Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
dan Pediatri
Pembimbing : dr. Nazarudin Harun Sp.An
FARMAKOLOGI
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus berbeda dibanding
dengan dewasa karena pada neonatus :
Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler berbeda dengan orang dewasa.
Laju filtrasi glomerulus masih rendah
Laju metabolisme yang tinggi
Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi obat.
Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver dan ginjal)
Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan : ventilasi alveolar tinggi, Minute
volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi
obat, mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah cenderung lebih peka
terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi yang belum sempurna dan depresi
miokard hebat.
Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk pada neonatus dibanding
dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat mudah menembus sawar darah otak,
kemampuan metabolisme masih rendah atau kepekaan pusat nafas sangat tinggi.
PERSIAPAN ANESTESI
Premedikasi
SulfatAtropine
◦ Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran,
suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal
0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan pengenceran.
◦ Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek.
Penenang
Tidak dianjurkan, karena susunan syaraf pusat belum berkembang, mudah
terjadi depresi, kecuali pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif.
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar
berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi
dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.
Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak
membutuhkan bantal kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya
menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid.
Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala. Intubasi biasanya
dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan
gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. .
Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv
atau im.
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang
dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm
sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. Idealnya menggunakan pipa
trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar
sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor.
Pemeliharaan Anestesi
Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali.
Pada umunya menggunakan gas anestesi N2O/O2 dengan
kombinasi halotan, enfluran, isofluran ataupun sevofluran.
Pelumpuh otot golongan non depol sangat sensitive sehingga harus
diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi sedikit.
Pengakhiran Anestesi
Pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut dilakukan
secara hati-hati. Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah
agent dihentikan.
Bila masih ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol, dapat
dilakukan penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama
atropin (0,02 mg/kg).
Kemudian dilakukan ekstubasi.
SISTEM PULMONAL ANAK-
JALAN NAPAS PADA ANAK SIGNIFIKANSI SIGNIFIKANSI
ANAK
Pernapasan hidung yang obligat, Infan bernapas hanya melalui Alveoli yang sedikit dan lebih kecil Jumlah alveoli pada usia 6 tahun 13
nares sempit hidung yang mudah tersumbat oleh kali lebih banyak dibanding bayi
Lidah yang besar Dapat menyumbat jalan napas dan Kemampuan pengembangan lebih Kecenderungan kollaps jalan napas
membuat laringoskopi dan intubasi kecil lebih besar
lebih sulit Kurang elastis
Oksiput yang besar Sniffing positon tercapai dengan Resistensi jalan napas lebih besar Tenaga untuk bernapas lebih besar
mengganjal bahunya Jalan napas lebih kecil dan penyakit lebih rentan
Glottis terletak pada C3 bayi yang Laring terletak lebih anterior; menyerang saluran napas yang
prematur, C3-C4 bayi baru lahir, penekanan krikoid sering dapat kecil
dan C5 dewasa membantu visualisasi Iga-iga lebih horizontal, lebih Mekanisme kerja dinding dada
Laring dan trakhea berbentuk Bagian tersempit trakhea adalah lunak, dan mengandung lebih tidak efisien
seperti corong krikoid; pasien sebaiknya banyak kartilago
dipasangkan ETT berukuran < 30 Mengadung otot tipe-1 (yang Bayi lebih mudah lelah
cm H2O untuk mencegah tekanan sangat oksidatif) yang lebih sedikit
yang berlebihan pada mukosa Kapasitas total paru (TLC) kurang, Desaturasi terjadi lebih cepat
trakhea, barotrauma RR dan metabolik lebih cepat
Pita vokalis lebih miring ke Insersi ETT mungkin lebih sulit
Volume akhir lebih besar Ventilasi ruang rugi lebih tinggi
anterior
Memperlambat emergensi,
Onset cepat, analgesia
Ketamin po, pr, in, iv, sl rasanya tidak enak,
kuat
menyengat dalam hidung
PRAMEDIKASI
Induksi inhalasi adalah teknik induksi yang paling sering digunakan pada anak-
anak berusia < 10 tahun. Anak-anak disuruh menghirup N2O 70% dan oksigen
30% selama sekitar 1 menit; halotan kemudian diberikan secara perlahan.
Konsentrasi halotan ditingkatkan 0,5% setiap 3-5 kali bernapas. Jika anak itu batuk
atau menahan napas, konsentrasi halotan tidak boleh dinaikkan sampai batuk atau
menahan napas itu berhenti. Sevofluran juga dapat digunakan dengan atau tanpa
N2O.
Induksi inhalasi yang cepat atau “brutane” digunakan pada anak-anak yang
tidak kooperatif. Anak-anak dibaringkan kemudian dipasangkan sungkup yang
mengandung N2O 70% dan oksigen 30%, dan halotan 3-5% atau sevofluran 8%
pada mukanya. Teknik yang seringkali tidak nyaman ini sebaiknya dihindari jika
memungkinkan. Sekali anestesi telah diinduksi, konsentrasi sevofluran atau
halotan harus dinaikkan.
Steal Induction dapat digunakan saat anak-anak telah tidur. Induksi anestesi
dilakukan dengan menggunakan sungkup yang agak jauh dari muka si anak,
kemudian konsentrasi halotan atau sevofluran ditingkatkan secara bertahap. Tujuan
hal ini adalah untuk menginduksi anestesi tanpa membangunakan si anak.
Induksi intravena digunakan pada seorang anak yang telah dipasangi infus atau
pada anak-anak yang berusia > 10 tahun. Medikasi yang biasanya digunakan pada
anak-anak adalah tiopental 5-7 mg/kg; propofol 2-3 mg/kg; dan ketamin 2-5
mg/kg. Agar prosedur tidak traumatik, krim EMLA (campuran anestesi lokal yang
eutektos/mudah larut) diusapkan paling kurang 90 menit sebelum infus IV
dipasang.
Infan 5-10 kg 1½
Bayi baru lahir –
3,5 – 4,0
12 bulan Anak-anak 10-2 kg 2
Anak-anak 20-30
12 – 18 bulan 4,0 2½
kg
2 tahun 4,5
Anak-anak/dewasa
> 2 tahun Ukuran ETT = 3
muda > 30 kg
SISTEM PERNAPASAN FUNGSI GINJAL
• Penurunan elastisitas jaringan paru, menyebabkan • Aliran darah ginjal dan massa ginjal
distensi alveoli berlebihan yang berakibat
mengurangi permukaan alveolar, sehingga
menurun. (massa korteks diganti oleh
menurunkan efisiensi pertukaran gas. lemak dan jaringan fibrotik). Laju filtrasi
• Ventilasi masker lebih sulit. glomerulus dan bersihan kreatinin
• Arthritis sendi temporomandibular atau tulang (creatinin clearance) menurun
belakang servikal mempersulit intubasi. • Gangguan penanganan natrium,
• Tidak adanya gigi, sering mempermudah visualisasi kemampuan konsentrasi, dan kapasitas
pita suara selama laringoskopi.
• Penurunan progresif refleks protektif laring dapat
pengenceran memberi kecenderungan
menyebabkan pneumonia aspirasi. pasien usia lanjut untuk mengalami
dehidrasi atau overload cairan.
• Fungsi ginjal menurun, mempengaruhi
kemampuan ginjal untuk
FUNGSI METABOLIK DAN ENDOKRIN mengekskresikan obat.
• Konsumsi oksigen basal dan maksimal • Penurunan kemampuan ginjal untuk
menurun. menangani air dan elektrolit membuat
• Produksi panas menurun, kehilangan panas penatalaksanaan cairan yang tepat
meningkat, dan pusat pengatur temperatur menjadi lebih sulit; pasien usia tua lebih
hipotalamik mungkin kembali ke tingkat cenderung untuk mengalami hipokalemia
yang lebih rendah. dan hiperkalmeia. Hal ini diperparah oleh
• Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penggunaan diuretik yang sering pada
penurunan progresif terhadap kemampuan populasi usia lanjut.
menangani asupan glukosa.
ANESTETIK INHALASI
Distribusi dan eliminasi juga dipengaruhi oleh terganggunya ikatan
protein plasma. Albumin yang cenderung berikatan dengan obat
yang bersifat asam (misalnya barbiturat, benzodiazepin, agonis
opioid), menurun. α1-asam glikoprotein, yang berikatan dengan
obat yang bersifat basa (misalnya, anestetik lokal), meningkat.
Perubahan farmakodinamik utama adalah penurunan kebutuhan
anestetik, ditunjukkan oleh MAC yang rendah. Titrasi hati-hati
bahan anestetik mem- bantu menghindari efek samping dan durasi
yang panjang; bahan kerja singkat seperti propofol, desflurane,
remifentanil, dan suksinilkolin sangat berguna pada pasien usia
lanjut.
Obat yang secara bermakna tidak tergantung pada fungsi hepatik
dan ginjal atau aliran darah, seperti mivacurium, atracurium, dan
cistracurim dapat berguna.
PERUBAHAN FARMAKOLOGI
TERKAIT UMUR
Pasien usia lanjut menunjukkan kebutuhan dosis
barbiturat, opioid agonis, dan benzodiazepin yang lebih
rendah. Sebagai contoh, umur 80 membutuhkan kurang
dari setengah dosis induksi tiopental dibandingkan
dengan kebutuhan pada umur 20-an.
Benzodiazepin cenderung berakumulasi dalam
penyimpanan lemak, volume distribusinya lebih besar
pada pasien usia lanjut sehingga eliminasi dari tubuh juga
lambat. Waktu paruh lebih dari 36 jam dapat
menyebabkan kebingungan selama beberapa hari setelah
pemberian diazepam.
PELUMPUH OTOT
1. Abdul Latief, 1993. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Akut Bayi
Baru Lahir. Ha: Buku Kursus Penyegar dan Penambah Anestesi. Jakarta
2. Adipradja.K. 1998. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Darurat Anak.
Makalah Simposium Anestesi Pediatri, Bandung.
3. Cote, CJ. 2000. Pediatric Anaesthesia. 5th edition, Churchil Livingstone.
Philadelphia.
4. G. Edward Morgan, Clinical Anastesiologi, 4 th ed, Chapter 45.
5. Muhiman, Muhardi. Dkk. 1989. Anestesiologi. FKUI. Jakarta.
6. Pediatric and Neonatal Anaesthesia: Anaesthesia in a Nutshell, Capter
14
7. Warih BP, Abubakar M. 1992. Fisiologi pada Neonatus. dalam :
Kumpulan makalah Konas III IDSAI. Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA