Anda di halaman 1dari 55

PLENO

KELOMPOK 3
MODUL 4
Gangguan Hemostasis

Anggota :
 Lailan Maghfirah
 Ahmad Sabiq
 M. Khalid Mirza
 Fatia Wahyuni
 Marini Siagian
 Febby Tyah
 Trisno Wijaya
 Hedya Nadhrati surura
 Ikhsan Haryadi
 Ummi Chairunnisa
 Ira Arianti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
MODUL 4
Gangguan Hemostasis
Rozak Berdarah...
Rozak, laki-laki 9 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan
keluhan perdarahan yang banyak setelah sirkumsisi satu jam yang
lalu. Dari hasil anamnesis didapatkan abang Rozakk pernah
mengalami keluhan yang sama setelah ekstraksi gigi. Dari hasil
pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil dalam batas normal, BT
1’30’, CT 10’. Dari hasil ini, dokter curiga adanya gangguan
hemostasis.
Pada saat yang bersamaan diruang Icu doktee merawat pasien
laki-laki berusia 49 tahun dengan perdarahan hebat dan telah
dilakukan pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan hemostasis
dengan hasil D-Dimer 1500 ng/ml.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada rozak dan
pasien laki-laki tersebut ?
Terminologi
• Hemostasis : Mekanisme penghentian darah secara fisiologis dan
mempertahankan darah dalam keadaan cair didalam komponen
vaskular.
• Gangguan hemostasis : suatu gangguan mekanisme penghentian
darah.
• Ekstraksi gigi : Proses pencabutan gigi dalam soket dari tulang
Alveolar.
• BT : uji penilaian terhadap waktu yang diperlukan untuk
pembekuan darah, biasanya tidak lebih dari 8 menit.
• CT : tes untuk penilaian lamanya waktu proses dan aktivitas
pembekuan darah sehingga menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor
koagulasi, yang normalnya  6-10 menit.
• D-Dimer : uji sampel darah untuk mengetahui suatu penyakit yang
hiperkoagulativitas , normalnya < 500 ng/ml.
Masalah dan Hipotesis
1. Adakah hubungan Jenis Kelamin dan usia dengan penyakit yang dialami?
H:
Jenis Kelamin : lebih bermanifestasi pada laki-laki karena terpaut pada
kromosom x
usia : tidak ada hubungan
2. Mengapa setelah disirkumsisi Rozak mengalami perdarahan yang banyak ?
H:
- defesiensi vitamin K  mengganggu proses pembekuan darah
- adanya kelainan salah satu faktor atau ketiga faktor ( vaskular,
koagulasi,tombosis atau campuran )
- teknik sirkumsis yang salah atau kurang tepat
3. Adakah hubungan keluhan rozak yang sekarang dengan abang nya?
H:
- ada, kemungkinan turunan dari orang tua mereka yang mana terpaut pada
kromosom x  hemofilia
- tidak, jika perdarahan keduanya disebabkan kekurangan vitamin K  secara
genetis tidak ada hubungan.
4. Adakah kondisi lain yang menyebabkan keadaan diskenario?
H:
Luka  karena trauma / kecelakaan
5. Adakah kemungkinan saudara Rozak yang lain sama seperti
keluhan Rozak?
H:
ada kemungkinan untuk penyakit herediter.
6. Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan darah Rozak ? Dan
apa indikasinya?
H:
BT 1’10’  normal
CT 10’  normal
indikasi : karena adanya perdarahan banyak setelah
sirkumsisi.
7. Mengapa dokter curiga Rozak mengalami gangguan
Hemostasis?
H:
karena terjadinya perdarahan yang banyak pada Rozak,
merupakan suatu tanda adanya gangguan hemostasis
8. Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan pada kasus
penyakit yang kedua ?
H:
D-Dimer  tidak normal (High)
9. Adakah pemeriksaan lain selain diskenario?
H:
- fibrin time - venography
- PT, APTT, PPT - faal trombosit
10. Apa indikasi dan tujuan dilakukannya pemeriksaan
D-Dimer ?
H:
indikasi : DIC, Emboli Paru, Infark, DVT
tujuan : menegakkan diagnosis untuk melihat
akitvitas koagulasi.
11. Bagaimana pemeriksaan BT, CT, D-Dimer pada kasus di skenario?
BT >> metode Ivy
1. Pasang manset tensimeter pada lengan atas pasien kemudian atur tekanan pada 40 mmHg
2. Pilih lokasi penusukan pada satu tempat kira-kira 3 cm di bawah lipat siku. Bersihkan lokasi
tersebut dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
3. Tusuk kulit dengan lancet sedalam 3 mm. Hindari menusuk vena.
4. Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas
saring setiap 30 detik.
5. Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
6. Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
7. Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas
saring. Jika telah lewat 10 menit perdarahan masih berlangsung, maka hentikan pemeriksaan
ini.
>> metode Duke
1. Bersihkan anak daun telinga dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
2. Tusuk pinggir anak daun telinga dengan lancet sedalam 2 mm.
3. Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan kertas
saring setiap 30 detik.
4. Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
5. Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
6. Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas saring
CT
>> Metode Lee & white
1. Melakukan makrosampling dengan cara yang benar
2. Pada saat darah masuk kedlm syringe, nyalakan stopwatch dan
tourniquet dilonggarkan. Lanjutkan dgn mengambil darah pelan-
pelan sampai didapat 4ml
3. Syringe dicabut kemudian jarum dilepaskan dari syringe, darah
dimasukkan pelan2 kedalam 3tabung melewati dinding masing-
masing 1 ml. sisanya untuk pemeriksaan yang lain
4. Masukkan tabung dalam waterbath 370C, tunggu selama 5 menit
5. Tepat 5 menit kemudian, tabung 1 diangkat dan dimiringkan 450 .
ulangi tindakan serupa selang 30 detik sampai tjd bekuan yang
sempurna(dimiringkan 900 tdk ada tumpahan). Catat waktunya
6. 6. 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai
tjd bekuan sempurna. Catat waktunya
7. Selang 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2
sampai terjadi bekuan sempurna. Matikan stopwatch.Catat
waktunya
8. Waktu pembekuan pada tab3 dlaporkan sebagai hasil pemeriksaan
D – Dimer
 menggunakan antibodi monoklonal yang mengenali
epitop pada fragmen D-dimer.
>> Metode :
1. Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
- Antibodi dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer
dilapiskan pada suatu dinding atau microliter well dan
mengikat protein dalam plasma
- Antibodi kedua ditambahkan dan jumlah substansi
berlabel yang terikat secara langsung sepadan dengan
D-dimer yang diukur
2. Latex Agglutination (LA)
- antibodi yang dilapiskan pada partikel latex.
- Aglutinasi secara makroskopik terlihat bila ada
peningkatan D-dimer dalam plasma
3. Whole Blood Agglutination (WBA)
12. Apa Differensial Diagnosis kedua kasus diskenario?
DD Case 1 :
hemofilia, Penyakit Von Willbrand, Defisiensi vitamin K, DIC
DD case 2 :
DIC, DVT, Defisiensi Autoimun, Infark, Emboli Paru
13. Apa tatalaksana pada kedua kasus diskenario ?
H:
case 1 :
1. Terapi suportif
 Menghindari benturan
 Perdarahan akut : rest, ice, compressio, elevation (RICE),
pada lokasi perdarahan
2. Terapi pengganti faktor pembekuan
case 2 :
 Mengantisipasi penyakit yang mendasari
 terapi suportif ( heparin )  antikoagulan
14. Bagaimana prognosis pada kedua skenario?
H:
case 1 : tergantung aktivitas koagulasi yang terganggu
case 2 : jika terjasi perdarahan dapat menyebabkan
kematian
15. Perlukah dilakukan transfusi darah pada kedua
skenario?
H:
case 1 : tidak perlu
case 2 : perlu diberikan transfusi platelet
16. apakah penyakit yang dialami rozak dapat dicegah?
H:
▫ Tidak, namun faktor resiko timbulnya dapat dicegah dengan
menghindari trauma
▫ pemberian vitamin K  jika karena defesiensi vitamin K
Gangguan
hemostasis
Hemostasis

Penyakit

EPIDEMIOLO
Etiologi Patofisiologi
GI

Manifestasi
Klinis

DD

Penatalaksanaan

Prognosis SKEMA
Learning Objective
1. Mekanisme Hemostasis
2. Gangguan Hemostasis
a. Hemofilia
b. DIC
c. Penyakit Von Willbrand
d. ITP
e. Defisiensi Vitamin K
Mekanisme
Hemostasis
HEMOSTASIS
KOMPONEN HEMOSTASIS
• Pembuluh
• Trombosit
• Kaskade faktor koagulasi
• Inhibitor koagulasi
• Fibrinolisis
PEMBULUH DARAH
• Endotel mengandung
1. Nitric Oxide
2. Endotelin
3. Weibel-Palade berisi :
- Faktor von Willebrand (vW)
- Antigen Vw
- P-selektin
4. Integrin
5. Trombomodulin
PEMBULUH DARAH
• Bila endotel rusak :
1. Endotel keluarkan endotelin untuk :
- vasokontriksi
- endotelin bersama trombin mengiduksi
endotel mengeluarkan substansi adesi ;
integrin dan selektin
- Endotelin menarik leukosit dan trombosit ke daerah
pembuluh darah yang rusak
PEMBULUH DARAH
Sel enndotel bisa rusak terkelupas bila :
• Asidosis
• Hipoksia
• Terpapar endotoksin
• Terpapar komplek antigen antibodi sirkulasi
TROMBOSIT
• Bila endotel rusak endotelin akan menarik trombosit untuk adesi
pada kolagen pembuluh darah
• Trombosit diaktifkan akan membentuk pseudopodia sehingga :
- Melepas substasi ADP, serotonin, dll
- Mudah melekat ke kolagen endotel
- Mudah melekat ke trombosit lain
(agregasi trombosit)
• Trombin menghambat sintesaAMP siklik -> peningkatan ion
kalsium-> hiperagregasi trombosit
• Pada sikresi ADP yang berlebih akan mengaktifkan membran
fosfolipid (faktor trombosit 3) sehingga terjadi aktifasi sistim
koagulasi
PROTEIN PLASMA
• Protein koagulasi
• Enzim fibrinolitis
• Inhibitor
• Komplemen
• Kinin
PROTEIN KOAGULASI
PEBENTUKAN FIBRIN
• Pembentukan faktor IX a (sistim kontak)
• Pembentukan faktor Xa
• Pentukan trombin (faktor IIa)
• Pembentukan fibrin
PEMBENTUKAN F IXa
• Aktifasi F XII jadi XIIa oleh :
fosfolipid, kolagen subendotel,
• F XIIa (protein serin) mengaktifkan F XI->F XIa.
• F XIa bersama Ion Ca mengubah F IX-> F IXa
• F IXa Mengubah F X -> F Xa
PEMBENTUKAN F Xa
PENGAKTIFAN F Xa MELALUI :
1. Jalur intrinsik
2. Jalur ekstrinsik
• JALUR INTRINSIK
- Tissue faktor, F VII, ion Ca -> komplek
TF/f VIIa
- TF/F VIIa mengaktifkan F IX -> F IXa selanjutnya
TF/F VIIa dan IXa mengatifkan F X -> F Xa
• JALUR EKSTRINSIK
- Faktor jaringan (TF), F VII, Ion Ca, TFPI
- Sitokin (IL-1, TNFa), komplemen,
komplek imun -> merangsang endotel,
makrofag, sel tumor mengeluarkan TF
- TF -> TF/VIIa -> aktifan F X-> F Xa
PEMBENTUKAN TROMBIN
• F II (protrombin), F Xa, F v, faktor trombosit 3, Ca
membentuk komplek menjadi Trombin

• Catatan : F II, VII, IX, X dibuat di hepar tergantung Vit


K
PEMBENTUKAN FIBRIN
TROMBIN MENGUBAH
• F XIII -> F XIIIa
• F I (fibrinogen) menjadi Fibrin monomer
• Fibrin monomer diubah menjadi fibrin stabil oleh F
XIIIa
Hemofilia
Hemofilia adalah suatu kelainan pada sistem pembekuan
darah.

Symptoms

• Gejala umum hemofilia yaitu:

▫ Lutut, sikut, pinggul, bahu, otot lengan dan kaki tiba-tiba terasa nyeri,
bengkak, atau terasa hangat.
▫ Pendarahan yang berlangsung lama setelah mengalami luka.
▫ Sakit kepala parah dan lama.
▫ Terasa sangat lelah.
▫ Nyeri leher.
• . Gejala lainnya dapat berupa:

▫ Memar-memar yang tidak jelas penyebabnya,


ukurannya besar dan cukup dalam.
▫ Sendi terasa nyeri dan bengkak, disebabkan oleh
pendarahan internal.
▫ Bercak darah pada urine.
▫ Berdarah cukup banyak dan lama setelah terluka atau
operasi.
▫ Mimisan tanpa penyebab jelas.
▫ Sendi terasa kaku
Penyebab
Penyebab hemofilia berbeda-beda, bergantung pada tipe yang diderita.

Hemofilia Tipe A.
• Ini adalah tipe yang cukup umum. Disebabkan oleh kurangnya
faktor VIII dalam darah, salah satu komponen pembekuan darah.

Hemofilia Tipe B.
• Tipe ini disebabkan oleh kurangnya faktor IX dalam darah, yang
juga berperan dalam pembekuan darah.

Hemofilia Tipe C.
• Tipe ini disebabkan kurangnya faktor XI dalam darah, yang
berperan dalam pembekuan darah. Biasanya pengidap hemofilia tipe
ini mengalami gejala yang ringan.
Complications

• Pengidap hemofilia dapat mengalami komplikasi seperti


pendarahan internal, kerusakan sendi, dan infeksi penyakit lain
akibat transfusi darah.
• Pengobatan hemofilia juga bisa menyebabkan komplikasi jika
obatnya tidak cocok dengan pengidapnya.

Diagnosis

• Seseorang biasanya baru diketahui mengidap hemofilia setelah


mengalami pendarahan berlebihan saat operasi.
• Tapi, jika ada riwayat hemofilia di keluarga, bayi dalam kandungan
pun dapat diperiksa apakah mengidap hemofilia atau tidak.
Treatment

• Pengobatan hemofilia berbeda-beda, bergantung pada tipe


yang diidap.
• Untuk hemofilia tipe A yang ringan dan sedang, diberikan
injeksi hormon. Hormon ini dapat merangsang aktifnya
komponen pembekuan darah.

• Untuk tipe A dan B yang termasuk parah, dilakukan


transfusi cairan yang mengandung komponen pembekuan
darah.
• Sementara, untuk tipe C, penanganannya berupa
pemberian cairan plasma darah melalui infus.
Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC)

Merupakan suatu gangguan hemostasis


khususnya dlm mekanisme pembekuan yg di
dapat, biasanya tjd selama perjalanan atau
merupakan akhir suatu penyakit.
Epidemiologi
Insiden:
- Sekitar 18.000 kasus terjadi di AS pada tahun 1994
- 1% dari semua pasien rawat inap

Frekuensi:
- DIC dapat terjadi pada 30% sampai 50% dari pasien dengan sepsis berat
- Angka kematian keseluruhan dikutip pada 50% sampai 75%.
- Tingkat sangat tergantung pada gangguan yang mendasari, DIC
memperburuk prognosis dari semua ganguan
- Dalam pengaturan trauma besar, DIC kira-kira dua kali lipat tingkat
kematian

Demografi:
- Semua umur
- Pria dan wanita
- Semua ras
Etiologi

o Aktifasi faktor X
o Pengaruh endotoksin
o Trauma
o Merendahnya kadar faktor I, II, V, VIII
o Meningginya kadar FDP (Fibrinogen Degradation Products)
o Infeksi berat dan sepsis
o Kerusakan organ
o Komplikasi obstetrik
o Reaksi imunologi
o Tumor ganas
Man. Klinis
- Perdarahan spontan dengan atau tanpa gejala trombosis
- Sakit berat
- Perdarahan luas pada kulit
- Perdarahan selaput lendir dan alat dalam
- Purpura
- Ekimosis

DD
- Hemolytic Uremic Syndrome
- Immune (Idiopathic) Thrombocytopenic Purpura
- Thrombotic Thrombocytopenic Purpura
- Vitamin K deficiency
- Liver failure
- Chemotherapy-Induced Thrombotic Microangiopathy
Pemeriksaan Lab

• Pemeriksaan Darah Tepi: Trombositopenia,


bentuk trombosit besar, bentuk eritrosit
abnormal/fragmentosit
• Pungsi Sumsum Tulang: Gambaran
megakariosit yg bertambah
• PPT, SPT, PTT, masa perdarahan, masa
pembekuan: Memanjang, masa rekalsifikasi:
Memendek dg kadar fibrinogen merendah dan
kadang disertai tanda fibrinolisis
Penatalaksanaan
- Pemberian antibiotika
- Koreksi Ph Darah
- Heparin, dipakai 1 mg/KgBB dan dilanjutkan dg infus intravena dg
dosis 1 mg/KgBB/4 jam
- Transfusi darah atau komponen darah (Misal: Suspensi Trombosit)
- Kortikosteroid

Prognosis
• Sangat dipengaruhi oleh kondisi yg mendasari yg menyebabkan DIC
dan yg dipengaruhi seberapa beratnya DIC yg terjadi

• -ITP terkait dengan DIC memiliki angka kematian dari 18%


-Aborsi septik dengan infeksi clostridial dan shock terkait dengan
DIC berat memiliki angka kematian dari 50%
-Dalam pengaturan trauma besar, kehadiran DIC sekitar dua kali
lipat tingkat kematian
Von willebrand
Yaitu perdarahan herediter yang disebabkan oleh defisiensi VWf
akibat mutasi
VWf memiliki 2 peran :
- mendorong perlekatan trombosit ke subendotel pada aliran
- merupakan molekul pembawa faktor VIII, melindunginya
dari kerusakan prematur.

Klasifikasi
- Tipe I : Penurunan sintesis VWF
- Tipe IIa: gangguan sintesis multimer VWF besar dan sedang
Tipe IIb: pembentukan multimer VWF besar yang abnormal
sehingga cepat dikeluarkan dari darah
- Tipe III : VWF sama sekali tidak disintesis
Epidemiologi
-VWD merupakan gangguan perdarahan herediter tersering,
dan bisanya diwariskan secara autosomal dominan
-Di negara Barat VWD relatif sering dijumpai, tetapi di
Indonesia belum banyak dilaporkan

Manifestasi Klinis
- Perdaahan membran mukosa (epistaksis sejak kecil,
menorraghia)
- Pengeluaran darah belebihan dan luka superfisial serta abrasi
- perdarahan operasi dan pascatrauma
DD
VWD harus dibedakan dengan hemofili A atau B, dimana
pada VWD :
- waktu perdarahan memanjang
- ristocetin test (-)
- kadar VWF menurun
Temuan Laboratorium
- Waktu perdarahan
- Tes PFA-100 abnormal
- APTT sedikit meningkat
- kadar faktor VIII sering rendah
- elektroforesis : VWF menurun pada tipe I atau 0 pada tipe III
- Terjadi gangguan agregasi trombosit pada pasien dengan
keberadaan ristosetin
- Hitung trombosit biasanya normal,kecuali untuk penyakit
tipe IIb
Terapi
- Tindakan lokal dan obat antifibrinolitik ( mis : asam
traneksemat untuk perdarahan ringan)
- infus DDAVP untuk VWD tipe I
- konsetrat VWF murni untuk pasien dengan kadar VWF yang
sangat rendah
- terapi ganti dengan single donor cryoprecipitate
Purpura Trombositopenik Autoimun (Idiopatik)

• Purpura Trombositopenia Idiopatik merupakan suatu kelainan


didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan
trombositopenia
• oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam
sistem retikuloendotelial akibat adanya autoantibodi terhadap
trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G.

ITP Kronik

ITP
ITP Akut
ITP Kronik

• Relatif serinf ditemukan


• Insiden tertinggi dijumpai pada wanita 15-50 tahun
• Adalah penyebab trombositopenia tanpa anemia atau
neutropenia
• ITP Kronik biasanya Idiopatik ttpi mungkin berkaitan dgn
penyakit lain sperti SLE, infeksi virus imunodefisiensi
manusia (HIV) atau Helicobacter pylori, CLL dan Limfoma
hodgkin atau anemia hemolitik autoimun
Patogenesis
• Autoantibodi trombosit (biasanya Ig G) 
menyebabkan pembersihan lebih cepat trombosit dari
sirkulasi oleh makrofag dlm sistem retikuloendotelial
(khususnya limpa)  Usia trombosit yg normalnya 7-
10 hari  menjadi beberapa jam.
Gambaran klinis
• Permulaan biasanya berupa : perdarahan perekia, mudah
memar, dan menoragia (wanita); perdarahan mukosa : mis
epistaksis atau gusi berdarah
• Keparahan perdarahan pada ITP biasanya lebih ringan
daripada pd pasien dgn trombositopenia akibat kegagalan
sumsum tulang
• ITP kronik biasanya cenderung kambuh dan sembuh
spontan  perjalanannya sulit diperkirakan
• Banyak kasus asimptomatik pada pemeriksaan hitung darah
rutin
• Limpa tidak teraba kecuali jika terdapat penyakit lain
Diagnosis
• Hitung trombosit biasanya 10-100x10⁹/L
• Apusan darah menunjukkan penurunan jumlah trombosit,
sementara trombosit yg ada sering berukuran besar. Tidak
ditemukan kelainan morfologis pd turunan sel lain
• Sum sum tulang menunjukkan jumlah megakariosit yg
normal atau meningkat

Terapi :
• Kortikosteroid
• Terapi imunoglobulin intravena dosis tinggi
• Obat imunosupresif
• Antibodi monoklonal
ITP Akut

• Paling sering terjadi pada anak-anak


• Sebagian besar kasus disebabkan oleh perlekatan kompleks
imun non-spesifik ke trombosit
• Penyakit biasanya sembuh spontan ttpi pada 5-10% kasus
penyakit menjadi kronis (berlangsung >6 bulan)
• Angka morbiditas dan mortalitas rendah
• jika hitung trombosit di atas 30 x 10⁹/L maka tidak
diperlukan pengobatan kecuali jika terjadi perdarahan hebat
• Pasien pada jumlah trombositnya kurang dari 20 x 10⁹/L
dapat diterapi dengan steroid dan atau imunoglobulin
intravena, khususnya jika terjadi perdarahan signifikan
Perdarahan karena defisiensi
vitamin K
 Kecenderungan terjadinya perdarahan
akibat gangguan proses koagulasi yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin K
atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency
Bleeding (VKDB)
Epidemiologi
• Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai
1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat vitamin K
profilaksis.
• Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional
belum tersedia.
• Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM
Jakarta, 6 kasus di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan 8
kasus di RSU Dr. Soetomo Surabaya.
PATOFISIOLOGI
• Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II,
VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S
yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses
pembekuan).
• Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor
pembekuan tidak aktif menjadi aktif.
Ada 3 Kelompok :
▫ VKDB dini
▫ VKDB klasik
▫ VKDB lambat atau acquired prothrombin complex
deficiency (APCD)Secondary prothrombin
complex (PC) deficiency
Pemeriksaan fisik
o Adanya perdarahan di saluran cerna, umbilikus, hidung,
bekas sirkumsisi dan lain sebagainya
o Pemeriksaan penunjang
o Waktu pembekuan memanjang
o PPT (Plasma Prothrombin Time) memanjang
o Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang
o Thrombin Time normal
o USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi
perdarahan

DIAGNOSIS BANDING
o VKDB dibedakan dengan gangguan hemostasis lain
misalnya gangguan fungsi hati.
PENATALAKSANAAN
• Pencegahan VKDB
▫ Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K
Profilaksis Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im
(dosis tunggal) atau per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu
bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun
▫ Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan
mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama
trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum
melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1
mg im dan diulang 24 jam kemudian
• Pengobatan VKDB
▫ Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari Fresh
frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg

Anda mungkin juga menyukai