Anda di halaman 1dari 41

Laporan kasus

MULTIPLE TRAUMA PADA KEHAMILAN


FRAKTUR TERTUTUP TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL
DEKSTRA DENGAN G2POA1 UK 34 MINGGU

AHMAD IZZUDIN AFIF


IDENTITAS
• Nama : Ny. SCN
• Umur : 21 Tahun, 1 Maret 1995
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Pekerjaan : IRT
• Agama : Islam
• Suku Bangsa : Jawa
• Alamat : Pakis Sawahan - Surabaya
• Tanggal Datang : 28 Februari 2015
• No. RM : 08-45-39
Keluhan utama
• Tungkai kanan bawah nyeri
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
• Pasien mengeluh nyeri di tungkai bawah kanan. Keluhan
dirasakan mulai setelah pasien tertimpa tembok bak mandi pada
bagian kaki kanan kurang lebih setengah jam sebelum pasien
masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan sangat nyeri sekali, terus
menerus dan semakin nyeri bila digerakkan maupun tersentuh.
Saat kejadian pasien sadar, dan mampu berteriak minta tolong,
jatuh dalam posisi terduduk. Bagian kepala dan perut tidak
terbentuk benda keras. Setelah kejadian pasien mengaku tidak
memijat maupun mengurut bagian kaki yang sakit.Mual (-),
Muntah (-), pusing (-)
• Pasien mengaku sedang hamil kedua dengan usia kehamilan
kurang lebih 8 bulan. Sebelum kejadian ini pasien megaku tidak
ada gangguan dengan kehamilan, kenceng-kenceng tidak ada,
keluar lendir, darah maupun cairan dari jalan lahir disangkal.
Tensi tinggi selama kehamilan disangkal. Setelah kejadian ini
pasien mengeluh perut terasa kenceng atau tegang, gerakan
janin dirasakan masih aktif.
Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat HT disangkal, DM disangkal,


Asma disangkal.
• Riwayat Alergi Obat (-)
Riwayat keluarga
• -
Riwayat sosial ekonomi
• Pasien seorang ibu rumah tangga, istri
anggota Polri, pengobatan ditanggung
oleh BPJS. Kesan: Sosial ekonomi Baik
• Riwayat Obstetri
• R. Mentruasi : mulai usia 13 tahun, siklus 28 hari,
selama 5 hari, banyak, tidak nyeri saat menstruasi
• HPHT : 6 juli 2016
• HPL USG : 13 april 2017
• Gravid : 34 minggu
• R. Menikah : 1x selama 3 tahun
• R. KB : tidak pernah
• R. ANC : teratur dibidan dan dokter
• R. Penyakit lain : HT, DM, Asma, Alergi, Jantung
(disangkal)

• R. Kehamilan :
• G2P0A1
– G I : keluar darah di UK 3,5 bulan, dilakukan kuretase di RS RKZ
Surabaya tahun 2015
– G II : Hamil ini
Pemeriksaan fisik
STATUS GENERALIS
• Keadaan umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tekanan darah : 110/80 mmHg
• Nadi : 80x/menit
• RR : 20x/menit
• Suhu : 36,4 C
Primary survey
• Airway : Tidak ada gangguan jalan nafas
• Breathing : Pernafasan 20x/menit
• Circulation : Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 80x/menit regular kuat
• Disability : GCS E4 V5 M6
• Exposure : Suhu 36,8 c
Secondary Survey
1. Kepala dan Leher
•Rambut dan kulit kepala : tidak ada perdarahan, tidak
ada perlukaan tidak ada pengelupasan
•Telinga : tidak ada luka, tidak ada cairan, tidak ada
darah
•Mata : tidak ada pembengkakan, reflek pupil baik,
konjungtiva tidak anemis
•Hidung : tidak ada darah, tidak ada cairan, tidak ada
kelainan anatomis akibat trauma
•Mulut dan bibir : tidak ada darah, tidak ada bekas
muntahan, dapat membuka mulut, tidak sianosis
• Thorax
inspeksi : bentuk simetris, tidak ada
tarikan antar iga, tidak ada luka
palpasi : tidak didapatkan nyeri tekan
perkusi : suara sonor seluruh lapang
dada
auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+)
Wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen
• Abdomen :
– Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+)
– Palpasi : Nyeri tekan (-) terasa tegang
– Perkusi : Timpani (+)
– Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Status Obstetri
• Abdomen
• Inspeksi : cembung, striae gravidarum (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-), TFU : 31cm, letak kepala, PuKa,
gerakan janin aktif
• Perkusi : Timpani (+)
• Aukultasi : Denyut Jantung Janin (DJJ) : 12.12.12 (144 x/menit)

• Leopold I : teraba bagian lunak (bokong)


• Leopold II : teraba bagian punggung di perut kanan (puka)
• Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kepala)
• Leopold IV : letak kepala, belum masuk PAP
• His: belum ada his

• Genitalia
• Externa : Darah segar (-)
• Interna : Tidak dilakukan VT
• PELVIS
– Tidak ada nyeri, tidak ngompol dapat
menahan kencing

• Ektremitas
 Ektremitas atas
tidak ada luka, tidak ada hambatan gerak.
Regio Cruris
• Panjang Panjang tungkai kanan 85 cm
• Panjang tungkai kiri 87 cm
• Regio cruris dextra
• Look : terdapat vulnus appertum ukuran kurang lebih 7 cm x 1 cm,
deformitas (+), terdapat penonjolan abnormal dan angulasi (+), oedem
(+), hematoma (+), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi.

• Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+)


sensibilitas (+), suhu rabaan hangat,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-),
kapiler refil < 2 detik (normal
• Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat,
Gerakan abduksi tungkai kanan terhambat,
gerakan adduksi tungkai kanan terhambat,
sakit bila digerakkan, gangguan persarafan tidak ada,
tampak gerakan terbatas (+),
keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal
(terasa nyeri saat digerakkan).
• Regio cruris sinistra
• Look : terdapat vulnus laseratum ukuran kurang lebih 5cm x 1,5cm
kedalaman 1,5 cm didaerah medial lutut, deformitas (-), tidak terdapat
penonjolan abnormal dan angulasi (-), oedem (-), hematoma (+), tak
tampak sianosis pada bagian distal lesi.
• Feel : Nyeri tekan setempat (-), sensibilitas (+),
suhu rabaan hangat,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-),
kapiler refil < 2 detik (normal),
arteri dorsalis pedis teraba
kuat dibandingkan bagian yang kanan.
• Move : Gerakan aktif dan pasif baik,
Gerakan abduksi tungkai kiri baik,
gerakan adduksi tungkai kiri baik,
tidak sakit bila digerakkan,
gangguan persarafan tidak ada, tidak tampak gerakan terbatas (-),
tidak didapatkan keterbatasan pergerakan sendi -sendi distal
DIAGNOSIS KERJA
Suspect fraktur tertutup regio cruris dextra dengan
G2P0A1 UK 34 minggu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
X- foto rontgen cruris dextra AP.Lat

Laboratorium :
• DL :
• WBC : 17,1
• HB : 11,1
• PLT : 218
Hasil rontgen
DIAGNOSIS PASTI
• Fraktur tertutup tibia fibula dextra 1/3 distal
dengan G2P0A1 uk 34 minggu
Terapi
– Medikamentosa
• infus RL 18 tpm,
• inj. Metamizole 2 x 1 amp (500mg)
– Non Medikamentosa
• Pasang Bidai pada cruris dextra
• Rawat luka dan hecting pada VL cruris sinistra
RUJUKAN
• Dilakukan rujukan ke dokter orthopaedi
dan dokter Obsgyn
HASIL RUJUKAN
• Dokter Orthopaedi :
Konsul dokter Obsgyn terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut.
• Dokter Obsgyn :
Dalam rujukan dokter Obsgyn dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil :

• Hasil USG :
• Janin : Tunggal, Hidup, Letak Kepala, laki-laki
• Placenta : Grade 2, Corpus Anterior
• TBJ : 2.469 gram
• Ketuban : Cukup
• LMP : 6 – 7 – 2016
• EDC : 13 – 4 – 2017
• Diagnosis : G2P0A1 uk 34 minggu J/T/H/Letkep, Fraktur Tibia Fibula dextra
• Advise Terapi :
• Isoxurpine hydrochloride 2 x ½ tab
• Ketoprofen Supp 50mg 1 jam sebelum operasi
PRE OPERASI
• Tanggal 28/2/2017
• Pre medikasi :
Inf. RL 20 tpm
Inj. Metamizole 2 x 50 mg
Inj. Cefoperazone 2 gram pre-Op
Rencana Op tanggal 1/3/2017
Post Operasi
1 Maret2017 2 Maret 2017 3 Maret 2017

S Nyeri (-), Mual (-), Muntah(-), Nyeri (-), Mual (-), Muntah(-), Nyeri (-), Mual (-), Muntah(-),

Kenceng-kenceng (+) Kenceng-kenceng (+) Kenceng-kenceng (+)

O TD : 120/70 TD : 120/80 TD : 120/80

N : 84x/menit N : 88x/menit N : 88x/menit

RR: 20x/menit RR: 20x/menit RR: 20x/menit

S : 36,2 C S : 36, 8 C S : 36,1 C


A Fraktur tibia Post ORIF Fraktur tibia Post ORIF Fraktur tibia Post ORIF

P Inf RL 14 tpm Inf RL 14 tpm KRS

Inj. Cefoperazone 2 x 1g Inj. Cefoperazone 2 x 1g

Inj. Metamizole 3x1 Inj. Metamizole 3x1

Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Ranitidin 2x1

Isoxurpine hydrochloride 2 x ½ tab Isoxurpine hydrochloride 2 x ½ tab


TINJAUAN PUSTAKA
• Secara umum trauma didefiniskan sebagai
benturan, tekanan, atau singgungan yang
menimbulkan dampak berupa perlukaan baik
luka terbuka, tertutup, maupun luka memar.

• Secara khusus trauma dalam kehamilan adalah


trauma yang berdampak tidak hanya pada ibu
tetapi juga pada janinnya. Berdasar akibat yang
ditimbulkan, trauma bisa diklasifikasi sebagai
trauma mayor dan trauma minor.
• Trauma mayor adalah trauma yang dampaknya
mengancam kehidupan, memerlukan perawatan
di rumah sakit, menimbulkan cacat fisik yang
permanen sampai disabilitas atau menyebabkan
kehidupan janin terganggu. Beberapa tanda
klinis untuk sebuah trauma mayor antara lain
adalah adanya gejala shock maternal seperti
penurunan kesadaran, tekanan sistolik <90
mmHg, respirasi <10 atau >30 kali per menit,
SpO2 <95%, nadi >120 kali per menit.
• Ibu hamil memang rentan terhadap trauma
karena perubahanperubahan anatomis dan
fisiologis selama kehamilan. Pada kehamilan
muda, dengan kenaikkan kadar ßhCG, maka
mual dan muntah adalah gejala yang hampir
selalu dijumpai.
• Demikian juga kenaikan volume plasma yang
lebih besar dibanding kenaikan korpuskuli darah
menyebabkan terjadinya pengenceran darah
yang berakibat terjadi penurunan tekanan darah.
• Penurunan tekanan darah juga mengakibatkan keluhan
pusing. Pada kehamilan yang lebih tua, dengan makin
membesarnya uterus, maka perut lebih menonjol ke
depan dan terjadilah hiperlordosis lumbalis.
• Perubahanperubahan lebih memudahkan seorang ibu
hamil mengalami trauma dalam bentuk jatuh dibanding
ibu yang tidak hamil.
• Menurut the Committee on Trauma of theAmerican
College of Surgeons trauma pada ibu hamil terjadi pada
6% sampai 7% dari seluruh kehamilam, dan merupakan
sebab terbesar kematian ibu.
Manajemen trauma pada kehamilan
• Manajemen trauma pada ibu hamil menuntut
pertimbangan yang masak karena adanya perubahan
baik anatomis maupun fisiologis, keterbatasan beberapa
cara pemeriksaan (seperti X-ray, CT scan),
kemungkinan terjadinya Rh isoimminization, placental
abruption sampai disseminated intravascular
coagulation.
• Peranan ahli obstetrik memang paling menonjol karena
dia yang akan menghitung umur kehamilan, memeriksa
dan memonitor kesejahteraan janin, memilih jenis obat-
obatan, menentukan jenis intervensi obstetrik (terminasi
kehamilan) sampai memutuskan untuk melakukan atau
tidaknya seksio sesarea perimortem.
Rekomendasi Trauma pada kehamilan

• Practice Management Guideline dan Guidline for the Management of


Pregnant Trauma Patient membuat rekomendasi sebagai berikut:
1. Semua pasien perempuan dalam masa mampu hamil yang mengalami
trauma harus diperiksa ßHCG atau dianggap hamil sampai terbukti tidak .
2. Untuk ibu hamil dengan Rh (-), perlu test Kleihauer-Betke, yakni untuk
mengetahui seberapa banyak darah fetal yang berada dalam sirkulasi
maternal.
3. Pengobatan awal terbaik untuk janin yang adalah resusitasi ibu dan
oksigenasi yang adekuat sampai saturasi oksigen >95%.
4. Electronic fetal monitoring untuk janin yang viable (>24 mingg) harus
dikerjakan sekurang-kurangnya selama 4 jam
5. Setelah lewat separoh kehamilan, uterus gravid harus dijauhkan dari vena
cava inferior untuk menjamin pasokan darah ke jantung. Uterus dapat di geser
ke kiri, atau posisi ibu hamil dibuat miring ke kiri. Hatihati bila terjadi trauma
pada kolumna vertebralis
6. Double IV line dengan venocatheter ukuran 14 atau 16 harus dipasang
pada ibu hamil dengan trauma yang serius
7. Kalau diperlukan pemeriksaan imaging, pilihlah yang lebih aman seperti
ultrasonografi atau magnetic resonance imaging (MRI). Meskipun
demikian MRI tidak dianjurkan untuk kehamilan trimester pertama.
8. Kalau memang diperukan pemeriksaan X-ray, harus disertai pelindung.
Eksposure <5 rad tidak menaikkan risiko anomali janin dan keguguran
(level II-2B).
9. Vaksinasi tetanus adalah aman untuk ibu hamil sehingga jangan ragu
untuk memberikannya kalau ada indikasi.
10. Perimortem cesarean section harus dipertimbangkan untuk ibu dengan
kematian yang mengancam (moribund) setelah umur kehamilan ≥24
minggu (Karena kemampuan NICU kita yang masih rendah, mungkin umur
kehamilan bisa diubah menjadi ≥28 minggu). Kelahiran tidak boleh lebih
dari 4 menit setelah dinyatakan henti jantung, atau kegagalan resusitasi
jantung paru, RJP.
Pembedahan Non Obstetric pada kehamilan

• Wanita hamil yang akan menjalani operasi nonobstetri merupakan


situasi klinis yang unik dimana kesehatan ibu adalah yang
terpenting, tetapi pertimbangan yang hati-hati, perlu diberikan untuk
perawatan kesejahteraan janin.
• Pada usia kehamilan lebih dari 24 minggu pertimbangan harus
diberikan untuk terminasi kehamilan dan mengenai waktu terminasi
yang terkait dengan intervensi, keputusan yang dicapai memiliki
beberapa pilihan, diantaranya: i) persalinan dengan seksio sesarea
dilanjutkan dengan operasi lain, ii) terminasi dengan seksio sesarea
dengan operasi lain dilakukan dikemudian hari, iii) menjaga
kehamilan dan lanjutkan dengan bedah.
• Di usia kehamilan <24 minggu tidak ada pilihan untuk terminasi
kehamilan intervensi bedah saraf dapat dilakukan. Mengoptimalkan
fisiologi ibu dan pertimbangan untuk kesejahteraan janin harus
menghasilkan hasil terbaik. Manajemen setelah operasi kemudian
berdasarkan indikasi obstetri
Perubahan yang Terjadi pada Ibu dan Anak selama Operasi
Pencegahan Persalinan Prematur
• Banyak studi epidemiologi operasi selama operasi
nonobstetrik pada ibu hamil melaporkan insiden aborsi dan
persalinan prematur yang tinggi. Penyebab tidak jelas apakah
dikarenakan operasi, manipulasi rahim, atau kondisi yang
mendasarinya.
• Dalam sebuah penelitian terhadap 778 perempuan yang
mengalami usus buntu selama kehamilan, ditemukan bahwa
22% dari perempuan yang menjalani operasi dengan
kehamilan antara 24 dan 36 minggu melahirkan seminggu
setelah operasi.
• Pada wanita yang hamil terus melampaui seminggu setelah
operasi, tidak ada kelahiran prematur. Operasi pada trimester
kedua dan operasi yang tidak melibatkan manipulasi rahim
memberikan resiko terendah untuk persalinan prematur.
Periode Pascabedah
• Jika kehamilan berlanjut minggu pertama pascabedah,
maka kejadian persalinan prematur tidak lebih tinggi
dibandingkan pada pasien hamil yang tidak dilakukan
pembedahan.
• Tokometri selama periode ini berguna untuk memantau
penggunaan analgesia pascabedah, memantau
kontraksi dini ringan, dan menunda tokolisis.
• Pemberian rutin tokolitik profilaksis adalah kontroversial
dan umumnya terbatas pada pasien yang telah terjadi
manipulasi rahim intraoperatif
• Pemberian analgesia yang memadai juga penting pada
periode pascabedah, karena rasa sakit telah terbukti
meningkatkan risiko persalinan prematur
Pertimbangan pada Janin
• Potensi risiko pada janin dari ibu yang menjalani
anestesi dan operasi selama kehamilan yaitu potensi
untuk kelainan kongenital, aborsi spontan, kematian
janin dalam kandungan, dan kelahiran prematur.
Paparan janin untuk obat anestesi mungkin akut, seperti
yang terjadi selama anestesi untuk pembedahan atau
subakut yang terjadi dengan paparan dari salah satu
atau kedua orangtua oleh anestetika yang terhirup di
tempat kerja
*Braveman FR. Obstetric and gynecologic anesthesia the
requisites in anesthesiology. 1st ed. Philadelphia: Mosby;
2006, 23–29
• Pada prinsipnya penanganan anestesi pada kondisi ibu
hamil dan tidak hamil dianggap tidak berbeda, namun
pada saat ibu hamil terdapat 2 nyawa yang harus
diselamatkan, walaupun tetap ibu yang menjadi prioritas.
• Dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada
kehamilan serta adanya janin didalam kandungan, akan
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas pada ibu
dan janin.
• Tindakan operatif dan anestesi, manuver-manuver yang
terjadi selama pembedahan, dan obat-obatan yang
diberikan selama operasi berpotensi untuk menjadi
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin, oleh
karena itu diperlukan pengetahuan khusus, pemantauan
yang ketat, serta kerjasama yang baik antar bagian
terkait untuk penaganan.
• Obat anestesi mengurangi baik DJJ baseline dan DJJ variabilitas,
sehingga pembacaan harus ditafsirkan dalam konteks obat yang
diberikan.
• Janin manusia dapat merespon sejumlah rangsangan dari
lingkungan termasuk kebisingan, tekanan, nyeri, dan suhu dingin.
Rangsangan berbahaya menghasilkan respon otonom dan
peningkatan stres hormon.
• Persisten bradikardia janin umumnya menunjukkan janin distress
dan harus meminta tindakan cepat untuk perbaikan. Satu peringatan
bahwa neostigmine dapat menyebabkan bradikardi janin bila
diberikan dengan glycopyrrolate karena transfer plasenta berkurang.
• Nilai pemantauan DJJ intraoperatif adalah sebagai peringatan awal,
optimalisasi hemodinamik dan oksigenasi dengan cairan yang
sesuai, vasopressors, produk darah, hiperventilasi, atau posisi.

Anda mungkin juga menyukai