VL = VU ……… (1)
Keterangan:
VL = Nilai untuk perusahaan yang menggunakan hutang
(value for leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan
hutang (100% saham, atau value for unlevered
companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani
dan Miller berpendapat bahwa struktur modal tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan
risiko usaha (keputusan investasi) yang akan
mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan
pendanaan).
Ilustrasi Arbritase
Misal seorang investor mempunyai 10%
A B saham perush B. Penghasilan yg ia peroleh
Laba 100 100 60 x 10% = 6. Investor tsb, dg memegang
saham B, menanggung resiko utang sebesar
Bunga 0 40 10% x 267,67 = 26,7. Karena nilai
perusahaan A dan B berbeda, investor tsb
dapat melakukan langkah-langkah sebagai
Laba tersedia untuk berikut dalam proses arbitrase.
pemegang saham 100 60
1. Menjual 10 % saham B sebesar 10% x
Ks 0.2 0.22 273= 27,3. Dia akan memperoleh kas
masuk sebesar 27,3.
Vs 500 272.73
kb 0 0.15 2. Meminjam sebesar 10% utang
perusahaan B. Dia akan memperoleh
Vb 0 266.67 kas masuk sebesar 10% x 267,67
=26,7
WACC 0.2 0.1854
3. Membeli 10 % saham A sebesar 10 % x
Nilai Total 500 539.39 500 = 50
Alternatif 1 : Alternatif 2 :
Investasi pada 10% Perusahaan B Melakukan Proses Arbitrase
1. Modal yang diperlukan 10 % x 273,3 =27,3 1.. Modal yang diperlukan untuk membeli
10% saham A
= 10% x 500 = 50
Pinjaman 10% utang perusahaan B
= 10% x 267 = 26,7
Kas yang diterima = 23,3
2. Penghasilan yang diperoleh 10 % x 60 = 6 2.. Penghasilan yg diperoleh dari Investasi
perusahaan A…. 10% x 100 = 10
Bayar bunga 15% x 26,7 = 4
6
3. Risiko 3.Risiko
Menanggung 10% dari nilai utang Menanggung utang sebesar 26,7 melalui
perusahaan B sebesar 10% x 267 = 26,7 pinjaman pribadi
Misal nilai perush A menjadi 500,
sedangkan nilai saham B menjadi 300,
sementara nilai utang perush B menjadi
200. Nilai total perush A sama dengan nilai
total perusahaan B yaitu 500.
Nilai Perusahaan sama (tidak ada arbitrase)
A B
Laba 100 100
Bunga 0 40
Laba tersedia untuk pemegang saham 100 60
Ks 0.2 0.2
Vs 500 300
kb 0 0.2
Vb 0 200
WACC 0.2 0.2
Nilai Total 500 500
Misal investor tersebut melakukan proses
arbitrase yg sama dg sebelumnya.
Tabel berikut meringkas langkah dan
perbandingan tingkat keuntungan dan
risikonya.
Arbitrase Tidak Menghasilkan Keuntungan
Alternatif 1 : Alternatif 2 :
Investasi pada 10% Perusahaan B Melakukan Proses Arbitrase
1. Modal yang diperlukan 1.. Modal yang diperlukan untuk
10 % x 300 = 30 membeli 10% saham A
= 10% x 500 = 50
Pinjaman 10% utang perusahaan B
= 10% x 200 = 20
Kas yg diterima = 30
2. Penghasilan yang diperoleh 10 % x 60 = 6 2.. Penghasilan yg diperoleh dari Investasi
perussahaan A…. 10% x 100 = 10
Bayar bunga 20% x 20 = 4
6
3. Risiko 3.Risiko
Menanggung 10% dari nilai utang perusahaan Menanggung utang sebesar 20 melalui
B sebesar 10% x 200 = 20 pinjaman pribadi
2.1.2. Proposisi 2 (Tanpa Pajak)
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik
proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.
Keterangan:
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
perusahaan tanpa hutang
B/S = rasio hutang dengan saham
kb = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang
(tingkat bunga)
Ko = 15 %
S = 4000
Kb =10 %
WACC = 15%
B = 8000
Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak,
perusahaan bisa menggunakan sumber modal yang lebih
murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal
yang murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya
modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC) tersebut,
jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks)
konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang,
tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) juga
akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut
menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang
konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.
2.2. Proposisi MM dengan Pajak
Pendekatan Roti menurut MM (dengan Pajak)
Dibayarkan ke Pemerintah
Hutang Pajak Saham
VL = VU + Tc B
EBIT (1 – Tc) Tc . kb . B
= ------------------ + ----------------- ……… (3)
ko kb
Keterangan:
Tc = tingkat pajak (perusahaan)
B = besarnya hutang
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
kb = tingkat keuntungan hutang (tingkat bunga)
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Pendapatan sebelum pajak dan bunga)
Nilai perusahaan tanpa hutang merupakan present value
dari tingkat keuntungan EBIT (Earning Before Interest and
Taxes), didiskontokan dengan biaya modal saham tanpa
hutang (ko). Penghematan bunga didiskontokan dengan
biaya modal hutang (kb). Perbedaan diskonto tersebut
disebabkan karena risiko yang berbeda antara EBIT (aliran
kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas
untuk pemegang hutang).
2.2.1. Proposisi 2 (dengan Pajak)
Proposisi 2 (dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan
meningkat dengan semakin meningkatnya hutang. Tetapi penghematan dari
pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena
kenaikan biaya modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan:
Penghematan pajak = VL - VU = tc . B
(1 – Tc) (1 – ts)
VL = VU + { 1 – [ --------------------- ] } B ……… (5)
(1 – tb)
Keterangan:
VL = Nilai perusahaan dengan hutang
VU = Nilai perusahaan tanpa hutang
Tc = tingkat pajak perusahaan
ts = tingkat pajak pemegang saham (dividen dan capital gain)
tb = tingkat pajak untuk pemegang hutang (atas bunga)
B = Hutang
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai
adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan,
tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan
(pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan
pajak atas pemegang hutang). Melihat persamaan di atas
mempunyai beberapa implikasi.
Jika (1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts), maka persamaan di atas
menjadi,
VL = VU + (1 – 1) B = VU
Dengan kata lain, pada kondisi tersebut, nilai perusahaan
dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa
hutang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga hutang.
Pada situasi lain, dimana ts = tb, persamaan di atas
menjadi.
VL = VU + Tc . B
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai
perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan
tanpa hutang ditambah penghematan pajak karena bunga
hutang. Persamaan tersebut sama dengan argumen MM
dengan pajak.
Dua situasi di atas merupakan situasi ekstrim. Pada situasi
kebanyakan, nilai VL akan berada diantara nilai VU dan
nilai VU + Tc.B.
5. Pecking Order Theory
Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa manajer
akan berfikir dalam kerangka trade-off antara
pengehamatan pajak dan biaya kebangkrutan dalam
penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris,
nampaknya jarang manajer keuangan yang berfikir
demikian. Seorang akademisi, Donald Donaldson
(1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku
struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.
Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan
yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata
cenderung menggunakan hutang yang lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi
dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order
Theory adalah sebagai berikut ini.
1. Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut
diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan.
2. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan
pada perkiraan kesempatan investasi.
3. Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan
fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa
diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh
perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran
investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat
yang lain.
4. 4.Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan
mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu.
Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan
surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel,
dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori tersebut tidak mengindikasikan target struktur
modal. Teori tersebut menjelaskan urut-urutan
pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan
tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan
oleh kebutuhan investasi.
Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan
yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru
mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil.
6. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat.
Teori asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang
berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi
yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan.
Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik
dibandingkan pihak lainnya.