pasien Eutiroid dengan
pengobatan antitiroid 1/3 batas atas.

a. Nilai normal : obat anti tiroid


Dosis awal methimazol 10 – 20 mg, 2 x 1 hari tergantung beratnya
gejala. Pada kasus berat diberikan sampai 600 mg PTU atau 60 mg
metimazole. Biasanya terjadi penurunan hormon tiroid dalam waktu
2 – 4 minggu.

b. Pembedahan
Tiroidektomi subtotal dilakukan pada kasus selektif, antara lain :
1) Kasus alergi terhadap obat antiroid.
2) Kasus resiten terhadap obat antitiroid.
3) Kasus menolak makan obat antitiroid.
8. Penyulit
Pada kasus pengobatan teratur dapat terjadi:
a. Hipertensi dalam kehamilan
b. Gagal jantung kongestif
c. Krisis Thyroid
d. Partus Prematuritas
e. PJT

Pada Janin :
a. Kematian janin
b. Prematuritas
c. PJT
d. Hypertirodisme neonatal (12 %)
9. Informed Consent :
perlu

10. Lama Rawatan :


Hanya pada pasien dengan penyakit berat dan dengan penyulit

11. Masa Pemulihan


Sesuai berat dan komplikasi penyakit

12. Output
Dengan pengobatan teratur, biasanya sembuh.
HIPERPARATIROID

 Umumnya bersifat kronik sebagai akibat


peningkatan hormon paratiroid (PTH)
 Insidensi 8 per 100.000 wanita hamil.
 80 – 90% akibat adenoma benign.
 8 – 9% hiperplasia paratiroid
 1 – 2% malignansi.
Gejala Klinis

 Hiperkalsemia dan hipofosfatemia.


 Fatique
 Mudah haus
 Konstipasi
 Depresi transient
 Hiperemesis
 Lemah
 Recurrent nephrolitiasis.
 Osteofibrosa cystica
 Pancreatitis
Diagnosis

 Radioimunoassay.
 Kehamilan dengan hiperparatiroid 
Kadar serum kalsium > 12 mg/dl.
 Sering dijumpai hipomagnesemia dan
hipofosfatemia.
Pengobatan

 Hiperparatiroid ringan : Hidrasi, pengobatan


diuretik, peningkatan intake fosfat peroral,
kurangi intake kalsium peroral.
 Hiperparatiroid yang kambuh diterapi dengan
pembedahan, paling baik pada trimester
kedua.
 Paratiroid hiperplasia  seluruh kelenjar harus
diangkat.
Komplikasi dan Prognosis

 Morbiditas janin tinggi dan mortalitas


yang bervariasi.
 Resiko abortus spontan
 Resiko IUFD
 Persalinan prematur
 Neonatal hipokalsemia  observasi
episode tetany atau kejang dlm 2 mgg
pertama.
 Hiperkalsemia berat hipertensi berat
dan gagal jantung dan gagal ginjal.
 Krisis hiperkalsemia terjadi pada
postpartum.
 Efek maternal : lemah, fatique, emesis,
bingung, dehidrasi, koma dan kematian.
HIPOPARATIROID

 Penyebab tersering : ablasi iatrogenik


pada bedah tiroid.
 Agenesis atau disgenesis kelenjar
paratiroid, kerusakan autoimun
 Gangguan sekresi paratiroid.
Gejala Klinis

 Peningkatan rangsangan pada


ekstremitas, kebas dan kesemutan.
 Spasme laring
 Kram
 Spasme carpopedal.
 Kronik : kalsifikasi basal ganglia, sindrom
ekstrapiramidal.
Diagnosis

 Kadar ion kalsium yang rendah.


 Kadar hormon paratiroid yang rendah.
 Ekskresi siklik AMP dari urin menurun
Pengobatan

 Peningkatan suplemen kalsium dan Vit D


atau calcitriol
Komplikasi dan Prognosis

 Terhadap janin/bayi  tidak ada efek


serius.
 Pada ibu : tetani akut akibat
hipokalsemia
 Diperiksa kemungkinan osteoporosis
 Menyusui tidak menjadi masalah
KELAINAN FUNGSI
ADRENOKORTIKAL
INSUFISIENSI
ADRENOKORTIKAL
 Addison’s disease.
 Penyebab : autoimun, infeksi, vaskular,
infiltratif dan iatrogenik.
Gejala Klinis

 Fatique yang berlangsung lambat.


 Lemah.
 Anoreksia
 Nausea
 Penurunan berat badan
 Nyeri abdomen
 Hipotensi dan hipoglikemia.
Diagnosis

 Sekresi kortisol setelah infusi ACTH (test


cosyntropin)  kortisol normal akan
meningkat > 495 nmol/mL.
 Hiponatremia, hipoglikemia.
 Kadar bikarbonat dan klorida yang
rendah
Pengobatan

 Ringan : pemberian kortisol


 Berat : hidrokortison 75 – 100 mg/hr/oral
 Pada kasus berat dapat diberikan
hidrokortison infus 100 mg/ 6 jam
 Diberikan obat vasokonstriksi.
Komplikasi dan Prognosis

 Penurunan elektrolit ekstraseluler, perfusi


ginjal dan cardiac output.
 Prognosis maternal baik dengan terapi
steroid. Efek terhadap janin ringan.
CUSHING’S SYNDROME

 Karakteristik : kelebihan kronik


glukokortikoid.
 Disebabkan produksi berlebihan ACTH
akibat adenoma hipofisis.
 Adrenal adenoma maupun adrenal
karsinoma.
 Pemakaian kortikosteroid jangka
panjang.
Gejala Klinis

 Obesitas pada tubuh


 Osteoporosis
 DM
 Hipertensi diastolik
 Fatique
 Amenorrhea
 Hirsutism
 Striae
Diagnosis

 Dexamethason inj. 1 mg
 CT scan atau MRI
Pengobatan

 Transsphenoidal selective
adenomectomy.
 Kekambuhan: radiasi, bilateral
adrenalektomi dan medikal.
 Terapi substitusi glukokortikoid dan
mineralokortikoid.
HIPERPLASIA ADRENAL
KONGENITAL
 Defek biosintesa steroid yang
mempengaruhi produksi kortisol
 Diturunkan secara autosomal resesif.
 Pada wanita hamil dengan CAH
diberikan steroid selama hamil.
 Pada janin wanita dengan CAH, ibunya
harus diterapi dengan dexamethason
PHEOCHROMOCYTOMA

 Tumor yang menghasilkan katekolamin


pada jaringan neuroektodermal.
 Gejala klinis : sakit kepala yang hebat,
keringat berlebihan, palpitasi, nausea,
vomiting, vertigo, kejang dan lemah.
 Diagnosa dengan MRI.
 Terapi : medis  sesuai dengan keluhan
dan penyakit yang didapat
 Pembedahan  pada trimester kedua
 Adrenalektomi pada saat cukup bulan.
 Resiko terhadap kehamilan : abortus,
solusio plasenta, insufisiensi plasenta,
IUGR dan IUFD.
KELAINAN
HIPOFISIS
TUMOR HIPOFISIS

 Prolaktinoma merupakan tumor yang


sering terjadi.
 Gejala : amenore, infertiliti dan
galaktorea.
 Pasien harus dikontrol keluhan sakit
kepala dan pandangan kabur.
 Terapi : Bromokriptin memperbaiki
infertilitas pada 90% pasien.
ACROMEGALI

 Pertumbuhan berlebihan akibat tumor


mempengaruhi hormon pertumbuhan.
 Gejala : pembesaran kaki dan tangan,
mandibula, hidung dan bibir.
 Terapi : bromokriptin dan octreotide untuk
menormalkan kadar prolaktin dan growth
hormon.
SHEEHAN’S SYNDROME

 Insufisiensi hipofisis anterior.


 Sering terjadi akibat perdarahan post partum
dan hipotensi
 Gejala : awal: kesulitan untuk laktasi, involusi
payudara yang cepat setelah melahirkan.
 Kronik : gangguan haid termasuk amenorea
 Terapi : prednison dan tiroksin
DIABETES INSIPIDUS

 Hipofungsi hipofisis posterior akibat trauma


atau tumor.
 Gejala : polidipsia dan poliuria dengan BD <
1.005.
 Diagnosis : Kekurangan cairan diikuti
peningkatan osmolaritas serum dan penurunan
osmolaritas urine
 Terapi : analog arginine-vasopresin intranasal.

Anda mungkin juga menyukai